• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besamya. Hal ini sejalan dengan isi Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria yang mengatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah sebagai bagian dari bumi di samping memenuhi kebutuhan papan dan lahan merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan.

Termasuk dalam pengertian menguasai tersebut adalah mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan pemeliharaannya, mengatur dan menentukan yang dapat dipunyai atas bagian dari air dan udara, mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang-orang (subjek hukum) dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa atau udara.

Tugas negara dengan hak yang dimilikinya tersebut di atas pada prinsipnya berusaha dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Untuk itu negara tampil ke depan dan turut campur tangan, bergerak aktif dalam kehidupan masyarakat terutama dalam bidang perekonomian guna tercapainya kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, maka

(2)

dibutuhkan biaya-biaya yang cukup besar. Demi berhasilnya tujuan negara tersebut negara mencari pembiayaan antara lain dengan cara menarik pajak.

"Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan, yaitu dengan cara menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama".1

Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi essensial. Tanpa pemungutan pajak sudah dapat dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh terutama bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, karena pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara.

Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, Pasal 23 A Amandemen ke 4 Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan dasar hukum bagi negara dalam pemungutan pajak yang menerangkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pemungutan pajak diatur dengan undang-undang agar memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan adanya jaminan kejujuran dan integritas dari petugas serta jaminan bahwa pungutan tersebut akan dikembalikan lagi ke masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak tersebut, pemerintah telah melakukan pembaharuan perpajakan (tax reform) sejak tanggal 1 Januari 1984. Dengan pembaharuan perpajakan itu sistem perpajakan akan disederhanakan, yang mencakup penyederhanaan jenis pajak, tarif pajak serta cara pembayaran pajak.

1

(3)

"Dengan demikian diharapkan beban pajak akan semakin adil dan wajar sehingga disatu pihak mendorong wajib pajak melaksanakan dengan sadar kewajibannya membayar pajak dan di lain pihak menutup lubang-lubang yang selama ini masih terbuka bagi mereka yang menghindar dari pajak"2

Secara garis besamya pajak di Indonesia dibagi 2 (dua), yaitu :3

1. Pajak Negara/Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat penyelenggaraannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara umumnya.

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh daerah provinsi, daerah Kabupaten dan kota guna pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing. Direktorat Jenderal Pajak adalah lembaga yang ditujukan oleh Undang-undang untuk melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum terhadap masyarakat wajib pajak dan penyelenggara pemungutan pajak negara/pusat. Selanjutnya, pengelolaan pajak daerah maupun retribusi daerah dilakukan oleh daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat berupa Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah. Fungsi pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum kepada Wajib Pajak Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.4

2

Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung: PT.Eresco, 1992), hal. 24.

3

Ibid, hal. 8. 4

Pengertian Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai penyelenggara daerah. Ida Zuraida, Penagihan Pajak, Pajak Pusat dan Pajak Daerah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal 9.

(4)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 ayat (2), menyebutkan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB) telah menjadi Pajak Daerah Kabupaten/Kota.

Pajak BPHTB adalah jenis Pajak Daerah yang masih tergolong baru sebab sebelumnya ditangani oleh Pemerintah Pusat dan saat ini telah dialihkan kepada Daerah. Oleh karena itu jangka waktu pelaksanaannya di daerah masih baru yaitu mulai berlaku sejak bulan januari 2011, sehingga masih banyak penyesuaian di lapangan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah terutama di bidang pelayanan.

Pajak-pajak yang diterima tersebut seluruhnya masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah sesuai dengan ketentuan, kecuali BPHTB dimana penerimaan BPHTB akan dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan perimbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah dengan perincian 16% (enam belas persen) untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan dan 64% (enam puluh empat persen) untuk Daerah Kabupaten/ Kota penghasil dan akan disalurkan melalui Kas Umum Daerah Kabupaten.5

Dalam pelaksanaannya, BPHTB melibatkan banyak pihak yang terkait seperti: Kantor Pertanahan, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Bank, Pemerintah Daerah, Pengadilan termasuk lembaga-lembaga yang ada di bawahnya, selain itu

(5)

peraturan-peraturan yang mendukung pelaksanaan BPHTB juga saling terkait antara satu dengan lainnya.

Selaku pejabat umum dalam hal ini Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dalam hal melakukan pekerjaannya sebagai pembuat akta tanah tidak bisa terlepas dari perpajakan, yang secara langsung berhadapan dengan calon wajib Pajak, jadi sudah sepantasnya pejabat tersebut berperan serta untuk memberikan imbauan kepada calon Wajib Pajak tersebut untuk menyelesaikan kewajibannya membayar pajak, pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang terkait langsung dengan tugas dari pekerjaan Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal tersebut terkait dengan adanya proses transaksi jual beli.

Dasar yuridis pemungutan BPHTB terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, telah mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten, atau kota, dipungut pada suatu daerah kabupaten, atau kota, harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang pajak daerah tersebut.

Sehubungan pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Kota Tanjung Balai menerbitkan sejumlah peraturan, yakni Perda Kota Tanjung Balai Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,

(6)

dan Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Tanjung Balai.

Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah diundangkan dalam Lembaran Daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjelaskan Pasal 1 bahwa Peraturan Daerah Propinsi adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa sistem untuk pembayaran BPHTB terutang menggunakan Self Assessment System, begitu juga dengan Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai Nomor 2 tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Di dalam Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2011 Pasal 7 menyebutkan bahwa pembayaran BPHTB mewajibkan para wajib pajak terlebih dahulu melakukan verifikasi (pemeriksaan) ke Dinas Pendapatan pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (DPPKA). Dengan adanya keharusan verifikasi berdasarkan peraturan

(7)

tersebut yang dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif sistem yang dipergunakan dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan memakai system

Official Essessment.

Perolehan hak atas tanah yang telah bersertifikat yang dilakukan para pihak harus dibuat dengan mengunakan akta otentik dan dilakukan di hadapan PPAT. Oleh karena itu peralihan hak atas tanah itu, merupakan salah satu perbuatan hukum yang dibuat dengan akta otentik oleh PPAT, maka salah satu kewajiban PPAT dalam pembuatan akta itu adalah memastikan bahwa pembayaran BPHTB yang terutang sudah dilunasi oleh Wajib Pajak dengan memperlihatkan bukti Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Dan bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar hingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.6

(8)

Dalam melakukan pemungutan pajak dikenal beberapa jenis sistem. "Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi :7

1. Official Assesment System 2. Self Assesment System 3. With Holding System

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2000 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak, serta Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam melakukan pemungutan BPHTB menggunakan Self Assessment System, dimana wajib pajak dipercayakan untuk menghitung, membayar sendiri dan melaporkan pajak yang terhutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang dipercayakan kepada Wajib Pajak.

Untuk bisa meningkatkan penerimaan pajak tidak mudah, karena Self

Assessment yang ditetapkan di Indonesia mengandung banyak kelemahan. Salah

satunya adalah sangat tergantung pada kejujuran wajib pajak, apabila wajib pajak tidak jujur maka tidak mudah bagi petugas pajak menghitung pajak yang terutang sehingga benar. Apalagi terdapat kendala seperti kerahasiaan bank dan terbatasnya data transaksi keuangan pajak.8

Sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini menganut self assessment

system (SAS). Dalam SAS ini wajib pajak atau pengusaha kena pajak diberi

7Erly Suandi, Hukum Pajak (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002), hal 25. 8http;//id.wikipedia.org/wiki/Pajak, diakses pada tanggal 14 Juli 2013.

(9)

kepercayaan untuk melakukan kewajiban pajaknya dengan menghitung sendiri dasar pengenaan pajak, menghitung sendiri pajak yang terutang, menghitungkan sendiri pembayaran pajak baik yang dibayar sendiri maupun yang dibayar melalui pemotongan atau pemungutan oleh orang lain, membayar sendiri jumlah pajak yang terutang yang dimaksud dan melaporkan sendiri perhitungan tersebut dengan mengisi Surat Pemberitahuan dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib Pajak terdaftar, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.9

Jadi perhitungan lembaran SSPD tersebut diisi dan dibayar oleh wajib pajak tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan penandatanganan akta di hadapan PPAT sesuai dengan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara tegas menyatakan : “Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak”.

Konsekuensi yang akan diterima oleh PPAT, terhadap pelanggaran sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 91 ayat (1) akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 7.500.000.- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.10 Sesuai dengan Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan sesuai juga dengan Pasal 27 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembayaran BPHTB ini adalah merupakan bahan yang menarik untuk

9

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama, 2003), hal. 26.

(10)

dibahas sebagai penelitian tesis dengan judul : "Tinjauan Yuridis Terhadap

Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai ".

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dan mengacu pada judul penelitian ini, maka akan diangkat beberapa permasalahan dalam pembahasan penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di kota Tanjung Balai ?

2. Bagaimana kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKA) Kota Tanjung Balai? 3. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan BPHTB terutang di

Kota Tanjung Balai ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada judul dan rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam transaksi jual beli tanah dan atau bangunan di Kota Tanjung Balai.

(11)

2. Untuk mengetahui kepastian hukum terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan di Tanjung Balai dengan adanya verifikasi oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKA) Kota Tanjung Balai.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan BPHTB terutang di Kota Tanjung Balai.

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi para akademisi ataupun para peneliti yang ingin melaksanakan penelitian lanjutan ataupun bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Pajak mengenai aspek perpajakan dalam transaksi jual beli tanah dan atau bangunan.

2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait/aparatur dalam bidang perpajakan dalam menyempurnakan kembali peraturan perundang-undangan perpajakan terutama yang menyangkut masalah transaksi jual beli tanah dan atau bangunan khususnya di Kota Tanjung Balai.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di kepustakaan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum, maka penelitian yang berjudul : "Tinjauan

(12)

Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai" belum pernah dilakukan oleh mahasiswa dan peneliti lain sebelumnya.

Adapun beberapa penelitian yang menyangkut masalah pemungutan BPHTB yang pemah dilakukan di antaranya adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wilson Saktisila Widjono, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul "Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Medan". Pokok masalah dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimana fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh PPAT/Notaris terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Medan ?

b. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB di Kota Medan ?

c. Bagaimana kepastian hukum atas pembayaran BPHTB terutang yang akta pengalihan hak atas tanah dan bangunannya telah dibuat oleh PPAT/Notaris di Kota Medan ?

2. Penelitian yang dilakukan oleh M. Syahrizal, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul "Tinjauan Yuridis atas Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap peralihan hak atas tanah dan /atau bangunan di Kota Kisaran ".

(13)

Pokok masalah dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimana pengaturan PPh dan BPHTB tentang mengharuskan wajib pajak melakukan pembayaran pajak terutang ?

b. Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan PPh dan BPHTB di Kota Kisaran ?

c. Bagaimana penyelesaian terhadap kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pembayaran PPh dan BPHTB ?

3. Penelitian yang dilakukan oleh Belinda Siti Ayesha, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul "Hak Pemungutan Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/Atau Bangunan (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota )".

Pokok masalah dari penelitian ini adalah :

a. Apakah pemungutan PPh dan BPHTB dapat dikenakan terhadap semua jenis bangunan ?

b. Bagaimana upaya yang dilakukan wajib pajak untuk mengajukan keberatan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB atas setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan ?

c. Apakah kendala-kendala yang terdapat dalam pembayaran PPh dan BPHTB hak atas PPh/atau bangunan tersebut ?

4. Penelitian yang dilakukan oleh Diana Elisabeth Siallagan, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul "Pembebanan Bea

(14)

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Pemisahan dan Pembagian Warisan ".

Pokok masalah dari penelitian adalah :

a. Kapankah peralihan hak atas tanah dan bangunan karena pewarisan terjadi dengan sempurna sehingga dapat dikenakan BPHTB ?

b. Apakah perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemisahan dan pembagian warisan merupakan objek BPHTB, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan BPHTB ?

c. Apakah kendala-kendala yang terdapat dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan?

Dengan demikian jelaslah bahwa penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu penjelasan yang bersifat rasional serta harus berkesesuaian dengan objek yang dipermasalahkan dan harus didukung dengan adanya fakta yang bersifat empiris agar dapat diuji kebenarannya. Kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.11

(15)

Selain itu teori juga untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.12 Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris, artinya ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. "Suatu penjelasan, biar bagaimanapun meyakinkan tetap harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.13

"Teori diartikan sebagai ungkapan mengenai klausal yang logis di antara perubahan variable dalam bidang tertentu sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.14

Sedangkan kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap permasalahan yang diteliti, yang merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. "Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis yang menjadi bahan perbandingan atau sebagai pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui yang merupakan masukan eksternal bagi penulisan tesis ini.15

12 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Azas-Azas, (Jakarta: Penyunting M.

Hisyam, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 201.

13M. Solly Lubis, FiIsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal 27.

14

Bintoro Tjokroamidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, (Jakarta: CV. Haji Mas Agung,1998), hal 12.

(16)

Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dengan unsur-unsur hukum pula. Dengan demikian fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.16 Menurut JJ. H. Bruggink, "Teori Hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan".17

Negara adalah merupakan suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kemasyarakatan yang paling tinggi dan bersifat khusus sehingga berbeda dengan organisasi kemasyarakatan yang lain.

Oleh karena itu negara mempunyai sifat-sifat khusus yang melekat sebagai berikut :18

a. Memaksa, agar peraturan perundang-undangan ditaati oleh warga negara, misalnya untuk membayar pajak dan lain-lain.

b. Monopoli, misalnya dalam mencetak uang.

c. Mencakup keseluruhan, maksudnya kekuasaan negara itu mencakup seluruh wilayah negara.

Negara mempunyai tujuan yang harus direalisasikan, untuk itu negara melakukan dua tugas, yaitu : membiayai pemerintahan dan pembangunan nasional yang mana terealisasinya tugas-tugas itu berhubungan erat dengan sumber

16Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kwalitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1993),

hal 35.

17

B. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 201 l), hal 159.

18Tunggul Ansari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, (Malang: Bayu Media Publishing,

(17)

pembiayaan. Penerimaan rutin negara salah satunya diperoleh dari pungutan-pungutan berupa pajak.

Pemungutan terhadap segala jenis pajak harus berdasarkan undang-undang, dan yang berhak memungut pajak adalah pemerintah sebagai Pemungut Pajak (fiskus). Karena pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat ke pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara dengan tidak mendapatkan kontra prestasi langsung, bukan berarti pemerintah dapat menentukan tarif pajak secara sembarangan melainkan harus merupakan kesepakatan antara Presiden (pemerintah) dengan DPR sesuai dengan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pembuatan undang-undang dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas bila dikaitkan dengan penelitian ini, seperti yang dikenal dalam teori konvensional maka yang menjadi tujuan hukum itu adalah "mewujudkan keadilan (rechtsgerchtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid)19 yang dipelopori oleh Gustav Radbuch, serta Teori Norma Hukum Berjenjang (stufentheorie) dari Hans Kelsen akan digunakan sebagai pisau analisis dalam menganalisa penelitian ini.

Sebagaimana diketahui, bahwa 3 (tiga) nilai-nilai dasar yang dikemukakan oleh Gustav Radbuch di atas yang orientasinya adalah untuk menciptakan harmonisasi pelaksanaan hukum, sebagaimana yang menjadi tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif

19Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung

(18)

dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang prosesnya berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil. Usaha mewujudkan pengayoman ini termasuk di dalamnya adalah mewujudkan ketertiban dan keteraturan, mewujudkan kedamaian sejati, mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat, mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat.

Terkait dengan hubungan dari ketiga nilai dasar hukum yang telah disebutkan diatas, sekalipun sudah diperjelas, namun masih terdapat kemungkinan terdapat benturan satu sama lain. Menurut Radbuch, jika terdapat benturan antara nilai-nilai dasar tersebut maka kita harus menggunakan dasar/azas prioritas, dimana prioritas pertama selalu diutamakan pada nilai keadilan, baru nilai kegunaan atau kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum. Dengan demikian jelaslah di sini bahwa nilai keadilan lebih utama daripada nilai kemanfaatan dan kepastian hukum.

Dalam azas yuridis, segala sesuatu yang berkenaan dengan pemungutan pajak harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan untuk menghindari kesewenang-wenangan serta terjadinya penyelewengan di dalam pemungutan pajak. Pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan pasti. "Kepastian itu meliputi Subjek dan Objek pajak, tarif dan dasar pengenaan pajak dan lain-lain. Untuk menjamin kepastian hukum dalam pemungutan pajak maka pemungutan pajak harus berdasarkan hukum. Artinya, pemerintah (baik pusat maupun daerah) sebelum

(19)

melakukan pungutan apapun terhadap rakyatnya harus terlebih dahulu menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan.20

Dalam penelitian ini, di kota Tanjung Balai pelaksanaan Pemungutan BPHTB telah direalisasikan dengan Peraturan Daerah No. 02 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota No. 11 Tahun 2011.

Teori Norma Hukum Berjenjang (stufentheorie), Hans Kelsen mengatakan bahwa "norma-norma hukum berjenjang-jenjang atau bertangga-tangga (stufen) dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki atau tata susunan, di mana suatu norma yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lagi lebih lanjut yaitu norma dasar (grundnorm).21

Secara garis besar Teori the hierarchy of norm/stufentheorie di atas dapat dimaknai sebagai berikut :22

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum atau validasi dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

2. Isi materi atau peraturan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. BPHTB yang terdapat dalam Peraturan Daerah Tanjung Balai yang secara hirarki/susunan berada lebih rendah di bawahnya, tidak boleh bertentangan dengan

20Santoso Brotodiharjo, Op. Cit., hal. 37.

21 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar llmu Hukum Normatif, Sebagai llmu Hukum Empirik, Diterjemahkan Oleh Sumardi, (Yogyakarta: Rindipress, 1993), hal 7.

22

Sutan Remi Syahdewi, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang seimbang Bagi Para Pihak dalam Perpajakan Kredit Bank lndonesia, (Jakarta: lnstitut Banking lndonesia,1993), hal 10.

(20)

ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang tentang BPHTB Nomor 20 Tahun 2000 yang lebih tinggi di atasnya.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, karena konsepsi merupakan penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam flkiran. "Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang dibuat dengan operational definition, penafsiran yang mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai".23 Selain itu juga untuk memberikan pegangan dalam proses penelitian ini.

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan bebarapa konsep dasar agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

a. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung yang dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan tugas pemerintahan.24

b. Hutang Pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.25

23

Chaidir Ali, Hukum Pajak Elementer,(Bandung: Eresco, 1993), hal 19.

24Ibid.

(21)

c. Jual beli adalah suatu perjanjian atau persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual).26

d. BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.

e. Objek Pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang terjadi sebab adanya perbuatan hukum atas tanah dan atau bangunan karena pemindahan/pelepasan hak dan pemberian hak baru.

f. Subjek Pajak BPHTB adalah wajib pajak orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang menurut Undang-Undang BPHTB menjadi wajib pajak BPHTB.

g. Verifikasi adalah merupakan proses pengecekan atau pemeriksaan kesesuaian data apakah sudah sesuai dengan peraturan serta data konkrit yang ada.

h. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang telah ditunjuk oleh Kepala Daerah.

26

Surat Menteri Keuangan Nomor S-632/MK.07/2010, tanggal 30 November 2010 tentang Percepatan Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

(22)

i. PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. j. STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah ) adalah surat tagihan yang digunakan untuk

melakukan tagihan pajak dan/daerah dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

k. SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak jumlah kredit pajak jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

l. Sistem Official Assesment adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam system ini inisiatif serta kegitan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.

m. Sistem Self Assesment adalah Sistem yang memberikan kewenangan terhadap wajib pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak.

n. Sistem Withholding adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut pajak yang terutang. Pemotongan pajak bisa oleh majikan, bendahara atau pemberi kerja.

(23)

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif di mana "penelitian yang bersifat deskriptif menganalisa suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan.27 Penelitian ini akan menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) untuk menentukan frekwensi sesuatu yang terjadi.28

Penelitian yang dalam bahasa asingnya disebut dengan istilah research, pada hakikatnya adalah merupakan upaya pencarian. "Dimana lewat penelitian ini orang mencari (search), temuan-temuan baru berupa pengetahuan yang benar (truth, true

knowledge), yang dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk

memecahkan suatu masalah.29 Dengan penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwanya kemudian ditelaah, dan menjelaskan serta menganalisa data dan mengujinya dengan berbagai peraturan perundangan yang berlaku maupun dengan pendapat para ahli hukum sehingga dapat diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan masalah Pemungutan BPHTB Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan atau Bangunan di Kota Tanjung Balai

2. Jenis Penelitian

Menurut Sutrisno Hadi, "penelitian ilmiah adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan demikian penelitian yang dilakukan tidak lain untuk memperoleh data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya.

27

Soejono Soekamto, Op. Cit., hal. 63.

28Rianto Adi, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Granit,1986), hal 58. 29Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hal, 4.

(24)

Namun untuk mendapat kebenaran ilmiah tersebut ada dua pola pikir menurut sejarahnya, yaitu berfikir secara rasional dan befikir secara empiris.

Oleh karena itu untuk menemukan kebenaran ilmiah maka digabungkanlah kedua pola fikir tersebut, di mana rasional memberikan kerangka pemikiran yang logis sedangkan empiris merupakan kerangka pembuktian atau pengujian untuk memastikan suatu kebenaran.30

Berdasarkan rumusan di atas maka metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan meneliti sumber bacaan, bahan kepustakaan yang relevan dengan penelitian atau data sekunder yang meliputi azas-azas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum, putusan pengadilan penelitian bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.

3. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber kepustakaan,31 Data sekunder yang dipakai adalah bahan hukum.

Berdasarkan kekuatan yang mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh data terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Bahan Hukum Primer, yakni hukum yang mempunyai kekuatan mengikat dari sudut norma dasar peraturan dasar dan perundang-undangan,32yang terdiri dari : a. Norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan UUD 1945.

30 Ibid. 31

RonnyHanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal 36.

(25)

b. Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

d. Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai, Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

e. Peraturan Walikota Tanjung Balai, Nomor 11 Tahun 2011 tentang Peraturan Pemungutanan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

f. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

g. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah.

2. Bahan Hukum Sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.33

Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang terdiri atas :

a. Buku -buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai pemungutan BPHTB Dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan atau Bangunan.

(26)

b. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian penulis.

c. Tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan pemungutan BPHTB.

3. Bahan Hukum Tertier, yakni bahan hukum yang dijadikan pegangan atau acuan bagi kelancaran proses penelitian. Bahan hukum tertier biasanya memberikan informasi, petunjuk maupun keterangan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder yaitu :34

1. Kamus Bahasa Indonesia 2. Kamus Ilmiah Popular 3. Surat Kabar / majalah

4. Internet dan makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (LibraryResearch), di mana di samping pengumpulan data sekunder untuk melengkapi dan menambah data dalam penelitian ini akan dipergunakan cara memperoleh data dari informan bila diperlukan.35

Adapun alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen (documentary study) atau kepustakaan, yang dilakukan untuk mengumpulkan data skunder dengan. mengkaji berbagai peraturan

perundang-34

Burhan Ashofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,2003), hal 91.

35 Soerjono Soekamto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja

(27)

undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para ahli hukum serta bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini,36dan wawancara (interview) yang mendalam.

5. Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yaitu dengan cara melakukan interprestasi dan konstruksi hukum atas peristiwa konkrit yang terjadi terutama yang berkaitan dengan masalah jual beli tanah dan bangunan dalam kaitannya dengan kewajiban membayar BPHTB. Maka dari data-data yang telah dikumpulkan secara lengkap dan telah diperiksa kebenarannya dan dinyatakan valid, lalu diproses melalui langkah-langkah yang bersifat umum, yakni :37

a. Reduksi data, dimana data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci. Laporan tersebut direduksi, dirangkum dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting lalu dicari tema dan polanya.

b. Mengambil kesimpulan dan verifikasi, yaitu data yang telah terkumpul dan direduksi, kemudian mencari maknanya, pola, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan kemudian disimpulkan.

Data lebih ditekankan analisisnya pada proses penyimpulan dengan logika deduktif, yaitu berfikir dari yang umum menuju hal yang lebih khusus, dengan catatan bahwa kebenaran materil dari data yang dianalisis tersebut diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang diteliti. Dari kegiatan interprestasi data sekunder yang diperoleh diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

36Burhan Ashofa, Op. Cit., hal 91.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem sambungan yang digunakan oleh Rucika KELEN Green adalah sistem penyam- bungan heat fusion dengan menggunakan alat pemanas.. Dengan sistem sambungan ini, hasil

Setelah mosi debat dibagikan, Tim Pro dan Tim Kontra diberikan waktu 5 (lima) menit untuk berdiskusi tentang argumen yang akan disampaikan dan untuk mengatur pembicara 1,

Faktor pendukung dalam proses pencapaian pajak reklame untuk meningkatakan pendapatan asli daerah yaitu, informasi dan data tentang objek pajak reklame sudah cukup

1) Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi semua pihak tentang pentingnya penekanan penerapan sila ke-3 Pancasila yang berbunyi persatuan Indonesia sebagai dasar

Secara umum musik mampu membantu seseorang untuk meningkatkan konsentrasi, menenangkan pikiran, memberi ketenangan dan membantu sesoarang untuk melakukan motivasi dengan kata

Kesimpulan pada pemaknaan lirik lagu “ Drama Keadilan “ yang dipopulerkan oleh Saykoji ini adalah banyaknya permasalahan – permasalahan yang dialami negara

Alasan mengapa data sekunder 2 ini memakai daerah anomali yang sama adalah untuk mevalidasi bentuk geometri dari sumber anomali SP yang ada di daerah tambang tembaga di Ergani,

Selama undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat 1 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat