UJI EFEK HEMOLISIS EKSTRAK DAUN
UJI EFEK HEMOLISIS EKSTRAK DAUN KENIKIRKENIKIR ((CCosmosmos caudaos caudatustus Kunth) SECARA IN VITROKunth) SECARA IN VITRO
Usulan Penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah
Usulan Penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah
Diajukan Oleh : Diajukan Oleh :
YESZY ASTHYA LABAN YESZY ASTHYA LABAN
F.15.150 F.15.150
Kepada Kepada
PROGRAM STUDI DIPLOMA-III
PROGRAM STUDI DIPLOMA-III FARMASIFARMASI AKADEMI FARMASI BINA HUSADA AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
KENDARI KENDARI
2018 2018
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
A. Latar BelakangLatar Belakang
Peradangan (inflamasi) merupakan respon protektif normal terhadap Peradangan (inflamasi) merupakan respon protektif normal terhadap cedera jaringan yang melibatkan berbagai proses fisiologis di dalam tubuh cedera jaringan yang melibatkan berbagai proses fisiologis di dalam tubuh seperti aktivasi enzim, pelepasan mediator, diapedesis atau pergerakan sel seperti aktivasi enzim, pelepasan mediator, diapedesis atau pergerakan sel darah putih melalui kapiler ke daerah peradangan, migrasi sel, kerusakan darah putih melalui kapiler ke daerah peradangan, migrasi sel, kerusakan perbaikan
perbaikan jaringan jaringan (kumar (kumar dkk dkk .,., 2012). Faktor yang dapat menyebabkan2012). Faktor yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian di ikuti oleh antiinflamasi adalah cedera pada jaringan, yang kemudian di ikuti oleh antiinflamasi adalah patogen, iritan
patogen, iritan kimia kimia (asam (asam dan basa dan basa kuat, fkuat, fenol enol dan racun), dan racun), dan irdan iritan itan fisikafisika (trauma, benda asing, dingin, arus listrik, dan radiasi). Inflamasi adalah upaya (trauma, benda asing, dingin, arus listrik, dan radiasi). Inflamasi adalah upaya perlindungan
perlindungan tubuh tubuh untuk untuk menghilangkan menghilangkan rangsangan rangsangan merugikan merugikan sertaserta memulai proses penyembuhan pada jringan. Namun, jika peradangan tidak di memulai proses penyembuhan pada jringan. Namun, jika peradangan tidak di obati dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti rinitis vasomotor, obati dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti rinitis vasomotor, remotoid artritis dan aterosklerosis (R
remotoid artritis dan aterosklerosis (R Ilakkiy dkk Ilakkiy dkk .,., 2013).2013).
Inflamasi banyak dijumpai di masyarakat sehingga pemakaian Inflamasi banyak dijumpai di masyarakat sehingga pemakaian obat-obat antiinflamasi dari hari kehari, terus meningkat. Pengobat-obatan antiinflamasi obat antiinflamasi dari hari kehari, terus meningkat. Pengobatan antiinflamasi mempunyai dua tujuan utama. Pertama, meringankan rasa nyeri yang sering mempunyai dua tujuan utama. Pertama, meringankan rasa nyeri yang sering merupakan gejala awal yang terlihat dan kedua, memperlambat atau merupakan gejala awal yang terlihat dan kedua, memperlambat atau membatasi proses perusakan jaringan. Obat-obat antiinflamasi non steroid membatasi proses perusakan jaringan. Obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS) dan kortikosteroid sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan (AINS) dan kortikosteroid sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi, namun kedua golongan obat ini yang tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi, namun kedua golongan obat ini yang biasanya
efek yang merugikan dan berbahaya seperti kerusakan gastrointestinal, efek yang merugikan dan berbahaya seperti kerusakan gastrointestinal, nefrotoksik, dan hepatotoksik (Katzung, 2002).
nefrotoksik, dan hepatotoksik (Katzung, 2002).
Penelitian yang berkembang terutama pada segi farmakologi maupun Penelitian yang berkembang terutama pada segi farmakologi maupun fitokimia berdasarkan indikasi tumbu
fitokimia berdasarkan indikasi tumbuhan han obat yang telah dobat yang telah digunakan sebagianigunakan sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara impiris. Salah satu tanaman masyarakat dengan khasiat yang teruji secara impiris. Salah satu tanaman yang secara tradisional dapat berkhasiat sebagai obat adalah daun Kenikir yang secara tradisional dapat berkhasiat sebagai obat adalah daun Kenikir ((Cosmos caudatusCosmos caudatus Kunth). Kunth).
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Bunawan dkk 2014 tumbuhan Berdasarkan penelitian yang di lakukan Bunawan dkk 2014 tumbuhan kenikir memiliki efek antioksidan tinggi, antibakteri, antijamur, kenikir memiliki efek antioksidan tinggi, antibakteri, antijamur, antiosteoporosis, antihipertensi, antidiabetes dan asteoporosis. Sejauh ini antiosteoporosis, antihipertensi, antidiabetes dan asteoporosis. Sejauh ini belum
belum ada ada data data ilmiah ilmiah yang yang menyatakan menyatakan daun daun kenikir kenikir berpotensi berpotensi sebagaisebagai Antiinflamasi. Pada penelitian Ratna Budi Pebriana, dkk Tahun 2008 Antiinflamasi. Pada penelitian Ratna Budi Pebriana, dkk Tahun 2008 mengatakan bahwa ekstrak metanolik daun kenikir (
mengatakan bahwa ekstrak metanolik daun kenikir ( Cosmos caudatusCosmos caudatus Kunth) Kunth) memiliki sifat sitotoksik terhadap sel T47D dengan IC sebesar 344,91 µg/mL memiliki sifat sitotoksik terhadap sel T47D dengan IC sebesar 344,91 µg/mL serta memiliki kemungkinan aktivitas dalam meningkatkan apoptosis melalui serta memiliki kemungkinan aktivitas dalam meningkatkan apoptosis melalui berbagai macam kemungkinan mekan
berbagai macam kemungkinan mekanisme (Anti kanker).isme (Anti kanker).
Studi pendahuluan mengenai fitokimia daun kenikir yang diesktraksi Studi pendahuluan mengenai fitokimia daun kenikir yang diesktraksi menggunakan etanol dan pelarut lain menunjukkan adanya senyawa aktif menggunakan etanol dan pelarut lain menunjukkan adanya senyawa aktif flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid, tanin dan minyak atsiri (Harborne, flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid, tanin dan minyak atsiri (Harborne, 1998 dalam Rasdi dkk, 2010)
1998 dalam Rasdi dkk, 2010)
Peneltian Riansyah dkk., (2015) menyatakan bahwa Flavonoid Peneltian Riansyah dkk., (2015) menyatakan bahwa Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antiinflamasi. Mekanisme flavonoid sebagai antiinflamasi dapat melalui antiinflamasi. Mekanisme flavonoid sebagai antiinflamasi dapat melalui
beberapa jalur yaitu dengan penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) dan lipooksigenase, penghamabatan akumulasi leukosit, penghambatan pelepasan histamin.
Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup. Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau suatu komponen bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem bilogik.
Pemeriksaan in vitro dapat digunakan untuk mengetahui sitotoksisitas atau pertumbuhan sel, metabolisme sel, fungsi sel. Bisa pula pemeriksaan in vitro untuk mengetahui suatu bahan terhadap genetik sel. Ada beberapa keuntungan dari pemeriksaan in vitro yaitu: Membutuhkan waktu yang relatif singkat, menbutuhkan biaya yang relatif sedikit, dapat dilakukan standarisasi, bisa dilakukan kontrol.
Berdasarkan penelitian yang telah ada, belum ditemukan data ilmiah bahwa ekstrak daun kenikir mempunyai efek antiinflamasi, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN KENIKIR ( Cosmos caudatus Kunth) SECARA IN VITRO.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) memiliki efek antiinflamasi?
2. Konsentrasi berapakah yang dapat memberikan efek Antiinflamasi? C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai beriut : 1. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui seberapa besar efek antiinflamasi ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth ) dengan konsentrasi 10, 100, 500 dan 1000 µg/mL.
2. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) memiliki efek Antiinflamasi yang di uji secara in vitro.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak dan manfaat antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan wawasan dan pengalaman berharga bagi peneliti.
b. Memberikan informasi bagi kampus bahwa penelitian tentang manfaat ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth ) sebagai antiinflamasi sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Sebagai sumber yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya bagi perekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai manfaat ekstrak Daun kenikir sebagai antiinflamasi.
b. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek senyawa yang terkandung dalam Daun kenikir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rujukan penelitian
Penelitian yang menjadi rujukan atau referensi dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Riansyah dkk, (2015) “uji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun ubi jalar ungu (ipome batatas L.) terhadap tikus putih jantan galur wistar” menyatakan bahwa Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antiinflamasi. Mekanisme flavonoid sebagai antiinflamasi dapat melalui beberapa jalur yaitu dengan penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) dan lipooksigenase, penghamabatan akumulasi leukosit, penghambatan pelepasan histamin.
2. Edi Wiranto dkk, 2016“ Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro Ekstrak Teripang Butoh Keling ( Holothuria leucospilota Brandt) dari Pulau Lemukutan” Metabolit sekunder yang diduga memiliki kemampuan dalam menstabilkan membran adalah steroid, triterpenoid dan flavonoid. Ekstrak metanol H. leucospilota memiliki aktivitas antiinflamasi pada berbagai variasi konsentrasi (10, 100, 500 dan 1000 μg/mL), yaitu masing-masing sebesar 31,27; 57,19; 59,18 dan 61,23%. Ekstrak H. leucospilota Brandt berpotensi sebagai obat antiinflamasi.
3. Ratna budhi pebriana dkk, 2008 ”Pengaruh Ekstrak Metanolik Daun
Kanker Payudara” Berdasarkan hasil penelitian ini, ekstrak metanolik daun kenikir memiliki aktivitas dalam memacu kematian sel T47D melalui mekanisme apoptosis, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker dengan target aksi spesifik.
B. Landasan Teori 1. Uraian Kenikir
Kenikir bisa kita jumpai di mana saja. Kenikir merupakan tumbuhan tahunan yang memiliki batang seperti pipa dengan garis-garis yang membujur, tingginya dapat mencapai 1 m dan daunnya bertangkai panjang, bercabang banyak daunnya bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung runcing, baunya seperti damar apabila di remas. Kenikir juga memiliki bunga yang sangat menarik sehingga biasa kita jumpai di pekarangan rumah sebagai hiasan. Kenikir juga biasa di jadikan sebagai lalapan, sebagai pelengkap nasi pecel dan terlebih makanan desa. Kenikir juga ternyata memiliki beberapa
manfaat, seperti dapat menyembuhkan maag dan lemah lambung, dapat menyembuhkan kanker, sebagai obat lemah jantung, seba gai obat gondongan, dll. Tetapi belum banyak masyarakat yang mengetahui manfaat dari kenikir tersebut.
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) merupakan herba yang tersebar di Pulau Jawa dan tumbuh pada ketinggian 10-1400 m dpl. Tumbuhan yang termasuk dalam suku Asteraceae ini berasal dari Amerika Tengah, dan tersebar luas di seluruh wilayah Malaysia. Bagian daun muda kenikir
biasanya digunakan masyarakat sebagai lalapan atau dijadikan makanan pembuka karena memiliki rasa dan aroma yang khas (Shui, 2005).
Daun tanaman kenikir (Cosmos caudatus Kunth ) mengandung beberapa senyawa seperti quercetin 3-O-glikosida, quercetin pentose, quercetin deoxyl-heksose, chlorogenic acid , neochlorogenic acid , cryptochlorogenic acid, ferulic acid dan caffeic acid (Bunawan dkk ., 2014). Batari (2007) mengatakan bahwa kadar quercetin daun kenikir kering 413,57 mg/100g dan kaemferol 7,28 mg/100g. Quercetin mempunyai potensi sebagai antihipertensi dengan mekanisme meningkatkan pengeluaran urin dan natrium dari dalam tubuh (Mackraj, dkk ., 2008). Mounnissamy and Nagar, (2015) menyebutkan bahwa quercetin yang di isolasi dari Cansjera rheedi J. Gamelin mampu meningkatkan volume pengeluaran urin yang lebih tinggi 18,34 % dari furosemid. Pemberian rebusan daun kenikir pada dosis 250mg/kgBB, 500mg/kgBB, dan 1000mg/kgBB pada tikus dinyatakan signifikan meningkatkan volume urin tikus (p<0,001) (Amalia dkk ., 2012).
Kenikir mengandung senyawa kuersetin (golongan flavonoid) yang dapat berperan dalam menginduksi apoptosis sel kanker (Taraphadar dkk ., 2001).
1. Habitat
Jenis sayuran indigenous yang banyak dibudidayakan adalah sayuran daun tahunan. Hal ini disebabkan karena sayuran tersebut mudah di budidayakan dan panen yang dilakukan dapat lebih dari satu kali. Beberapa sayuran daun tahunan yang sering dikonsumsi adalah kenikir
(Cosmos caudatus Kunth) tanaman perdu yang banyak ditanam di pekarangan ((Sunarto, 1994) dan (Van Den Bergh, 1994)). tanaman ini memiliki kandungan gizi yang cukup baik seperti kandungan protein sekitar 3% dari berat kering, vitamin, mineral dan serat serta memiliki khasiat obat.
2. Morfologi dan Anatomi
Tanaman kenikir termasuk dalam familia Asteraceae, dengan genus Cosmos dan nama spesies Cosmos caudatus. Nama Daerah : kenikir (Jawa), ulam raja (Melayu). Tanaman kenikir merupakan tanaman herba dan berumur singkat dengan tinggi 1-2,5 m. Memiliki batang yang berbentuk segiempat beralur dan sedikit berambut. Memiliki tangkai yang panjang, daun berhadapan seperti talang, helaian daun menyirip rangkap 3-4 atau berbagi menyirip dengan panjang dan lebar 15-25 cm. Semakin keatas tangkai daun semakin pendek, semakin kecil dan kurang terbagi. Bongkol di ketiak daun (terminal), memiliki tangkai panjang yang berusuk. Bunga memiliki daun pembalut sejumlah 8 berwarna hijau dengan dasar bunga majemuk berbentuk sisik seperti jerami. Tepi memanjang berbentuk bulat telur terbalik ujungnya bergigi 3, berwarna kemerah-merahan atau keunguan. Bunga berkelamin ganda, berbentuk cakram, panjang mahkota bunga 1 cm dengan taju 5, pucat dengan ujung kuning dan mempunyai benang sari berwarna coklat agak hitam (Stennis dkk ., 2005).
Gambar 1. Tanaman kenikir diambil dari Bunawan, dkk. (201 4) 3. Klasifikasi Daun Kenikir
Berdasarkan taksonominya, tumbuhan kenikir di klasifikasikan sebagai berikut (Simpson, 2006):
Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Fabales Suku : Asteraceae Marga : Cosmos
Jenis : Cosmos caudatus Kunth. 4. Kandungan Kimia Daun Kenikir
Berdasarkan hasil skrining fitokoimia, daun kenikir secara umum mengandung senyawa flavonoid, polifenol, saponin, terpenoid, steroid dan minyak atsiri. Bagian akar kenikir mengandung hidroksieugenol dan koniferil alkohol (Sarmoko dan Sulistyorini, 2010; Liliwiarinis dkk ., 2011; Bunawan dkk ., 2014).
5. Manfaat Daun Kenikir
Daunnya biasa dimakan sebagai lalapan atau sayur oleh masyarakat. Daun kenikir secara tradisional bermanfaat untuk anti pengeroposan tulang, melancarkan sirkulasi darah, dan menurunkan tekanan darah (Bunawan dkk ., 2014). Menurut berbagai penelitian ekstrak daun kenikir memiliki aktivitas sebagai antihipertensi dan diuretik (Amalia dkk ., 2012), antibakteri (Rasdi dkk ., 2010), antifungal (Salehan dkk ., 2013), antioksidan (Andarwulan and Batari, 2012), antiosteoporosis (Mohamed dkk ., 2013) dan antidiabetes (Loh and Hadira, 2011).
2. Uraian Hemolisis
a. Inflamasi (peradangan)
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan akut mencakup pembengkakan/edema, kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan fungsi. Hal-hal yang terjadi pada proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai macam mediator kimia, antara lain amina vasoaktif, protease plasma, metabolit asam arakhidonat dan produk leukosit (Erlina dkk, 2007).
Inflamasi merupakan suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan
prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan asam arakhidonat. Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan prostaglandin- prostaglandin yang mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi (Katzung, 2004). Proses terjadinya inflamasi sebenarnya merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri dari tubuh terhadap benda asing, tetapi jika proses ini berlangsung secara terus menerus (kronis) justru akan merusak jaringan (Docke dkk., 1997; Westerndorp dkk., 1997; Opal dkk., 1996; De Poll dkk., 1997).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa inflamasi kronis berkaitan erat dengan adanya peningkatan mutasi seluler yang menginisiasi terjadinya kanker (Albini & Sporn, 2007; Anonim 2012). Inflamasi yang terjadi terus menerus pada pembuluh darah berkontribusi langsung pada terbentuknya plak dalam dinding pembuluh arteri sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, serta stroke (Anonim, 2007; Libby dkk., 2010; Lusis, 2000; Patel dkk., 2008). Penyakit lain yang melibatkan adanya proses inflamasi kronis dalam tubuh antara lain,12 arthritis, asma, diabetes, alergi, anemia, penyakit Alzheimer, fibrosis, fibromyalgia, systemic lupus,
psoriasis, pancreatitis, dan penyakit-penyakit autoimun (Borne, 1986, Borne dkk., 2008) sehingga diperlukan obat antiinflamasi.
b. Antiinflamasi
Rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari penderita. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya apakah dengan upaya farmakoterapi, fisioterapi dan atau pembedahan. Farmakoterapi berawal dengan pemberian analgetika sederhana dan edukasi. Pada kebanyakan penderita dengan analgetika sederhana belum mampu mengontrol rasa sakit akibat artritis. Anti-inflamasi non-steroid (AINS) ternyata efektif mengontrol rasa sakit akibat inflamasi rematik. Namun sediaan analgetik ini selalu memberikan efek samping yang kadangkala dapat berakibat fatal (Lelo, 2001).
Dalam pengobatan inflamasi, kelompok obat yang banyak diberikan adalah obat antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini merupakan obat sintetik dengan struktur kimia heterogen. Prototipe obat golongan ini adalah aspirin, karena itu sering disebut juga obat mirip aspirin (aspirin like drugs) (Wilmana dan Gan, 2007). Efek terapi AINS berhubungan dengan mekanisme kerja penghambatan pada enzim siklooksigenase-1 (COX-1) yang dapat menyebabkan efek samping saluran cerna dan penghambatan pada enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang dapat menyebabkan efek samping pada system kardiovaskular. Kedua enzim tersebut dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin (Lelo dan Hidayat, 2004).
Sebagian obat-obat antiinflamasi bekerja pada mekanisme penghambatan sintesis prostaglandin yang diketahui berperan sebagai mediator utama dalam inflamasi. Terdapat beberapa golongan obat antiinflamasi diantaranya obat antiinflamasi golongan steroid dan non steroid. Obat antiinflamasi golongan steroid diketahui dapat menghambat phospholipase A2 dalam sintesis asam arakhidonat, sehingga memiliki efek antiinflamasi yang poten, namun diketahui penggunaan obat-obatan ini dalam jangka waktu yang lama justru akan mengakibatkan efek samping berupa hipertensi,osteoporosis, dan hambatan terhadap pertumbuhan. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker, penyakit jantung dan hati (Anonimc, 2013). Disebutkan pula bahwa penggunaan steroid secara topikal pada beberapa orang menunjukkan efek samping antara lain dermatitis, diabetes mellitus dan atrofi jaringan (Judarwanto & Dewi, 2012).
Obat-obat antiinflamasi yang lain bekerja dengan mekanisme penghambatan enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) sehingga akan menghambat sintesis prostaglandin dan tromboksan (Robert & Morrow, 2001). COX-1 diketahui berfungsi dalam memproduksi prostaglandin yang berperan dalam melindungi mukosa lambung dan ginjal (Okazaki dkk., 1981). Mekanisme penghambatan COX-1 dan COX-2 yang tidak selektif berhubungan dengan toksisitas penggunaan obat-obat antiinflamasi golongan non steroid (NSAIDs) pada
dosis tinggi (Dewick, 2009). Inhibitor selektif COX-2 diketahui dapat meminimalisasi efek samping yang disebabkan 3 karena mekanisme penghambatan COX-1, seperti kerusakan lambung dan ginjal tetapi belakangan ini dilaporkan bahwa beberapa obat golongan inhibitor selektif terhadap COX-2 memiliki efek samping terhadap kardiovaskuler (Dogne dkk., 2005). Contohnya Rofecoxib (Vioxx) dan Valdecoxib (Bextra) telah ditarik dari pasaran karena meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler antara lain serangan jantung dan stroke (Topol, 2004; Fitzgerald 2004; Dogne dkk., 2005).
c. Natrium Diklofenak
Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai florbifrofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooxigenase yang kuat dengan efek atiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Diklofenak cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Seperti flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak lebih besar dari pada
naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut (Katzung., 2004).
3. Uraian Ekstraksi a. Definisi
Ekstarksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang dinginkan larut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif baik dari simplisia nabati maupun simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan sehingga diperoleh ekstrak yang dikehendaki. Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi, perkolasi, dan
sokhletasi (Depkes RI., 2000). b. Tujuan
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.Ekstrak ini didasarkan pada perpindahan masa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian terdifusi masuk kedalam pelarut (Ansel., 1989).
c. Jenis ekstraksi
a. Ekstraksi secara dingin (Depkes RI., 2000) 1). Maserasi
2). Perkolasi
b. Ekstraksi secara panas (Depkes RI., 2000) 1). Soxhletasi
3). Infusa 4). Dekok 5). Destilasi d. Metode maserasi
Metode maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali (R.Voigt, 1995).Metode maserasi digunakan untuk komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks, dan lilin. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan halus, ditambahkan dengan 75 bagian penyari dan dibiarkan selama 5 hari (Ansel., 1989).
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi karena merupakan cara penyarian yang sederhana dan murah. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Prinsip kerja ekstraksi maserasi yaitu cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI., 2000). 1. Prinsip kerja Metode Maserasi
Prinsip maserasi penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dari filtratnya dipekatkan. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Anonim, 2011). 2. Keuntungan Maserasi
Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana (Tiwari, dkk., 2011).
3. Kerugian Maserasi
Yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna (Tiwari, dkk., 2011).
4. Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube dkk., 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah, mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat (Tiwari dkk., 2011).
5. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia merupakan suatu tahap pemeriksaan awal untuk mendeteksi keberadaan golongan senyawa kimia yang terdapat pada suatu bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan ataupun mikroorganisme.
Penapisan fitokimia dimulai dengan pengumpulan sampel sebanyak mungkin. Oleh karena kegiatan ini memakan waktu cukup lama maka penapisan fitokimia memegang peranan terbesar dari kegiatan kimia bahan alam. Sekalipun kegiatan ini bertitik tolak pada daya tarik kimiawi, hal ini tidaklah mengurangi manfaat hasil penelitian. Spesies-spesies yang telah dianalisis secara fitokimia akan diinventarisasi untuk ditelaah lebih lanjut mengenai struktur kimia senyawa-senyawa aktifnya. Senyawa metabolit sekunder penapisan fitokimia yang biasanya dilakukan penapisan fitokimia pada tumbuhan yang biasanya antara lain alkaloid, flavonoid, kumarin,
6. Kerangka Teori
Gambar 4. Kerangka Teori Inflamasi Gejala inflamasi: 1. rubor (kemerahan) 2. kalor (panas) 3. tumor (pembengkakan) 4. dolor (nyeri) 5. functio laesa (kehilangan fungsi) Penyebab inflamasi :
Respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.
antiinflamasi
Ekstrak daun kenikir
Sel darah merah
Uji Antiinflamasi secara In Vitro
R eseptor
COX-1
membentuk prostaglandin yang di butuhkan untuk proses- proses normal tubuh, antara lain memberikan efek perlindungan terhadap mukosa lambung.
COX-2
merupakan enzim yang terbentuk hanya pada saat terjadi peradangan/cedera, yang menghasilkan prostaglandin yang menjadi mediator nyeri/radang
Hasil Ya/Tidak
10 µg/ml 100µg/ml 500µg/ml 1000µg/ml
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitan eksperimen yaitu dengan mengukur seberapa besar kemampuan antiinflamasi yang dimiliki oleh ekstrak daun kenikir (Cosmos Caudatus Kunth).
B. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimana dilakukan perlakuan terhadap subjek uji, yaitu untuk megetahui efek antiinflamasi dari
ekstrak daun kenikir. Konsentrasi
(
µg/mL
)Ekstrak daun kenikir Natrium diklofenak % stabilitas % hemolisis % stabilitas % hemolisis 10
100 500 1000
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei - Juni 2018 bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi Bina Husada Kendari, Sulawesi Tenggara.
D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth ) yang diambil di Wayong 1, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth ) yang kemudian di ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi.
E. Kerangka Konsep
Gambar 3. Kerangka Konseptual
Keterangan : Variabel yang tidak diteliti Variabel yang d iteliti
F. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel dibagi menjadi dua yaitu :
1. Variabel bebas : Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth ). 2. Variabel terikat : Efek antiinflamasi secara in vitro
Ekstrak daun kenikir
Daun kenikir (Cosmos caudatus
Kunth)
Sel darah merah Etanol 96% Uji antiinflamasi secara
G. Defenisi Operasional variabel
Untuk menghindari kesalahfahaman dalam menafsirkan variabel maka dikemukakan definisi operasional variabel sebagai berikut :
1. Cosmos caudatus Kunth di Indonesia di kenal dengan sebutan kenikir atau dalam bahasa melayu di sebut suring maupun ulam raja. Kenikir merupakan tumbuhan yang memiliki aroma khas, sangat umum di gunakan sebagai sayuran dan daun mentahnya sering di gunakan sebagai lalapan.
2. Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth ) adalah sediaan kental yang diperoleh dari hasil maserasi dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:7,5. 3. Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap adanya infeksi, iritasi atau zat asing,
sebagai upaya mekanisme pertahanan tubuh.
4. Uji efek antiinflamasi adalah uji yang dilakukan menggunakan metode sel darah merah dari ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth).
5. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometri, metode yang digunakan sering disebut de ngan spektrofotometer.
H. Hipotesis
Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth ) yang di buat menjadi ekstrak dapat memberikan efek Antiinflamasi.
I. Prosedur Penelitian 1. Alat, bahan dan subjek penelitian
a. Alat
Alat-alat yag digunakan pada penelitian ini adalah Rotary Vacum Evaporator (Rotavapor, Buchi), timbangan analitik (Precisa), Gelas ukur (Pyrex), hot plate (Stuart), Erlenmeyer (Pyrex), Corong (Pyrex), Tabung reaksi (Pyrex), Gelas kimia (Pyrex), Labu takar (Pyrex), Autoklaf (Wisecrave), Sentrifuge (Boeco), Tabung sentrifuge, spatula, toples, batang pengaduk, pipet tetes, mikropipet 1000µL (Eppendorf), seperangkat alat fotometer, vortex (Bio-Rad), pH meter (Jenway), Oven ( Froilabo), rak tabung.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kenikir, etanol 96%, NaCl, dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4.2HO),
natriun dihidrogen fosfat (NaH2PO4.HO), Na diklofenak, HCl, FeCl3, (1%),
pereaksi Lieberman-Buchard, pereaksi Dragendorf, serbuk magnesium, asam sulfat, aquadest, aluminium foil, dan kertas saring.
2. Cara Kerja
a. Penyiapan sampel
1. Diambil sampel di Jl Y.Wayong, kota Kendati 2. Dipisahkan sampel dari sisa kotoran
3. Dicuci bersih di bawah air mengalir kemudian ditiriskan lalu di keringan dengan cara diangin-anginkan
4. Setelah kering, sampel di haluskan dengan cara di blender sampai menjadi serbuk
b. Pembuatan ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dengan metode maserasi.
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang daun kenikir sebanyak 500 gram
3. Dicatat berat sampel lalu di masukkan ke dalam wadah maserat (toples)
4. Ditambahkan pelarut (etanol 96%) dengan perbandingan 10 bagian sampel berbanding dengan 75 bagian pearut, yaitu sebanyak 3750 mL pelarut.
5. Dilakukan pengadukan sesekali selama 3×24 jam.
6. Setelah hari ke-3 sampel di saring menggunakan kain flanel dan di masukan ke dalam wadah maserat.
7. Maserat disaring menggunakan kain flanel.
8. Dipekatkan dengan menggunakan vakum rotavapor. 9. Kemudian di masukkan ke dalam botol reagen.
c. Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak yang telah diperoleh. Uji penapisan fitokimia yang dilakukan meliputi uji flavonoid, fenol, saponin,
terpenoid, steroid dan minyak atsiri. 1. Identifikasi senyawa flavonoid
Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan etanol. Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl
pekat dan beberapa butir logam magnesium. Terbentuk warna merah atau merah jingga menunjukkan adanya flavonoid (Djamal, 2012).
2. Identifikasi senyawa terpenoid/steroid
Uji terpenoid dilakukan dengan reaksi Lieberman-Buchard. Sebanyak 1 gram ekstrak dilakukan dengan etanol, kemudian ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat, selanjutnya ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya terpenoid (Djamal, 2012).
3. Identifikasi senyawa saponin
Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan air lalu dikocok vertikal selama 10 detik. Kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1-10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya saponin (Djamal, 2012).
4. Identifikasi senyawa fenol
Ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan FeCl3 akan terbentuknya
warna kebiruan yang mengindikasikan senyawa fenol (Tiwari dkk., 2011).
d. Penyiapan suspensi sel darah merah
Preparasi suspensi (10% v/v) sel darah merah. Sampel darah di masukkan ke dalam tabung sentrifugasi yang telah berisi larutan alsever dengan perbandingan yang sama, kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Supernatan yang
terbentuk dipisahkan dengan hati-hati dari sel darah merah menggunakan pipet tetes steril. Endapan sel-sel darah dicuci dengan larutan isosaline dan
disentrifugasi kembali. Proses pencucian dan sentrifugasi dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali sampai supernatan jernih. Volume sel darah merah diukur dan diresuspensi dengan larutan isosaline sehingga diperoleh konsentrasi suspensi sel darah merah 10% v/v (Manivannana dan Sukumar, 2007).
e. Pengujian aktivitas ekstrak terhadap sel darah merah
Untuk menentukan kativitas ekstrak terhadap sel darah merah, larutan yang digunakan sebagai berikut:
a. Pembuatan larutan uji
Larutan uji terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan sampel. b. Pembuatan larutan kontrol positif
Larutan kontrol positif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan Na diklofenak.
c. Pembuatan larutan kontrol negatif
Larutan blanko terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL hiposalin, 1 mL larutan isosalin dan 0,5 mL suspensi sel darah merah.
d. Pengukuran sel darah merah
Setiap larutan diatas kemudian diinkubasi pada 56oC selama 30 menit dan disentrifuge pada 5000 rpm selama 10 menit. Cairan supernatan yang didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya diperhitungkan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm. Persen hemolisis dan persen proteksi membran sel darah merah dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut (Chippada dkk., 2011).
% ℎ = ⦋
kadar larutan uji
kadar kontrol negatif
⦌ × 100%
% = 100 − ⦋
kadar larutan uji
kadar kontrol negatif
× 100%⦌
e. Uji Aktivitas Antiinflamasi
Stabilisasi dari membran Uji Sampel uji yang memiliki aktivitas antiinflamasi dilihat dari penurunan absorbansi hemoglobin yang terdeteksi pada campuran larutan uji, yaitu semakin kecilnya serapan yang terdeteksi pada campuran larutan uji berarti membran sel darah merah semakin stabil dan sedikit mengalami lisis (Lutfiana, 2013). Setelah pengukuran dan diperoleh data absorbansi kemudian dihitung persen inhibisinya. Persen inhibisi adalah kemampuan suatu sampel untuk menstabilisasi sel darah merah yang didapat dari perbandingan serapan antara serapan (absorbansi kontrol dikurangi absorbansi larutan uji) dengan absorbansi control.
3. Analisis Data a. Data
1) Jenis data
a) Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian
b) Data sekunder yaitu data yang berasal dari literatur yang digunakan dalam proposal penelitian
2) Sifat data
Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang dapat dihitung. Dalam penelitian ini yang termasuk data kuantitatif adalah perbandingan konsentrasi ekstrak daun kenikir sebagai zat aktif.
b. Tehnik pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari waktu yang dibutuhkan ekstrak untuk dapat mempertahankan kestabilan dari kualitasnya.
c. Pengolahan data
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji Analisis of Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf keercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Santoso., 2008).
d. Penyajian data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel yang diperoleh dari hasil pengamatan.
4. Skema jalannya penelitian
1. Disortasi basah 2. Dibersihkan
3. Dimaserasi dengan etanol 4. Ekstrak cair
5. Evaporator
Gambar 5. Skema jalannya penelitian
Daun kenikir (cosmos caudatus Kunth)
Daun Kenikir (Cosmos caudatus kunth)
Ekstrak kental daun kenikir (Cosmos Caudatus Kunth)
10 µg/mL 100µg/mL 500µg/mL
Pengujian efek Antiinflamasi Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus
Kunth secara in vitro
Data Analisis data pembahasan kesimpulan 1000µg/mL Analisis fitokimia
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, V., Zulfiqar, A.B., Dinesh, K., Khan N.A. dan Chashoo, I.A. 2012. Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Leaf Extracs of Skimmia
anquetilia, Asian Pasific Journal of Tropical Biomidicine.
Kumar, V., Zulfiqar, A. B., Dinesh, K., Khan, N.A., Chashoo, I.A. dan M Y Shah. 2012, Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Petal Extracs of Crocus sativus “Cashmerianus” , International Journal of Phytopharmacology.
R. Ilakkiya, Neelvizhi, K., Tamil, S.S., Bharathidasan, R. dan Rekha D. 2013, A Comparative Study of Antiinflamatory Activities of Certain Herbal Leaf Extracs, International Journal of Pharmacy and Integrated Life
Sciences.
Katzung, B.G. 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik , Penerbit Salemba, Jakarta.
Shui, G.L.P., S.P. Leong dan Wong. 2005, Rapid Screening and Characterization of Antioxidant of Cosmos caudatus Using Liquid Chromatography Coupled With Mass Spectrometry.
Pebriana, R.B., Wardhani, B.W.K., Widayanti, E., Wijayanti, N.L.S., Wijayanti, T.R., Riyanto, S. dan Meiyanto E. 2008, Pengaruh Ekstrak Metanolik Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) terhadap Pemacuan Apoptosis
Sel Kanker Payudara, Pharmacon.
Bunawan, H., N.B. Syarul , S.N. Bunawan, N.M. Amin dan N.M. Noor. 2014, Cosmos caudatus Kunth: A Traditional Medicinal Herb , Global Journal of Pharmacology.
Van den Bergh, M.H. 1994, Cosmos caudatus Kunth. Di dalam: Siemonsma J.S, K Piluek, editor, Plant Resources of South-East Asia, PROSEA (8):
Vegetables, Bogor.
Simpson, M.G. 2006, Plant Systematics, Elsevier Academic Press, USA.
Sarmoko, E. dan Sulistyorini. 2010, Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), Diakses
pada tanggal 30 Oktober 2016.