• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN REDUKSI KANDUNGAN LOGAM BERAT (Fe, Cu, dan Pb) PADA PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT. Oleh DENI SETIAWAN F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN REDUKSI KANDUNGAN LOGAM BERAT (Fe, Cu, dan Pb) PADA PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT. Oleh DENI SETIAWAN F"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN REDUKSI KANDUNGAN LOGAM BERAT (Fe, Cu, dan Pb) PADA PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT

Oleh

DENI SETIAWAN F34051961

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DESAIN REDUKSI KANDUNGAN LOGAM BERAT (Fe, Cu, dan Pb) PADA PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DENI SETIAWAN F34051961

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Deni Setiawan. F34051961. Desain Reduksi Kandungan Logam Berat pada Pemurnian Minyak Kelapa Sawit. Di bawah bimbingan Nastiti Siswi Indrasti.

RINGKASAN

Minyak kelapa sawit pada kenyataannya mengandung logam berat. Logam berat pada minyak kelapa sawit berasal dari tanah dan kontaminasi mesin saat proses ekstraksi. Kandungan logam berat pada minyak kelapa sawit dapat merugikan kesehatan dan mengakibatkan kerusakan pada produk minyak kelapa sawit. Kandungan logam berat pada minyak kelapa sawit harus memenuhi standar yaitu kandungan besi (Fe) minimal 1,5 mg/kg (SNI 01-3741-1995), dan kandungan tembaga (Cu) dan timbal (Pb) minimal 0,1 mg/kg (SNI 01-3741-2002). Kandungan logam berat pada minyak kelapa sawit tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan tetapi dapat direduksi pada saat proses pemurnian.

Proses pemurnian minyak sawit yang sudah dilakukan yaitu degumming, netralisasi, bleaching, dan deodorisasi. Dari proses-proses pemurnian tersebut, proses yang diduga berpengaruh terhadap kandungan logam berat dalam minyak yaitu degumming dan bleaching. Proses degumming menggunakan asam yang berfungsi sebagai pengikat getah dan logam. Proses bleaching menggunakan bentonit yang berfungsi sebagai pengikat pigmen warna dan logam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar asam sitrat dan asam fosfat yang ditambahkan pada proses degumming, serta kadar bentonit yang ditambahkan pada proses bleaching terhadap kandungan logam berat (Fe, Cu, dan Pb) pada minyak kelapa sawit.

Faktor-faktor yang dipelajari pada penelitian ini yaitu jenis asam yang ditambahkan saat degumming, banyak asam yang ditambahkan saat degumming, serta banyak bentonit yang ditambahkan saat bleaching. Banyak asam yang ditambahkan saat degumming yaitu 0,05, 0,125 dan 0,2%. Jenis asam yang ditambahkan saat proses degumming yaitu asam sitrat dan asam fosfat. Banyak bentonit yang ditambahkan saat bleaching yaitu 0,8, 1,4, dan 2,0%.

Hasil penelitian menunjukkan jenis asam yang digunakan pada saat degumming berpengaruh nyata terhadap kandungan Fe, Cu dan Pb. Sampel minyak yang ditambahkan asam sitrat mempunyai kandungan Fe dan Cu yang lebih kecil dibandingkan sampel minyak yang ditambahkan asam fosfat. Sampel minyak yang ditambahkan asam fosfat mempunyai kandungan Pb yang lebih kecil dibandingkan sampel minyak yang ditambahkan asam sitrat. Asam sitrat lebih efektif dibandingkan asam fosfat terhadap penurunan kandungan Fe dan Cu karena asam sitrat dapat larut dalam minyak sehingga mempunyai peluang yang lebih besar untuk bereaksi dengan logam membentuk kompleks logam.

Kandungan Fe pada minyak dengan penambahan asam fosfat antara 0,630 hingga 2,083 mg/kg dengan nilai rata-rata 1,062 mg/kg sedangkan pada minyak yang ditambahkan asam sitrat antara 0,027 hingga 1,308 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,356 mg/kg. Kandungan Cu pada minyak dengan penambahan asam fosfat berkisar antara 0,058 hingga 0,328 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,189 mg/kg

(4)

sedangkan pada minyak yang ditambahkan asam sitrat berkisar antara 0,032 hingga 0,064 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,045 mg/kg. Kandungan timbal pada minyak dengan penambahan asam fosfat antara 0,050 hingga 0,123 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,076 mg/kg sedangkan pada minyak yang ditambahkan asam sitrat antara 0,069 hingga 0,158 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,112 mg/kg.

Banyaknya asam yang ditambahkan pada saat degumming pada taraf 0,05 hingga 0,2% tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Fe, Cu, dan Pb pada sampel. Banyaknya bentonit yang ditambahkan pada saat bleaching pada taraf 0,8 hingga 2,0% tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Fe, Cu, dan Pb pada sampel. Pada taraf tersebut diduga perbedaan banyaknya asam dan bentonit yang ditambahkan terlalu kecil sehingga tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap kandungan Fe, Cu, dan Pb.

(5)

Deni Setiawan. F34051961. Design of Heavy Metals Traces Reduction in Palm Oil Refinery. Under supervision by Nastiti Siswi Indrasti.

SUMMARY

In the fact, palm oil contains heavy metals. Heavy metals traces in palm oil come from soil and extraction machine contamination. Heavy metals traces in palm oil can be harmful for human health and cause damage to palm oil products. Heavy metals traces must be complied with standard that are minimum contain of iron (Fe) 1.5 mg/kg (SNI 01-3741-1995), and minimum contain of copper (Cu) and lead (Pb) 0.1 mg/kg (SNI 01-3741-2002). Heavy metals traces in palm oil can not be totally removed but can be reduced by refinery process.

Palm oil refinery processes that have been accomplished are degumming, neutralizing, bleaching, and deodorizing. Among those refinery processes, the following processes which have estimated have effect to heavy metals traces in palm oil are degumming and bleaching. Degumming uses acid as gums and metals binder. Bleaching uses bentonite as color pigments and metals adsorbent.

The main purposes of this research were to understand the impact of citrate acid contents and phosphoric acid contents (that were be added in degumming process) and bentonite contents (that were added in bleaching process) toward heavy metals traces (Fe, Cu, and Pb) in palm oil.

Treatments in this research were acids which were added during degumming, concentrations of acid which were added during degumming, and concentrations of bentonite which were added during bleaching. The acids which were added during degumming, were citric acid and phosphoric acid. The acid concentrations which were added during degumming, were 0.05, 0.125, and 0.2%. The bentonite concentrations which were added during bleaching, were 0.8, 1.4, and 2.0%.

The result of this research indicated that kind of acid were added during degumming had significant effect to Fe, Cu and Pb traces in palm oil samples. The palm oil samples which were added by citric acid had less Fe and Cu traces if they were compared to the oil samples which ware added by phosphoric acid. The palm oil samples which were added by phosphoric acid had less Pb traces if they were compared to the oil samples which ware added by citric acid. Citric acid was more effective than phosphoric acid to reduce Fe and Cu traces because citric acid could be soluble in oil. With the result, citric acid had more opportunity to react with metals to produce metal complex.

Palm oil samples that were added by phosphoric acid contained iron between 0.630 to 2.083 mg/kg with average value 1.062 mg/kg whereas palm oil samples that were added by citric acid contained iron between 0.027 to 1.308 mg/kg with average value 0.356 mg/kg. Palm oil samples that were added by phosphoric acid contained copper between 0.058 to 0.328 mg/kg with average value 0.189 mg/kg whereas palm oil samples that were added by citric acid contained copper between 0.032 to 0.064 mg/kg with average value 0.045 mg/kg.

(6)

Palm oil samples that were added by phosphoric acid contained lead between 0.050 to 0.123 mg/kg with average value 0.076 mg/kg whereas palm oil samples that were added by citric acid contained lead between 0.069 to 0.158 mg/kg with average value 0.112 mg/kg.

Acid concentrations that were added in degumming at level 0.05% to 0.2% did not give significant effect to Fe, Cu, and Pb traces in the samples. Bentonite concentrations that was added in bleaching at level 0.8% to 2.0% did not give significant effect to Fe, Cu, and Pb traces in the samples. At these concentrations, the range of acid concentrations and bentonite concentrations were too close. Therefore the result did not give significant effect to Fe, Cu, and Pb traces.

(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DESAIN REDUKSI KANDUNGAN LOGAM BERAT (Fe, Cu, dan Pb) PADA PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DENI SETIAWAN F34051961

Dilahirkan pada tanggal 28 September 1987 Di Cianjur

Tanggal Lulus : November 2009

Bogor, November 2009 Menyetujui,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Dosen Pembimbing

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Desain Reduksi Kandungan Logam Berat (Fe, Cu, dan Pb) pada Pemurnian Minyak Kelapa Sawit” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukkan rujukannya.

Bogor, 28 September 2009 Yang membuat pernyataan,

Deni Setiawan F34051961

(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 28 September 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Dedi Jumadi dan Nia Kurniasih. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SD Negeri 1 Cibarengkok pada tahun 1993 dan dilanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bojongpicung pada tahun 1999, serta SMA Negeri 1 Ciranjang pada tahun 2002.

Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB. Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi, yaitu sebagai staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, BEM F pada tahun 2006 dan staf Departemen Industri, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2007.

Pada tahun 2008, penulis melaksanakan kegiatan praktek lapang di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Tangerang dengan judul “Mempelajari Aspek Penanganan Limbah Biodiesel di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi - BPPT PUSPIPTEK Serpong”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul skripsi “Desain Reduksi Kandungan Logam Berat (Fe, Cu, dan Pb) pada Pemurnian Minyak Kelapa Sawit”.

(10)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi yang berjudul “Reduksi Kandungan Logam Berat (Fe, Cu, dan Pb) pada Pemurnian Minyak Kelapa Sawit”. Saat penelitian serta penyusunan skripsi ini, penulis banyak belajar arti penting sebuah keikhlasan, kebersamaan, persahabatan, dan kerja keras. Penulis yakin hal tersebut tidak datang dengan sendirinya, melainkan atas hidayah dan inayah dari Allah SWT untuk menjadikan penulis sebagai muslim lebih baik.

Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrastri selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat kepada penulis.

2. Ibunda Nia kurniasih, Ayahanda Dedi Jumadi, Adinda Euis Andini, serta keluarga besar tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ono Suparno, STP. MT. dan Bapak Andes Ismayana, STP. MT. selaku Dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

4. Angga Yuhistira, S.TP atas saran dan masukannya kepada penulis. 5. Dosen-dosen TIN atas bimbingannya selama masa studi di TIN 6. Seluruh staf dan laboran TIN atas bantuan selama penelitian. 7. Rekan-rekan TIN 42 atas kekeluargaan dan persahabatannya.

8. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis saat penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

(11)

ii Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembacanya.

Bogor, 28 September 2009

(12)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………...…... iii

DAFTAR TABEL……….. v

DAFTAR GAMBAR………... vi

DAFTAR LAMPIRAN……….……. vii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Tujuan………... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA………... 3

A. Minyak Kelapa Sawit………... 3

B. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit...……….. 6

1. Penghilangan Getah (Degumming)………. 6

2. Netralisasi………... 9 3. Pemucatan (Bleaching)……….. 11 C. Logam Berat………... 13 1. Besi (Fe)………. 15 2. Tembaga (Cu)………. 16 3. Timbal (Pb)………. 17 III. METODOLOGI………...………... 18

A. Bahan dan Alat………... 18

B. Metode...………... 18

1. Uji Pendahuluan………..………... 18

2. Penelitian Utama………... 19

(13)

iv Halaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 22

A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar…………... 22

B. Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit…………... 23

1. Penghilangan Getah (Degumming)………...….. 23

2. Netralisasi………... 23

3. Pemucatan (Bleaching)………... 24

C. Kandungan Logam Berat……… 25

1. Besi (Fe)………. 25

2. Tembaga (Cu)………. 28

3. Timbal (Pb)………. 31

D. Aplikasi Perbaikan Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit……… 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 35

A. Kesimpulan………... 35

B. Saran………... 36

DAFTAR PUSTAKA………. 37

(14)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Trigliserida dalam Minyak Kelapa Sawit.……….... 4

Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Trigliserida Penyusun Minyak Kelapa Sawit... 4

Tabel 3. Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit Kasar Menurut SNI 01-2901-2006………...……. 5

Tabel 4. Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 01-3741-2002... 5

Tabel 5. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar yang Digunakan... 22

(15)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia dan

Produsen Lain dari Tahun 2003 sampai 2007………... 1

Gambar 2. Buah Kelapa Sawit …... 3

Gambar 3. Struktur Kimia Beberapa Fosfolipid... 7

Gambar 4. Struktur Molekul Asam Fosfat... 8

Gambar 5. Struktur Molekul Asam Sitrat... 9

Gambar 6. Reaksi Pengkelatan Logam oleh Asam Sitrat... 9

Gambar 7. Reaksi Hidrolisis Trigliserida... 10

Gambar 8. Reaksi Penyabunan Asam Lemak Bebas dengan NaOH... 10

Gambar 9. Struktur Kimia Beberapa Karoten... 11

Gambar 10. Mekanisme Reaksi Oksidasi Minyak... 13

Gambar 11. Jalur Cemaran Logam Berat Melalui Rantai Makanan……. 14

Gambar 12. Struktur Molekul Besi (III) Sitrat Trihidrat……….... 16

Gambar 13. Struktur Molekul Tembaga Sitrat……….. 17

Gambar 14. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit……. 21

Gambar 15. Grafik Kandungan Besi Setiap Sampel……….. 26

Gambar 16. Reaksi Pengkelatan Besi (Fe) oleh Asam Sitrat………. 28

Gambar 17. Grafik Kandungan Tembaga Setiap Sampel……….….. 29

Gambar 18. Reaksi Pengkelatan Tembaga oleh Asam Sitrat………….… 31

(16)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Metode Pemurnian Minyak Kelapa Sawit ……... 41

Lampiran 2. Metode Analisis... 42

Lampiran 3. Data Rendemen Setiap Proses Pemurnian... 45

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Logam Berat...…... 47

Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Rendemen Setiap Proses Pemurnian... 50

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Kandungan Logam Berat Setiap Sampel……….…….. 51

Lampiran 7. Beberapa Standar Internasional Kandungan Logam Berat pada Minyak Kelapa Sawit………... 52

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Besi, Tembaga, dan Timbal pada Minyak Goreng Hasil Pemurnian di Industri………... 53

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guinneensis) merupakan tanaman penghasil minyak nabati. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) yang berwarna kuning, dan minyak inti kelapa sawit (Crude Palm Kernel Oil/CPKO). Produk CPO dan CPKO banyak digunakan oleh industri pangan yaitu sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, dan shortening.

Minyak kelapa sawit kasar merupakan komoditas unggulan Indonesia. Pada tahun 2007, Indonesia menempati urutan pertama tingkat produksi minyak kelapa sawit kasar di dunia yaitu 16,7 juta ton setelah melewati tingkat produksi Malaysia yaitu 15,82 juta ton. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia cenderung meningkat karena adanya program intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perbandingan produksi sawit tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia dan Produsen Lain

dari Tahun 2003 Sampai 2007 (Malaysian Palm Oil Council, 2008) Minyak kelapa sawit kasar pada kenyataannya mengandung logam berat. Kandungan logam berat tersebut berasal dari tanah (termasuk pupuk dan

(18)

2 pestisida) dan sisanya berasal dari mesin yang digunakan saat proses ekstraksi. Logam berat dapat menghalangi kerja enzim, mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, serta mempunyai sifat karsinogen bagi tubuh manusia. Selain itu, adanya logam berat pada minyak kelapa sawit juga menyebabkan reaksi oksidasi.

Kandungan logam berat dalam minyak goreng harus memenuhi standar mutu. Kandungan timbal dan tembaga yang diperbolehkan pada minyak goreng menurut SNI 01-3741-2002 masing-masing maksimal 0,1 mg/kg (Badan Standardisasi Nasional, 2002). Kandungan besi yang diperbolehkan pada minyak goreng menurut SNI 01-3741-1995 maksimal 1,5 mg/kg (Badan Standardisasi Nasional, 1995).

Proses pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan yaitu degumming, netralisasi, bleaching, dan deodorisasi. Proses degumming dilakukan untuk menghilangkan getah dalam minyak tersebut dengan menggunakan asam fosfat. Proses netralisasi dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak tersebut. Proses bleaching dilakukan untuk menghilangkan pigmen warna dalam minyak tersebut dengan menggunakan bentonit. Proses deodorisasi dilakukan untuk penghilangan bau pada minyak tersebut. Dari proses-proses pemurnian tersebut, proses yang diduga berpengaruh terhadap kandungan logam berat dalam minyak kelapa sawit yaitu degumming dan bleaching. Proses degumming menggunakan asam yang berfungsi sebagai pengikat getah dan logam. Proses bleaching menggunakan bentonit yang berfungsi sebagai adsorben pigmen warna dan logam.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam sitrat dan asam fosfat yang ditambahkan pada proses degumming, serta konsentrasi bentonit yang ditambahkan pada proses bleaching terhadap penurunan kandungan logam berat (besi, tembaga, dan timbal) pada minyak

(19)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati berupa minyak sawit kasar dan minyak inti sawit. CPO dan CPKO banyak digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, dan shortening (Sastrosayono, 2003). Minyak kelapa sawit kasar adalah minyak nabati berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses pengempaan (ekstraksi) daging buah tanaman Elaeis guinneensis (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Gambar buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Buah Kelapa Sawit (Malaysian Palm Oil Council, 2008) Minyak kelapa sawit kasar terdiri dari trigliserida, asam lemak, dan komponen-komponen non minyak. Minyak kelapa sawit mengandung 94 hingga 98% trigliserida (Obrien, 2009). Kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh penyusun trigliserida minyak sawit mempunyai proporsi yang hampir sama. Asam lemak jenuh pada minyak kelapa sawit terdiri dari asam palmitat (44%) dan asam stearat (4%), sedangkan asam lemak tidak jenuh terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (10%) (Gunstone, 2004). Komponen-komponen non minyak yang terkandung dalam minyak kelapa sawit yaitu karoten, tokoferol, sterol, fosfatida, triterpen, alifatik alkohol, dan logam berat. Dalam minyak kelapa sawit kasar, jumlah

(20)

4 komponen-komponen tersebut kurang dari 1%. Meskipun jumlahnya sedikit, komponen-komponen tersebut berpengaruh nyata terhadap kestabilan dan kemurnian minyak kelapa sawit (Shahidi, 2005). Minyak kelapa sawit mempunyai kandungan karoten sebanyak 500 hingga 700 ppm, dan vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) sebanyak 710 hingga 1140 ppm (Gunstone, 2004). Komposisi trigliserida dan asam lemak pada minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi trigliserida dalam minyak kelapa sawit

Trigliserida Jumlah (%) Tripalmitin 3 –5 Dipalmito – stearin 1 – 3 Oleo – miristopalmitin 0 – 5 Oleo – dipalmitin 21 – 43 Oleo - palmitostearin 10 – 11 Palmito – diolein 32 – 48 Stearo – diolein 0 – 6 Linoleo - diolein 3 – 12 Sumber : Ketaren (2005)

Tabel 2. Komposisi asam lemak penyusun minyak kelapa sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam miristat 1,1 – 2,5 Asam palmitat 40 – 46 Asam stearat 3,6 – 4,7 Asam oleat 30 – 45 Asam linoleat 7 – 11 Sumber : Ketaren (2005)

Minyak kelapa sawit kasar yang dijual kepada konsumen harus memenuhi beberapa kriteria sesuai SNI 01-2901-2006. Kriteria-kriteria tersebut yaitu warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan

(21)

5 yodium (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Kriteria-kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu minyak kelapa sawit kasar menurut SNI 01-2901-2006 Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu

Warna - Jingga

kemerah-merahan

Kadar air dan kotoran %, fraksi massa 0,5 maks

Asam lemak bebas

(sebagai asam palmitat) %, fraksi massa 0,5 maks

Bilangan Yodium g Yodium/100 g 50 - 55

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)

Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, dan telah melalui proses pemurnian (Badan Standardisasi Nasional, 2002). Syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-2002 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-2002

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

Keadaan Umum

Bau - Normal Normal

Rasa - Normal Normal

Warna - Putih kuning pucat sampai kuning

Kadar air % b/b maks 0,1 maks 0,3

Bilangan asam mg KOH/g maks 0,6 maks 2

Asam linolenat (C18:3) dalam komposisi asam lemak minyak % maks 2 maks 2 Cemaran logam

Timbal (Pb) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

Timah (Sn) mg/kg maks 40,0/250* maks 40,0/250*

Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05 maks 0,05

Tembaga (Cu) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

Cemaran arsen (As) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

Minyak pelikan ** negatif negatif

CATATAN * Dalam kemasan kaleng

CATATAN ** Minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa disabunkan

(22)

6 Ekstrak minyak kelapa sawit kasar yang berasal dari tandan buah segar, mengandung komponen yang tidak diinginkan. Komponen-komponen tersebut yaitu serat daging buah, air, asam lemak bebas, fosfolipid, logam berat, produk hasil oksidasi, dan zat yang menimbulkan bau. Oleh sebab itu, minyak kelapa sawit harus dimurnikan sebelum digunakan untuk konsumsi langsung maupun untuk formulasi produk makanan (Shahidi, 2005).

B. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit 1. Penghilangan Getah (Degumming)

Degumming adalah salah satu proses pemurnian minyak kelapa sawit untuk memisahkan getah atau lendir tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak tersebut. Getah atau lendir tersebut terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin. Biasanya proses degumming dilakukan dengan cara dehidratasi getah atau lendir supaya bahan tersebut mudah terpisah dari minyak (Ketaren, 2005).

Minyak kelapa sawit kasar mengandung fosfolipid. Fosfolipid pada minyak kasar berupa fosfotidilkolin, fosfatidiletanolamin, dan fosfatidilinositol (Shahidi, 2005). Fosfolipid atau lebih dikenal fosfatida, bersama dengan sedikit karbohidrat dan resin, merupakan komponen getah. Fosfatida berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas rendemen minyak hasil pemurnian. Fosfatida merupakan penghambat pemisahan minyak dan air pada proses pemurnian secara kimia. Fosfatida dapat menghambat kerja katalis, mengurangi umur simpan, dan menimbulkan bau pada minyak. Fosfatida terdiri dari polihidrik alkohol teresterifikasi oleh asam lemak dan asam fosfat.

Fosfatida berdasarkan kelarutan dalam air dapat dibedakan menjadi fosfatida terhidrasi dan fosfatida tidak terhidrasi. Fosfatida terhidrasi (fosfotidilkolin, fosfatidiletanolamin, dan fosfatidilinositol) dapat dipisahkan dari fase minyak dengan penambahan air. Fosfatida tidak terhidratasi (asam fosfatidik dan asam lisofosfatidik), dan garam-garam kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dapat dipisahkan dengan penambahan

(23)

7 larutan asam fosfat. Kandungan fosfatida pada minyak kelapa sawit kasar adalah sekitar 0,05 hingga 0,10% (Obrien, 2009). Struktur kimia fosfotidilkolin, fosfatidiletanolamin, dan fosfatidilinositol dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Beberapa Fosfolipid (Shahidi, 2005) Degumming dapat dilakukan dengan cara menambahkan air dan asam pada minyak kasar. Ketika air ditambahkan, sebagian besar fosfolipid terhidrasi, dan menjadi tidak larut dalam minyak. Air sebanyak 1 hingga 3% (v/v) dicampurkan dengan minyak kasar dengan cara pengadukan selama 15 hingga 30 menit pada suhu 50 hingga 70oC. Fosfolipid yang telah terhidrasi tersebut dapat dipisahkan dari minyak dengan cara pengendapan, penyaringan atau sentrifugasi. Sebanyak 80 hingga 95% dari total getah dapat dihilangkan dengan cara penambahan air.

Minyak kelapa sawit kasar biasanya mengandung 0,2 hingga 0,8% fosfolipid yang tidak terhidrasi seperti garam magnesium (Mg) dan kalsium

Fosfotidilkolin Fosfatidiletanolamin

Fosfatidilinositol

R1 dan R2 = C15-C17 Gugus alkil

(24)

8 (Ca) dari fosfolipid. Fosfolipid yang tidak terhidratasi ini tidak bisa dihilangkan dengan cara penambahan air. Metode degumming yang dilakukan untuk menghilangkan fosfolipid yang tidak terhidrasi yaitu dengan penambahan larutan asam fosfat pada suhu 70 hingga 90oC. Asam fosfat dapat mengkelat Ca dan Mg pada minyak tersebut sehingga fosfolipid yang tidak terhidrasi berubah menjadi bentuk fosfolipid yang terhidrasi, dan dapat terendapkan (Shahidi, 2005).

Asam karboksilat seperti asam sitrat, dan turunan asam fosfat (asam fosfat dan asam polifosfat) biasanya digunakan sebagai senyawa pengkelat. Turunan asam fosfat larut dalam air sedangkan asam sitrat dapat larut dalam minyak sehingga bisa mengkelat logam pada fase minyak. Aktivitas senyawa pengkelat dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi ion-ion logam yang dapat dikelat (Shahidi, 2005). Asam fosfat dan asam sitrat biasa digunakan pada proses degumming karena layak untuk makanan, dan dapat mengikat logam berat (Obrien, 2009).

Asam fosfat sebagai degumming agent sangat baik digunakan dalam proses pemurnian minyak kelapa sawit. Jika dosis asam fosfat yang digunakan terlalu tinggi, kandungan senyawa fosfat dalam minyak juga tinggi sehingga tidak bisa dihilangkan pada proses bleaching (Zschau, 1983 di dalam Sianturi, 1998). Dosis asam fosfat yang digunakan saat degumming adalah 0,05 hingga 0,2% (b/b) dari umpan minyak kelapa sawit kasar. Konsentrasi asam fosfat yang digunakan adalah 85% (Shahidi, 2005). Asam fosfat dapat berfungsi sebagai pengikat getah dan juga berfungsi sebagai senyawa pengkelat (Selfiawati, 2003). Struktur molekul asam fosfat dapat dilihat pada Gambar 4.

(25)

9 Asam sitrat ditambahkan sebagai degumming agent berfungsi sebagai pengurai fosfatida yang tidak terhidratasi (Obrien, 2009). Struktur molekul asam sitrat dapat dilihat pada gambar 5. Asam sitrat berfungsi sebagai penstabil dan pengawet minyak goreng dengan cara mengkelat logam yang dapat menurunkan kualitas minyak. Kandungan logam-logam tersebut dapat bertindak sebagai katalis dalam oksidasi minyak (Yuninda, 2008). Reaksi pengkelatan logam oleh asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Struktur Molekul Asam Sitrat (Caffarena, 2008)

Asam sitrat logam kompleks logam

Gambar 6. Reaksi Pengkelatan Logam oleh Asam Sitrat (Caffarena, 2008)

2. Netralisasi

Netralisasi adalah salah satu proses pemurnian minyak kelapa sawit untuk menghilangkan asam lemak bebas pada minyak tersebut. Netralisasi dilakukan dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan kaustik soda atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2005).

Asam lemak yang terkandung dalam minyak kelapa sawit berasal dari hasil reaksi hidrolisis trigliserida. Pada reaksi hidrolisis, minyak diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis terjadi karena terdapatnya sejumlah air pada minyak tersebut. Reaksi ini dapat

(26)

10 menyebabkan ketengikan yang menghasilkan rasa dan bau tengik pada minyak (Ketaren, 2005).

Gambar 7. Reaksi Hidrolisis Trigliserida (Ketaren, 2005)

Netralisasi dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak dengan kaustik soda (NaOH) sehingga membentuk sabun. Reaksi penyabunan dapat dilihat pada Gambar 8. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) biasa dilakukan dalam skala industri karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu, kaustik soda (NaOH) dapat membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah atau lendir dalam minyak (Ketaren, 2005).

Gambar 8. Reaksi Penyabunan Asam Lemak Bebas dengan NaOH (Ketaren, 2005)

Kaustik soda yang ditambahkan pada saat netralisasi harus sesuai dengan kandungan asam lemak bebas pada minyak tersebut. Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas dalam minyak (sebagai asam palmitat), dibutuhkan sebanyak 0,142 kg kaustik soda kristal (Ketaren, 2005). Konsentrasi kaustik soda yang digunakan pada pemurnian minyak

(27)

11 kelapa sawit sebesar 8%. Pada proses netralisasi perlu ditambahkan kaustik soda berlebih sebanyak 0,02% (Obrien, 2009).

3. Pemucatan (Bleaching)

Pemucatan adalah salah satu proses pemurnian minyak kelapa sawit untuk menghilangkan zat warna yang tidak diinginkan pada minyak tersebut (Ketaren, 2005). Minyak kelapa sawit kasar berwarna jingga kemerah-merahan. Warna tersebut disebabkan oleh kandungan karoten yang tinggi sekitar 500 hingga 700 ppm. Sebanyak 90% karoten pada minyak sawit terdiri dari α-karoten dan β-karoten (Shahidi, 2009). Struktur kimia beberapa karoten dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Struktur Kimia Beberapa Karoten (Shahidi, 2009) Menurut McClements (2008), pemucatan adalah proses untuk memisahkan sebagian pigmen yang tidak diinginkan dengan menggunakan pemucat, kemudian dipisahkan dari minyak dengan cara disaring. Tanah pemucat banyak digunakan karena sifatnya yang efektif dalam mengadsorpsi zat warna alami dan hasil degradasi zat warna tersebut, serta

(28)

12 dapat menguraikan peroksida yang terdapat dalam minyak. Hasil degradasi zat warna tersebut merupakan suspensi koloidal yang membuat minyak keruh. Tanah pemucat yang sebelumnya berwarna putih kelabu berubah menjadi hitam karena sifat penyerapan tersebut.

Bentonit diklasifikasikan sebagai tanah pemucat alami atau lebih dikenal dengan nama Fuller’s earth. Kapasitas adsorpsi tanah pemucat untuk mengadsorpsi zat warna dan logam dipengaruhi oleh struktur kisi-kisi molekul, struktur makropori, dan ukuran partikel. Tanah pemucat alami dapat mengabsorpsi pigmen dan zat-zat lain sebanyak 15% dari berat tanah pemucat tersebut, tetapi juga dapat menahan minyak sekitar 30% dari berat tanah pemucat tersebut. Tanah pemucat alami mempunyai kemampuan terbaik pada proses bleaching keadaan atmosferik (Obrien, 2009).

Pemucatan dapat dilakukan dengan cara adsorbsi, penambahan zat kimia, hidrogenasi, dan pemanasan. Proses pemucatan yang dilakukan secara adsorbsi menggunakan adsorben berupa bleaching earth, lempung aktif, arang aktif, maupun menggunakan bahan kimia. Adsorben yang sering digunakan adalah bleaching earth. Bleaching earth atau tanah pemucat merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama yang terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat, ion kalsium, magnesium oksida, dan besi oksida. Daya pemucatan bleaching earth disebabkan oleh ion Al3+ pada permukaan adsorben yang dapat mengadsorbsi partikel-partikel zat warna, daya pemucatan bleaching earth tersebut dipengaruhi oleh perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 di dalamnya. Bleaching earth yang digunakan tidak boleh terlalu kering karena jika terlalu kering maka daya kombinasinya dengan air telah hilang sehingga dapat mengurangi daya penyerapan terhadap zat warna. Daya adsorpsi terhadap zat warna lebih efektif jika adsorben tersebut mempunyai berat jenis rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus, dan pH adsorben mendekati pH netral (Ketaren, 2005).

Menurut Shahidi (2005), kadar bentonit yang digunakan saat proses bleaching adalah 0,8 hingga 2,0% dari minyak yang diumpankan. Proses bleaching dilakukan pada temperatur 95 hingga 110oC selama 30 menit.

(29)

13 C. Logam Berat

Kandungan logam berat pada minyak kelapa sawit berasal dari tanah tempat tanaman penghasil minyak itu tumbuh serta berasal dari kontaminasi mesin selama proses ekstraksi. Kandungan logam tersebut menyebabkan reaksi oksidasi yang menyebabkan perubahan warna, rasa, dan bau pada produk akhir. Ion logam, terutama besi dan tembaga, bereaksi dengan hidrogen peroksida menyebabkan reaksi oksidasi dan kerusakan pada minyak (Shahidi, 2005). Mekanisme reaksi oksidasi minyak dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Mekanisme Reaksi Oksidasi (Omaye, 2004)

Gambar 10 menunjukkan mekanisme reaksi oksidasi pada trigliserida yang mengandung rantai karbon tidak jenuh (R-H). Proses oksidasi ini terjadi dalam tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pelepasan hidrogen yang berasal dari rantai karbon tidak jenuh oleh inisiator radikal bebas membentuk rantai karbon yang radikal (R*). Inisiator radikal bebas ini dapat berupa logam, panas dan cahaya. Pada tahap propagasi, oksigen mengoksidasi rantai karbon yang radikal (R*) menghasilkan rantai karbon yang lebih radikal (ROO*). ROO* yang terbentuk dapat mengoksidasi rantai karbon tidak jenuh lain (R-H) sehingga menghasilkan rantai karbon radikal (R*) yang baru. Propagasi terus berlanjut sampai terbentuk hidroperoksida yang semi stabil (ROOH) dan rantai karbon radikal yang

(30)

14 terbentuk (R*) mengoksidasi antioksidan (T-H) seperti vitamin E (tahap terminasi) (Omaye, 2004).

Pengaruh negatif logam berat tidak selalu disebabkan oleh logam nonesensial saja, logam esensial juga dapat mengakibatkan pengaruh yang negatif baik toksisitasnya maupun difisiensi. Logam-logam yang termasuk golongan logam esensial yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil adalah Zn, Cu, Fe, Mn, Co, dan Se. Logam-logam ini bersifat toksik bagi tubuh jika jumlahnya berlebihan. Toksisitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, tetapi yang terutama adalah timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan detoksifikasi dan eksresi (hati dan ginjal). Beberapa logam mempunyai sifat karsinogenik (pembentuk kanker), maupun teratogenik (salah bentuk organ). Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia di antaranya melalui jalur rantai makanan seperti dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Jalur Cemaran Logam Berat (Darmono, 1995)

Penghilangan seluruh kandungan logam pada minyak tidak mungkin dilakukan, tetapi kandungan logam tersebut dapat diturunkan. Senyawa pengkelat seperti asam sitrat, fosfat dan polifosfat dapat menurunkan konsentrasi ion logam secara efektif (Shahidi, 2005). Pengkelatan adalah pembentukan kompleks ion logam. Ion logam tersebut berikatan dengan ligan-ligan pemberi elektron. Logam dapat bereaksi dengan O-, S- dan N- yang mengandung ligan (seperti –OH, -COOH, -S-S- dan –NH2) (Hodgson, 2004).

(31)

15 1. Besi (Fe)

Besi merupakan logam transisi dengan nomor atom 26. Bilangan oksidasi Fe adalah +3 dan +2. Besi memiliki berat atom 55,845 g/mol, titik leleh 1.538oC, dan titik didih 2.861oC (Widowati et al., 2008).

Besi memiliki berbagai fungsi dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, sebagai alat angkut elektron dalam sel, dan sebagai bagian terpadu dari berbagai reaksi enzimatis. Kandungan besi dalam tubuh manusia sebesar 3 hingga 5 gram. Sebanyak 67% terikat oleh Hb, 10% diikat mioglobin dan enzim, dan sisanya terikat dalam protein feritrin dan hemosiderin (Widowati et al., 2008).

Besi merupakan komponen berbagai enzim yang mempengaruhi reaksi kimia yang penting di dalam tubuh. Besi juga merupakan komponen dari hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Kelebihan besi dapat menyebabkan muntah, diare, dan kerusakan usus (Nurcahyo, 2008a). Kandungan besi yang diperbolehkan pada minyak goreng menurut SNI 01-3741-1995 maksimal 1,5 mg/kg (Badan Standardisasi Nasional, 1995).

Menurut Nurcahyo (2008a), hemokromatosis merupakan penyakit kelebihan zat besi yang diturunkan. Penyakit ini bisa berakibat fatal tetapi mudah diobati. Penyakit ini disebabkan terlalu banyak zat besi yang diserap. Biasanya, gejala-gejalanya tidak timbul sampai usia pertengahan dan berkembang secara tersembunyi berupa kulit menjadi berwarna merah tembaga, sirosis, kanker hati, diabetes, dan gagal jantung yang bisa menyebabkan kematian mendadak.

Besi yang terkandung dalam minyak goreng dapat dikelat oleh asam sitrat dan asan fosfat (Shahidi, 2005). Besi yang dikelat oleh asam sitrat membentuk senyawa besi (III) sitrat trihidrat atau dikenal dengan nama besi (III) sitrat yang mempunyai rumus kimia FeC6H5O7.3(H2O). Rumus kimia dari besi (III) sitrat trihidrat dapat dilihat pada Gambar 12.

(32)

16 Gambar 12. Struktur Molekul Besi (III) Sitrat Trihidrat (Anonim, 2008a) 2. Tembaga (Cu)

Kandungan tembaga dalam tanaman cenderung meningkat disebabkan penggunaan fungisida berbahan baku tembaga serta tingginya kandungan tembaga dalam tanah. Tingginya kandungan tembaga dalam tanah disebabkan tingkat keasaman tanah yang tinggi sehingga absorpsi tembaga dari tanah meningkat. Penggunaan pupuk amonium nitrat ataupun penggunaan bahan organik seperti humus bisa meningkatkan absorpsi tembaga dari tanah (Widowati et al., 2008).

Tembaga merupakan unsur esensial bagi tubuh. Tembaga dibutuhkan oleh enzim oksidasi seperti katalase, peroksidase, sitokrom oksidase, dan b-hidroksilase dopamine. Selain itu, tembaga merupakan unsur esensial untuk enzim tirosinase yang terlibat dalam pembentukan pigmen melanin, sitokrom oksidase, super oksida dismutase, amin oksidase, dan urikase (Widowati et al., 2008).

Tembaga merupakan logam penyusun dari berbagai enzim yang diperlukan untuk menghasilkan energi, antioksidasi dan sintesis hormon adrenalin, serta untuk pembentukan jaringan ikat. Tembaga yang tidak berikatan dengan protein merupakan zat racun. Mengkonsumsi sejumlah kecil tembaga yang tidak berikatan dengan protein dapat menyebabkan mual dan muntah. Jika sejumlah tembaga yang tidak terikat dengan protein secara tidak sengaja tertelan, sejumlah tembaga bisa terserap dapat merusak ginjal, menghambat pembentukan air kemih, dan menyebabkan anemia karena pecahnya sel-sel darah merah (Nurcahyo, 2008b).

Menurut Nurcahyo (2008b), penyakit Wilson adalah penyakit yang disebabkan sejumlah tembaga terkumpul dalam jaringan sehingga terjadi kerusakan jaringan. Hati tidak dapat mengeluarkan tembaga ke dalam darah atau ke dalam empedu sehingga kadar tembaga dalam darah rendah.

(33)

17 Tembaga tersebut terkumpul dalam otak, mata dan hati. Pengumpulan tembaga dalam kornea mata menyebabkan terjadinya cincin emas atau emas-kehijauan. Gejala awal biasanya berupa kerusakan otak yang berupa tremor (gemetaran), sakit kepala, sulit berbicara, hilangnya koordinasi, dan psikosa.

Tembaga dalam minyak kelapa sawit dapat dikelat dengan menggunakan asam sitrat dan asam fosfat (Shahidi, 2005). Tembaga yang dikelat dengan asam sitrat membentuk senyawa tembaga sitrat yang mempunyai rumus kimia Cu3(C6H5O7)2. Rumus kimia dari tembaga sitrat dapat dilihat pada Gambar 13 (Anonim, 2009).

Gambar 13. Struktur Molekul Tembaga Sitrat (Anonim, 2008b) 3. Timbal (Pb)

Timbal tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang tercemar timbal dikonsumsi, tubuh akan mengeluarkannya. Di dalam tubuh manusia, timbal bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan Hb. Sebagian kecil timbal dieksresikan lewat urin atau feses, sebagian terikat oleh protein, dan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Darmono, 1995). Pada darah, timbal dapat menyababkan hemopolitik sistem, menybabkan anemia, mempengaruhi sistem saraf pusat pada konsentrasi lebih besar dari 40 µg/100 cm3 (Sikorski, 2007).

(34)

18

III. METODOLOGI

A. Bahan dan Alat

Bahan-bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu minyak sawit kasar yang diproduksi oleh Pabrik Kertajaya milik PTPN VIII, asam sitrat, asam fosfat, larutan NaOH 8%, air suling, dan bentonit. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis sampel yaitu larutan NaOH 0,1 N, asam oksalat, ethanol 95%, larutan indikator phenolphtalein 1%, indikator pati, pereaksi Hanus, larutan KI 10%, dan larutan asam nitrat 2 M.

Peralatan yang digunakan pada penelitian utama yaitu erlenmeyer 300 ml, erlenmeyer 1000 ml, labu pemisah 500 ml, gelas piala 500 ml, gelas ukur 50 ml, pipet volumetrik 1 ml, magnetic stirer, penangas listrik, termometer, pengaduk, botol semprot, alumunium foil, corong, dan kertas saring. Peralatan yang digunakan untuk analisis sampel yaitu erlenmeyer 300 ml, gelas piala 50 ml, gelas piala 500 ml, labu ukur 25 ml, labu ukur 100 ml, labu ukur 1000 ml, pipet tetes, penangas listrik, penangas air, termometer, pengaduk, alumunium foil, buret dengan skala pembacaan 0,05 ml sampai 0,1 ml, cawan porselin, desikator, oven pengering dengan pengatur suhu, tanur dengan pengatur suhu, neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg, spektrofotometer serapan atom berikut graphite furnace atomizer.

B. Metode

1. Uji pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak sawit kasar sebelum pemurnian. Parameter-parameter yang dianalisis sesuai dengan SNI 01-2901-2006 yaitu warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan iodium. Untuk mengetahui kandungan awal logam berat pada minyak sawit kasar tersebut, dilakukan analisis logam berat (Fe, Cu, Pb, dan Hg) serta analisis Arsen (As) sesuai SNI 01-2896-1998.

(35)

19 2. Penelitian Utama

Penelitian utama mencakup proses degumming, netralisasi dan bleaching minyak kelapa sawit kasar. Proses pemurnian yang dilakukan setelah karakterisasi sampel minyak kelapa sawit kasar adalah proses degumming. Proses degumming dilakukan untuk menghilangkan getah, logam berat, dan zat padat yang terkandung pada minyak tersebut. Proses degumming ini menggunakan dua jenis asam yaitu asam sitrat dan asam fosfat. Banyaknya asam (asam sitrat dan asam fosfat) yang ditambahkan untuk masing-masing proses degumming yaitu 0,05, 0,125 dan 0,2% (b/b dari minyak kelapa sawit kasar yang digunakan).

Proses pemurnian yang dilakukan setelah proses degumming adalah netralisasi. Netralisasi dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas pada minyak. Netralisasi dilakukan dengan cara menambahkan kaustik soda (NaOH) sehingga terjadi reaksi penyabunan. Banyaknya NaOH yang ditambahkan untuk setiap perlakuan sama sesuai dengan kandungan asam lemak bebas pada minyak tersebut.

Proses pemurnian yang dilakukan setelah proses netralisasi adalah proses pemucatan. Proses pemucatan dilakukan untuk menurunkan kandungan pigmen warna dan logam berat pada minyak tersebut. Pada saat pemucatan, minyak ditambahkan bentonit. Banyaknya bentonit yang ditambahkan untuk masing-masing proses yaitu 0,8, 1,4, dan 2,0% (b/b dari minyak hasil proses netralisasi).

Analisis yang dilakukan setelah minyak sawit dimurnikan yaitu analisis cemaran logam berat Fe, Cu, dan Pb. Metode analisis-analisis tersebut dapat dilihat di Lampiran 1. Diagram alir pemurnian minyak sawit yang dilakukan pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 14.

(36)

20 Gambar 14. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan kelompok acak lengkap dua faktor. Kelompok percobaan pada penelitian ini yaitu kelompok data degumming dengan menggunakan asam fosfat dan kelompok data degumming dengan menggunakan asam sitrat. Faktor-faktor yang dipelajari yaitu kadar asam (asam sitrat dan asam fosfat)

Degumming 80oC, 15 menit Minyak Sawit Kasar Asam sitrat

Asam fosfat 0,05%, 0,125%, 0,2%

Air Suling 50 mL

Pencucian

Air Suling Air, Asam,

dan Getah Netralisasi 80oC, 15 menit Pencucian Air Suling NaOH 8% b/b Bleaching 95oC, 30 menit Penyaringan

Air dan Sabun

Bentonit 0,8%, 1,4%, 2,0% Bentonit dan pigmen warna 500 gram 100 gram

(37)

21 yang digunakan saat degumming (A) dan kadar bentonit yang digunakan saat proses bleaching (B). Faktor kadar asam (asam sitrat dan asam fosfat) yang digunakan saat degumming (A) mempunyai tiga taraf yaitu 0,05%, 0,125% dan 0,2%, sedangkan faktor kadar bentonit yang digunakan saat bleaching (B) mempunyai tiga taraf yaitu 0,8%, 1,4%, dan 2,0%. Seluruh perlakuan dalam penelitian ini dilakukan dengan dua kali ulangan. Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu kandungan logam berat Fe, Cu, dan Pb.

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model matematis dari rancangan kelompok acak lengkap dua faktor sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ρk + εijk i=1,2,3 j=1,2,3 k=1,2 Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B pada kelompok ke-k

µ = Nilai rata-rata

Ai = pengaruh sebenarnya dari taraf ke-i faktor A Bj = pengaruh sebenarnya dari taraf ke-j faktor B

(AB)ij = pengaruh sebenarnya dari interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-j faktor B

ρk = pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan perlakuan

(38)

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar

Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan besi, kandungan tembaga, kandungan timbal, kandungan merkuri, dan kandungan arsen. Karakteristik minyak kelapa sawit kasar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik minyak kelapa sawit kasar yang digunakan Kriteria uji Satuan Sampel Persyaratan

mutu Warna - Jingga kemerah-merahan Jingga kemerah-merahan Kadar air dan kotoran %, fraksi massa 0,32 maks 0,5 Asam lemak bebas

(sebagai asam palmitat) %, fraksi massa 5,43 maks 5 Bilangan yodium g yodium/100 g 55,15 50 - 55 Kandungan besi (Fe) mg/kg 31,425 1,5 Kandungan tembaga

(Cu) mg/kg 0,332 0,1

Kandungan timbal (Pb) mg/kg 0,121 0,1

Kandungan merkuri

(Hg) mg/kg < 0,0002 0,05

Kandungan arsen (As) mg/kg < 0,002 maks 0,1

Dari tabel di atas dapat dilihat, minyak kelapa sawit kasar mempunyai kandungan merkuri dan arsen sesuai SNI 01-3741-2002 sedangkan kandungan besi, tembaga, dan timbal tidak sesuai SNI 01-3741-2002. Oleh sebab itu, proses pemurnian dilakukan untuk mereduksi kandungan besi, tembaga dan timbal pada minyak kelapa sawit tersebut.

(39)

23 B. Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit

1. Penghilangan Getah (Degumming)

Degumming merupakan proses penghilangan getah pada minyak kelapa sawit dengan cara penambahan asam. Tujuan utama dilakukan proses degumming adalah untuk menghilangkan fosfatida yang terdapat pada minyak tersebut. Fosfatida yang terdapat pada minyak dapat terhidratasi oleh asam sehingga fosfatida tersebut mudah larut dalam air. Selain menghilangkan fosfatida, proses degumming juga dapat mereduksi kandungan logam berat. Penambahan asam menyebabkan reaksi pengkelatan logam. Secara teoritis, penambahan asam pada saat degumming dapat berpengaruh terhadap kandungan fosfatida dan logam berat pada minyak tersebut.

Asam fosfat dan asam sitrat digunakan saat degumming karena asam-asam tersebut layak untuk makanan dan biasa digunakan oleh industri. Perbedaan taraf kadar asam yang digunakan pada saat degumming merujuk pada Shahidi (2005) yaitu kadar asam optimal yang ditambahkan saat degumming antara 0,05 hingga 0,2%. Pada taraf tersebut, minyak yang dihasilkan mempunyai kandungan fosfatida kurang dari 4 mg/kg.

Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2% tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak hasil degumming. Rendemen minyak hasil degumming antara 98,42 hingga 99,02% dengan nilai rata-rata 98,76%. Kandungan fosfatida dan logam berat pada minyak kelapa sawit kurang dari 1% (Shahidi, 2005). Penghilangan fosfatida dan logam berat pada saat degumming tidak berpengaruh terhadap rendemen karena kandungan fosfatida dan logam berat yang dihilangkan pada saat degumming relatif kecil.

2. Netralisasi

Netralisasi merupakan proses penghilangan asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit. Netralisasi dilakukan dengan menambahkan kaustik soda. Banyaknya kaustik soda yang digunakan berdasarkan kandungan asam

(40)

24 lemak bebas pada sampel. Minyak kelapa sawit kasar yang digunakan mempunyai kadar asam lemak bebas sebesar 5,43%. Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas dalam minyak dibutuhkan sebanyak 0,149 kg kaustik soda kristal (Ketaren, 2005). Proses netralisasi minyak kelapa sawit membutuhkan kaustik soda berlebih sebanyak 0,02%. Kaustik soda yang dibutuhkan untuk netralisasi adalah 500 gram x 5,43% x 0,142 = 3,86 gram. Kaustik soda berlebih = 500 gram x 0,02% = 0,1 gram. Total kaustik soda yang digunakan = 3,96 gram. Konsentrasi larutan kaustik soda yang digunakan adalah 8% maka jumlah larutan kaustik soda yang digunakan adalah = 3,96/0,08 = 50 ml. Jadi, untuk menetralkan 500 gram minyak kelapa sawit yang mengandung 5,43% asam lemak bebas, dibutuhkan larutan kaustik soda dengan konsentrasi 8% sebanyak 50 ml.

Rendemen hasil netralisasi dipengaruhi oleh banyaknya sabun yang dihasilkan dari reaksi penyabunan. Semakin banyak sabun yang dihasilkan maka semakin kecil rendemen hasil netralisasi. Rendemen hasil netralisasi antara 70,36 hingga 73,68% dengan nilai rata-rata 72,27%.

Kaustik soda yang digunakan, selain bereaksi dengan asam lemak bebas juga bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun. Dari data rendemen, sekitar 27,73% bagian minyak bereaksi dengan kaustik soda membentuk sabun. Kandungan asam lemak bebas pada sampel sebesar 5,43%. Berdasarkan data tersebut, sebanyak 22,3% trigliserida bereaksi dengan kaustik soda membentuk sabun. Reaksi penyabunan trigliserida ini menyebabkan penurunan rendemen.

Menurut Shahidi (2005), proses netralisasi tidak berpengaruh terhadap kandungan logam berat. Proses netralisasi berpengaruh pada kandungan asam lemak bebas, fosfatida, pigmen, dan sabun.

3. Pemucatan (Bleaching)

Pemucatan merupakan proses penghilangan warna pada minyak kelapa sawit dengan penambahan adsorben. Tujuan utama dilakukan proses pemucatan adalah untuk menghilangkan pigmen warna yang terdapat pada minyak tersebut. Pigmen warna seperti karoten yang terdapat pada minyak

(41)

25 kelapa sawit kasar, diadsorpsi oleh bentonit. Hal ini ditandai oleh warna gelap bentonit setelah proses pemucatan. Selain mengadsorpsi karoten, bentonit juga dapat mengadsorpsi logam berat. Menurut Obrien (2009), kapasitas adsorpsi tanah pemucat untuk mengadsorpsi zat warna dan logam dipengaruhi oleh struktur kisi-kisi molekul, struktur makropori, dan ukuran partikel. Bentonit yang telah mengadsorpsi pigmen warna dan logam berat mengendap sehingga dapat dipisahkan dari minyak dengan cara penyaringan.

Rendemen hasil pemucatan dipengaruhi oleh banyaknya zat warna dan logam yang diadsorpsi oleh bentonit. Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0% tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak hasil pemucatan. Rendemen minyak hasil pemucatan antara 90,44 hingga 95,83% dengan nilai rata-rata 92,65%.

Menurut Shahidi (2005), penambahan bentonit yang optimum pada saat pemucatan minyak kelapa sawit sebanyak 0,8 hingga 2,0%. Warna minyak kelapa sawit yang dimurnikan dengan penambahan bentonit tersebut sudah memenuhi standar yaitu warna kurang dari 3 R.

C. Kandungan Logam Berat 1. Besi (Fe)

Kandungan Besi pada sampel minyak kelapa sawit kasar yang digunakan sebesar 31,425 mg/kg. Buah kelapa sawit mengandung besi antara 0,1 hingga 0,3 mg/kg (Shahidi, 2005). Kandungan besi pada buah ini berasal dari tanah, pupuk, dan pestisida (Rohani, 2006). Sebagian besar kontaminasi besi pada minyak kelapa sawit kasar terjadi saat proses ekstraksi. Pencegahan kontaminasi besi pada saat proses ekstraksi sulit dilakukan karena banyak industri menggunakan besi sebagai bahan kontruksi mesin ekstraksi, tangki penyimpanan, pompa, dan pipa (Shahidi, 2005). Kandungan besi pada minyak kelapa sawit dapat menyebabkan bau apek pada konsentrasi lebih dari 2 mg/kg (Ketaren, 2005).

(42)

26 Proses pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan menyebabkan penurunan kandungan besi pada sampel. Kandungan besi pada minyak kalapa sawit kasar sebesar 31,425 mg/kg sedangkan kandungan besi pada sampel minyak yang telah dimurnikan antara 0,027 hingga 2,083 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,709 mg/kg. Grafik kandungan besi setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik Kandungan Besi Setiap Sampel

Pada gambar di atas dapat dilihat perbandingan kandungan besi pada sampel dengan standar besi menurut SNI 01-3741-1995. Kandungan besi pada minyak goreng yang diperbolehkan maksimal 1,5 mg/kg. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi syarat SNI karena mengandung besi kurang dari 1,5 mg/kg. Tujuh dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming memenuhi syarat SNI karena mengandung besi kurang dari 1,5 mg/kg.

Kandungan besi pada minyak goreng untuk ekspor ke Uni Eropa maksimal 0,5 mg/kg (Maha, 2008). Standar internasional kandungan besi dapat dilihat pada Lampiran 7. Kandungan besi pada minyak goreng untuk ekspor lebih kecil dibandingkan dengan SNI 01-3741-1995 (maksimal 1,5

(43)

27 mg/kg). Tujuh dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi syarat ekspor. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming tidak memenuhi syarat ekspor.

Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2% serta kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0% tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan besi pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Hal ini terjadi karena perbedaan taraf kadar asam dan bentonit yang ditambahkan terlalu kecil. Perbedaan taraf kadar asam dan bentonit yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada Shahidi (2005) yaitu kadar asam optimal yang ditambahkan saat degumming antara 0,05 hingga 0,2% serta kadar bentonit optimal yang ditambahkan saat bleaching antara 0,8 hingga 2,0%. Fungsi asam pada saat degumming selain sebagai pengkelat logam juga sebagai penghidratasi fosfatida (Shahidi, 2005). Adanya fosfatida menyebabkan banyaknya asam yang bereaksi dengan logam berkurang sehingga perbedaan kandungan besi pada produk akhir tidak berbeda nyata. Fungsi bentonit pada saat bleaching selain sebagai pengadsorpsi logam juga sebagai pengadsopsi karoten Shahidi, 2005). Adanya karoten menyebabkan banyaknya bentonit yang mengadsorpsi logam berkurang sehingga perbedaan kandungan besi pada produk akhir tidak berbeda nyata.

Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penggunaan jenis asam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan besi pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Kandungan besi pada sampel dengan penambahan asam sitrat antara 0,027 hingga 1,308 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,356 mg/kg. Kandungan besi pada sampel yang ditambahkan asam fosfat antara 0,630 hingga 2,083 mg/kg dengan nilai rata-rata 1,062 mg/kg. Kandungan besi pada sampel dengan perlakuan asam sitrat lebih kecil dibandingkan sampel dengan perlakuan asam fosfat.

Penurunan kandungan besi pada sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan

(44)

28 penambahan asam fosfat. Penurunan kandungan besi pada sampel dengan penambahan asam sitrat sebesar 98,87% sedangkan penambahan asam fosfat sebesar 96,62%. Penurunan kandungan besi dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar karena asam sitrat merupakan senyawa jenis asam karboksilat sehingga bisa larut dalam fraksi minyak (Shahidi, 2005). Kemampuan asam sitrat untuk larut dalam minyak menyebabkan peluang asam sitrat untuk bereaksi dengan besi menjadi lebih besar dibanding asam fosfat. Reaksi asam sitrat dengan besi membentuk senyawa kompleks. Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Asam Sitrat Besi Kompleks Besi

Gambar 16. Reaksi Pengkelatan Besi oleh Asam Sitrat (Ketaren, 2005)

2. Tembaga (Cu)

Proses pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan menyebabkan penurunan kandungan tembaga pada sampel. Kandungan tembaga pada sampel minyak sawit kasar yang digunakan sebesar 0,332 mg/kg. Kandungan tembaga pada sampel minyak setelah proses pemurnian antara 0,032 hingga 0,328 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,117 mg/kg. Grafik kandungan tembaga setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 17.

(45)

29 Gambar 17. Grafik Kandungan Tembaga Setiap Sampel

Pada gambar di atas dapat dilihat perbandingan kandungan tembaga pada sampel dengan standar tembaga menurut SNI 01-3741-2002. Kandungan tembaga pada minyak goreng yang diperbolehkan maksimal 0,1 mg/kg. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi syarat SNI karena mengandung tembaga kurang dari 0,1 mg/kg. Dua dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming memenuhi syarat SNI.

Standar kandungan tembaga pada minyak goreng untuk ekspor ke Uni Eropa maksimal 0,05 mg/kg (Maha, 2008). Standar internasional kandungan tembaga lainya dapat dilihat pada Lampiran 7. Kandungan tembaga pada minyak goreng untuk ekspor lebih kecil dibandingkan dengan SNI 01-3741-2002 (maksimal 0,1 mg/kg). Enam dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi standar ekspor. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming tidak memenuhi standar ekspor.

Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2% serta kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0%

(46)

30 tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan tembaga pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Fungsi asam pada saat degumming selain sebagai pengkelat logam juga sebagai penghidratasi fosfatida (Shahidi, 2005). Adanya fosfatida menyebabkan banyaknya asam yang bereaksi dengan tembaga berkurang sehingga perbedaan kandungan tembaga pada produk akhir tidak berbeda nyata. Fungsi bentonit pada saat bleaching selain sebagai pengadsorpsi logam juga sebagai pengadsopsi karoten (Shahidi, 2005). Adanya karoten menyebabkan banyaknya bentonit yang mengadsorpsi tembaga berkurang sehingga perbedaan kandungan tembaga pada produk akhir tidak berbeda nyata.

Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penggunaan jenis asam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan tembaga pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Kandungan tembaga pada minyak dengan penambahan asam sitrat antara 0,032 hingga 0,064 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,045 mg/kg. Kandungan tembaga pada minyak yang ditambahkan asam fosfat antara 0,058 hingga 0,328 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,189 mg/kg. Kandungan tembaga pada sampel dengan perlakuan asam sitrat lebih kecil dibandingkan sampel dengan perlakuan asam fosfat.

Penurunan kandungan tembaga pada sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan penambahan asam fosfat. Penurunan kandungan tembaga pada sampel dengan penambahan asam sitrat sebesar 86,39% sedangkan penambahan asam fosfat sebesar 43,17%. Penurunan kandungan tembaga dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar karena asam sitrat merupakan senyawa jenis asam karboksilat sehingga bisa larut dalam fraksi minyak (Shahidi, 2005). Kemampuan asam sitrat untuk larut dalam minyak menyebabkan peluang asam sitrat untuk bereaksi dengan tembaga menjadi lebih besar dibanding asam fosfat. Reaksi asam sitrat dengan tembaga membentuk senyawa kompleks. Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 18.

(47)

31 Asam Sitrat Tembaga Kompleks tembaga

Gambar 18. Reaksi Pengkelatan Tembaga oleh Asam Sitrat (Debruyne, 2004)

3. Timbal (Pb)

Proses pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan menyebabkan perubahan kandungan timbal pada sampel. Kandungan timbal pada sampel minyak sawit kasar yang digunakan sebesar 0,121 mg/kg. Kandungan timbal pada sampel minyak setelah proses pemurnian antara 0,050 hingga 0,158 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,117 mg/kg. Grafik kandungan timbal setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 19.

(48)

32 Pada gambar di atas dapat dilihat perbandingan kandungan timbal pada sampel dengan standar kandungan timbal menurut SNI 01-3741-2002. Kandungan timbal pada minyak goreng yang diperbolehkan maksimal 0,1 mg/kg. Standar kandungan timbal pada minyak goreng untuk ekspor ke Uni Eropa maksimal 0,1 mg/kg (Maha, 2008). Standar kandungan timbal internasional lainnya dapat dilihat di Lampiran 7. Kandungan timbal pada minyak goreng untuk ekspor sama dengan SNI 01-3741-2002. Delapan dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat dan tiga dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat memenuhi syarat SNI karena mengandung timbal kurang dari 0,1 mg/kg.

Sebagian besar kandungan timbal pada minyak hasil pemurnian mengalami penurunan. Kandungan timbal pada beberapa sampel minyak hasil pemurnian lebih besar dibandingkan dengan kandungan timbal pada minyak kelapa sawit kasar. Hal ini disebabkan persebaran timbal pada sampel minyak kelapa sawit diduga tidak merata. Logam tidak larut dalam minyak kelapa sawit tetapi terdapat dalam bentuk koloid.

Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2%, serta kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0%, tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan timbal pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Fungsi asam pada saat degumming selain sebagai pengkelat logam juga sebagai penghidratasi fosfatida (Shahidi, 2005). Adanya fosfatida menyebabkan banyaknya asam yang bereaksi dengan timbal berkurang sehingga perbedaan kandungan timbal pada produk akhir tidak berbeda nyata. Fungsi bentonit pada saat bleaching selain sebagai pengadsorpsi logam juga sebagai pengadsopsi karoten (Shahidi, 2005). Adanya karoten menyebabkan banyaknya bentonit yang mengadsorpsi timbal berkurang sehingga perbedaan kandungan timbal pada produk akhir tidak berbeda nyata.

Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penggunaan jenis asam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan timbal pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Kandungan

(49)

33 timbal pada sampel minyak hasil pemurnian dengan perlakuan asam fosfat lebih kecil dibandingkan sampel dengan perlakuan asam sitrat. Kandungan timbal pada minyak dengan penambahan asam sitrat antara 0,069 hingga 0,158 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,112 mg/kg sedangkan kandungan timbal pada minyak yang ditambahkan asam fosfat antara 0,050 hingga 0,123 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,076 mg/kg.

Penurunan kandungan timbal pada sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan penambahan asam sitrat. Penurunan kandungan timbal pada sampel dengan penambahan asam fosfat sebesar 36,85% sedangkan pada sampel penambahan asam sitrat sebesar 6,87%. Penurunan kandungan timbal pada masing-masing sampel relatif kecil bila dibandingkan dengan penurunan kandungan besi dan tembaga. Hal ini disebabkan sampel minyak kelapa sawit kasar yang digunakan mempunyai kandungan timbal relatif kecil.

D. Aplikasi Perbaikan Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit

Pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan pada penelitian ini dapat menurunkan kandungan logam berat. Perbandingan beberapa parameter asam sitrat dan asam fosfat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Perbandingan Asam Sitrat dan Asam Fosfat

Parameter Asam sitrat Asam Fosfat

Kandungan besi (Fe) rata-rata 0,356 mg/kg 1,062 mg/kg Kandungan tembaga (Cu) rata-rata 0,045 mg/kg 0,189 mg/kg Kandungan timbal (Pb) rata-rata 0,112 mg/kg 0,076 mg/kg

Harga * $ 0,47/lb $ 0,38/lb

*) Sumber : Anonim (2009)

Dari tabel di atas dapat dilihat, sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat, mempunyai kandungan besi dan tembaga sesuai syarat SNI (kandungan besi maksimal 1,5 mg/kg dan kandungan tembaga maksimal 0,1 mg/kg) dan batas ekspor (kandungan besi maksimal 0,5 mg/kg dan kandungan tembaga maksimal 0,05 mg/kg). Selain itu, tiga dari sembilan sampel dengan

(50)

34 perlakuan penambahan asam sitrat, mempunyai kandungan timbal sesuai syarat SNI (kandungan timbal kurang dari 0,1 mg/kg). Asam sitrat dapat menurunkan logam berat lebih efektif dibanding asam fosfat.

Asam sitrat dapat menurunkan logam berat lebih efektif dibanding asam fosfat tetapi asam sitrat mempunyai harga yang lebih tinggi dibanding asam fosfat. Oleh sebab itu, perlu dilakukan studi kelayakan untuk penggunaan asam sitrat pada pemurnian minyak kelapa sawit skala industri.

Gambar

Gambar 1. Grafik Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia dan Produsen Lain    dari Tahun 2003 Sampai 2007 (Malaysian Palm Oil Council,  2008)  Minyak  kelapa  sawit  kasar  pada  kenyataannya  mengandung  logam  berat
Gambar buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1. Komposisi trigliserida dalam minyak kelapa sawit   Trigliserida  Jumlah (%)  Tripalmitin  3 –5  Dipalmito – stearin  1 – 3  Oleo – miristopalmitin  0 – 5  Oleo – dipalmitin  21 – 43  Oleo - palmitostearin  10 – 11  Palmito – diolein  32 – 48  Stea
Tabel 3. Syarat mutu minyak kelapa sawit kasar menurut SNI 01-2901-2006  Kriteria uji  Satuan  Persyaratan mutu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mencari penduga korelasi poliserial, sebagai ukuran asosiasi antara data tak kontinu (ordinal) dengan data kontinu dan membandingkan

Diharapkan melalui perancangan ini, Sistem Informasi Akademik Institut Seni Indonesia dapat menjadi platform utama untuk berhubungan dengan pihak akademis, maupun

Menurut responden dari Pengadilan Agama Kolaka bahwa harta bersama (yang sah/merupakan hak milik, bernilai, bermanfaat dan halal) yang telah dibagi dua antara

Jenis pekerjaan responden tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan keseimbangan tubuh. Akan tetapi, hal tersebut harus tetap mendapat perhatian karena dari kedua

Dari gambar 2, dapat dilihat laju pertambahan tinggi bibit dengan konsentrasi yang tepat akan membuat tanaman tumbuh dengan baik Nyakpa, dkk.(1988) menjelaskan

Salah satu tugas dari guru adalah mendidik, yang diantaranya adalah mendidik siswa agar dapat berperilaku disiplin kedisiplinan yang terdapat dalam diri peserta

Dan dalam proses pengontrolan dalam kegiatan utama adalah membangun rumah telah disepakati untuk membentuk ketua dari masing- masing bidang, yaitu ketua lapangan yang

Sama seperti dampak terhadap distribusi output sektoral, kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah, ekspor dan investasi yang ditujukan ke industri pengolahan makanan