• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap bangunan infrastruktur akan mengalami penurunan kondisi selama umur layannya disebabkan oleh banyak faktor antara lain karena pengaruh lingkungan, struktur bangunan, penggunaan dari bangunan itu sendiri dan lain sebagainya. Penurunan dari kondisi bangunan ini tentunya akan berbeda antar setiap elemen yang terdapat pada bangunan, sehingga akan terdapat bermacam-macam jenis kerusakan dan tingkat kerusakan masing-masing komponen bangunan tersebut.

Untuk menjaga agar bangunan gedung tersebut tetap dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya maka diperlukan pemeliharaan. Pemeliharaan terdiri dari kegiatan-kegiatan pemeliharaan terhadap fungsi bangunan maupun pemeliharaan kondisi bangunan dan pemeliharaan tersebut dapat berupa pemeliharaan preventif dan pemeliharaan korektif.

Pemeliharaan bangunan gedung, didahului oleh kegiatan pemeriksaan kerusakan bangunan dan penilaian kondisi bangunan, yang selanjutnya penetapan jenis pemeliharaan. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap kondisi bangunan tentunya diperlukan seorang Inspektor yang benar-benar dapat memahami sistem penilaian yang ada. Sistem penilaian kondisi bangunan gedung dalam rangka pemeliharaan bangunan Sekolah Dasar yang telah dikembangkan di Indonesia, antara lain: Petunjuk Teknis Tata Cara Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Gedung Sekolah Dasar yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (1999), Pedoman Pemeliharaan Unit Gedung Sekolah Baru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasioanal Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002) dan Sistem Penilaian Kondisi Bangunan Sekolah Dasar yang dikembangkan oleh Rahmatina (2004).

1.2 Perumusan Masalah

Penentuan penilaian terhadap kondisi bangunan gedung Sekolah Dasar tentunya sangat tergantung dari Inspektor yang melakukan pemeriksaan, untuk itu diperlukan suatu penelitian terhadap Inspektor yang melakukan pemeriksaan kondisi

(5)

bangunan gedung Sekolah Dasar sehingga dapat diketahui seberapa besar simpangan hasil pemerikasaan Inspektor dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya simpangan hasil pemeriksaan Inspektor terhadap kondisi bangunan gedung Sekolah Dasar dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan.

Dari hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam memilih Inspektor untuk melakukan pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inspektor

Inspektor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) adalah pejabat pemerintah yang betugas melakukan pemeriksaan, pemeriksa, penilik, pengawas (pendidikan, pajak, perburuhan,dsb). Dari definisi tersebut diatas maka digunakan istilah Inspektor pada penelitian ini yang berarti bahwa orang yang melakukan pemeriksaan terhadap kondisi bangunan Sekolah Dasar.

2.2 Bangunan Sekolah Dasar

Sekolah Dasar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) adalah lembaga untuk mengadakan proses belajar dan mengajar sedangkan bangunan Sekolah Dasar adalah tempat untuk menerima dan memberi pelajaran pada tingkat dasar.

Berdasarkan lingkup pelayanannya (Dirjen Cipta Karya, Dept. PU, 1999), klasifikasi bangunan Sekolah Dasar dibedakan atas :

a. SD Tipe A, adalah sekolah dengan 12 ruang kelas, idealnya 480 siswa, luas lahan minimal 3000 m2dan lokasi di kabupaten/ kota. Untuk sekolah tipe A+ (tipe A besar) dengan jumlah ruang kelas lebih dari 12 kelas (18, 24, 36, 48 atau lebih) dengan jumlah murid lebih dari 720 orang dan luas lahan minimal 3000 m2. b. SD Tipe B, adalah sekolah dengan 6 ruang kelas, idealnya 240 siswa, luas lahan

minimal 2000 m2dan lokasi di kecamatan/ kelurahan.

c. SD Tipe C, adalah sekolah dengan 3 ruang kelas, idealnya 90 siswa, luas lahan minimal 1000 m2dan lokasi di desa atau daerah terpencil.

d. SD Tipe D, adalah sekolah dengan 1 ruang kelas, idealnya 60 siswa, luas lahan minimal 500 m2dan lokasi di daerah terpencil.

2.3 Pemeliharaan Bangunan Sekolah Dasar

Pemeliharaan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk menjaga suatu komponen, sistem, asset infrastruktur atau fasilitas agar berfungsi seperti yang direncanakan (Hudson, 1997). Demikian pula pada bangunan gedung Sekolah

(7)

Dasar, kegiatan pemeliharaan diperlukan untuk menjaga agar bangunan dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan yang direncanakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan.

Menurut Soekirno, 2003, kegiatan pemeliharaan suatu bangunan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

(1) Faktor fungsi bangunan dimana adanya kenaikan kebutuhan, misalnya dikarenakan jumlah kelas yang tidak mencukupi lagi disebabkan semakin bertambah banyaknya siswa baru.

(2) Faktor fasilitas kondisi bangunan dimana adanya penurunan kondisi fisik bangunan seperti atap kelas yang bocor atau dinding bangunan yang retak disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor lingkungan dan faktor umur bangunan.

Adapun yang perlu dipelihara pada Sekolah Dasar adalah :

1. Bangunan Gedung Sekolah Dasar yang meliputi : komponen arsitektur, komponen struktur dan komponen utilitas.

2. Prasarana pendukung yang meliputi : pagar dan pintu masuk, jalan setapak dan perkerasan, pertamanan dan lapangan upacara, lapangan olah raga, saluran air hujan dan air kotor, tempat pembuangan sampah, dan lain-lain.

3. Sarana Pendidikan yang meliputi mebeler.

Pemeliharaan pada bangunan gedung dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :

(1) Breakdown maintenance (pemeliharaan kerusakan), pemeliharaan kerusakan dalam pakteknya tidak menunjukkan kegiatan pemeliharaan sampai suatu saat terjadi kerusakan.

(2) Corrective maintenance (pemeliharaan koreksi), merupakan kegiatan perbaikan yang dilakukan dengan jadwal terencana atau selama waktu pemeriksaan yang telah ditentukan. Kegiatan seperti ini mungkin dilakukan sebagai kegiatan pemeriksaan untuk melakukan tindakan pencegahan.

(3) Renovative maintenance (pemeliharaan perbaikan), pemeliharaan perbaikan dilakukan ketika suatu bagian dari bangunan dapat dihentikan dari masa pengoperasian untuk sementara waktu yang telah diperkirakan. Pemeliharaan seperti ini melibatkan perubahan/ modifikasi besar atau pendesainan ulang.

(8)

100 85 70 55 40 25 10 0

Usia Bangunan (Tahun) Penurunan Kondisi Bangunan (Deterriorasi)

Umumnya ketika biaya untuk perbaikan menjadi lebih besar dari biaya penggantian maka inilah waktunya untuk menjadwalkan suatu masa/ waktu untuk pemeliharaan perbaikan.

(4) Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan), dilakukan untuk memperlambat atau meniadakan deteriorasi/ kerusakan atau kegagalan komponen atau sistem infrastruktur. Seharusnya semua pemeliharaan dilakukan sebelum kerusakan terjadi.

2.4 Metode Indeks Kondisi Pada Bangunan Gedung

Pada gambar berikut ini dapat dilihat skala Indeks Kondisi dari Uzarski (1997) dan penurunan kondisi bangunan yang digambarkan oleh Hudson (1997).

Gambar 2.1 Skala Indeks Kondisi dan Kondisi Bangunan Selama Masa Layan Berikut ini merupakan konsep dasar dari sistem penilaian yang digunakan Uzarski (1997) dan Rahmatina (2004) :

a. Indeks Kondisi Gabungan

Indeks kondisi gabungan adalah merupakan cara untuk menggabungkan dua nilai kondisi komponen atau lebih dengan memberikan faktor pembobotan untuk tiap-tiap komponen dengan nilai kondisinya masing-masing (Hudson, 1987) dengan rumus :

n n

n i C W CI

………... (2.1)

Kondisi sempurna/ baru dibangun Kondisi baik

Kondisi sedang

Kondisi setengah baik Runtuh sebagian kecil

Runtuh sebagian besar Runtuh Inde ks K ondi si

(9)

dimana :

CI = Composite Condition Index

Cn = nilai kondisi komponen n bangunan Wn = bobot komponen n bangunan

n = komponen bangunan ke-n

Nilai Composite Condition Index memberikan gambaran pada suatu kondisi bangunan dimana merupakan hasil penilaian kondisi semua komponen bangunan yang ada yang merupakan bagian dari bangunan dan mengalikannya dengan bobot fungsional tiap-tiap komponen. Bobot fungsional adalah gambaran seberapa besar fungsi suatu komponen terhadap suatu bangunan.

Skala penilaian Indeks Kondisi tersebut dihubungkan dengan tindakan penanganan seperti pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Hubungan Skala Penilaian Indeks Kondisi dengan Tindakan Penanganan Indeks

Kondisi

Kondisi Gambaran Kondisi Tindakan Pemeliharaan 85 – 100 70 – 84 Sempurna/ baru dibangun Baik

Tidak terlihat kerusakan Beberapa kekurangan mungkin terlihat

Terjadi deteriorasi atau kerusakan kecil Tindakan pemeliharaan masih belum perlu dilakukan 55 – 69 40 – 54 Sedang Setengah Baik

Mulai terjadi deteriorasi atau kerusakan, namun tidak mempengaruhi fungsi struktur bangunan secara keseluruhan Cukup

Terjadi deteriorasi atau kerusakan tetapi bangunan masih dapat berfungsi

Perlu dibuat analisis ekonomi untuk alternatif perbaikan 25 –39 10 – 24 0 – 9 Runtuh Sebagian Kecil Runtuh Sebagian Besar Runtuh Buruk

Terjadi kerusakan yang cukup kritis sehingga fungsi bangunan terganggu Sangat buruk

Kerusakan parah dan bangunan tidak berfungsi

Pada komponen utama bangunan terjadi keruntuhan Evaluasi secara detail diperlukan untuk menentukan tindakan rehabilitasi dan rekonstruksi selain diperlu kan evaluasi untuk keamanan (Sumber : Uzarski, 1997)

b. Konsep Nilai Pengurang

Nilai kondisi komponen n bangunan (Cn) dapat ditinjau terhadap kerusakan bangunan, seperti yang dikembangkan Rahmatina (2004), sehingga untuk mendapatkan Indeks Kondisi bangunan harus digunakan nilai pengurang,

(10)

dimana konsep nilai pengurang adalah pengurangan nilai kondisi bangunan dalam keadaan baru (100 %) akibat berbagai kerusakan yang terjadi. Kerusakan tersebut meliputi jenis, tingkat dan kuantitas kerusakan. Suatu faktor penyesuaian atau faktor koreksi dibuat untuk kerusakan ganda atau lebih dari satu, agar total nilai pengurangan dari kerusakan berganda tidak lebih dari 100 yang dapat mengakibatkan nilai kondisi menjadi negatif. Sehingga rumus Indeks Kondisi diatas dapat dikembangkan menjadi :

  n i n nC W C CI ( ) ……….. (2.2) dimana :

C = nilai kondisi bangunan baru (100 %)

Tahapan penilaian pada bangunan gedung menggunakan tahapan penilaian Indeks Kondisi dimana menentukan Indeks Kondisi masing-masing sub komponen bangunan gedung, kemudian penentuan indeks kondisi tingkat yang lebih tinggi, seperti pada langkah berikut :

Tahap 1 : Indeks Kondisi Sub-sub Komponen (IKSSK)

Model untuk menilai sub-sub komponen adalah :

  



    p i m j d t F Dij Sj Tj a C IKSSK 1 1 , , , ……… (2.3) dimana :

IKSSK = Indeks Kondisi Sub-sub Komponen Bangunan Gedung C = Nilai kondisi bangunan baru = 100 %

a = Nilai pengurang tergantung dari jenis kerusakan (Tj), tingkat kerusakan (Sj) dan kuantitas kerusakan (Dij)

p = Jumlah jenis kerusakan untuk kelompok sub komponen yang ditinjau

m = Jumlah tingkatan untuk setiap jenis kerusakan

F(t,d) = Faktor koreksi untuk kerusakan berganda yang berbeda dengan nilai pengurang yang dijumlah secara total (t) dan jumlah pengurang individual terhadap nilai minimum

Tahap 2 : Indeks Kondisi Sub Komponen(IKSK)

Model untuk menilai indeks kondisi sub komponen adalah :

IKSKs = IKSSK1. BSSK1+ IKSSK2. BSSK2 + …. + IKSSKr. BSSKr … (2.4) dimana :

IKSKs = Indeks kondisi sub komponen dari s sub komponen BSSKr = Bobot fungsional dari sub-sub komponen ke r

(11)

IKSSKr = Indeks kondisi sub-sub somponen dari setiap sub-sub komp ke r r = Banyaknya sub-sub komponen

Tahap 3 : Indeks Kondisi Kelompok Sub Komponen (IKKSK)

Model untuk menilai indeks kondisi kelompok sub komponen adalah : IKKSKt = IKSK1. BSK1 + IKSK2. BSK2 + …. + IKSKs. BSKs ……… (2.5) dimana :

IKKSKt = IK kelompok sub komponen dari t kelompok sub komp BSKs = Bobot fungsional dari sub komponen ke s

IKSKs = Indeks kondisi sub komponen dari setiap sub komp ke s s = Banyaknya sub komponen yang dinilai

Tahap 4 : Indeks Kondisi Komponen Ruang (IKKR)

Model untuk menilai indeks kondisi komponen ruang adalah :

IKKRu = IKKSK1.BKSK1+ IKKSK2.BKSK2 + .. + IKKSKt.BKSKt..… (2.6)

dimana :

IKKRu = Indeks kondisi komponen ruang dari u komponen ruang BKSKt = Bobot fungsional dari kelompok sub komponen ke t

IKKSKt = Indeks kondisi kelompok sub komponen dari setiap kelompok sub komponen t

t = Banyaknya kelompok sub komponen yang dinilai

Tahap 5 : Indeks Kondisi Ruang (IKR)

Model untuk menilai indeks kondisi ruang adalah :

IKRv = IKKR1.BKR1 + IKKR2.BKR2 + ... + IKKRu.BKRu………. (2.7)

dimana :

IKRv = Indeks kondisi ruang dari v ruang

IKKRu = Indeks kondisi komponen ruang dari setiap komponen ruang u BKRu = Bobot fungsional dari komponen ruang ke u

u = Banyaknya komponen ruang yang dinilai

Tahap 6 : Indeks Kondisi Gedung (IKG)

Model untuk menilai indeks kondisi ruang adalah :

IKGw = IKR1.BR1 + IKR2.BR2 + ... + IKRv.BKRv ..………. (2.8)

dimana :

IKG = Indeks kondisi gedung

IKRv = Indeks kondisi ruang dari tiap ruang v BRv = Bobot fungsional dari ruang ke v

(12)

2.5 Metode Analisa Data

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisa data diantaranya adalah :

a. Mean dan Standar Deviasi

Mean adalah rata-rata hitung. Jika X1, X2, …. Xn adalah n buah pengamatan, maka mean dicari dengan rumus :

n X n X X X X  1 2.... n

i ……… (2.9)

dimana : Xi = pengamatan ke-I

X = mean

Seberapa jauh nilai pengamatan tersebar disekitar nilai rata-rata dinamakan variasi atau dispersi dari data. Ukuran variasi banyak jenisnya, tetapi yang sering dipergunakan adalah variance dan standar deviasi.

Jika sebuah set pengamatan X1, X2, …. Xn mempunyai mean X , maka variansnya adalah : 1 ) ( 2   

n X X Vx i ……… (2.10) dimana :

Xi = nilai pengamatan variabel ke-I X = rata-rata (mean)

Vx = variance

Dalam kerja sehari-hari, variance dicari dengan rumus berikut, yang merupakan cara lain dalam menuliskan rumus untuk variance :

) 1 ( ) ( 2 2   

n n X X n Vx i i ……… (2.11)

Sedangkan Standar Deviasi adalah akar dari varians, yaitu :

) 1 ( ) ( 2    

n n X X n S Vx S i i ….……… (2.12)

(13)

dimana :

Xi = nilai pengamatan ke-i n = jumlah pengamatan s = standar deviasi

b. Metode Angka Indeks

Angka Indeks pada dasarnya merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama dalam dua keadaan yang berbeda. Dari angka indeks dapat diketahui maju mundurnya atau naik turunnya suatu usaha atau kegiatan. Jadi tujuan pembuatan angka indeks sebetulnya untuk mengetahui secara kuantitatif terjadinya suatu perubahan dalam dua kesempatan yang berbeda, misalnya indeks harga untuk mengukur perubahan harga (berapa % kenaikannya atau penurunannya), indeks produksi untuk mengetahui perubahan yang terjadi di dalam kegiatan produksi, dan dalam penelitian ini akan dilakukan penilaian terhadap indeks kondisi yang dilakukan oleh beberapa orang Inspektor dibandingkan dengan indeks kondisi yang diperoleh peneliti sehingga dapat diketahui persentase perbedaan yang terjadi apakah lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan demikian angka indeks sangat diperlukan oleh siapa saja yang ingin mengetahui maju mundurnya, tinggi rendahnya, naik turunnya suatu kegiatan yang dilakukan.

Didalam pembuatan angka indeks yang diperlukan adalah dua macam keadaan atau kondisi yang berbeda, dimana salah satunya akan digunakan sebagai dasar perbandingan penilaian terhadap nilai yang lain. Angka indeks dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

% 100 , x Po Pt It o  ……….. (2.13) dimana :

It,,o= indeks nilai pada keadaan t dengan nilai dasar O Pt = indeks nilai pada keadaan t

Po = indeks nilai pada keadaan O

Jadi perbandingan nilai indeks pada keadaan t terhadap nilai dasar adalah : = 100 % - It,,o

(14)

Jika nilai perbandingan lebih besar dari 100 % (> 100 %) berarti nilai Indeks kondisi lebih tinggi dari nilai dasar namun jika nilai perbandingan lebih kecil dari 100 % (< 100 %) maka nilai indeks kondisi lebih rendah dari nilai dasar yang menjadi acuan. Kebaikan atau kesempurnaan dari pada angka indeks biasanya dilihat dari kenyataan apakah angka indeks yang bersangkutan memenuhi kriteria pengujian. Adapun kriteria pengujian yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

It,,0 x I0,t = 1 (indeks belum dinyatakan dalam persentase) ……….. (2.14)

dimana :

It,,0 = indeks t dengan menggunakan indeks dasar 0 I0,t = indeks 0 dengan menggunakan indeks dasar t

(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penilaian Inspektor dalam melakukan pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar yaitu dengan membuat pedoman pemeriksaan yang aplikasinya dilakukan pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar dengan melibatkan beberapa orang sebagai Inspektor sehingga dapat diketahui pemahaman para Inspektor terhadap pedoman pemeriksaan yang disusun.

3.1 Penetapan Sekolah Dasar dan Inspektor

Penetapan Sekolah Dasar yang akan dilakukan pemeriksaan dengan ketentuan sebagai berikut :

(1) Gedung Sekolah Dasar memiliki tipe yang sama dan berada di lokasi kecamatan/ kelurahan yang sama, yaitu Sekolah Dasar dengan tipe C dan berada pada Kecamatan Sukarami Palembang, hal ini dimaksudkan agar sekolah yang dipilih memiliki ruang dan jumlah murid yang setara.

(2) Gedung Sekolah Dasar tersebut memiliki riwayat pemeliharaan yang hampir sama, yaitu setiap Sekolah Dasar pernah mengalami perbaikan antara tahun 2001 sampai tahun 2003, agar kondisi yang ada pada tiap Sekolah Dasar tidak jauh berbeda, sehingga hasil pemeriksaan yang diperoleh berada pada garis rata-rata. (3) Gedung Sekolah Dasar berada pada lokasi tanah keras, agar kerusakan yang

terjadi pada bangunan akibat pengaruh lingkungan akan yang sama.

Sedangkan Inspektor yang akan melakukan pemeriksaan kerusakan bangunan Sekolah Dasar terdiri atas beberapa kriteria dengan maksud untuk mengetahui pengaruh Inspektor dengan latar belakang pekerjaan atau pendidikan yang berbeda terhadap hasil pemeriksaan kerusakan bangunan Sekolah Dasar. Adapun kriteria pemilihan Inspektor, antara lain :

(1) Pegawai dari Dinas Pendidikan Nasional dengan jabatan sebagai pengawas yaitu sebagai orang yang biasa terlibat langsung dalam pengawasan baik teknis maupun non teknis terhadap kondisi Sekolah Dasar, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana cara pandang pegawai dari Diknas terhadap Sistem

(16)

Penilaian yang ada. Adapun Inspektor dari Diknas ini diambil sebanyak sebanyak 3 orang.

(2) Kepala Sekolah dari Sekolah Dasar yang bersangkutan sebagai orang yang langsung melihat kondisi dari bangunan Sekolah Dasar sehari-harinya, untuk mengetahui apakah cara pandang Kepala Sekolah terhadap kondisi bangunan Sekolah Dasar.

(3) Lulusan dari STM jurusan bangunan sebagai orang yang memiliki dasar dalam bidang keteknikan dalam hal ini bangunan, untuk mengetahui cara pandang orang yang memiliki dasar bidang keteknikan apakah berbeda jauh dari cara pandang orang dengan latar belakang umum. Inspektor dari STM ini diambil sebanyak 3 orang.

3.2 Pra Pengumpulan Data/ Survei

Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap kerusakan bangunan Sekolah Dasar terlebih dahulu dilakukan kegiatan berupa penjelasan terhadap pedoman pemeriksaan yang meliputi penjelasan tentang tata cara pemeriksaan serta pedoman pengisian formulir pemeriksaan kepada para inspektor yang akan melakukan pemeriksaan. Selanjutnya dilakukan uji coba pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar dengan menggunakan pedoman dan formulir yang telah dijelaskan tersebut. sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman dari Inspektor terhadap pedoman dan formulir yang sudah dijelaskan.

3.3 Pemeriksaan Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar

Pemeriksaan kerusakan bangunan Sekolah Dasar dilakukan secara visual terhadap komponen-komponen bangunan yang memiliki bobot terbesar berdasarkan bobot fungsional pada Sistem Penilaian Kondisi Bangunan Sekolah Dasar yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya. Komponen-komponen tersebut meliputi : komponen kolom, komponen dinding, komponen lantai, komponen plafond, komponen pintu, komponen jendela.

(17)

3.4 Penilaian Hasil Pemeriksaan Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Adapun tahapan penilaian tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Menetapkan nilai pengurang untuk setiap jenis kerusakan yang sudah diperiksa oleh setiap Inspektor.

(2) Menghitung Indeks Kondisi Sub-sub Komponen (IKSSK) dengan cara mengalikan nilai pengurang terhadap faktor koreksi untuk setiap jenis kerusakan, digunakan rumus (2.3).

(3) Menghitung Indeks Kondisi Sub Komponen (IKSK) yaitu dengan mengalikan nilai IKSSK terhadap bobot masing-masing sub-sub komponen, digunakan rumus (2.4).

(18)

BAB IV

ANALISA DAN HASIL

4.1 Penilaian Hasil Pemeriksaan Kerusakan Bangunan

Penilaian hasil pemeriksaan kerusakan diberikan nilai pengurang sesuai dengan jenis kerusakan, skala kerusakan dan kuantitas kerusakan. Beberapa contoh perhitungan penilaian dapat dilihat pada perhitungan berikut :

- Penilaian hasil pemeriksaan kolom

 

% 20 % 1 20 20 4 , 0 50 6 , 0 100 % 100      

x IKSK x x IKSSK

- Penilaian hasil pemeriksaan dinding

 

 

 

 

 

 

100 0,35 100 0,35 72,5 0,3

91,75 5 , 72 1 , 0 50 3 , 0 25 6 , 0 25 % 100 100 4 , 0 0 6 , 0 0 % 100 100 4 , 0 0 6 , 0 0 % 100                   

x x x IKSK x x x eran IKSSKplest x x partisi IKSSKddg x x bata IKSSKpas

Nilai Indeks Kondisi hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 berikut :

Tabel 4.1. Nilai Indeks Kondisi Kolom

Inspektor

Indeks Kondisi Kolom (%) SDN 172

Indeks Kondisi Kolom (%) SDN 173

Indeks Kondisi Kolom (%) SDN 175 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2

Diknas 1 20 60 80,8 73,6 100 77,2 Diknas 2 100 100 73,6 47,8 100 77,2 Diknas 3 20 60 80,8 73,6 100 77,2 Kepala Sekolah 100 62,2 100 47,8 100 100 STM 1 100 100 100 47,8 100 100 STM 2 100 100 100 47,8 100 100 STM 3 100 100 100 73,6 100 100

(19)

Tabel 4.2. Nilai Indeks Kondisi Dinding

Inspektor

Indeks Kondisi Dinding (%) SDN 172

Indeks Kondisi Dinding (%) SDN 173

Indeks Kondisi Dinding (%) SDN 175 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2

Diknas 1 91,75 90,36 88 100 82,11 60,36 Diknas 2 82,11 85,11 85,75 93,36 85,75 60,36 Diknas 3 91,75 90,36 88 97 85,75 60,36 Kepala Sekolah 91,75 93,36 90,25 88,86 90,11 97 STM 1 83,61 85,11 87,25 85,86 80,61 73,11 STM 2 83,61 85,11 87,25 85,86 83,61 83,61 STM 3 83,61 89,61 87,25 85,86 79,11 91,75 (Sumber : Hasil Perhitungan, 2005)

Tabel 4.3. Nilai Indeks Kondisi Plafond

Inspektor

Indeks Kondisi Plafond (%) SDN 172

Indeks Kondisi Plafond (%) SDN 173

Indeks Kondisi Plafond (%) SDN 175 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2

Diknas 1 79 98 93 100 68 100 Diknas 2 88 87 94 94 58 100 Diknas 3 81 98 97 100 58 100 Kepala Sekolah 88 93 97 98 76 100 STM 1 88 88 93 97 62 100 STM 2 88 83 93 96 57 100 STM 3 88 83 93 99 65 100

(Sumber : Hasil Perhitungan, 2005)

Tabel 4.4. Nilai Indeks Kondisi Lantai

Inspektor

Indeks Kondisi Lantai (%)

SDN 172

Indeks Kondisi Lantai (%)

SDN 173

Indeks Kondisi Lantai (%) SDN 175 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Diknas 1 97,66 100 50,79 47,5 90,25 100 Diknas 2 93,16 95,41 47,5 73,75 94,75 100 Diknas 3 97,66 100 58 47,5 94,75 100 Kepala Sekolah 100 100 68,29 73,54 85,33 100 STM 1 90,16 94,66 64,02 75,78 86,83 100 STM 2 99,37 94,66 64,02 75,78 93,16 100 STM 3 99,37 94,66 64,02 75,78 92,5 100

(20)

Tabel 4.5. Indeks Kondisi Pintu

Inspektor

Indeks Kondisi Pintu (%)

SDN 172

Indeks Kondisi Pintu (%)

SDN 173

Indeks Kondisi Pintu (%)

SDN 175 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Diknas 1 100 92,01 86,2 65,11 68,06 100 Diknas 2 96,55 96,55 82,2 75,46 74,05 100 Diknas 3 96,55 92,01 86,2 81,45 85,15 100 Kepala Sekolah 100 100 82,2 81,45 82,91 94,3 STM 1 96,55 92,01 96,55 81,45 83,16 100 STM 2 96,55 92,01 96,55 81,45 83,16 100 STM 3 96,55 92,01 100 81,45 68,06 100

(Sumber : Hasil Perhitungan, 2005)

Tabel 4.6. Indeks Kondisi Jendela

Inspektor

Indeks Kondisi Jendela (%) SDN 172

Indeks Kondisi Jendela (%) SDN 173

Indeks Kondisi Jendela (%) SDN 175 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2 Ruang 1 Ruang 2

Diknas 1 100 100 100 89,15 86,2 92,6 Diknas 2 100 94,82 89,15 89,15 96,55 92,6 Diknas 3 100 100 89,15 92,6 86,2 92,6 Kepala Sekolah 100 94,82 89,15 89,15 86,2 92,6 STM 1 96,55 92,85 100 89,15 86,2 100 STM 2 96,55 92,85 100 96,55 96,55 92,6 STM 3 96,55 92,85 100 96,55 96,22 100

(Sumber : Hasil Perhitungan, 2005)

4.2 Analisa Simpangan Hasil Pemeriksaan Kerusakan Komponen Bangunan Dari hasil penilaian Indeks Kondisi Komponen pada tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.6, selanjutnya dilakukan perhitungan besarnya persentase simpangan terhadap hasil penilaian dari setiap Inspektor, sehingga didapatkan persentase simpangan rata-rata dari setiap Inspektor. Besarnya persentase simpangan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7 dan gambar 4.1 berikut :

(21)

Tabel 4.7. Persentase Simpangan Terhadap Komponen Bangunan

Komponen Bangunan

Persentase Simpangan (%)

Diknas Kepala Sekolah STM

Kolom 26 5 11,17 Dinding 9,7 7 3 Plafond 6,5 2,8 4 Lantai 7,2 13,3 13,2 Pintu 4,5 6,7 6,7 Jendela 2,7 1 6,3 Rata-rata 9.43 5.97 7.40

(Sumber : Hasil Perhitungan, 2005)

Dari tabel 4.7 dan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata pemeriksaan pada setiap komponen bangunan menunjukkan bahwa penyimpangan terbesar pada hasil pemeriksaan adalah Inspektor yang berasal dari Diknas yaitu sebesar 9,43 %, berikutnya Inspektor yang berasal dari STM sebesar 7,40 % dan terkecil pada Inspektor yang berasal dari Kepala Sekolah yaitu sebesar 5,97 %. Hal ini menunjukkan bahwa latar belakang pekerjaan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan seperti pada hasil pemeriksaan yang dilakukan Kepala Sekolah yang setiap harinya

(22)

berada pada lokasi pemeriksaan sehingga mengetahui kondisi sebenarnya yang ada sehingga hasil pemeriksaan memiliki penyimpangan yang kecil sedangkan penyimpangan terbesar dari Diknas karena Inspektor dari Diknas ini tidak mengetahui kondisi sebenarnya dan tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang keteknikan, sedangkan Inspektor dari STM yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang keteknikan sehingga dapat memahami komponen-komponen yang ada pada bangunan Sekolah Dasar walaupun Inspektor dari STM ini tidak mengetahui kondisi sebenarnya yang ada. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa latar belakang pendidikan dan pekerjaan mempengaruhi hasil pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar.

(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah : (1) Penyimpangan terbesar pada hasil pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah

Dasar adalah pada Inspektor dari Diknas yaitu sebesar 9,43 %, Inspektor dari STM sebesar 7,40 % dan terkecil pada Inspektor dari Kepala Sekolah sebesar 5,97 %.

(2) Dari simpangan yang ada dapat diketahui bahwa latar belakang pekerjaan dan pendidikan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar.

5.2 Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah untuk melakukan pemeriksaan terhadap kondisi bangunan Sekolah Dasar dapat digunakan Inspektor yang berasal dari Kepala Sekolah atau orang yang benar-benar mengetahui kondisi bangunan sebenarnya atau orang yang memiliki latar belakang sesuai dengan apa yang akan diperiksa.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Andry, 2002, Penilaian Kondisi Bangunan Gedung Shopping Centre, Tesis, Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Tarumanagara.

Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002, Manual Rehabilitasi Gedung SD & MI melalui Partisipasi Masyarakat. Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002,

Pembangunan Gedung Unit Sekolah Baru (USB) melalui Partisipasi Masyarakat.

Direktorat Jenderal Cipta Karya, Dep. Pekerjaan Umum, 1999, Petunjuk Teknis Tata Cara Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Gedung SD.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Dep. Pendidikan Nasional, 2003, Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Jenderal Pengembangan Perkotaan, Dep. Permukiman dan Prasarana

Wilayah, 1999, Panduan Pendataan Kondisi Fisik Bangunan Gedung SD&MI di Kabupaten/Kota.

Purnomo Soekirno, 2003, Diktat Kuliah Manajemen Pemeliharaan Infrastruktur, Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.

Rini Rahmatina, 2004, Pembuatan Sistem Penilaian Kondisi Bangunan Sekolah Dasar, Tesis, Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya.

Supranto. J, 2001, Statistik : Teori dan Aplikasi, Edisi 5, Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Uzarski, Don, dkk, 1997, Structure Condition Assessment : Art, Science and

Practice, ASCE Publication, American Public.

W. Ronald Hudson, Ralph Hass and Waheed Uddin,1997, Infrastructure Management (Design, Contruction, Maintenance, Rehabilitation and Renovation), Tata McGraw-Hill, Inc, New York.

(25)

NOTULEN SEMINAR KARYA ILMIAH Hari/ Tanggal : Kamis, 4 Maret 2010

Tempat : Ruang Seminar Jurusan Teknik Sipil Moderator : Hamdi, B.Sc, M.T.

Notulis : Ir. Abdul Latif Pertanyaan I dari Zainuddin Muchtar :

Apakah tim penilai/ Inspektor memiliki standard dan format penilaian yang sama ? Tanggapan :

Seluruh Inspektor sebelum melakukan pemeriksaan dilakukan pengarahan dan uji coba terhadap formulir pemeriksaan dan cara-cara melakukan pemeriksaan pada kondisi bangunan Sekolah Dasar.

Pertanyaan II dari Agus Subrianto :

Apakah penilaian yang dilakukan Kepala Sekolah bisa dilaksanakan dalam melakukan pemeriksaan bangunan Sekolah Dasar, mengingat latar belakang yang dimiliki Kepala Sekolah bukan dari bidang teknik !

Tanggapan :

Untuk itu dilakukan penelitian dan dari hasil penelitian didapatkan bahwa hasil penilaian dari Kepala Sekolah memiliki nilai penyimpangan yang relative kecil hal ini menunjukkan bahwa Kepala Sekolah dapat diambil sebagai Inspektor dalam melakukan pemeriksaan mengingat Kepala Sekolah merupakan orang yang sehari-hari melihat kondisi sebenarnya dilapangan.

Pertanyaan III dari Siswa Indra :

1. Bagaimana batasan Sekolah Dasar yang dilakukan pemeriksaan ? 2. Berapa orang Inspektor yang diambil dari setiap perwakilan ? Tanggapan :

1. Kriteria dari Sekolah Dasar yaitu memiliki riwayat pemeliharaan yang sama agar tingkat kerusakan yang terjadi tidak jauh berbeda, memiliki tipe yang sama pada penelitian ini diambil Sekolah Dasar tipe C dan berada pada lokasi yang hampir sama yaitu berada pada tanah keras.

(26)

2. Inspektor yang diambil dari masing-masing perwaki nm , m nmlan adalah 3 (tiga) orang.

Pertanyaan IV dari Abdul Latif :

Siapa saja yang diambil sebagai tim penilai dan bagaimana kriteria tim penilai serta siapa yang menunjuk ?

Tanggapan :

Tim penilai diambil dari Kepala Sekolah sebagai orang yang mengetahui kondisi lapangan, Pegawai Diknas yaitu orang selama ini terlibat dalam pemerikasaan kondisi bangunan SD dan tamatan dari STM sebagai orang yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang keteknikan. Inspektor ini dipilih berdasarkan rekomendasi dari dosen pembimbing.

Notulis,

Ir. Abdul Latif

(27)

KAJIAN PENILAIAN INSPEKTOR TERHADAP

PEMERIKSAAN KONDISI BANGUNAN

SEKOLAH DASAR

KARYA ILMIAH

Disampaikan pada seminar Karya Ilmiah Di Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya

Pada Tanggal 4 Maret 2010

OLEH :

INDRAYANI, S.T., M.T.

NIP 197402101997022001

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

2010

(28)

KAJIAN PENILAIAN INSPEKTOR TERHADAP

PEMERIKSAAN KONDISI BANGUNAN

SEKOLAH DASAR

Oleh :

INDRAYANI, S.T., M.T. NIP 197402101997022001

Palembang, Maret 2010 Menyetujui, Ketua Jurusan Teknik Sipil, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian

Kepada Masyarakat,

Dr. M. Syahirman Yusi, S.E., M.Si Zainuddin Muchtar, S.T., M.T NIP 195808171993031001 NIP 196501251989031002

Mengetahui,

Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya

RD. Kusumanto, S.T., M.M NIP 196603111992031004

(29)

ABSTRAK

KAJIAN PENILAIAN INSPEKTOR TERHADAP

PEMERIKSAAN KONDISI BANGUNAN

SEKOLAH DASAR

(Indrayani, 2010, 20 halaman)

Pemeliharaan bangunan gedung, didahului oleh kegiatan pemeriksaan kerusakan bangunan dan penilaian kondisi bangunan, yang selanjutnya penetapan jenis pemeliharaan. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap kondisi bangunan tentunya diperlukan seorang Inspektor yang benar-benar dapat memahami sistem penilaian yang ada. Pemeriksaan terhadap kondisi bangunan Sekolah Dasar pada penelitian ini melibatkan beberapa orang Inspektor dari latar belakang pendidikan/ pekerjaan yang berbeda yaitu dari Diknas, Kepala Sekolah dan STM, sehingga dapat diketahui seberapa besar penyimpangan yang terjadi dari setiap Inspektor. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan dilakukan penilaian menggunakan system penilaian Indeks Kondisi dari Urarski, 1997 yang selanjutnya dikembangkan oleh Rahmatina, 2004.

Hasil analisa menunjukkan bahwa penyimpangan terbesar pada hasil pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar adalah pada Inspektor dari Diknas yaitu sebesar 9,43 %, Inspektor dari STM sebesar 7,40 % dan terkecil pada Inspektor dari Kepala Sekolah sebesar 5,97 %. Dari simpangan yang ada dapat diketahui bahwa latar belakang pekerjaan dan pendidikan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan kondisi bangunan Sekolah Dasar.

(30)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah maka Karya Ilmiah dengan judul “Kajian Penilaian Inspektor Terhadap Pemeriksaan Kondisi Bangunan Sekolah Dasar”, ini dapat diselesaikan.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada : 1. Bapak RD. Kusumanto, S.T., M.M., Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya. 2. Bapak Zainuddin Muchtar, ST., M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Negeri Sriwijaya.

3. Bapak Dr. H. Syahirman Yusi, SE., M.Si., Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.

4. Rekan-rekan sekerja di lingkungan Politeknik Negeri Sriwijaya terutama jurusan Teknik Sipil yang telah memberikan banyak dukungannya.

Dalam pembuatan Karya Ilmiah ini tentulah masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Palembang, Maret 2010

(31)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ……….. i HALAMAN PENGESAHAN ……… ii ABSTRAK ………. iii KATA PENGANTAR ……… iv DAFTAR ISI ………... v DAFTAR TABEL ……….. vi

DAFTAR GAMBAR ……… vii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 1

1.3. Tujuan dan Manfaat ………. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..………….……… 3

2.1 Inspektor ……… 3

2.2 Bangunan Sekolah Dasar ……….. 3

2.3 Pemeliharaan Bangunan Sekolah Dasar ……….. 3

2.4 Metode Indeks Kondisi Pada Bangunan Gedung ………. 5

2.5 Metode Analisa Data ……… 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 12

3.1 Penetapan Sekolah Dasar dan Inspektor ……….. 12

3.2 Pra Pengumpulan Data/ Survei ……… 13

3.3 Pemeriksaan Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar …….. 13

3.4 Penilaian Hasil Pemeriksaan Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar ………... 14

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ………. 15

4.1 Penilaian Hasil Pemeriksaan Kerusakan Bangunan ……. 15

4.2 Analisa Simpangan Hasil Pemeriksaan Kerusakan Komponen Bangunan ……… 15

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……... 20

5.1. Kesimpulan ……… 20

5.2. Saran ……….. 20

(32)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Hubungan Skala Penilaian Indeks Kondisi dengan Tindakan

Penanganan ……… 6

Tabel 4.1. Nilai Indeks Kondisi Kolom ………. 15

Tabel 4.2. Nilai Indeks Kondisi Dinding ..………. 16

Tabel 4.3. Nilai Indeks Kondisi Plafond ....………. 16

Tabel 4.4. Nilai Indeks Kondisi Lantai ….………. 16

Tabel 4.5. Nilai Indeks Kondisi Pintu …...………. 17

Tabel 4.6. Nilai Indeks Kondisi Jendela ..………... 17

(33)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Skala Indeks Kondidi dan Kondisi Bangunan Selama

Masa Layan ……… 5

Gambar

Gambar 2.1 Skala Indeks Kondisi dan Kondisi Bangunan Selama Masa Layan Berikut  ini  merupakan  konsep  dasar  dari  sistem  penilaian  yang  digunakan  Uzarski (1997) dan  Rahmatina (2004) :
Tabel 2.1.  Hubungan Skala Penilaian Indeks Kondisi dengan Tindakan Penanganan Indeks
Tabel 4.1. Nilai Indeks Kondisi Kolom
Tabel 4.3. Nilai Indeks Kondisi Plafond
+3

Referensi

Dokumen terkait

Saran kepada manajemen perusahaan adalah sebaiknya perusahaan menerapkan biaya relevan dalam pengambilan keputusan membuat sendiri atau membeli produk setengah jadi

Oleh karena itu, peristiwa turunnya Al Qur’an selalu terkait dengan kehidupan para sahabat baik peristiwa yang bersifat khusus atau untuk pertanyaan yang muncul.Pengetahuan

Aset keuangan pada awalnya diukur pada nilai wajar, dan dalam hal aset keuangan yang tidak diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, ditambah dengan biaya transaksi yang

Wajib belajar (compulsary education) 6 (enam) tahun yang dilaksanakan pada tahun 1971 telah membantu pemerintah menyadari perlunya menyediakan layanan-layanan bagi

Adapun data kosa kata dialek-dialek tersebut diambil dari peneliti-peneliti lain yang sebelumnya telah meneliti bahasa tersebut, diantaranya dialek Luwu dari Wahyu (2014),

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Menurut studi yang dilakukan oleh Antariksa Budileksmana (2005: 491) menyatakan bahwa dengan periode pengamatan pada return pasar tahun 1999- 2004, pengujian membuktikan

0 sampai dengan 10 Tahun.. Pola distribusi dampak perbailcan. Kalau diuji dengan koefisien konti- 4.. Poh distribusi dampak perbaikan. Pvla Prevalensi Penyakit Diare Berdasar