• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memanfaatkan Air Bilasan Bagas Untuk Menghasilkan Listrik Dengan Teknologi Microbial Fuel Cells

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Memanfaatkan Air Bilasan Bagas Untuk Menghasilkan Listrik Dengan Teknologi Microbial Fuel Cells"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Memanfaatkan Air Bilasan Bagas Untuk Menghasilkan Listrik

Dengan Teknologi Microbial Fuel Cells

I Nyoman Suprapta Winaya

2)

, Made Sucipta

2),

A.A. Krisna Wira Putra

1)

,

1). Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Mesin,Universitas Udayana 2). Jurusan Teknik Mesin,Universitas Udayana

Abstraksi

Sebuah rancangan sel bahan bakar microbial fuel sell (MFC) Tipe H dengan mengunakan membran (PEM) dari jembatan garam digunakan dalam penelitian ini untuk tujuan menghasilkan listrik arus searah dengan memanfaatkan air bilasan bagas. Air bilasan bagas digunakan untuk memperkaya mikroba pengoksidasi donor elektron di anoda. Oksigen dipompakan (aerasi paksa) di katoda. Dalam waktu 7 sampai 9 hari akan dihasilkan sistem yang stabil arus 240 mV. Penggunaan elektrode yang lebih banyak untuk memperluas permukaan elektrode yaitu dari 3, 6, dan 9. Serta penggunaan dua buah PEM yang memiliki ketebalan 10 cm dengan permukaan bidang kontak yang berbeda masing-masing dianoda dan katoda sebesar 2 inchi dan 4 inchi. Sehingga setelah pengujian dilakukan diperoleh data yang menunjukkan bahwa air blasan bagas dapat digunakan untuk menghasilkan listrik dengan teknologi MFC serta dengan kombinasi beberapa faktor tersebut juga akan menghasilkan peningkatan kinerja MFC tersebut.

Kata kunci: Microbial fuel cell (MFC) tipe H, Proton Exchange Membran (PEM) jembatan garam , Aerasi paksa, elektrode, katoda, anoda.

Abstract

A microbial fuel cell design of fuel cells (MFC) by using the H type membrane (PEM) of the salt bridge used in this study for the purpose of generating direct current electricity by making use of the rinse water Bagas. Bagas rinse water used to enrich microbes oxidizing the electron donor in the anode. Oxygen is pumped (forced aeration) at the cathode. Within 7 to 9 days would be generated a steady flow system 240 mV. The use of more electrodes to extend electrode surface that is from 3, 6, and 9. And the use of two PEM has a thickness of 10 cm with a different contact surface of each dianoda and cathode at 2 inches and 4 inches. So after testing is done obtained data showing that the water blasan bagasse can be used to generate electricity with MFC technology as well as with a combination of factors will also result in improved performance of the MFC.

Key words: microbial fuel cell (MFC) type H, Proton Exchange Membrane (PEM) salt bridge, forced aeration, electrode, cathode, anode.

1. PENDAHULUAN

Microbial fuel cells atau (MFC) adalah peralatan untuk merubah energi kimia menjadi energi listrik melalui aktivitas catalytic dari microorganisme (Chang, dkk. 2009). Sebagai sebuah peralatan sistem bio-electrochemical yang menggunakan bakteri untuk merubah (energi kimia) material organik menjadi energi listrik, maka fuel cell ini dibuat dengan konstruksi anoda, katode, proton, exchange membran (PEM), dan rangkaian listrik luar. Anoda dikondisikan di lingkungan yang mana bakteri anaerob dan material organik yang dikonsumsinya ditempatkan. Pada anode, bahan bakar dioksidasi oleh mikroorganisme, sebagai bagian dari proses digestive maka bakteri akan menghasilkan ion positif (H+) dan electron (e-). Hal ini juga diketahui sebagai proses oksidasi. Elektron akan ditarik keluar dari larutan atau ditransfer menuju elektrode di anode.

Selanjutnya untuk mengalirkan elektron tersebut diperlukan rangkaian listrik luar dengan tahanan,

serta disambungkan dengan elektrode pada sisi katodenya.

Reaksi yang terjadi pada anode;

C6H12O6 + 6H2O 6 CO2 + 24 H++ 24 e- Pada katode kemudian akan terjadi reaksi reduksi yaitu kombinasi ion positif dan elektron dan oksigen akan membentuk air. Elektron dan ion positif berkumpul di katode bergabung dengan oksigen yang berasal dari udara.

Reaksi yang terjadi pada katode; 4H+ +4e- + O2 2H2O

Fungsi membran diyakini sangat diperlukan dalam operasi dari MFC. Dimana membran berfungsi sebagai elektrolit yang memainkan peran sebagai insulator electronic yang memungkinkan hanya ion positif yang dapat melaluinya.

(2)

I Nyoman Suprapta Winaya, Made Sucipta , A.A. Krisna Wira Putra /Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April 2011 (57-63)

Sebagai sebuah peralatan sistem bio-electrochemical, peran bakteri–bakteri yang dapat mengkonsumsi material organik dan menghasilkan elektron dan proton menjadi penting. Diantara bakteri – bakteri tersebut diketahui ada yang memerlukan mediator dan tanpa mediator untuk menarik elektron yang dihasilkan dan meneruskannya ke elektrode.

Gambar 1.1 Skema Instalasi Keterangan Gambar :

1. Pompa udara. 2. Kotak plastik ( katode kontainer) 3. Kotak plastik (antode kontainer). 4. Lumpur bakteri Bentos 5. Kotak plastik berisi air pelepas bio gas. 6. Alat ukur multitester

7. Tahanan (resistor) R Ohm( ) 8. Jembatan Garam (PEM)

9. Elektrode dari (grafit baterai).

Penelitian tentang Microbial fuel cell yang selanjutnya disingkat MFC ini merupakan penelitian eksplorasi untuk pengembangan teori-teori dasar tentang MFC. Beberapa peneliti seperti (Hyonso, dkk. 2005) yang dalam penelitiannya tentang MFC menggunakan wastewater. (Yujie, dkk. 2008) dengan memanfaatkan limbah dari pabrik pembuatan bir. Serta (Liu and Logan, 2004) dengan peralatan yang sama tetapi menggunakan limbah rumah tangga dari sistem pengolahan limbah. Beberapa peneliti tersebut telah melaporkan keberhasilannya menghasilkan listrik dengan memanfaatkan bakteri tanpa mediator berbahan bakar material organik (karbohidrat, glukosa dll) yang terkandung didalam limbah. Hal ini nantinya diharapkan akan menjadi solusi dan harapan baru untuk mengatasi permasalahan dalam hal sanitasi dan pengelolaan limbah (wastewater) penduduk dan juga untuk mendapatkan listrik.

Dalam studi ini dilakukan usaha untuk mengembangkan MFC dengan memanfaatkan air

bilasan bagas serta dengan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat. Indonesia sebagai negara tropis yang kaya akan keragaman floranya kemungkinan masih banyak tanaman-tanaman yang dapat dimanfaatkan. Selain menggunakan air limbah rumah tangga dan buangan pabrik, beberapa tanaman air seperti, padi, tomat, lupin dan gangang juga dapat dimanfaatkan. Salah satu tanaman yang berpotensi diantaranya adalah tanaman tebu yang tumbuh subur disetiap pulau-pulau di Indonesia.

Tebu (sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Batang tebu yang sudah dipanen kemudian diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir. Dari proses pengolahan tebu tersebut akan dihasilkan gula sebanyak 5% serta bagas sebanyak 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air.

Dari air bilasan bagas kemungkinan masih mengandung karbohidrat, gula (glukosa) dan lemak. Dengan adanya kandungan nutrisi tersebut maka air bilasan bagas sangat berpotensi digunakan untuk media atau sumber makanan atau bahan bakar bagi bakteri pada microbial fuel cells.

Pada umumnya masalah yang dihadapi adalah kecilnya power density yang dihasilkan, sehingga masih perlu pengembangan dan penemuan penemuan baru di bidang teknologi MFC ini. Menurut (Gil, dkk. 2003) dalam teorinya untuk mengembangkan MFC dikatakan bahwa hal–hal yang berpengaruh pada pengembangan MFC yaitu;

1. Aktifitas bakteri dalam mengoksidasi substrat di anoda (fuel oxidation)

2. Perpindahan elektron dari sel microbial ke anoda 3. Ion positif trensfer dari anode ke katode yang

melalui membran khusus kation (ion positif diffusion)

4. Tahanan rangkaian yang digunakan untuk menghubungkan anode ke katode

5. Konsumsi oksigen di katode (oxygen diffusion) 6. Reaksi di katode (cathode reaktion)

7. Aliran bahan substrat yang tidak ideal (non ideal fuel flow).

2. MATERIALS AND METHOD

2.1. Konstruksi Dan Operasi Microbial Fuel Cell Gambar .1.1 menunjukkan schematic diagram microbial fuel cell (MFC) yang digunakan pada penelitian ini dimana kapasitas tangki reaktor masing-masing volumenya 2 liter pada kedua sisi terbuat dari plastik. Aliran udara di masukkan dengan

(3)

menggunakan pompa udara model E-303, merk : Boyu, buatan : Japan, tegangan : 220 Volt, frekuensi : 50 Hz, arus : 2,5 A, kapasistas : 3.5 L/min. Electrode menggunakan batang grafit (carbon) yang berbentuk silinder ( h = 45 mm, d = 8 mm.) diambil dari baterai dengan luas permukaan = 0,01125 m2 per batang. Jumlah batang grafit divariasikan 3, 6 dan 9 buah sama pada sisi anoda dan katoda. Membran dibuat berupa jembatan garam dengan melarutkan gelatin (konsentrasi 100g/l) dan garam (konsentrasi 400 gr/l) kedalam air yang dipanaskan kemudian dimasukkan didalam pipa pvc diameter 2 inchi dan 4 inchi.

2.2. Bagas

Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra

Bagas atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan bagas sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling Indriani dan Sumiarsih, (1992). Husin (2007) menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) bagas yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton Anonim, (2007), sehingga bagas yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari bagas tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari bagas tersebut belum dimanfaatkan

Bagas sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin.

Tabel 2. 1 Komposisi kimia bagas menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas

Kandungan Kadar (%) Abu Lignin Selulosa Sari Pentosan SiO2 3,82 22,09 37,65 1,81 27,97 3,01 2.3. Bakteri Sedimen

Komponen penting yang dibutuhkan didalam MFC adalah bakteri anaerob. Bakteri anaerob ini dapat ditemukan di daerah bentic, daerah ekologi pada bagian bawah pada badan air seperti laut atau danau, termasuk permukaan endapan dan beberapa lapisan sub-permukaan. Menurut Wikipedia (Wikipedia, daerah bentic) daerah bentic adalah lingkungan ecological bawah air (laut, danau, sungai) termasuk permukaan sediment dan lapisan-lapisan dibawahnya.

a)

b)

Gambar 2.1 a) Endapan lumpur/daerah bentic tempat organisme bentos hidup

b) Photo bakteri dilihat dari mikroskop pembesaran 400 kali

Organisme hidup didaerah ini juga termasuk adanya bakteri anaerob. Mereka umumnya hidup dalam hubungan tertutup dengan zat di bawahnya, banyak organisme secara permanen menetap di bawah lapisan dangkal dari soil living dalam air, adalah bagian yang utuh dari daerah bentic, yang sangat berpengaruh pada aktivitas biologi. Contohnya adalah lapisan kontak tanah termasuk pasir di dasar, batu yang muncul ke permukaan, koral dan lumpur teluk. Jenis bakteri anaerob yang diketahui ada

didalamnya adalah termasuk kedalam

Electrochemiclally Active Bacteria atau EAB yaitu bacteria yang mempunyai kemampuan mentransfer elektrón dari mengoksidasi substrat ke elektrode tanpa mediator. Sedangkan menurut (Gemma.R., dkk 2006) bakteri yang dominan hidup di anode pada MFC yang memanfaatkan bakteri yang diambil dari daerah bentic termasuk keluarga Geobacteraceae

(4)

I Nyoman Suprapta Winaya, Made Sucipta , A.A. Krisna Wira Putra /Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April 2011 (57-63)

yang termasuk golongan proteobacteria yaitu species bakteri yang punya kemampuan anaerobic respiration. Bakteri yang digunakan dalam penelitian diambil dari organisme hidup yang disebut bentos diambil didaerah bentic bendungan air sungai Badung, Suwung Denpasar Bali.

2.4. Analisis

Data yang digunakan merupakan hasil pembangkitan tegangan MFC selama penelitian, yang dicatat dengan menggunakan alat pencatat data (data aquisisi) satu chanel. Pencatatan dilakukan setiap menit dengan resistor external yang berubah dari (R) 1000 Ohm – 15000 Ohm. Selanjutnya alat tersebut dihubungkan dengan kabel ke personal computer melalui port LPT pada input output interfacenya. Kalibrasi dilakukan dengan mengukur tahanan yang dihasilkan pada input alat data aquisisi menggunakan digital multimeter (Refco CH-6285, Hitzkirch, Switzerland) sebelum proses pencatatan dilakukan. Data hasil penelitian dicatat dalam format program Excel di komputer dengan demikian penampilan grafik juga menggunakan software tersebut. Pengamatan dilakukan pada hari ke 7 - 9 dimana MFC telah menunjukkan tegangan 240 mV. Tegangan yang terukur kemudian dikonversi menjadi arus dengan hukum Ohms persamaannya

E = I RExt simbul E untuk tegangan sell agar tidak membingungkan dengan simbul dari satuannya (Volt) dan power density dihitung dengan persamaan P = Ext An MFC 2

R

A

E

dimana AAn luas permukaan anoda = 0.01125 m2 dan R

Ext adalah tahanan luar ( ). Pengambilan data dilakukan selama 5 jam setiap kali pengambilan data dilakukan, dan nilai rata-ratanya digunakan untuk memplot grafik hasil. Kemudian dengan metode kurva polarisasi dan kurva power density digunakan untuk menggambarkan unjuk kerja MFC berbahan bakar air bilasan bagas.

3. HASIL DAN ANALISA

Data dibagi menjadi dua kelompok data yaitu diameter 2 inhci dan 4 inhci dengan pemasangan 3, 6 dan 9 batang elektrode pada anoda dan katodanya dengan panjang membran (PEM) yang sama 10 cm pengoperasian dengan satu pompa udara. Kepadatan arus dihitung dan dibuatkan grafiknya terhadap tegangan sell dan power density pada tahanan luar yang berbeda untuk mendapatkan kurve polarisasi.

Gambar 3.1 Grafik fungsi tegangan sell yang dihasilkan terhadap tahanan.

Grafik pada gambar 3.1 PEM dengan diameter 2 inch dengan 3 batang grafit menghasilkan teganggan sel 6,03 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 17,32 mV, untuk 6 batang grafit menghasilkan teganggan sel 9,53 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 28,21 mV serta untuk 9 batang grafit menghasilkan teganggan sel 18,08 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 45,66 mV.

PEM dengan diameter 4 inch dengan 3 batang grafit menghasilkan teganggan sel 8,08 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 33,68 mV, untuk 6 batang grafit menghasilkan teganggan sel 13,22 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 48,10 mV, serta untuk 9 batang grafit menghasilkan teganggan sel 25,49 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 56,36 mV

Dapat simpulkan bahwa peningkatan tegangan sell berbanding lurus dengan peningkatan tahanan luar, tegangan sel terendah pada penggunaan 3 batang

Gambar 3.2 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan 3 batang

(5)

Gambar 3.2 l

42 cm2 pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dica

mW/cm2 dan arus sebesar 6,03 mA/cm

tegangan sel tertinggi 17,32 mV pada tahanan 15 K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1552,52 mW/cm arus sebesar 8,08 mA/cm

tertinggi 33,68 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing

tegangan sel 62,88%, arus 34,00 % dan density 79,63 %.

Gambar 3.3

84 cm2 pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1081,96 mW/cm2 dan arus sebesar 9,53 mA/cm

tegangan sel tertinggi 28,21 mV pada tahanan 15K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi di

arus sebesar 13,28 mA/cm

tertinggi 48,10 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing

tegangan sel 70,51%, arus 39,35 % dan density 94,14%

Gambar 3.3 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan 6 batang

grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch

Gambar 3.

dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch

Gambar 3.4

126 cm2 pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dic

Gambar 3.2 luasan 3 grafit yaitu 14 cm pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dica

dan arus sebesar 6,03 mA/cm

tegangan sel tertinggi 17,32 mV pada tahanan 15 K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1552,52 mW/cm arus sebesar 8,08 mA/cm

tertinggi 33,68 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing-masing sebagai berikut : tegangan sel 62,88%, arus 34,00 % dan

79,63 %.

Gambar 3.3 luasan 6 grafit yaitu 14 cm pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1081,96

dan arus sebesar 9,53 mA/cm

tegangan sel tertinggi 28,21 mV pada tahanan 15K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 2100,56 mW/cm arus sebesar 13,28 mA/cm

tertinggi 48,10 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing-masing sebagai berikut : tegangan sel 70,51%, arus 39,35 % dan

94,14%

Gambar 3.3 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan 6 batang

grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch

Gambar 3.4 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan

grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch Gambar 3.4 luasan 9 grafit yaitu 14 cm

pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dic

uasan 3 grafit yaitu 14 cm pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 864,30

dan arus sebesar 6,03 mA/cm

tegangan sel tertinggi 17,32 mV pada tahanan 15 K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1552,52 mW/cm arus sebesar 8,08 mA/cm2 sedangkan tegang tertinggi 33,68 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : tegangan sel 62,88%, arus 34,00 % dan

luasan 6 grafit yaitu 14 cm pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1081,96

dan arus sebesar 9,53 mA/cm

tegangan sel tertinggi 28,21 mV pada tahanan 15K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk

capai sebesar 2100,56 mW/cm arus sebesar 13,28 mA/cm2 sedangkan tegangan sel tertinggi 48,10 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : tegangan sel 70,51%, arus 39,35 % dan

Gambar 3.3 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan 6 batang

grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch

Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan

grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch luasan 9 grafit yaitu 14 cm pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 2595,29

uasan 3 grafit yaitu 14 cm2 x 3 = pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k pai sebesar 864,30 dan arus sebesar 6,03 mA/cm2 sedangkan tegangan sel tertinggi 17,32 mV pada tahanan 15 K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1552,52 mW/cm2 dan sedangkan tegangan sel tertinggi 33,68 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : tegangan sel 62,88%, arus 34,00 % dan power luasan 6 grafit yaitu 14 cm2 x 6 = pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1081,96

dan arus sebesar 9,53 mA/cm2 sedangkan tegangan sel tertinggi 28,21 mV pada tahanan 15K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk capai sebesar 2100,56 mW/cm2 dan sedangkan tegangan sel tertinggi 48,10 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : tegangan sel 70,51%, arus 39,35 % dan power

Gambar 3.3 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan 6 batang

grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch

Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan 9 batang

grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch luasan 9 grafit yaitu 14 cm2 x 6 = pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k apai sebesar 2595,29

x 3 = pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k pai sebesar 864,30 sedangkan tegangan sel tertinggi 17,32 mV pada tahanan 15 K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk dan an sel tertinggi 33,68 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : power x 6 = pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 1081,96

sedangkan tegangan sel tertinggi 28,21 mV pada tahanan 15K Ohm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk dan sedangkan tegangan sel tertinggi 48,10 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : power

x 6 = pada diameter PEM 2 inch tahanan luar 1k apai sebesar 2595,29

mW/cm2

tegangan sel tertinggi 45,66 mV pada tahanan 15 K Ohm , pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 5155,66 mW/cm arus sebesar 25,49 mA/cm

tertinggi 56,35 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing

tegangan sel 23,41 %, arus 40,82 % dan density 98,65 %

3.1. EFEK

Kecendrungan bahwa besaran

nilainya meningkat dengan adanya peningkatan luasan permukaan elektrode. Seperti diketahui bahwa luasan permukaan elektrode berarti menyediakan luasan yang lebih besar untuk tempat kontak bakteri mentransfer elektro

terhadap

normalisasi produksi power dilakukan terhadap luasan anoda pers.2.4 (Logan 2008). Pencapaian nilai optimumnya berbeda pada perlakuan pengoperasian pompa udara atau aerasi p katode dan dimeter PEM yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tidak selalu hanya luas permukaan anoda saja yang mempengaruhi produksi power ada hal

tersebut dikuatkan oleh pernyataan (Cheng dkk. 2006) yaitu untuk sy

permukaan anoda yang relatif jauh lebih besar dari luasan katodanya maka akan lebih baik untuk menormalisasi produksi power dengan luasan katodanya.

Gambar

permukaan elektrode terhadap power densit untuk diameter PEM 2 inch dan diameter PEM 4 inch. 3.2 EFEK

Salah satu

mengetahui tahanan dalam adalah dengan metode 2

dan arus sebesar 25,49 mA/cm

tegangan sel tertinggi 45,66 mV pada tahanan 15 K Ohm , pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 5155,66 mW/cm arus sebesar 25,49 mA/cm

tertinggi 56,35 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing

tegangan sel 23,41 %, arus 40,82 % dan 98,65 %

FEK LUASAN ELEKTRODE Kecendrungan bahwa besaran

nilainya meningkat dengan adanya peningkatan luasan permukaan elektrode. Seperti diketahui bahwa luasan permukaan elektrode berarti menyediakan luasan yang lebih besar untuk tempat kontak bakteri mentransfer elektron ke elektroda memberikan efek terhadap power density

normalisasi produksi power dilakukan terhadap luasan anoda pers.2.4 (Logan 2008). Pencapaian nilai optimumnya berbeda pada perlakuan pengoperasian pompa udara atau aerasi p katode dan dimeter PEM yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tidak selalu hanya luas permukaan anoda saja yang mempengaruhi produksi power ada hal-hal lain yang mempengaruhi. Alasan tersebut dikuatkan oleh pernyataan (Cheng dkk. 2006) yaitu untuk system yang menggunakan luas permukaan anoda yang relatif jauh lebih besar dari luasan katodanya maka akan lebih baik untuk menormalisasi produksi power dengan luasan katodanya.

Gambar 3.5. Grafik hubungan antara luasan permukaan elektrode terhadap power densit untuk

diameter PEM 2 inch dan diameter PEM 4 inch. EFEK DIAMETER

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tahanan dalam adalah dengan metode

dan arus sebesar 25,49 mA/cm

tegangan sel tertinggi 45,66 mV pada tahanan 15 K Ohm , pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 5155,66 mW/cm arus sebesar 25,49 mA/cm2 sedangkan

tertinggi 56,35 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing-masing sebagai berikut : tegangan sel 23,41 %, arus 40,82 % dan

LUASAN ELEKTRODE Kecendrungan bahwa besaran

nilainya meningkat dengan adanya peningkatan luasan permukaan elektrode. Seperti diketahui bahwa luasan permukaan elektrode berarti menyediakan luasan yang lebih besar untuk tempat kontak bakteri n ke elektroda memberikan efek power density yang dihasilkan untuk itulah normalisasi produksi power dilakukan terhadap luasan anoda pers.2.4 (Logan 2008). Pencapaian nilai optimumnya berbeda pada perlakuan pengoperasian pompa udara atau aerasi p katode dan dimeter PEM yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tidak selalu hanya luas permukaan anoda saja yang mempengaruhi produksi hal lain yang mempengaruhi. Alasan tersebut dikuatkan oleh pernyataan (Cheng dkk. stem yang menggunakan luas permukaan anoda yang relatif jauh lebih besar dari luasan katodanya maka akan lebih baik untuk menormalisasi produksi power dengan luasan

Grafik hubungan antara luasan permukaan elektrode terhadap power densit untuk

diameter PEM 2 inch dan diameter PEM 4 inch. IAMETER PEM

metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tahanan dalam adalah dengan metode dan arus sebesar 25,49 mA/cm2 sedangkan tegangan sel tertinggi 45,66 mV pada tahanan 15 K Ohm , pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar 5155,66 mW/cm2 dan sedangkan tegangan sel tertinggi 56,35 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : tegangan sel 23,41 %, arus 40,82 % dan power

LUASAN ELEKTRODE

Kecendrungan bahwa besaran power density nilainya meningkat dengan adanya peningkatan luasan permukaan elektrode. Seperti diketahui bahwa luasan permukaan elektrode berarti menyediakan luasan yang lebih besar untuk tempat kontak bakteri n ke elektroda memberikan efek yang dihasilkan untuk itulah normalisasi produksi power dilakukan terhadap luasan anoda pers.2.4 (Logan 2008). Pencapaian nilai optimumnya berbeda pada perlakuan pengoperasian pompa udara atau aerasi paksa di katode dan dimeter PEM yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tidak selalu hanya luas permukaan anoda saja yang mempengaruhi produksi hal lain yang mempengaruhi. Alasan tersebut dikuatkan oleh pernyataan (Cheng dkk. stem yang menggunakan luas permukaan anoda yang relatif jauh lebih besar dari luasan katodanya maka akan lebih baik untuk menormalisasi produksi power dengan luasan

Grafik hubungan antara luasan permukaan elektrode terhadap power densit untuk

diameter PEM 2 inch dan diameter PEM 4 inch.

metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tahanan dalam adalah dengan metode sedangkan tegangan sel tertinggi 45,66 mV pada tahanan 15 K Ohm , pada PEM 4 inch tahanan luar 1k Ohm untuk dan tegangan sel tertinggi 56,35 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 masing sebagai berikut : power

power density nilainya meningkat dengan adanya peningkatan luasan permukaan elektrode. Seperti diketahui bahwa luasan permukaan elektrode berarti menyediakan luasan yang lebih besar untuk tempat kontak bakteri n ke elektroda memberikan efek yang dihasilkan untuk itulah normalisasi produksi power dilakukan terhadap luasan anoda pers.2.4 (Logan 2008). Pencapaian nilai optimumnya berbeda pada perlakuan aksa di katode dan dimeter PEM yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tidak selalu hanya luas permukaan anoda saja yang mempengaruhi produksi hal lain yang mempengaruhi. Alasan tersebut dikuatkan oleh pernyataan (Cheng dkk. stem yang menggunakan luas permukaan anoda yang relatif jauh lebih besar dari luasan katodanya maka akan lebih baik untuk menormalisasi produksi power dengan luasan

Grafik hubungan antara luasan permukaan elektrode terhadap power densit untuk

metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tahanan dalam adalah dengan metode

(6)

I Nyoman Suprapta Winaya, Made Sucipta , A.A. Krisna Wira Putra /Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April 2011 (57-63)

puncak power density. Bahwa daya maksimum terjadi pada titik di mana tahanan dalam sama dengan tahanan luar. Dengan demiakian, kita dapat mengidentifikasi tahanan dalam dengan mencatat tahanan eksternal dalam memproduksi keluaran daya puncak. Sebagai contoh dapat di plot dari gambar 4.3 pada tahanan luarnya adalah sebesar 1000 Ohm dan tahanan dalamnya 1000 Ohm. Pada diameter PEM 2 inch, puncak power density dicapai pada elektrode dengan luasan 126 cm2 dengan menghasilkan power density 2595,29 mW/cm2 pada kerapatan arus 18,08 mA/cm2 dengan tegangan sel 18,08 mV sedangkan dengan diameter PEM 4 inch diperoleh puncak power density adalah 5155,66 mW/cm2 pada kerapatan arus 25,49 mA/cm2 serta tengangan sel 25,49 mV, jadi dengan pengurangan PEM (jembatan garam) dengan diameter 2 inch dengan diameter 4 inch dapat meningkatkan power density.

Tabel 3.1 Perbandingan kinerja beberapa MFC 4. KESIMPULAN

Pada studi ini dengan menggunakan metode kurva polarisasi untuk mengoptimasi rancangan MFC, menunjukkan hasil bahwa ;

1. Air bilasan bagas dapat digunakan untuk bahan bakar MFC dengan memanfaatkan bakteri yang diambil dari organisme hidup yang disebut bentos diambil didaerah bentic bendungan air sungai Badung, Suwung Denpasar Bali.

2. Kondisi optimal MFC tipe H berbahan bakar air bilasan bagas ini menghasilkan power density sebesar 550 mW/m2. Hasil ini mendekati hasil MFC dengan bahan bakar sewage sludge 788 mW/m2 dan lebih tinggi dari MFC continous operation dengan bahan bakar enriched microbial consortium yang menghasilkan power density 560 mW/m2.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ; 1.Prof. Dr. Ir.I Gusti Bagus Wijaya Kusuma 2. Prof. Dr. Tjokorda Gde Tirta Nindhia, ST., MT. 3. Made Ery Arsana, ST., MT.

atas diskusi yang bermanfaat dan membantu dalam penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

1. Bruce E.Logan. (2007). Microbial Fuel Cells. The Pennsylvania State University. A. John Willey & Sons, Inc., Publication. ISBN 978-0-470-23948

2. Byung Hong Kim, In Seop Chang, Geoffrey M. Gadd, (2007). Challenges In Microbial Fuel Cells Development And Operation. Appl Microbiol Biotechnol Springger-Verlag, 76:485-494. 3. Booki Min, Shaoan Cheng, Bruce E.Logan.

(2005). Electricity Ggeneration Using Membrane And Salt Bridge Microbial Fuel Cells. Scient direct, water research, 39: 1675-1686.

4. Chang In Seop, Hyonsoo Moon, Orianna Bretschger, Jae Kyung Jang, Hoil Park, Kenneth

H, Nealson and Byung Hong Kim.

Electrochemically Active Bacteria (EAB) And Meditiator-Less Microbial Fuel Cells. (2006). J.Microbial Biotechnol, 16(2). 163-177.

5. Daniel R Bond and Derek R. Lovley. (2003). Electricity Production By Geobacter Sulfurreducens Attached To Electrodes. Applied And Environmental Microbiology Mart. P. 1548-1555 vol. 69, No.3.

6. Derek R Lovley, (2003). The Microbe Electric: Conversion Of Organic Matter To Electricity. Vol 19. Issue 6, ISSN 0958-1669.

7. Geun-Cheol Gil, In-Seop Chang, Byong Hong Kim, Mia Kim, Jae-Kyung Jang, Hyung Soo Park, Hyoong Joo Kim. Operational Parameters Affecting The Performancce Of A Mediator-Less Microbial Fuel Cells. (2003). Science Direct Biosensors and Bioelectronics 18: 327-334. 8. Gemma Reguera, Kelly P. Nevin, Julie S. Nicoll.

Sean F. Covalla, Trevor L. Woodard, And Derek R. Lovley. (2006). Biofilm and Nanowire Production Leads To Increased Current In Geobacter Sulfrurreducens Fuel Cells.Applied & Environmental Microbiology, Nov, P. 7345-7348 Vol. 72, No. 11.

9. Hyonsoo Moon 1, In Seop Chang, Byung Hong Kim, (2006). Continuous Electricity Production From Artificial Wastewater Using A Mediator-Less Microbial Fuel Cell. Science Direct. Bioresource Technology, 97:621-627

10. Hong Liu, Ramanathan, Ramnarayanan and Bruce E. Logan. (2004). Production Of Electricity During Wastewater Treathment Using A Single Chamber Microbial Fuel Cell. Environ. Sci. Technol, 38: 2281-2285.

Biocatalyst operation Mode of mediator Anode mediator Cathode Pwr density

(mW/m2) References

Enriched microbial

consortium Continous None None 560 Hyunsoo et al. Enriched microbial

consortium Batch None None 8.3 Kim et al. (2004) Shewanella

putrefaciens Batch None None 0.32 Kim et al. (2002) Geobacter

sulfureducens Batch None Yes 16

Bond and Lovley (2003) Rhodoferax

ferrireducens Batch None Yes 8.2

Chaudhuri and Lovley (2003) Enriched microbial

consortium Batch None Yes 3600

Rabaey et al. (2003) Sewage sludge Batch Yes Yes 788 Park and Zeikus

(2003) Rinse water Bagas

Batch None None 550 Penelitian Sekarang

(7)

11. Jae Kyung Jang, The Hai Pham, In Seop Chang, Kyu Hyun Kang, Hyunsoo Moon, Kyung Suk Cho, Byung Hong Kim. (2004). Construction And Operation Of A Novel Mediator and Membrane-Less Microbial Fuel Cell. Science Direct, Process Biochemistry, 39: 1007-1012. 12. Pham, The Hai, Jae Kyung Jang, In Seop Chang,

And Byung Hong Kim. (2004). Improvement Of Cathode Reaction Of A Mediator Less Microbial Fuel Cell. Science Direct. Bioresource Technology, 14(2), 324-329.

13. Sharon B. Velasquez-Orta, Tom P. Curtis, Bruce E Logan. (2009). Energy From Algae Using Microbial Fuel Cells. Article Published Online In

Wiley Interscience

(www.interscience.wiley.com). DOI 10. 1002/bit. 22346.

14. Make a Microbial Fuel Cells (MFC) – Part 1. http://www.instructables.com/id/Simple-Algae-

Home-CO2-Scrubber-Part-III-An-Algae/(download Nov 2009).

15. Yujie Feng, Xin Wang, Bruce E.Logan, He Lee. (2008). Brewery Wastewater Treatment Using Air Cathode Microbial Fuel Cells. Springer-Verlag. Appl Microbiol Biotechnol, 78: 873-880.

Gambar

Gambar 1.1 Skema Instalasi  Keterangan Gambar :
Tabel 2. 1  Komposisi  kimia  bagas  menurut  Husin  (2007) hasil analisis serat bagas
Gambar 3.1   Grafik  fungsi  tegangan  sell  yang  dihasilkan terhadap tahanan.
Tabel 3.1 Perbandingan kinerja beberapa MFC  4.   KESIMPULAN

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, apabila ingin penurunan COD yang tinggi maka menggunakan debit yang rendah akan tetapi produksi listrik