• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laprak 9 Texture Analyzer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laprak 9 Texture Analyzer"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IV.

IV. HASIL HASIL PENGAMATPENGAMATAN AN DAN DAN PEMBAHASANPEMBAHASAN

Menurut de Man (2013) menyatakan bahwa

Menurut de Man (2013) menyatakan bahwa texture analyzer texture analyzer   digunakan  digunakan untuk menilai tekstur secara objektif dengan probe. Selain itu, untuk menentukan untuk menilai tekstur secara objektif dengan probe. Selain itu, untuk menentukan sifat bahan pangan berupa kekerasan, tingkat kekakuan, fleksibilitas dan sifat-sifat sifat bahan pangan berupa kekerasan, tingkat kekakuan, fleksibilitas dan sifat-sifat rheology lainnya Menurut Ihekoronye dan Ngoddy (1985) menyatakan bahwa rheology lainnya Menurut Ihekoronye dan Ngoddy (1985) menyatakan bahwa terxture analyzer

terxture analyzer adalah alat yang terkait dengan penilaian dari karakteristikadalah alat yang terkait dengan penilaian dari karakteristik mekanik suatu materi, dimana alat

mekanik suatu materi, dimana alat tersebut digunakan untuk menentukan kekuatantersebut digunakan untuk menentukan kekuatan materi dalam bentuk kurva.

materi dalam bentuk kurva. Texture analyzerTexture analyzer digunakan untuk menentukan sifatdigunakan untuk menentukan sifat fisik bahan pangan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan

fisik bahan pangan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahansuatu bahan terhadap tekanan (Smewing, 1999).

terhadap tekanan (Smewing, 1999).

Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan kepada sampel Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan kepada sampel dengan menggunakan probe dengan berbagai tipe, misalnya berbentuk silindris dengan menggunakan probe dengan berbagai tipe, misalnya berbentuk silindris dengan diameter sekitar 3,5 mm (Kim, 2014). Me

dengan diameter sekitar 3,5 mm (Kim, 2014). Metode yang digunakan disesuaikantode yang digunakan disesuaikan  berdasarkan probe, yaitu me

 berdasarkan probe, yaitu metodetode puncture puncture dan metodedan metode compressioncompression. Terdapat dua. Terdapat dua metode dalam mengukur tekstur dari suatu sampel, yaitu dengan mengukur metode dalam mengukur tekstur dari suatu sampel, yaitu dengan mengukur  besarnya gaya yang diperlukan

 besarnya gaya yang diperlukan untuk menghasilkan deformasi secuntuk menghasilkan deformasi secara konstan danara konstan dan dengan mengukur deformasi yang disebabkan oleh besar gaya yang konstan dengan mengukur deformasi yang disebabkan oleh besar gaya yang konstan (Szczesniak dan Kleyn, 1963). Sedangkan prinsip

(Szczesniak dan Kleyn, 1963). Sedangkan prinsip Texture Profile Analyzer Texture Profile Analyzer  (TPA) (TPA) adalah pengukuran suatu profil tekstur dengan cara merekam gaya regangan dari adalah pengukuran suatu profil tekstur dengan cara merekam gaya regangan dari gerakan bolak-balik suatu benda yang mendeformasi sampel (Enquiry, 2014) dan gerakan bolak-balik suatu benda yang mendeformasi sampel (Enquiry, 2014) dan memberikan gaya tekan (compression) terhadap produk sebanyak dua kali.

memberikan gaya tekan (compression) terhadap produk sebanyak dua kali.

Menurut Johnson dan Szczesniak (2014) menyatakan bahwa probe Menurut Johnson dan Szczesniak (2014) menyatakan bahwa probe merupakan komponen yang berfungsi untuk memberikan gaya deformasi pada merupakan komponen yang berfungsi untuk memberikan gaya deformasi pada sampel yang akan diukur teksturnya. Probe yang digunakan dalam percobaan kali sampel yang akan diukur teksturnya. Probe yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah P6 dan P36. P6 adalah probe yang digunakan untuk mengukur tekstur ini adalah P6 dan P36. P6 adalah probe yang digunakan untuk mengukur tekstur marshmallow

marshmallow, sedangkan P36 digunakan untuk mengukur tekstur roti tawar dan, sedangkan P36 digunakan untuk mengukur tekstur roti tawar dan keju

keju cakecake. Perbedaan probe p6 dan p36 dapat dilihat dari ukuran dan fungsinya.. Perbedaan probe p6 dan p36 dapat dilihat dari ukuran dan fungsinya. Probe p6 memiliki ukuran yang lebih kecil daripada

Probe p6 memiliki ukuran yang lebih kecil daripada probe P36. Probe P6 memilikiprobe P36. Probe P6 memiliki fungsi untuk mengukur tekstur bahan pangan yang memiliki tingkat kekenyalan fungsi untuk mengukur tekstur bahan pangan yang memiliki tingkat kekenyalan tertentu seperti

tertentu seperti marshmallowmarshmallow, sedangkan P36 digunakan untuk mengukur tekstur, sedangkan P36 digunakan untuk mengukur tekstur  bahan pangan deng

(2)

Komponen yang terdapat pada alat texture analyzer  memiliki fungsi yang  berbeda seperti :

1.  Display, berfungsi untuk menampilkan proses dari alat LFRA texture analyzer  2.  Probe Adaptor , tempat untuk meletakkan probe.

3. Meja objek atau meja benda, berfungsi untuk meletakan sampel atau objek yang akan diukur teksturnya.

4. Scroll , berfungsi untuk menaikkan serta menurunkan sampel atau objek yang diletakkan diatas meja benda atau meja objek.

5. Tempat probe, berfungsi untuk meletakkan probe yang spesifik sesuai dengan  probe untuk sampel.

6. Start , tombol yang digunakan untuk memulai pengoperasian.

7.  Reset Stop, tombol yang digunakan untuk menghentikan tes berlangsung kembali ke posisi awal.

8.  Emergency Stop (Enquiry, 2014).

Gambar 1. Texture Analyzer (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Test mode  dengan tipe measure force  berarti jarak (distance) yang akan ditempuh oleh probe sudah ditetapkan terlebih dahulu, kemudian texture analyser  akan melakukan analisis terhadap profile gaya ( force). Option  berguna untuk menentukan tipe program yang akan dijalankan. Option yang dapat dipilih antara lain return to start, hold until reset, hold until time, repeat until reset, repeat until count, cycle until reset, cycle until count,  dan library. Pada pengukuran tekstur cookies keladi , option yang digunakan adalah return to start . Pada tipe option ini,  probe  akan bergerak sekali pada kecepatan yang ditentukan. Setelah mencapai

(3)

 jarak yang diinginkan, maka  probe akan kembali pada posisinya semula.  Pre-test  speed  ialah kecepatan pada saat probe mulai bergerak hingga trigger point  tercapai. Test speed  ialah kecepatan probe mulai pada saat probe menyentuh sampel hingga  jarak penekanan yang telah ditentukan tercapai.  Post-test speed   merupakan kecepatan probe ketika probe kembali ke tempat semula setelah jarak yang telah ditetapkan tercapai.  Distance  ialah jarak pada sampel yang akan ditempuh oleh  probe ketika terjadi proses penekanan ( probing ). Trigger   berguna untuk menentukan metode apa yang digunakan untuk memulai pengujian, dimana titik awal pengujian ialah ketika  probe mulai bergerak pada kecepatan yang telah ditentukan dan dimulainya analisis data. Trigger type  yang dapat dipilih di antaranya Auto, Button, E-sig, C code, dan Pre travel . Trigger type yang digunakan  pada pengukuran adalah tipe  Auto. Pada tipe ini,  probe  secara automatis akan mencari permukaan sampel. Trigger force  yang digunakan sebesar 5 g menunjukkan bahwa nilai gaya sebesar 5 g  force  yang dihasilkan ketika  probe menekan sampel diinterpretasikan sebagai permukaan sampel.

Texture analyzer terdiri dari beberapa probe. Menurut Hellyer (2004) menyatakan bahwa jenis-jenis probe dan fungsinya, yaitu :

1. Silinder

Probe silinder berfungsi untuk sebagian besar tusuk, kompresi, kelengketan dan ekstrusi tes. Diameter yang dipilih dari probe tergantung dari produk yang akan diuji dan jenis pengukuran yang harus dilakukan

2. Bola

Probe bola berfungsi untuk produk lembut dan sensitif, sering untuk mensimulasikan jari menekan ke dalam produk .

3. Kerucut

Probe kerucut berfungsi untuk menguji suatu plastik dan lembut produk, misalnya untuk mensimulasikan penyebaran mentega.

Menurut de Man (1999) menyatakan bahwa batasan-batasan dalam tekstur antara lain:

1. Konsistensi, menunjukkan segi-segi tekstur yang berkaitan dengan aliran dan deformasi.

(4)

3. Kerapuhan, merupakan sifat keretakan atau kepatahan sebelum aliran yang  bermakna terjadi.

4. Kelekatan, merupakan sifat permukaan yang berkaitan dengan adhesi antara  bahan dengan permukaan yang berdampingan.

Sedangkan Menurut Enquiry (2014) menyatakan bahwa batasan-batasan dalam tekstur yaitu:

a. Kerapuhan, merupakan suatu gaya menyebabkan keretakan atau kepatahan.  b. Konsistensi, merupakan segi tekstur yang berkaitan dengan suatu aliran dan

deformasi.

c. Kelekatan, menyangkut daya tarik materi yang sejauh mana materi dapat ditarik.

d. Kekerasan, diperlukan dalam memampatkan suatu materi sehingga resisten terhadap deformasi.

Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah marshmallow, roti, keju cake, kerupuk, tortilla chips, dan biskuit. Tahapan pertama yang dilakukan adalah sampel dipilih bentuk probe yang tepat yang akan diukur berdasarkan daftar  panduan pada terxture analyzer . Setelah itu, diletakkan sampel pada posisi yang

telah ditentukan. Selanjutnya, ditekan tombol “start” dan dicatat nilai kekerasan  pada sampel tersebut.

Jenis bahan pangan yang dianalisis berpengaruh terhadap jenis  probe yang digunakan. Probe yang digunakan untuk pengukuran tekstur cookies  ialah probe  jenis silinder dengan ukuran diameter 2 mm. Setelah dilakukan pemasangan probe, sampel dilakukan di atas meja uji, kemudian texture analyser dinyalakan. Komputer dinyalakan untuk menjalankan program texture expert . Dengan menggunakan program ini, data hasil pengukuran texture analyser   dapat divisualisasikan dalam bentuk grafik dan dapat dilakukan pengolahan data lanjutan. Kurva profil tekstur akan diperoleh setelah alat berhenti bekerja. File di save terlebih dahulu di folder, kemudian tekan tombol view load/time chart   untuk melihat keseluruhan hasil pengukuran beserta kurvanya. Kurva hasil pembacaan texture analyzer  tersebut akan merepresentasikan data-data yang diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia produk akhir, sehingga kualitas tekstural  produk dapat diketahui.

(5)

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakateristik Mekanik Bahan Pangan Jenis Bahan Hardness

(g)

Gumminess Chewiness Firmness Cohesiveness Springiness Resillience Fracturabillity

Marshmallow 1 0,581 0,520 0,572 - 0,895 1,101 0,547 -Marshmallow 2 0,510 0,438 0,734 - 0,859 1,677 0,551 -Roti 1 - - - 288,331 - - - -Roti 2 - - - 154,552 - - - - Kejucake 1 - - - 323,832 - - - - Kejucake 2 - - - 378,825 - - - -Chitato 1 - - - 450,310 Chitato 2 - - - 380,536 Tortilla Chips 1 - - - 659,654 Tortilla Chips 2 - - - 618,444 Biskuit 1 1455,30 - - - 4,223 Biskuit 2 1680,905 - - - 4,318

(6)

Menurut hasil pengamatan tabel 1 menunjukkan bahwa hardness  pada sampel marshmallow 1 sebesar 0,581 dan marshmallow 2 sebesar 0,510, jika dirata-ratakan menjadi 0,546. Selain itu, hardness dari sampel biskuit 1 sebesar 1455,30 dan biskuit 2 sebesar 1680,905, setelah dirata-ratakan menjadi 1568,103. Hal ini menunjukkan bahwa hardness  dari biskuit lebih besar dibandingkan dengan marshmallow. Salah satu kriteria penting dalam berbagai jenis permen marshmallow  adalah tingkat kekerasannya, karena dapat dijadikan parameter kelayakan permen tersebut untuk dikonsumsi. Berbeda dengan jenis bahan pangan yang keras (hard ), permen marshmallow memiliki sifat yang relatif lebih lunak jika dikunyah, sehingga analisis tekstur terhadap tingkat kekerasan (hardness) perlu dilakukan. Menurut Mahardika et al   (2014) bahwa kekerasan atau hardness dinyatakan sebagai gaya yang diberikan kepada objek hingga terjadi perubahan  bentuk (deformasi) pada objek. Kekerasan kembang gula lunak diuji dengan alat

dengan satuan gf = gram force (1 gf = 0.00980665 newton) yaitu besarnya daya tekan yang dibutuhkan untuk menekan kembang gula lunak tersebut. Semakin lunak sampel kembang gula lunak yang diuji, maka daya tekan yang dibutuhkan  juga semakin kecil, ini berarti sampel permen tersebut memiliki tingkat kekerasan

yang rendah. Secara umum, kekerasan permen marshmallow  dipengaruhi oleh  beberapa hal, diantaranya adalah kekuatan gel yang dihasilkan oleh bahan  pembentuk gel (Mahardika et al , 2014) dan konsentrasi  gelling agent   yang

digunakan.

 Fracturability  yang dihasilkan dari sampel chitato  1 adalah 450,310 dan chitato  2 sebesar 380,536, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 415,418.  Fracturability  yang dihasilkan dari sampel tortilla chips  1 sebesar 659,654 dan tortilla chips 2 sebesar 618,444, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 639,049. Selain itu, fracturability dari sampel biskuit 1 sebesar 4,223 dan biskuit 2 sebesar 4,318, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 4,2705. Hal ini menunjukkan bahwa urutan nilai fracturability dari terbesar hingga terkecil yaitu sampel tortilla chips, chitato, dan biskuit . Ditentukan dari puncak yang pertama kali terbaca pada tekanan yang pertama.

Karakteristik fisik seperti kekerasan (hardness) dan fracturability termasuk ke dalam kajian rheologi produk. Karakteristik ini perlu dipelajari karena dapat

(7)

mempengaruhi bentuk fisik, tekstur, penampakan dan kerenyahan secara organoleptik produk biskuit yang dihasilkan.  Hardness  dan  fracturability dipandang sebagai dua indikator penting dalam menganalisis tekstur makanan terutama dalam produk-produk baked seperti roti dan biskuit (Pratama et al ., 2014) Gumminess yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 0,520 dan marhsmallow  2 sebesar 0,438, setelah dirata-ratakan yaitu 0,479. Sifat lengket ( gumminess) adalah sifat deformasi bentuk yang dipengaruhi oleh gaya kohesi dan adhesi. Pada dasarnya, produk pangan yang lengket mempunyai kedua gaya kohesi dan adhesi yang sama-sama tinggi. Gaya kohesi yang tinggi menyebabkan produk  pangan menjadi kempal, kompak dan tidak mudah pisah atau tidak mudah lepas satu sama lain. Gaya adhesi yang terlalu tinggi menyebabkan produk pangan menjadi lengket di tangan, bahan pembungkus atau wadahnya (Bait, 2012). Menurut Sinurat (2014) mengatakan bahwa nilai kelengketan dinyatakan sebagai  besarnya gaya tarik sampel melawan arah gaya probe pada saat penarikan kembali

gaya oleh texture-analyzer .

Chewiness yang dihasilkan dari sampel marhmallow 1 sebesar 0,572 dan marshmallow 2 sebesar 0,734, setelah dirata-ratakan hasilnya yaitu 0,653. Chewiness  adalah enaergi yang dibutuhkan untuk menguyah bahan pangan  berbentuk padat hingga dapat ditelan. Sifat chewiness ini dapat dibagi menjadi 3, diantaranya adalah lembut (tender ), kenyal (chewy), dan keras atau liat (tough). Hanya dapat diamati pada produk yang padat. Dihitung dari hasil perkalian nilai kelengketan dengan elastisitas, atau L2/L1*kelengketan.

Cohesiveness  yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 0,895 dan marshmallow 2 sebesar 0,859, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 0,877. Menurut bourne (1982) menyatakan bahwa cohesiveness atau kohesivitas adalah rasio dari area tekanan positif pada penekanan pertama dan kedua. Nilai Cohesiveness dapat dihitung dari luasan di bawah kurva pada tekanan kedua (A2) dibagi dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama (A1) atau A2/A1

Elastisitas ( springiness) yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 1,101 dan marshmallow 2 sebesar 1,677, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 1,389. Elastisitas atau kekenyalan menurut Mahardika et al  (2014) adalah sifat rheologi produk pangan plastis terhadap daya tahan untuk pecah akibat gaya

(8)

tekan yang bersifat dapat berubah bentuk (deformasi). Gaya tekan terhadap produk mula-mula menyebabkan perubahan produk, kemudian memecah produk tersebut setelah mengalami perubahan. Springiness/elastisity dinyatakan sebagai laju suatu obyek untuk kembali ke bentuk semula setelah terjadi deformasi (perubahan  bentuk). Pada texture analyzer , nilai elastisitas dinyatakan dengan besarnya jarak antara garis y dengan absis pada saat terjadinya deformasi sampel (Sinurat, 2014).

Gumminess berkaitan dengan nilai hardness dan cohesiveness, sedangkan chewiness selain berkaitan dengan kedua parameter tersebut juga dipengaruhi oleh nilai springiness. Springiness atau elastisity adalah laju suatu objek untuk kembali ke bentuk semula setelah terjadi deformasi (perubahan bentuk). Cohesiveness adalah kekuatan dari ikatan-ikatan yang berada dalam suatu objek yang menyusun body dari objek tersebut (Sweming, 1999).

 Firmness  yang dihasilkan dari sampel roti 1 sebesar 288,331 dan roti 2 sebesar 154,552, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 221,4415. Selain itu,  firmness dari sampel kejucake 1 sebesar 323,832 dan kejucake 2 sebesar 378,825, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 351,3285. Hal ini menunjukkan bahwa  firmness sampel kejucake lebih besar dibandingkan dengan sampel roti. Sedangkan  Resillience  yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 0,547 dan

marshmallow 2 sebesar 0,551, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 0,549.

Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui  proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis (Rohimah, 2014). Biskuit adalah istilah yang digunakan pada makanan yang dipanggang, yang biasanya terbuat dari tepung. Biskuit sekarang dapat ber asa gurih atau manis dan biasanya tersedia dalam ukuran yang kecil sekitar 5 cm (2,0 in) diameternya, dan berbentuk tipis (NPCS Team, 2014).

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Selama proses pengolahan biskuit menggunakan 100% tepung terigu. Jika menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%) akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata. Crackers menggunakan tepung terigu berprotein rendah sehingga teksturnya lebih r apuh dan kering, sedangkan biskuit mempunyai tekstur yang lebih keras (Rohimah, 2014).

(9)

Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telu r atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi sekaligus membangun struktur kue. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai  pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Rohimah, 2014). Karena biskuit menggunakan telur sebagai bahan tambahan sedangkan crackers tidak, maka dari itu teksturnya lebih keras daripada crackers.

Salah satu faktor lain yang mempengaruhi tekstur bahan adalah porositas  bahan. Porositas bahan dapat diperbesar dengan  puffing . Inti dari pemakasan  bertekanan ( puffing ) terhadap bahan yang dimasak adalah perubahan suhu dan

tekanan yang terjadi tiba-tiba. Dengan adanya perubahan tekanan yang terjadi secara tiba-tiba maka akan terjadi pemekaran pada produk yang dimasak yang  berarti juga bahan menjadi porus (Rahayoe, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran tekstur sendiri adalah kadar air yaitu semakin tinggi kadar air, maka sampel akan lebih lunak. Jika kadar air lebih rendah, maka sampel akan keras. Gula pereduksi yaitu semakin tinggi gula reduksi pada sampel, maka sampel akan lebih keras. Gas atau udara pada lingkungan sekitar yang mampu untuk mempengaruhi kerapuhan sampel seperti  pada crackers (Szczesniak et al , 1963). Selain itu, tekstur bergantung pada sifat

fisika-kimia dari sampel dan persepsi manusia.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, menurut Purnomo (1995) bahwa kadar air dan gas yang ada disekitar sampel serta bahan baku pembuat sampel merupakan faktor-faktor yang memengaruhi hardness suatu sampel. Jika kadar air tinggi maka sampel lunak, demikian pula sebaliknya. Jika gas yang berada di sekitar sampel bervolume tinggi, maka akan meningkatkan tingkat kerapuhan sampel.

(10)

V. KESIMPULAN

 Hardness pada sampel marshmallow 1 sebesar 0,581 dan marshmallow 2 sebesar 0,510, jika dirata-ratakan menjadi 0,546. Selain itu, hardness dari sampel  biskuit 1 sebesar 1455,30 dan biskuit 2 sebesar 1680,905, setelah dirata-ratakan menjadi 1568,103. Hal ini menunjukkan bahwa hardness dari biskuit lebih besar dibandingkan dengan marshmallow.

 Fracturability  yang dihasilkan dari sampel chitato  1 adalah 450,310 dan chitato  2 sebesar 380,536, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 415,418.  Fracturability  yang dihasilkan dari sampel tortilla chips  1 sebesar 659,654 dan tortilla chips 2 sebesar 618,444, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 639,049. Selain itu,  fracturability dari sampel biskuit 1 sebesar 4,223 dan biskuit 2 sebesar 4,318, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 4,2705. Hal ini menunjukkan bahwa urutan nilai fracturability dari terbesar hingga terkecil yaitu sampel tortilla chips, chitato, dan biskuit .

Gumminess yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 0,520 dan marhsmallow 2 sebesar 0,438, setelah dirata-ratakan yaitu 0,479. Chewiness yang dihasilkan dari sampel marhmallow 1 sebesar 0,572 dan marshmallow 2 sebesar 0,734, setelah dirata-ratakan hasilnya yaitu 0,653. Cohesiveness  yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 0,895 dan marshmallow 2 sebesar 0,859, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 0,877. Elastisitas ( springiness) yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 1,101 dan marshmallow 2 sebesar 1,677, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 1,389.

 Firmness  yang dihasilkan dari sampel roti 1 sebesar 288,331 dan roti 2 sebesar 154,552, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 221,4415. Selain itu,  firmness dari sampel kejucake 1 sebesar 323,832 dan kejucake 2 sebesar 378,825, setelah dirata-ratakan hasilnya adalah 351,3285. Hal ini menunjukkan bahwa  firmness sampel kejucake lebih besar dibandingkan dengan sampel roti. Sedangkan  Resillience  yang dihasilkan dari sampel marshmallow 1 sebesar 0,547 dan

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Bait, Yoyanda. 2012. Formulasi Permen  Jelly Dari Sari Jagung dan Rumput Laut. Laporan Penelitian Berorientasi Produk Dana PNBP Tahun Anggaran 2012. Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian. Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo. Bourne, L.S., ed. 1982.  Internal Structure of the City: Readings on Urban Form,

Growth, and Policy, 2nd edition. Oxford: Oxford University Press.

De Man, J. M. 1999.  Principles of Food Chemistry 3rd . Aspen publishers, Gainthersburg.

De Man, J. M. 2013.  Principles of Food Chemistry 3rd Edition. Springer, New York.

Enquiry. 2014. Texture Analyzer . http://www.bestech.com. (Diakses pada 17 mei 2017).

Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food  Manufactering. http://www. Labplusinternational.com.(Diakses tanggal

16 Mei 2017).

Ihekoronye, A.J., dan Ngoddy, P.O. 1985.  Integrated Food Science and Technology for the Tropics. Macmillan Publs, Ltd.

Johnson, B. dan Szczesniak, S. 2014. Texture Technologies: Probes + Fixtures. http://texturetechnologies.com. (Diakses pada 18 mei 2017).

Kim, S.K. 2014. Seafood Science: Advances in Chemistry, Technology, and  Application. CRC Press, USA.

Mahardika, B., Chandra, Y.S., Darmanto, Eko., N. Dewi. 2014. Karakteristik Permen Jelly dengan Penggunaan Campuran Semi Refined

Carrageenan dan Alginat dengan Konsentrasi Berbeda. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 112-120.

 NPCS Team. 2014.  Emerging Investment Opportunity in Indian Bakery Industry.  NPCS, India.

Pratama, R. I., Rostini, I., dan Liviawaty, E. 2014. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus sp.). Jurnal Akuatika 5(1): 30 – 39.

Purnomo, H. 1995. Aktifitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta.

(12)

Rahayoe, S., Rahardjo, B., dan Wahid, A. 2009. Model Kinetika Perubahan Sifat Mekanis Ubi Kayu ( Manihot esculenta Crantz) Selama Pemasakan Bertekanan ( Puffing ) dan Pengovenan. Dalam: Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA. 8 –  9 Agustus 2009. Mataram. Hal. 226 –  241.

Rohimah, I. 2014. Analisis Energi Dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele. http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/39716/4/Chapter%20II.pdf. (Diakses tanggal 16 Mei 2017). Sinurat, E., Murniyati. 2014. Pengaruh Waktu dan Suhu Pengeringan terhadap

Kalitas Permen Jelly. JBP Perikanan Vol. 9 No. 2 Tahun 2014: 133-142. Smewing, J. 1999. Hydrocolloids in Food Texture: Measurement and Perception.

Aspen Publisher, Gaithersbrug.

Szczesniak, A. S. dan Kleyn, D. H. 1963. Consumer Awareness of Texture and Other Food Attributes. Food Technology 17: 74.

Verawaty. 2008. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakateristik Mekanik Bahan Pangan Jenis Bahan  Hardness

Referensi

Dokumen terkait