• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: interpretations, thematic verses, spending wealth

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: interpretations, thematic verses, spending wealth"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TAFSIR TEMATIK AYAT

TENTANG KONSEP MEMBELANJAKAN KEKAYAAN

Wildah Nurul Islami

Abstract

The Qur'an describes the concept of spending wealth as an urgent matter to study. Spending wealth is to produce one's property for one's own needs or to give it to others who need it. The method used to understand the concept of spending wealth is a thematic interpretation of the verse. The word spend wealth `in Arabic is often called s} arafa al-ma> l which means the same as anfaqa al-ma> l used as a keyword. The next step is to classify the verses based on their origin (makkīyyah-madanīyyah). From the analysis of the verses on spending the wealth, there are 5 main topics, including the order to spend the wealth, the purpose of spending the wealth is due to God, the principles of spending the wealth include the criteria for spending the wealth, time to spend the wealth, the prohibition on spending the wealth, there is a spending of wealth, in the form of zakat and sadaqah, the priority of those who spend their wealth is that God can bestow and multiply his reward.

Keywords: interpretations, thematic verses, spending wealth

Abstrak

Al-Qur’an menjelaskan konsep membelanjakan kekayaan sebagai hal yang urgen untuk dikaji. Membelanjakan kekayaan ialah mengeluarkan harta benda milik seseorang untuk kebutuhan diri sendiri maupun untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Metode yang digunakan untuk memahami konsep membelanjakan kekayaan adalah tafsir tematik ayat. Kata membelanjakan kekayaan dalam bahasa Arab sering dikatakan s}arafa al-ma>l yang maknanya sama dengan anfaqa al-ma>l yang digunakan sebagai kata kunci. Tahapan selanjutnya adalah mengklasifikasikan ayat-ayat berdasarkan tempat turunnya (makkīyyah-madanīyyah). Dari hasil analisis ayat-ayat tentang membelanjakan kekayaan, terdapat 5 pokok pembahasan, diantaranya perintah membelanjakan kekayaan, tujuan membelanjakan kekayaan yakni haruslah karena Allah, prinsip-prinsip dalam membelanjakan kekayaan mencakup kriteria kekayaan yang dibelanjakan, waktu untuk membelanjakan kekayaan, larangan dalam membelanjakan kekayaan, wujud membelanjakan kekayaan, diantaranya berupa zakat dan sadaqah, keutamaan orang yang membelanjakan kekayaan yakni Allah mampu memberi sebanyak mungkin dan melipatgandakan pahalanya.

(2)

A. Pendahuluan

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan Malaikat Jibril, yang membacanya akan mendapatkan pahala karena termasuk ibadah.1 Al-Qur’an menjelaskan berbagai bidang kehidupan dengan berbagai problematika dan solusinya, mulai dari masalah peribadatan (hubungan manusia dengan Tuhannya) hingga masalah muamalah (hubungan antara hamba dengan hamba lainnya). Penjelasan al-Qur’an mencakup qawa’id al-‘ammah (kaidah-kaidah umum) yang dapat dipelajari dan ditelaah untuk mendapatkan konsepnya secara rinci. Dalam bidang muamalah, membelanjakan kekayaan termasuk salah satu hal yang urgen untuk dikaji.

Kekayaan merupakan karunia dari Allah SWT. kepada seorang hamba yang dipilih-Nya menurut kebijaksanaan dan kehendak-Nya. Dalam pandangan ekonomi Islam, kekayaan terkait dengan dua hal yakni iktisa>b al-ma>l (pemerolehan kekayaan dengan mencari dan mengumpulkannya) dan s}arf al-ma>l (pembelanjaan kekayaan)2. Kekayaan tidak boleh disalahgunakan karena Allah SWT. telah menetapkan dalam al-Qur'an tentang perintah-perintah-Nya bagaimana kekayaan itu harus didapatkan dan dibelanjakan dengan penuh tanggung jawab.

Kekayaan harus diperoleh dengan cara-cara yang halal dan dibelanjakan di jalan Allah SWT. Secara khusus, ada banyak cara dalam membelanjakan kekayaan. Kewajiban seorang muslim pertama-tama adalah harus membelanjakan kekayaan itu untuk dirinya, anggota-anggota keluarganya, kerabat-kerabat dekatnya, dan orang lain yang berada di bawah tanggung jawabnya. Zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Pengeluaran lain yang tidak termasuk kewajiban diantaranya s}adaqah dan infa>q.3 Melalui pembelanjaan

kekayaan yang teratur, baik yang bersifat wajib maupun tidak wajib dapat berpengaruh pada keharmonisan lingkungan sosial dan kemakmuran ekonomis bagi manusia, khususnya umat Islam.

1‘Abd al-Mun’im al-Namr. ‘Ulu>m Qur’a>n Kari>m (Beirut: Da>r Kita>b

al-‘Ilmiyyah, 1983), 5.

2Za>hir bin ‘Iwa>d} al-Alma’i>. Dira>sa>t fi> al-Tafsi>r al-Maud}u>’i> (Riya>d}: tt, 1405), 352. 3Ruqaiyah Waris Masqood. Harta dalam Islam (Jakarta: Lintas Pustaka, 2002), xi.

(3)

Membangun sebuah penghidupan yang bersih dan suci merupakan sebuah kebutuhan absolut dalam Islam. Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah membelanjakan kekayaan sesuai dengan aturan-aturan syariat Islam yang diatur dalam al-Qur'an dan hadis. Sebagai sumber kebenaran dalam kajian berbagai bidang kehidupan termasuk membelanjakan kekayaan, ada beberapa ayat dalam al-Qur’an tentang membelanjakan kekayaan yang bisa dipahami dengan metode tafsir tematik. Tafsir tematik adalah pola penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang sama, membicarakan satu topik dan menyusun berdasarkan masa turun ayat serta memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya, kemudian diberi penjelasan, uraian, komentar dan pokok-pokok kandungan hukumnya.4

B. Pengertian Membelanjakan Kekayaan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata membelanjakan berasal dari kata dasar belanja yang memiliki tiga makna yakni: 1. Uang yang dikeluarkan untuk suatu keperluan; ongkos; biaya, 2. Uang yang dipakai untuk keperluan sehari-hari (rutin), 3. Upah; gaji. Sedangkan kata membelanjakan bermakna mengeluarkan uang untuk belanja5, namun Quraish Shihab menyebut membelanjakan dengan istilah menafkahkan yang bermakna memberikan apa saja yang berada dalam kemampuan seseorang.6 Kata membelanjakan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata s}arafa7, anfaqa8 yang selalu dikaitkan dengan al-ma>l.9

4

Abdul Hayyi al-Farmawy. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’i (Kairo:al-Hadarat``al-Gharbiyyah, 1977), 52.

5 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), 109. Ini juga dapat dilihat dalam Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 164.

6 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah (Ciputat: Lentera Hati, 2000), I: 509.

7Kata s}arafa bisa bermakna radda (menolak) dan dafa’a (membayar), namun jika

dikaitkan dengan al-ma>l bermakna anfaqahu (menafkahkan kekayaan). Louis Ma’lu>f, Al-Munjid (Beirut: Ja>mi’ Huqu>q At}t}ab’, 1952), 436.

8Kata anfaqa berasal dari nafaqa yang bermakna nafida (habis, selesai). Ini bisa dilihat

dalam Ibrahim Anis dkk. Al-Mu’jam al-Wasi>t} (Kairo: al-Ami>n al-‘A<m al-Majma’, 1972), 942. Menurut Quraish

9Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Al- ‘As}ri (Yogyakarta: Multi Karya Grafika,

1987), 1175. Ini dapat dilihat pula dalam Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir (Surabaya: Putaka Progresif, 1997), 774.

(4)

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata kekayaan berasal dari kata dasar kaya yang memiliki tiga makna, yakni: 1. Mempunyai banyak harta (uang, dsb.); baginya tua muda, besar kecil, kaya miskin semuanya sama, 2. Mempunyai banyak (mengandung banyak, dsb.); kaya akan hasil bumi, 3. Berkuasa. Sedangkan kata kekayaan memiliki tiga makna: 1. Perihal (yang bersifat, berciri) kaya, 2. Harta (benda) yang menjadi milik orang, 3. Kekuasaan (Allah).10 Kata kekayaan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata al-ma>l11, tharwah12, thara>'.13

Secara istilah, kata membelanjakan kekayaan dapat dimaknai dengan mengatur dan menafkahkan penghasilan yang melebihi kebutuhan dasar dan sehari-hari keluarga.14 Dari arti kata secara bahasa dan istilah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian membelanjakan kekayaan ialah mengeluarkan harta benda milik seseorang untuk kebutuhan diri sendiri maupun untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkannya atau dalam istilah lain manajemen (pengaturan) kekayaan.

C. Ayat-Ayat al-Qur'an Tentang Membelanjakan Kekayaan

Kata membelanjakan kekayaan dalam bahasa Arab sering dikatakan s}arafa al-ma>l yang maknanya sama dengan anfaqa al-ma>l yang digunakan sebagai kata kunci. Berdasarkan kitab al-Mu’jam al-Mufahris li Alfa>z}i al-Qur'an, kata s}arafa dalam al-Qur'an terdapat 21 bentuk kata yang berbeda dan seluruhnya berjumlah 29 kata dari akar kata s}arafa,15 tetapi maknanya bukan membelanjakan

dan tidak terkait dengan kekayaan seperti kata s}arafa dalam surat al-Taubah ayat 127 bermakna ad}alla (menyesatkan)16 dan s}arafa ‘an dalam surat Yusuf ayat 34

10Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 456. lihat juga Tim Penyusun

Kamus, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 654.

11Kata al-ma>l bermakna setiap apa yang dimiliki seseorang atau kelompok masyarakat

baik barang dagangan atau yang terkait hasil perdagangan, harta yang tidak bergerak (pertanian, perkebunan), uang maupun hasil ternak hewan. Ibrahim, al-Mu’jam…, 892.

12Kata tharwah bermakna kekayaan yang identik dengan sumber daya yang jumlahnya

banyak. Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Al- ‘As}ri, 628.

13Kata thara' bermakna ghinan (kekayaan). Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Al-

‘As}ri, 627.

14Ruqaiyah, Harta Dalam Islam, 23.

15Muhammad Fuad ‘Abd al-Ba>qi>. Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfa>z} al-Qur'a>n (Beirut:

Da>r al-Fikr, 1994), 103.

(5)

bermakna menghindarkan17. Sedangkan kata anfaqa yang kata dasarnya nafaqa dalam al-Qur'an terdapat 34 bentuk kata yang berbeda dan seluruhnya berjumlah 111 kata dari akar kata nafaqa.18 Berdasarkan pengumpulan ayat-ayat yang

terkait akar kata nafaqa dan bentuk turunan katanya, semua makna terkait dengan kekayaan tetapi tidak semua dikaitkan dengan kata al-ma>l karena ada yang hanya dengan kata min ma> razaqna>hum, dan lain-lain.

Dalam Fihris al-Maud}u>’a>t al-Qur'a>n al-Kari>m19, kata membelanjakan kekayaan termasuk kategori infa>quhu yang menjadi fokus tema dalam pembahasan makalah ini dengan rincian ayat-ayatnya ialah surat al-Baqarah (2) ayat 3, 177, 195, 215, 219, 254, 261-267, 270-274, surat Ali ‘Imra>n (3) ayat 92, 117, 134, surat al-Nisa>' (4) ayat 34, 38, 39, 95, surat al-Ma>idah (5) ayat 64, surat al-Anfa>l (8) ayat 3, 36, 60, 72, surat al-Taubah (9) ayat 20, 34, 44, 53, 54, 88, 91, 92, 98, 99, surat al-Ra’d (13) ayat 22, surat Ibra>hi>m (14) ayat 31, surat al-Nah}l (16) ayat 75, surat al-H{ajj (22) ayat 35, surat al-Nu>r (33) ayat 33, surat al-Furqa>n (25) ayat 67, surat al-Shu’ara>' (26) ayat 88, 89, surat al-Qas}as} (28) ayat 54, surat al-‘Ankabu>t (29) ayat 15, surat al-Sajdah (32) ayat 16, surat Saba' (34) ayat 39, surat Fa>t}ir (35) ayat 29, surat Ya>si>n (36) ayat 47, surat al-Shu>ra> (42) ayat 38, surat Muh}ammad (47) ayat 38, surat al-Dha>riyat (51) ayat 19, surat al-H{adi>d (57) ayat 7, 10, surat al-H{ashr (59) ayat 8, surat al-Mumtah}anah (60) ayat 10, 11, surat Muna>fiqu>n (63) ayat 7, 10, surat Tagha>bun (64) ayat 16, surat al-Tala>q (65) ayat 7, surat al-Ma’a>rij (70) ayat 24.

D. Urutan Ayat-Ayat Tentang Membelanjakan Kekayaan Berdasarkan Kronologi Turunnya

Menyusun runtutan ayat-ayat tentang membelanjakan kekayaan berdasarkan kronologi turunnya pada surat masing-masing merupakan salah satu tahapan yang penting dalam tafsi>r maud}u’i> a>yah. Tahapan ini dilakukan dengan mengklasifikasikan ayat-ayat berdasarkan tempat turunnya (makkīyyah-madanīyyah). Ayat-ayat makkīyyah tentu lebih dulu turun daripada ayat-ayat

17Tabik, al-As}ri>, 1175.

18Muhammad, al-Mu’jam….., 715. 19

(6)

madanīyyah. Urgensitas penyusunan ini bertolak dari fakta bahwa tidak semua ayat yang terletak pada awal muṣḥaf berarti turun lebih dulu daripada ayat yang terletak di tengah atau akhir muṣḥaf. Selain itu, pada ayat-ayat hukum, penyusunan ini bertujuan untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam penetapan hukum.20

Dari keseluruhan ayat-ayat tentang infa>quhu yang berjumlah 67 ayat dari 29 surat, maka dapat diurutkan sesuai kronologi turunnya21 sebagai berikut: 1. Ayat-ayat yang tergolong Makkiyah terdapat dalam 13 surat dan sesuai

urutan kronologi turunnya ialah surat Ya>si>n (41) ayat 47, surat al-Furqa>n (42) ayat 67, surat Fa>t}ir (43) ayat 29, surat al-Shu’ara>' (47) ayat 88, surat al-Qas}as} (49) ayat 54, surat Saba' (58) ayat 39, surat Shu>ra> (62) ayat 38, surat al-Dha>riyat (67) ayat 19, surat al-Nah}l (70) ayat 75, surat Ibra>hi>m (72) ayat 31, surat al-Sajdah (75) ayat 16, surat al-Ma’a>rij (79) ayat 24, surat al-‘Ankabu>t (85) ayat 15.

2. Ayat-ayat yang tergolong Madaniyyah terdapat dalam 16 surat dan sesuai urutan kronologi turunnya ialah surat al-Ra’d (87) ayat 22, surat al-H{ajj (88) ayat 35, surat al-Baqarah (92) ayat 3, 177, 195, 215, 219, 254, 261-267, 270-274, surat al-Anfa>l (93) ayat 3, 36, 60, 72, surat Ali ‘Imra>n (94) ayat 92, 117, 134, surat al-H{ashr (95) ayat 8, surat al-Nisa>' (98) ayat 34, 38, 39, 95, surat Muh}ammad (99) ayat 38, surat al-Tala>q (100) ayat 7, surat al-Nu>r (102) ayat 33, surat al-Muna>fiqu>n (103) ayat 7, surat al-Tagha>bun (107) ayat 16, surat Ma>idah (110) ayat 64, surat Mumtah}anah (111) ayat 10, 11, surat al-H{adi>d (112) ayat 7, surat al-Taubah (113) ayat 20, 34, 44, 53, 54, 88, 91, 92, 98, 9.

E. Outline Pembahasan Ayat-Ayat Tentang Membelanjakan Kekayaan 1. Perintah Membelanjakan Kekayaan

a. Perintah berbentuk fi’il amar (9 ayat) Surat Makkiyyah (1 ayat)

20‘Abd al-Sattār Fath al-Sa’īd, Madkhal ilā Tafsīr Mawḍū’ī, (Kairo: Dār

al-Tawzī’ wa al-Nashr al-Islāmiyyah,t.th.), 64.

21Muhammad ‘Izzah Darwazah. al-Tafsi>r al-H{adi>th; Tarti>b al-Suwar H{asba Nuzu>lihi

(7)

Surat Ya>si>n ayat 47

ُءاَشَي ْوَل ْنَم ُمِعْطُنَأ اوُنَمآ َنيِذَّلِل اوُرَفَك َنيِذَّلا َلاَق ُهَّللا ُمُكَقَزَر اَِّمِ اوُقِفْنَأ ْمَُلَ َليِق اَذِإَو

ٍ ِ ُم ٍل َ َ ِ َّ ِإ ْمُ ْنْنَأ ْنِإ ُهَ َعْ َأ ُهَّللا

‚dan apabila dikatakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebahagian dari rizki yang diberikan Allah kepadamu", Maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah Kami akan memberi Makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, Tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata.‛

Surat Madaniyyah (8 ayat) Surat al-Baqarah ayat 177 Surat al-Baqarah ayat 195 Surat al-Baqarah ayat 254 Surat al-Baqarah ayat 267 Surat Muh}ammad ayat 38 Surat al-T{ala>q ayat 7 Surat al-Nu>r ayat 33

Surat al-Muna>fiqu>n ayat 10 Surat al-Tagha>bun ayat 16 Surat al-H{adi>d ayat 7 Surat al-Taubah ayat 53

b. Perintah berbentuk fi’il na>hi> Surat Madaniyyah (1 ayat)

Surat al-H{adi>d ayat 10

c. Perintah berbentuk kala>m khabar Surat Makkiyyah (1 ayat)

Surat al-Shu’ara>' ayat 88-89 Surat Madaniyyah (8 ayat)

(8)

Surat Ibra>hi>m ayat 31 (9 ayat) Surat al-Baqarah ayat 215 Surat al-Baqarah ayat 219 Surat al-Baqarah ayat 273 Surat Ali ‘Imra>n ayat 92 Surat al-Nisa>' ayat 38 Surat Muh}ammad ayat 38 Surat al-Nu>r ayat 33 Surat al-H{adi>d ayat 10

2. Tujuan Membelanjakan Kekayaan Surat al-Baqarah ayat 272

3. Prinsip-Prinsip Dalam Membelanjakan Kekayaan a. Kriteria Kekayaan yang Dibelanjakan

Surat al-Baqarah ayat 215, 216, 267 b. Waktu Membelanjakan Kekayaan

Surat al-Baqarah ayat 274

c. Larangan Dalam Membelanjakan Kekayaan Surat al-Nisa’ ayat 38

4. Wujud Membelanjakan Kekayaan a. Zakat (surat al-Baqarah ayat 267)

b. Sadaqah dan Infaq (surat al-Baqarah ayat 215) 5. Keutamaan Membelanjakan Kekayaan

Surat al-Baqarah ayat 261

F. Analisis Ayat-Ayat Tentang Membelanjakan Kekayaan 1. Perintah Membelanjakan Kekayaan

Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Qur'a>n disebutkan bahwa ayat-ayat tentang perintah membelanjakan kekayaan disebutkan 9 kali22

22Surat Makkiyah (Surat Yasin ayat 47 tentang perintah menafkahkan sebagian rizki

yang diberikan Allah), surat madaniyyah (surat al-Baqarah ayat 195, 254, 267 tentang perintah menafkahkan hasil usaha yang baik dan hasil bumi, , surat al-Tala>q ayat 6 tentang perintah menafkahkan harta untuk istri yang ditalak, surat al-Muna>fiqu>n ayat 10 tentang perintah menafkahkan sebagian rizki sebelum datang kematian, surat al-Tagha>bun ayat 16 tentang

(9)

dengan menggunakan fi’il amar anfiqu>, diantaranya surat al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi:

ِةَكُلْهَّنْ لا َلَِإ ْمُكيِدْيَأِب اوُقْلُنْت َ َو ِهَّللا ِليِ َس ِ اوُقِفْنَأَو

ۛ

اوُنِسْحَأَو

ۛ

ُّبُِيُ َهَّللا َّنِإ

َ ِنِسْ ُ ْلا

‚dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.‛

Ayat ini menyuruh agar membelanjakan kekayaan di jalan Allah. Kata di jalan Allah memberi kesan bahwa kekayaan tersebut tidak akan hilang bahkan akan berkembang karena ia berada di jalan yang amat terjaga, serta di tangan-Nya yang menjanjikan pelipatgandaan setiap nafkah pada jalan-tangan-Nya.23 Allah juga mengingatkan agar tidak terjatuh dalam kebinasaan karena tidak mau menafkahkan kekayaannya (bakhi>l) sehingga bisa melemahkan umat. Jadi, ayat ini merupakan perintah sekaligus peringatan bahwa harta yang berada di tangan, tanpa dinafkahkan di jalan Allah, bukan saja habis oleh pemiliknya atau oleh ahli warisnya, tetapi juga membinasakan pemiliknya di hari kemudian.

Dari tingkatan jihad pada ayat sebelumnya, lalu infa>q, orang-orang mukmin dinaikkan lagi ke tingkatan ih}sa>n.24 Ketika jiwa telah mencapai tingkat

ini, maka ia akan melaksanakan segala ketaatan dan menjauhi segala kemaksiatan. Dia selalu merasa diawasi oleh Allah dalam urusan yang kecil ataupun besar, dalam bersembunyi maupun terang-terangan.25 Jadi, ayat ini juga menyuruh agar berbuat ih}sa>n sebagai martabat iman yang tertinggi dengan menyuruh berbuat baik dalam setiap gerak dan langkah.

perintah menafkahkan harta yang baik untuk dirimu agar tidak kikir, surat al-H{adi>d ayat 7 tentang perintah menafkahkan harta yang dikuasainya agar memperoleh pahala yang besar, surat al-Taubah ayat 53 tentang perintah menafkahkan harta dengan sukarela agar tidak tergolong orang fasiq).

23Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, I: 397.

24Sayyid Quthb. Tafsir fi Z{ila>l al-Qur'a>n (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), I: 228.

Kata ih}sa>n bermakna menyembah Allah seakan-akan melihatNya dan bila itu tidak tercapai maka yakinlah bahwa Dia melihatmu. Selain itu, ihsan bisa bermakna memberi lebiih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, I: 398-399.

(10)

Pada ayat lain, Allah menyuruh orang-orang mukmin agar membelanjakan kekayaan sebelum datang kematian serta tibanya hari kiamat. Karena ketika itu, semua orang akan menyesal, ingin memperbanyak amal-amal kebajikannya, ingin bertaubat untuk menebus dosa-dosanya, padahal hari itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan sekalipun terdekat (khullah) yang akan membantu dan tidak juga syafa’at yang diberikan oleh Allah.26 Hal ini sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 254:

َ َو ٌةَّلُخ َ َو ِهيِف ٌعْيَنْب َ ٌمْوَنْي َ ِتِْأَي ْنَأ ِلْ َنْق ْنِم ْمُكاَنْنْقَزَر اَِّمِ اوُقِفْنَأ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّنْيَأ اَي

ٌةَعاَفَش

ۗ

َنوُ ِلاَّللا ُمُ َنوُرِفاَكْلاَو

‚Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim.‛

2. Tujuan Membelanjakan Kekayaan

Allah adalah Pemilik dan Pencipta segala yang ada di dunia ini. Dia melimpahkan hak sepenuhnya kepada manusia dengan memberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memanfaatkannya. Setelah berusaha memperoleh kekayaan, manusia diperintahkan oleh Allah untuk membelanjakan kekayaan sesuai kemampuan dengan ikhlas tanpa tujuan pamrih dan riya’. Jadi, tujuan membelanjakan kekayaan ialah hanya mencari rid}a> Allah sebagaimana firman Allah surat al-Baqarah ayat 272:

ُءاَشَي ْنَم يِدْهَنْي َهَّللا َّنِكََٰلَو ْمُ اَدُ َكْيَلَع َسْيَل

ۗ

ْمُكِسُفْنْنَِلَِف ٍْيَْخ ْنِم اوُقِفْنُنْت اَمَو

ۚ

ِهَّللا ِهْجَو َءاَغِ ْبا َّ ِإ َنوُقِفْنُنْت اَمَو

ۚ

َنوُ َلْلُت َ ْمُ ْنْنَأَو ْمُكْيَلِإ َّ َوُنْي ٍْيَْخ ْنِم اوُقِفْنُنْت اَمَو

‚Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).‛

(11)

Ayat ini menerangkan tentang larangan memberikan sedekah kepada orang-orang mushrik dengan tujuan agar mereka masuk Islam karena hanya hak Allah memberikan hidayah.27 Hak manusia hanyalah memberi bantuan kepada fakir miskin, walaupun dia belum masuk Islam. Ayat ini selanjutnya sebagai peringatan keras dari Tuhan kepada orang yang mampu, kalau ingin selamat dermawanlah dan murah tanganlah.28 Hal ini karena semua yang dinafkahkan hanyalah untuk dirinya sendiri berupa pahala yang jumlahnya tidak akan dikurangi sedikitpun. Namun, tujuan menafkahkan itu haruslah karena Allah, bukan dengan maksud lain seperti agar dihargai oleh manusia dan sombong.

Pada surat al-Taubah ayat 99, Allah juga berfirman tentang tujuan menafkahkan kekayaan:

ِتاَوَلَصَو ِهَّللا َدْنِع ٍتاَبُرُنْق ُقِفْنُنْي اَم ُذِخَّ َنْيَو ِرِخ ْلْا ِمْوَنْيْلاَو ِهَّللاِب ُنِمْؤُنْي ْنَم ِباَرْعَْلْا َنِمَو

ِلوُسَّرلا

ۚ

ْمَُلَ ٌةَبْرُنْق اَهَّنْنِإ َ َأ

ۚ

ِهِ َْحَْر ِ ُهَّللا ُمُهُلِخْدُيَس

ۗ

ٌميِحَر ٌروُفَ َهَّللا َّنِإ

‚Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman\ kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa rasul. Ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.‛

Ayat ini pada dasarnya merupakan penghargaan kepada sebagian orang Arab Baduwi yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yang juga menafkahkan kekayaannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap doa rasul sehingga mereka akan dimasukkan ke dalam surgaNya.29 Ini menunjukkan bahwa membelanjakan kekayaan hendaknya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang memiliki dan menguasai seluruh alam. Selain itu, tidak perlu ragu bahwa kelak di akhirat akan diberi pahala yang besar.

27Jalaluddin al-Mah}alli dan Jalaluddin al-Suyut}i>. Tafsir Jalalain (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2011), 151.

28Hamka. Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), III: 85.

29Abi> al-Fida>' Isma>’i>l ibn Kathi>r al-Dimashqi>. Tafsi>r al-Qur'a>n al-‘Adhi>m (Ya>ba>n:

(12)

3. Prinsip-Prinsip dalam Membelanjakan Kekayaan a. Kriteria Kekayaan yang Dibelanjakan

Kekayaan mencakup kepemilikan materi atau sumber daya yang berharga, semua harta yang memiliki nilai uang dan nilai tukar. Di antara kriteria kekayaan yang biasanya dibelanjakan:

1. Harta yang baik (dicari dengan cara yang halal)

Kekayaan yang dibelanjakan harus diperoleh dengan cara-cara yang halal, jika tidak kekayaan ini akan dianggap sebagai sesuatu yang haram. Kekayaan yang diperoleh dengan cara-cara haram seperti riba, monopoli, penipuan, pencurian, penggelapan, perampasan, penyuapan dan penjudian semuanya dilarang oleh agama Islam.30 Menurut Quraish Shihab, harta yang baik (khair) yaitu harta yang halal serta digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik dan bermanfaat31 sebagaimana firman Allah surat al-Baqarah ayat 215:

َنوُقِفْنُنْي اَذاَم َكَنوُلَأْسَي

ۖ

َٰىَماَ َيْلاَو َ ِبَرْنْقَْلْاَو ِنْيَدِلاَوْلِلَف ٍْيَْخ ْنِم ْمُ ْقَفْنْنَأ اَم ْلُق

ِليِ َّسلا ِنْباَو ِ ِكاَسَ ْلاَو

ۗ

ٌميِلَع ِهِب َهَّللا َّنِ َف ٍْيَْخ ْنِم اوُلَعْفَنْت اَمَو

‚Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan....‛

2. Harta yang lebih dari keperluan

Harta yang lebih dari keperluan ialah harta dari sisa yang diperlukan, yang mudah dan yang dibelanjakan dengan tidak berat hati sebagaimana firman Allah surat al-Baqarah ayat 219:

ِرِسْيَ ْلاَو ِرْ َْلْا ِنَع َكَنوُلَأْسَي

ۖ

ُرَنْ ْكَأ اَ ُهُْثِْإَو ِساَّنلِل ُعِفاَنَمَو ٌيِْ َك ٌْثِْإ اَ ِهيِف ْلُق

اَ ِهِعْفَنْن ْنِم

ۗ

َوْفَعْلا ِلُق َنوُقِفْنُنْي اَذاَم َكَنوُلَأْسَيَو

ۗ

ُمُكَل ُهَّللا ُّْ َنْ ُنْي َكِلََٰذَك

َنوُرَّكَفَنْ َنْت ْمُكَّلَعَل ِتاَي ْلْا

‚dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‚yang lebih dari keperluan.‛ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.‛

30Ruqaiyah, Harta..., x.

(13)

Ayat ini mengandung lafal al-‘afwa bahwa jangan sampai apa yang yang dibelanjakan memberatkan hartamu yang akhirnya kamu tidak punya apa-apa lagi dan meminta-minta kepada orang lain.32 Allah menunjuk kepada mitra bacanya dengan menggunakan bentuk tunggal kadha>lika bukan kadha>likum karena menyangkut orang perorang sehingga seakan-akan bermakna: ‚Semua itu hendaknya dipikirkan dan dihayati oleh setiap orang secara individual. Demikian semua diminta berpikir.‛33

3. Harta yang baik-baik dari hasil usaha (niaga) dan hasil yang keluar dari bumi (pertanian, perkebunan, rika>z, dan pertambangan)

Maksud harta yang baik-baik ialah jangan sampai dengan sengaja memilih yang buruk-buruk lalu dinafkahkan, padahal kita sendiri tidak mau mengambil yang buruk-buruk itu. Ini bukan berarti yang dinafkahkan haruslah yang terbaik, tetapi paling tidak bisa mempertimbangkan dan menempatkan diri pada tempat orang yang menerima. Hal ini diterangkan dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 267:

ِضْرَْلْا َنِم ْمُكَل اَنْجَرْخَأ اَِّمَِو ْمُ ْ َسَك اَم ِتاَ ّْيَ ْنِم اوُقِفْنَأ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّنْيَأ اَي

ۖ

ِهيِف اوُضِ ْغُنْت ْنَأ َّ ِإ ِهيِذِخآِب ْمُ ْسَلَو َنوُقِفْنُنْت ُهْنِم َثيِ َْلْا اوُ َّ َيَنْت َ َو

ۚ

اوُ َلْعاَو

ٌديَِحْ ِّّ َ َهَّللا َّنَأ

‚Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.‛

Ayat ini lebih khusus membahas tentang perintah zakat yang bersifat wajib jika memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam konteks zakat. Ibnu al-Qayyim berpendapat tentang kemungkinan mengapa Allah hanya

32Al-Imam Abi al-Fida' Isma>’i>l Ibnu Kathi>r al-Dimashqi. Tafsir Ibnu Kathir (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2002), 411.

(14)

menyebutkan dua jenis kekayaan seperti disebutkan di atas. Pertama, melihat kenyataan bahwa keduanya merupakan jenis kekayaan yang umum dimiliki masyarakat pada saat itu dan butuh untuk mengetahui status hukumnya. Kedua, keduanya merupakan jenis kekayaan pokok.34

b. Waktu Untuk Membelanjakan Kekayaan

Membelanjakan kekayaan tidak kenal waktu, baik itu siang maupun malam, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan sebagaimana firman Allah surat al-Baqarah ayat 27435:

ٌ ْوَخ َ َو ْمِّْبَِّر َدْنِع ْمُ ُرْجَأ ْمُهَلَنْف ًةَيِن َ َعَو اِّرِس ِراَهَّنْنلاَو ِلْيَّللاِب ْمَُلَاَوْمَأ َنوُقِفْنُنْي َنيِذَّلا

َنوُنَ َْيُ ْمُ َ َو ْمِهْيَلَع

‚Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan...‛

Membelanjakan kekayaan juga tidak terbatas ketika lapang yakni memiliki kelebihan dari kebutuhannya, tetapi bisa juga ketika sempit yakni tidak memiliki kelebihan.36 Hal ini sesuai dengan surat Ali ‘Imra>n ayat 134:

ِساَّنلا ِنَع َ ِفاَعْلاَو َظْيَغْلا َ ِ ِظاَكْلاَو ِءاَّرَّضلاَو ِءاَّرَّسلا ِ َنوُقِفْنُنْي َنيِذَّلا

ۗ

ُهَّللاَو

َ ِنِسْ ُ ْلا ُّبُِيُ

‚(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.‛

c. Larangan Dalam Membelanjakan Kekayaan

Diantara larangan dalam membelanjakan kekayaan ialah karena riya' (ingin dipuji orang dan diketahui bahwa dia adalah dermawan), bukan karena ingin memperoleh ganjaran Ilahi atau didorong oleh rasa perih melihat penderitaan orang lain. Pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang tidak

34 Muhammad Amin Suma. Tafsir Ahkam I (Jakarta: Logos, 1997), 55-56. 35

Ini juga disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 271 tentang keutamaan membelanjakan kekayaan dengan sembunyi-sembunyi daripada terang-terangan.

(15)

beriman kepada Allah dan hari akhir. Mereka dengan perbuatannya telah mengangkat setan sebagai teman, padahal mereka adalah musuh yang nyata. Hal ini diterangkan dalam surat al-Nisa>' ayat 3837:

ِرِخ ْلْا ِمْوَنْيْلاِب َ َو ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُنْي َ َو ِساَّنلا َءاَئِر ْمَُلَاَوْمَأ َنوُقِفْنُنْي َنيِذَّلاَو

ۗ

ِنُكَي ْنَمَو

اًنيِرَق َءاَسَف اًنيِرَق ُهَل ُناَطْيَّشلا

‚dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, Maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.‛

4. Wujud Membelanjakan Kekayaan a. Zakat

Zakat berarti suci, tumbuh, berkembang, dan berkah, sehingga membersihkan diri seseorang dan hartanya tanpa penyakit kikir dan tamak.38 Zakat harus mengalir kepada orang yang berhak menerimanya39 dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut agama Islam. Diantara ayat yang memerintahkan untuk berzakat ialah surat al-Baqarah ayat 267:

ّْلُك ِ َلِباَنَس َعْ َس ْتَ َ ْنْنَأ ٍةَّ َح ِلَثَ َك ِهَّللا ِليِ َس ِ ْمَُلَاَوْمَأ َنوُقِفْنُنْي َنيِذَّلا ُلَثَم

ٍةَّ َح ُةَئاِم ٍةَلُنْ ْنُس

ۗ

ُءاَشَي ْنَ ِل ُفِعاَضُي ُهَّللاَو

ۗ

ٌميِلَع ٌعِساَو ُهَّللاَو

‚Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.‛

b. Sadaqah

37

Ini juga terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 264 tentang larangan menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti perasaan si penerima karena riya' kepada manusa.

38

M. Ali Hasan. Zakat dan Infaq (Jakarta: Kencana, 2006), 15.

39

Ini bisa dilihat dalam surat al-Taubah ayat 60 tentang orang-orang yang berhak menerima zakat yaitu fakir miskin, amil zakat, orang muallaf, budak belian, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil.

(16)

Sadaqah ialah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Sadaqah mempunyai cakupan yang sangat luas dan digunakan Al-Qur'an untuk mencakup segala jenis sumbangan. Sadaqah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi, misalnya menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, memberikan senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya, dan lain-lain. Diantara ayat yang menerangkan tentang perintah sadaqah ialah surat al-Baqarah ayat 215:

َنوُقِفْنُنْي اَذاَم َكَنوُلَأْسَي

ۖ

َٰىَماَ َيْلاَو َ ِبَرْنْقَْلْاَو ِنْيَدِلاَوْلِلَف ٍْيَْخ ْنِم ْمُ ْقَفْنْنَأ اَم ْلُق

ِليِ َّسلا ِنْباَو ِ ِكاَسَ ْلاَو

ۗ

ميِلَع ِهِب َهَّللا َّنِ َف ٍْيَْخ ْنِم اوُلَعْفَنْت اَمَو

‚Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.‛

Ayat ini menerangkan tentang perintah sadaqah dan untuk siapa kekayaan itu disadaqahkan, diantaranya ibu bapak karena merekalah sebab wujud anak dan paling banyak jasanya, lalu kaum kerabat yang dekat maupun jauh, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan musafir yang kekurangan bekal.40

5. Keutamaan Orang yang Membelanjakan Kekayaan41

Orang yang membelanjakan kekayaannya di jalan Allah serupa dengan keadaan yang sangat mengagumkan dari seorang petani yang menabur benih. Sebutir benih yang ditanamnya menumbuhkan tujuh butir, dan pada tiap-tiap butir terdapat seratus biji. Hal ini sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 261:

40

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, I: 428.

41Keutamaan orang yang membelanjakan kekayaan ini dijelaskan dalam beberapa surat,

diantaranya Surat al-Baqarah ayat 261, 262, 265, 272, surat ali imran 92, al-Anfal ayat 60, surat al-Taghabun ayat 16, surat al-Hadid ayat 7.

(17)

ّْلُك ِ َلِباَنَس َعْ َس ْتَ َ ْنْنَأ ٍةَّ َح ِلَثَ َك ِهَّللا ِليِ َس ِ ْمَُلَاَوْمَأ َنوُقِفْنُنْي َنيِذَّلا ُلَثَم

ٍةَّ َح ُةَئاِم ٍةَلُنْ ْنُس

ۗ

ُءاَشَي ْنَ ِل ُفِعاَضُي ُهَّللاَو

ۗ

ٌميِلَع ٌعِساَو ُهَّللاَو

‚Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.‛

Ayat ini mendorong manusia untuk membelanjakan kekayaan. Ayat tersebut menyebut angka tujuh yang tidak harus dipahami dalam arti angka yang di atas enam dan di bawah delapan, tetapi berarti banyak dan Allah mampu memberi sebanyak mungkin.42

G. Penutup

Membelanjakan kekayaan ialah mengeluarkan harta benda milik seseorang untuk kebutuhan diri sendiri maupun untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkannya atau dalam istilah ilmiahnya manajemen (pengaturan) kekayaan. Kata membelanjakan kekayaan dalam bahasa Arab sering dikatakan s}arafa ma>l yang maknanya sama dengan anfaqa ma>l. Dalam kitab Fihris al-Maud}u>’a>t, dari keseluruhan ayat-ayat tentang infa>quhu berjumlah 67 ayat dari 29 surat sebagaimana disebutkan di atas.

Dari hasil analisis ayat-ayat tentang membelanjakan kekayaan, terdapat 5 pokok pembahasan, diantaranya: 1. Perintah membelanjakan kekayaan, 2. Tujuan membelanjakan kekayaan yakni haruslah karena Allah, bukan dengan maksud lain seperti agar dihargai oleh manusia dan sombong, 3. Prinsip-prinsip dalam membelanjakan kekayaan mencakup kriteria kekayaan yang dibelanjakan, waktu untuk membelanjakan kekayaan, larangan dalam membelanjakan kekayaan, 4. Wujud membelanjakan kekayaan, diantaranya berupa zakat dan sadaqah, 5. Keutamaan orang yang membelanjakan kekayaan yakni Allah mampu memberi sebanyak mungkin dan melipatgandakan pahalanya.

42

(18)

H. Daftar Pustaka

al-Alma’i, Za>hir bin ‘Iwa>d} >. Dira>sa>t fi> al-Tafsi>r al-Maud}u>’i>. Riya>d}: tt. 1405.

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Al- ‘As}ri. Yogyakarta: Multi Karya Grafika. 1987.

al-Ba>qi, Muhammad Fuad ‘Abd. Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfa>z} al-Qur'a>n. Beirut: Da>r al-Fikr. 1994.

Darwazah, Muhammad ‘Izzah. al-Tafsi>r al-H{adi>th; Tarti>b al-Suwar H{asba Nuzu>lihi. Beirut: Da>r al-Gharb al-Isla>mi>. 1964.

al-Dimashqi, Abi> al-Fida>' Isma>’i>l ibn Kathi>r. Tafsi>r al-Qur'a>n al-‘Adhi>m. Ya>ba>n: Muassisah Qurt}ubah. t.t.

_______________. Tafsir Ibnu Kathir. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2002. Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas. 2003.

Hasan, M. Ali. Zakat dan Infaq. Jakarta: Kencana. 2006.

Ibrahim Anis dkk. Al-Mu’jam al-Wasi>t}. Kairo: al-Ami>n al-‘A<m al-Majma’. 1972. Jalaluddin al-Mah}alli dan Jalaluddin al-Suyut}i>. Tafsir Jala>lain. Bandung: Sinar

Baru Algensindo. 2011.

Ma’lu>f, Louis, Al-Munjid. Beirut: Ja>mi’ Huqu>q At}t}ab’. 1952.

Masqood, Ruqaiyah Waris. Harta Dalam Islam. Jakarta: Lintas Pustaka. 2002. Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif. 1997. al-Namr, ‘Abd al-Mun’im. ‘Ulu>m Qur’a>n Kari>m. Beirut: Da>r Kita>b

al-‘Ilmiyyah. 1983.

Quthb, Sayyid. Tafsir fi Z{ila>l al-Qur'a>n. Jakarta: Gema Insani Press. 2000.

al-Sa’īd, ‘Abd al-Sattār Fath, al-Madkhal ilā al-Tafsīr al-Mawḍū’ī,. Kairo: Dār al-Tawzī’ wa al-Nashr al-Islāmiyyah. t.th..

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Ciputat: Lentera Hati. 2000. Suma, Muhammad Amin. Tafsir Ahkam I. Jakarta: Logos. 1997.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997.

(19)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Muslim yang baik adalah seorang muslim yang jika ia terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan, maka ia segera memohon ampunan kepada Allah q.. Hadits ini dihasankan oleh

Tesis yang berjudul : “PENYULUH SEBAGAI KOMUNIKATOR PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Studi Kasus Karakter dan Atribusi Penyuluh sebagai Komunikator Program Keluarga Berencana

Hanya individu yang telah terdiagnosis AIDS sebelum mulai studi saja yang akan masuk dalam studi. Individu yang belum

Upaya perkembangan Islam tergantung pada integritas dakwah yang sistematis, sehingga akan tercipta bila didukung oleh perangkat sarana dan prasarana yang memadai, seperti

Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak

Semakin banyak pengalaman yang dimiliki karyawan maka akan semakin baik pula kinerja yang dihasilkan, kinerja karyawan akan meningkat karena karyawan telah memiliki masa waktu

Visi : Terwujudnya Program Studi Pendidikan Ekonomi yang mampu mengembangkan Ilmu Pendidikan Ekonomi serta menghasilkan tenaga Pendidik Ekonomi yang berkualitas,