Anisotropi Magnetik Film Tipis TiO2:Co yang Ditumbuhkan dengan Teknik MOCVD
Horasdia Saragih1,2), Pepen Arifin1) dan Mohamad Barmawi1)1)
Laboratorium Fisika Material Elektronik, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
2)
Jurusan Fisika, Universitas Pattimura, Ambon, Indonesia E-mail: horas@dosen.fisika.net
Diterima Maret 2005, disetujui untuk dipublikasi Oktober 2005 Abstrak
Film tipis TiO2:Co telah berhasil ditumbuhkan dengan teknik MOCVD. Prekursor yang digunakan adalah titanium (IV) isopropoxide [Ti(OCH(CH3)2)4] 99,99% dan tris (2,2,6,6-tetramethyl-3, 5-heptanedionato) cobalt (III), 99%, serta gas oksigen sebagai sumber O. Berbagai variasi paramater penumbuhan digunakan. Karakterisasi film tipis yang dihasilkan mencakup: struktur kristal film dengan menggunakan X-Ray diffractometer (XRD), ketebalan dan morfologi penampang lintang film dengan potret scanning electron microscope (SEM), dan sifat magnetik film dengan suatu sistem vibrating sample magnetometer (VSM). Karakteristik anisotropi magnetik film tipis TiO2:Co
yang dihasilkan sangat bergantung pada temperatur penumbuhan. Film tipis yang tumbuh pada temperatur 400°C
menghasilkan konstanta anisotropi K=40000 Oe.emu/cm3 dan disusun oleh butiran dengan bidang kristal
anatase-213. Film tipis yang tumbuh pada temperatur 450°C tidak mengubah struktur kristal butiran, namun memiliki
konstanta anisotopi yang lebih tinggi, K = 95000 Oe.emu/cm3. Film tipis yang tumbuh pada temperatur 500°C
menghasilkan konstanta anisotropi K=72000 Oe.emu/cm3 dan film disusun oleh suatu butiran tambahan yang
memiliki bidang kristal anatase-301. Sementara film tipis yang tumbuh pada temperatur 550°C menghasilkan
konstanta anisotropi K = 103600 Oe.emu/cm3 dengan butiran tambahan TiCoO3. Film tipis yang tumbuh memiliki
tebal sekitar 0,7-0,9 µm.
Kata kunci : Anisotropi magnetik, MOCVD, TiO2:Co.
Abstract
TiO2:Co thin films have been successfully deposited by using MOCVD technique. The titanium (IV) isopropoxide [Ti(OCH(CH3)2)4] 99,99%, tris (2,2,6,6-tetramethyl-3, 5-heptanedionato) cobalt (III) 99%, and oxygen gas (O2) were used as Ti, Co, and O precursors, respectively. Crystal structure, morphology and magnetic properties of thin films were investigated by X-ray diffractometer (XRD), scanning electron microscope (SEM), and vibrating sample magnetometer (VSM), respectively. The magnetic anisotropy (K) of thin films was very strong depended on the growth temperatures. The thin film grown at temperature of 400°C has anatase-213 structure and K value of 40000 Oe.emu/cm3. At the growth temperature of 450°C, the thin films were has still anatase-213 and K value of 95000
Oe.emu/cm3. At growth temperature of 500°C, the thin films have K value of 72000 Oe.emu/cm3. The crystal
structure of films was changed with an additional plane of anatase-301. The thin film grown at temperature of 550°C has K value of 103600 Oe.emu/cm3. The structure of thin film was polycrystalline, mixed by anatase-213, rutile-220 and TiCoO3 (310) phase. All of films have thickness of about 0,7-0,9 µm.
Keywords: Anisotropy magnetic, MOCVD, TiO2:Co. 1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi spin-elektronik (spintronik) mengalami kemajuan yang signifikan setelah material film tipis semikonduktor TiO2 yang
didadah dengan elemen magnetik Co (TiO2:Co)
ditemukan bersifat feromagnetik di atas temperatur ruang1). Penemuan tersebut memperluas penerapan
divais spintronik dalam bidang semikonduktor. Selanjutnya, penelitian terhadap material film tipis TiO2:Co mendapat banyak perhatian,2-7) meliputi
teknik penumbuhan dan analisis sifat fisis film. Dari beberapa hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa sifat fisis film tipis TiO2:Co sangat bergantung pada
teknik dan kondisi penumbuhan1-6).
Film tipis TiO2:Co telah ditumbuhkan
dengan beberapa teknik, seperti: molecular beam
epitaxy (MBE)2), spray pyrolysis3), pulsed laser
deposition (PLD)4-5) dan sputtering6). Penumbuhan
dengan teknik PLD, spray pyrolysis dan sputtering rata-rata menghasilkan kluster-kluster logam Co yang berukuran beberapa puluh nanometer yang tersebar di antara kristal TiO2 dan di permukaan film.
Kluster-kluster tersebut menghasilkan pulau-pulau yang berkonduktivitas tinggi yang tidak diharapkan. Film yang dihasilkan dengan teknik penumbuhan PLD pada tekanan parsial oksigen yang tinggi (PO2 > 10-6
Torr) tidak menunjukkan adanya magnetisasi. Sementara, penumbuhan pada tekanan parsial oksigen yang lebih rendah menghasilkan kekosongan oksigen yang tinggi yang menyebabkan bertambahnya resistivitas. Penumbuhan dengan teknik MBE dapat menghasilkan film tanpa kluster pada tekanan yang rendah, namun respon magnetisasinya sangat lemah. Pencarian terhadap suatu teknik penumbuhan yang dapat menghasilkan 107
film tipis TiO2:Co berkualitas baik dengan sifat fisis
yang terkontrol terus dilakukan.
Makalah ini menjelaskan penumbuhan film tipis TiO2:Co dengan teknik metalorganic chemical
vapor deposition (MOCVD). Selanjutnya dibahas
sifat fisis film, yakni struktur kristal, ukuran butiran dan hubungannya dengan sifat anisotropi magnetik sifat transpot listrik dan optik.
2. Eksperimen
Film tipis TiO2:Co ditumbuhkan di atas subtrat
Si(100) dengan teknik MOCVD. Sebelum digunakan, substrat Si(100) dicuci dengan aseton selama 5 menit, kemudian dengan methanol selama 5 menit dan diakhiri dengan 10% HF dicampur dengan air
(de-ionized water) selama 2 menit. Pencucian dengan
aseton dan metanol adalah untuk menghilangkan zat-zat organik yang menempel di permukaan substrat, sementara HF yang dicampur dengan air adalah untuk mengikis lapisan silika (SiO2) yang mungkin
terjadi di permukaan substrat akibat proses oksidasi selama berada pada udara bebas. Selanjutnya substrat disemprot dengan gas N2 dengan tingkat kemurnian
99,9%. Substrat ditempel dengan suatu pasta perak yang konduktif terhadap panas di permukaan plat pemanas di dalam ruang penumbuhan.
Prekursor metalorganik yang digunakan adalah
titanium (IV) isopropoxide [Ti(OCH(CH3)2)4]
99,99% yang berbentuk cair pada temperatur ruang dengan titik leleh 20oC (Sigma Aldrich Chemical Co.,
Inc.) dan tris (2,2,6,6-tetramethyl-3,
5-heptanedionato) cobalt (III), 99%, Co(TMHD)3
(Strem Chemical, Inc.) serta gas oksigen sebagai sumber O. Co(TMHD)3 berbentuk serbuk. Bahan ini
dilarutkan ke dalam pelarut tetrahydrofuran (THF, C4H8O) dengan konsentrasi 0,2 mol per liter. Hasil
larutan dan juga bahan cair Ti(OCH(CH3)2)4
kemudian dicampur dengan perbandingan 1:5 dan dimasukkan ke dalam suatu bubbler yang telah terhubung dengan suatu sistem perpipaan ke ruang penumbuhan. Untuk menguapkan bahan prekursor,
bubbler dipanaskan dengan suatu plat pemanas pada
temperatur uapnya. Uap dialirkan ke ruang penumbuhan dengan menggunakan gas argon (Ar) sebagai gas pembawa. Untuk mensuplai oksigen, gas O2 dialirkan ke ruang penumbuhan. Tekanan uap di
dalam bubbler dikendalikan melalui suatu katup pengendali. Bersamaan dengan proses pemanasan bubbler, ruang penumbuhan divakumkan sampai ke tekanan 1x10-2 Torr dan subtrat yang terletak di
dalamnya dipanaskan sampai pada temperatur penumbuhan yang dibutuhkan.
Struktur kristal film ditentukan dari hasil pola X-ray diffraction (XRD) dengan menggunakan radiasi Cu Kα (λ=1,54056Å) (Philips PW3710).
Ketebalan dan morfologi penampang lintang film dianalisa dari hasil potret scanning electron
microscope (SEM) (JEOL JSM 6360LA) dan sifat
magnetik film diuji dengan vibrating sample
magnetometer (VSM) (Oxford).
3. Hasil dan Diskusi
Respon magnetik dari suatu bahan kristal feromagnetik bergantung pada arah sumbu kristalnya, sehingga bahan feromagnetik disebut bersifat anisotropik7). Sifat anisotropi dapat juga dibangkitkan
oleh bentuk (shape) kristal dan distribusi regangan (strain) yang terdapat di dalam kristal8). Bahan
feromagnetik memiliki arah sumbu mudah (easy
axis) yaitu suatu arah dimana dipol-dipol magnetik
relatif mudah dimagnetisasi dan arah sumbu susah/sulit (hard axis) yaitu suatu arah dimana dipol-dipol magnetik sulit untuk dimagnetisasi. Sifat anisotropi bahan feromagnetik merupakan suatu ukuran dari besarnya gaya koersif magnetik maksimumnya. Besar gaya koersif maksimum ini dapat diketahui melalui suatu analisis hasil kurva histeresis dengan menggunakan suatu perumusan seperti yang dinyatakan oleh persamaan (1)7):
s
c
K
M
H
=
2
/
(1) dengan K adalah konstanta anisotropi, Hc adalahkuat medan magnetik koersif maksimum, yang dinyatakan oleh titik potong kurva histeresis terhadap sumbu H dan Ms adalah besar magnetitasi pada saat
saturasi.
Film tipis TiO2:Co adalah bahan
feromagnetik1). Struktur kristal, bentuk kristal dan
distribusi tegangan di dalamnya bergantung pada teknik dan kondisi penumbuhan5). Telah
ditumbuhkan film tipis TiO2:Co di atas subtrat
Si(100) dengan menggunakan teknik MOCVD. Struktur kristal butiran penyusun film dan bentuknya sangat bergantung pada temperatur penumbuhan. Gambar 1 menunjukkan pola XRD dan potret SEM penampang lintang film tipis TiO2:Co yang
ditumbuhkan pada temperatur 400oC selama 120
menit dengan aliran gas O2 = 60 sccm dan Ar = 100
sccm.
Gambar 1. Pola XRD (a) dan potret SEM
penampang lintang (b) film tipis TiO2:Co yang
ditumbuhkan pada temperatur 400oC.
Film tumbuh membentuk bidang tunggal anatase-213 (A213) dan memiliki ketebalan sekitar 0,7 µm. Film tersusun dari butiran kristal yang memiliki bentuk kolumnar. Batas antar butir belum terlihat dengan jelas. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa hubungan antar butir belum terbentuk dengan baik, atom-atom yang terdapat pada
batas butir belum tersusun mengikuti pola induknya. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasi dari hasil intensitas latar belakang difraksi sinar-X (Gambar 1a) yang menunjukkan bahwa masih ada fase amorf di dalam film. Fase amorf tersebut terbentuk pada batas antar butir. Kurva histeresisnya, yang diukur pada temperatur ruang, ditunjukkan pada Gambar 2. Nilai Hc dan Ms -nya masing-masing adalah 80 Oe dan
1000 emu/cm3. Dengan demikian konstanta
anisotropinya adalah K = 40000 Oe.emu/cm3.
Gambar 2. Kurva histeresis magnetisasi film tipis
TiO2:Co pada temperatur ruang (300K) yang
ditumbuhkan pada temperatur 400oC.
Selanjutnya temperatur penumbuhan diubah ke 450oC, sementara parameter yang lain
dipertahankan tetap. Pengubahan temperatur penumbuhan akan mempengaruhi kondisi absorbsi, difusi permukaan dan ikatan kimia dari atom-atom prekursor pada permukaan subtrat yang pada akhirnya mempengaruhi bentuk dan atau struktur kristal butiran. Pola XRD dan potret SEM penampang lintang film ditunjukkan pada Gambar 3. Terjadi suatu perubahan pada bentuk penampang lintang. Butiran yang berbentuk kolumnar dengan batas butir yang sangat jelas, teramati. Penumbuhan film tipis TiO2:Co pada temperatur 450oC tidak
mengubah orientasi kristal butiran (Gambar 3a), namun dapat memperbaiki fase amorf yang terbentuk pada batas butir sehingga mempertegas batas antar butir. Kondisi ini secara tidak langsung ditunjukkan oleh menurunnya intensitas latar belakang difraksi pada pola XRD-nya (Gambar 3a).
Gambar 3. Pola XRD (a) dan potret SEM
penampang lintang (b) film tipis TiO2:Co yang
ditumbuhkan pada temperatur 450oC.
Kurva histeresis magnetisasi film ditunjukkan oleh Gambar 4. Terjadi suatu perubahan respon magnetik film. Nilai Hc dan Ms keduanya
naik, masing-masing adalah 100 Oe dan 1900 emu/cm3. Nilai H
c yang lebih tinggi menyatakan
bahwa gaya koersif maksimum yang dibutuhkan untuk membalik polarisasi dipol-dipol magnetik bahan, lebih besar. Untuk kasus film tipis yang kurva histeresisnya ditunjukkan pada Gambar 4, dibutuhkan medan magnetik luar sebesar 2x100 Oe untuk menghilangkan magnetisasi yang telah terjadi. Sifat anisotropi film bertambah. Pertambahan keanisotropian ini disumbangkan lebih besar oleh gaya dipol magnet yang semakin kuat. Hal ini ditunjukkan oleh naiknya harga magnetisasi remanen film (yaitu nilai M di titik potong kurva pada sumbu M). Perbaikan susunan atom yang terjadi pada batas butir menghasilkan bentuk butiran yang lebih tegar (rigid) sehingga memperbesar gaya dipol magnetik. Harga Hc yang bertambah disebabkan oleh semakin
besarnya gaya tegangan antar atom dari butir yang bertetangga di batas butir akibat terjadinya proses pengaturan posisi untuk mengikuti susunan atom induknya. Konstanta anisotropi film menjadi, K = 95000 Oe.emu/cm3.
Gambar 4. Kurva histeresis magnetisasi film tipis
TiO2:Co pada temperatur ruang (300K) yang
ditumbuhkan pada temperatur 450oC.
Gambar 5. Pola XRD (a) dan Potret SEM
penampang lintang (b) film tipis TiO2:Co yang
ditumbuhkan pada temperatur 500oC.
Temperatur penumbuhan kemudian dinaikkan lagi ke 500oC. Butiran dengan bidang
kristal tambahan anatase-301 (A301), tumbuh. Pola XRD dan potret SEM penampang lintang filmnya ditunjukkan pada Gambar 5. Kehadiran butiran dengan bidang kristal A301 mengubah pola penumbuhan, butiran menjadi berbentuk kerucut. Terjadi peningkatan rapat titik-titik nukleasi. Ini ditunjukkan oleh meningkatnya kerapatan butiran 109
yang terbentuk di permukaan subtrat (Gambar 5b). Peningkatan kerapatan titik-titik nukleasi ini disebabkan oleh terbangunnya suatu kondisi dimana daerah-daerah tangkapan (capture zones) di permukaan subtrat terhadap atom-atom prekursor semakin bertambah dan padat akibat naiknya temperatur [9]. Penambahan daerah-daerah tangkapan tersebut serta tersedianya suplai energi yang tepat dengan naiknya temperatur penumbuhan, memberi peluang tumbuhnya butiran yang memiliki bidang kristal A301.
Gambar 6. Kurva histeresis magnetisasi film tipis
TiO2:Co pada temperatur ruang (300K) yang
ditumbuhkan pada temperatur 500oC.
Gambar 7. Pola XRD (a) dan Potret SEM
penampang lintang (b) film tipis TiO2:Co yang
ditumbuhkan pada temperatur 550oC.
Kurva histeresis film ditunjukkan oleh Gambar 6. Nilai Hc dan Ms-nya masing-masing
adalah 80 Oe dan 1800 emu/cm3. Nilai H
c dan Ms
berubah menjadi lebih kecil dibandingkan terhadap film yang tumbuh pada temperatur 450oC. Konstanta anisotropinya, K = 72000 Oe.emu/cm3. Hasil ini
menunjukkan bahwa sifat anisotropi film menurun. Akan tetapi masih lebih anisotropik dibandingkan terhadap film yang tumbuh pada temperatur 400oC.
Butiran yang memiliki struktur bidang kristal A301 mengurangi besar gaya dipol magnetik, sehingga mengurangi nilai magnetisasi saturasinya, dan pada akhirnya mengurangi sifat keanisotropian film. Pengurangan besar gaya dipol magnetik tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan arah sumbu mudah dari butiran yang memiliki bidang kristal A301 dengan butiran yang memiliki bidang kristal A213. Perbedaan arah sumbu mudah ini juga menyebabkan fluks magnetik total yang dapat dihasilkan di dalam material pada saat magnetisasi
dilakukan tidak optimum, sehingga berdampak pada menurunnya nilai Hc.
Gambar 8. Kurva histeresis magnetisasi film tipis
TiO2:Co pada temperatur ruang (300K) yang
ditumbuhkan pada temperatur 550oC.
Perubahan bentuk butiran kemudian terjadi lagi ketika film ditumbuhkan pada temperatur 550oC
(Gambar 7b). Film dengan ukuran butiran yang lebih besar, teramati. Di permukaan film terbentuk sebaran cacat yang memiliki arah yang sama yang bentuknya menyerupai garis lurus. Fase tambahan TiCoO3,
tumbuh (Gambar 7a). Intensitas difraksi TiCoO3
sangat tinggi relatif terhadap yang lain. Hal ini menyatakan bahwa film secara dominan disusun oleh butiran TiCoO3. Medan magnetik koersifnya Hc,
memiliki nilai yang relatif lebih besar, yaitu 148 Oe (Gambar 8). Film menjadi lebih sulit dimagnetisasi. Sementara nilai Ms mengalami penurunan menjadi
1400 emu/cm3. Besar gaya dipol magnetik menurun.
Konstanta anisotropinya, K = 103600 Oe.emu/cm3.
Film menjadi sangat anisotropik.
Fase TiCoO3 merupakan fase pengotor
non-magnetik yang tersebar di antara fase non-magnetik TiO2:Co. Fase non-magnetik ini menjadi berperan
sebagai penyangga interaksi magnetik fase TiO2:Co
sebagai akibatnya dapat mempertinggi nilai Hc yang
berkontribusi besar dalam menaikkan nilai konstanta anisotropi. Di samping itu, TiCoO3 dapat
menimbulkan dan atau memperbanyak sebaran regangan (strain) pada batas-batas butir dan cacat lokal seperti yang terjadi pada permukaan film sehingga juga mempertinggi nilai Hc. Tingkat
kelulusan (permeability) dipol magnetik untuk menyearahkan diri dengan arah medan magnetik H, relatif sangat rendah. Oleh karenanya dibutuhkan medan H yang lebih besar untuk mencapai keadaan saturasi. Hal ini ditunjukkan oleh gradien kemiringan kurva yang relatif besar (kurva relatif lebih miring).
Mengacu pada hasil terakhir ini, penumbuhan film tipis TiO2:Co pada temperatur yang
lebih tinggi tidak dilakukan, karena sifat magnetik yang dibutuhkan dalam aplikasi spintronik semikonduktor adalah material yang memiliki nilai Hc yang rendah dengan tingkat kelulusan yang tinggi
atau nilai magnetik remanen yang tinggi. Dari keseluruhan film tipis yang ditumbuhkan dengan struktur permukaan sebagaimana diperlihatkan pada gambar 1b, 3b, 5b, dan 7b, pembentukan
kluster-kluster logam Co di permukaan film, sebagaimana dihasilkan oleh peneliti-peneliti lain yang menggunakan teknik MBE2), sputtering6) dan PLD4-5),
tidak ditemukan. Selain itu, film tipis yang dihasilkan pada penelitian ini (gambar 1b, 3b, 5b, dan 7b) memperlihatkan suatu struktur permukaan yang relatif sangat halus sehingga permasalahan kekasaran permukaan yang dihadapi dengan menggunakan teknik penumbuhan spray pyrolysis3) dapat diatasi.
4. Kesimpulan
Film tipis TiO2:Co telah berhasil
ditumbuhkan dengan teknik MOCVD. Bentuk dan struktur kristal butiran penyusun film sangat bergantung pada temperatur penumbuhan. Film yang tumbuh pada temperatur 450oC memiliki butiran
yang tegar dengan batas butir yang tegas dan menghasilkan gaya dipol magnetik yang besar. Hal yang hampir sama ditunjukkan oleh film yang ditumbuhkan pada temperatur 500oC. Film yang
tumbuh pada temperatur 500oC menghasilkan butiran tambahan dengan bidang kristal A301. Kehadiran butiran dengan bidang kristal A301 ini menyebabkan sedikit penurunan pada nilai Hc dan Ms, sehingga
menurunkan sifat anisotropi film. Film yang tumbuh pada temperatur 550oC menghasilkan butiran
tambahan TiCoO3 dan bersifat dominan. Fase
TiCoO3 memperbesar nilai Hc dan menurunkan nilai
Ms. Penambahan nilai Hc sangat signifikan (148 Oe)
sehingga menghasilkan sifat anisotropi yang sangat tinggi. Dari beberapa hasil yang didapatkan dengan berbagai karakteristik seperti yang telah diterangkan di atas, film tipis TiO2:Co yang tumbuh pada
temperatur 450oC dan 500oC memiliki nilai H c yang
relatif lebih kecil dari yang lain dengan nilai Ms yang
relatif besar sebagaimana diharapkan pada aplikasi divais spintronik semikonduktor.
Daftar Pustaka
1. Matsumoto, Y., Murakami, M., Shono, T., Hasegawa, T., Fukumura, T., Kawasaki, M.,
Ahmet, P., Chikyow, T., Koshihara, S., & Koinuma, H. “Room-temperature
ferromagnetism in transparent transition metal-doped titanium dioxide”, Science 291, 854
(2001).
2. Chambers, S.A., Thevuthasan, S., Farrow, R.F.C., Marks, R.F., Thiele, J.U., Folks, L., Samant, M.G., Kellock, A.J., Ruzycki, N., Ederer, D.L., & Diebold, U. “Epitaxial growth
and properties of ferromagnetic Co-doped TiO2 anatase”, Appl. Phys. Lett. 79, 3467 (2001).
3. Manivannan, A., Seehra, M.S., Majumder, S.B., & Katiyar, R.S. “Magnetism of Co-doped titania
thin films prepared by spray pyrolysis”, Appl.
Phys. Lett. 83, 111 (2003).
4. Punnoose, A., Seehra, M.S., Park, W.K., & Moodera, J.S. “On the room temperature
ferromagnetism in Co-doped TiO2 films”, J.
Appl. Phys., 93, 7867 (2003).
5. Hong, N.H., Sakai, J., Prellier, W., & Hassini, A. “Co distribution in ferromagnetic rutile
Co-doped TiO2 thin films grown by laser ablation on silicon substrates”, App. Phys. Lett. 83, 3129
(2003).
6. Han, G.C., Wu, Y.H., Tay, M., Guo, Z.B., Li, K.B., & Chong, C.T. “Growth and magnetic
properties of TiO2:Co anatase thin films by sputtering technique”, J. Magnetism & Magnetic
Mat. 272-276, 1537 (2004).
7. O’Handley, R.C., “Modern Magnetic Materials:
Principles and Applications”, John Wiley &
Sons, Inc., New York, USA (2000).
8. Neelakanta, P.S., “Handbook of Electromagnetic Materials: Monolithic and Composite Version and Their Applications”, CRC Press, Florida, USA (1995).
9. Sittner, C.E., & Bergauer, A. “Correlations
between island nucleation and grain growth for polycrystalline films”, Material Research Society
Proceeding Spring Meeting, 1-6 (2001).