• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOLOGI FUNGSI

KEGIATAN 5

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

Disusun oleh:

Nama : Atik Kurniawati

NIM : 11708251025

Kelompok : 5

PRODI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

I. Latar Belakang

Mendengar adalah aktifitas menangkap gelombang bunyi dari suatu sumber. Organ yang menjadi alat pendengar adalah telinga. Telinga berfungsi mengubah gelombang suara menjadi impuls yang kemudian akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Walaupun mekanisme mendengar tidak dapat mencakup seluruh gelombang bunyi, namun keterbatasan ini tidak merupakan hambatan bagi seseorang untuk dapat menanggapi berbagai macam bunyi yang berasal dari lingkungannya, salah satunya adalah suara garpu tala.

Oleh karena telinga dalam yaitu koklea tertanam pada kavitas (cekungan tulang) dalam os temporalis yang disebut labirin tulang, getaran seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada koklea itu sendiri. Oleh karena itu, pada kondisi yang memungkinkan garpu tala jika diletakkan pada setiap protuberonsia tulang tengkorak dan prosessus mastoideus dapat menyebabkan telinga mendengar getaran suara (Syaifuddin, 2009: 233).

Percobaan kali ini membuktikan bagaimana telinga dapat mendengar getaran suara hasil perambatan bunyi melalui tulang tengkorak. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses mendengar ini. Selain itu, juga melakukan tes pendengaran. Telinga dapat mengalami kehilangan kemampuannya untuk mendengar getaran suara. Untuk mengetahui kondisi telinga apakah mengalami gangguan pendengaran/tuli dapat dengan melakukan tes pendengaran, yaitu garpu tala, tes Rinne, dan tes Webber.

II. Tujuan Praktikum 1. Tujuan kegiatan

a. Memahami perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

b. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

(3)

a. Menerangkan mekanisme perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

b. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

III. Tinjauan Pustaka

Telinga manusia dapat dibagi menjadi tiga bagian. Telinga bagian luar terdiri atas daun telinga dan saluran auditoris, yang mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkan ke membrane timpanik/ gendang teling yang memisahkan telinga luar dan telinga bagian tengah. Di dalam telinga bagian dalam getaran dihantarkan melalui tiga osikel (tulang kecil) -maleus, inkus, dan sanggurdi- ke telingan dalam lewat jendela oval, suatu membrane di bawah sanggurdi. Telinga bagian dalam membuka ke dalam saluran eustachius, yang berhubungan dengan faring. Telinga bagian ini terdiri dari suatu labirin saluran di dalam tulang tengkorak (tulang temporal). Saluran ini dilapisi oleh membran dan mengandung cairan yang bergerak sebagai respon terhadap suara atau pergerakan kepala. Bagian telinga bagian dalam yang terlibat dalam pendengaran merupakan sebuah organ berpilin yang rumit yang dikenal sebagai koklea. Di dalamnya terdapat organ Corti yang mengandung sel reseptor telinga yang sesungguhnya, yaitu sel-sel rambut. Neuron sensoris bersinapsis dengan sel-sel-sel-sel rambut. Neuron berfungsi membawa sensasi ke otak melalui saraf auditoris (Campbell dkk., 2004: 245-246). Telingan mentransduksi (mengubah dasar genetik energi) energi gelombang suara ke bentuk impuls saraf yang diantarkan ke sistem pusat pendengaran di amna suara diterjemahkan. Suara dihasilkan oleh benda yang bergetar dalam medium fisik (udara, air, dan benda padat) dan tidak dapat melalui ruang hampa. Telinga manusia dapat mendengar frekuensi 20-20.000 Hz (Syaifuddin, 2009: 234).

Oleh karena telinga dalam yaitu koklea tertanam pada kavitas (cekungan tulang) dalam os temporalis yang disebut labirin tulang, getaran seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada koklea itu sendiri. Oleh karena itu, pada kondisi yang memungkinkan garpu tala jika diletakkan pada setiap

(4)

protuberonsia tulang tengkorak dan prosessus mastoideus dapat menyebabkan telinga mendengar getaran suara (Syaifuddin, 2009: 233).

Telinga dapat mengalami kehilangan kemampuannya untuk mendengar getaran suara. Hilang pendegaran atau tuli dapat dibedakan atas dua macam yaitu hilang pendengaran karena konduksi (tuli konduksi) dan hilang pendengaran karena syaraf (tuli syaraf atau persepsi).

1. Tuli konduksi terjadi karena vibrasi/getaran suara tidak mencapai telinga bagian tengah. Tuli semacam ini sifatnya hanya sementara oleh karena adanya malam (wax/serumen) ataupun cairan di dalam telinga tengah. Apabila tuli konduksi tidak dapat pulih kembali, maka penderita diatasi dengan menggunakan alat bantu pendengaran (hearing aid).Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkum skripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang telinga. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran.

2. Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototaksik atau alkohol. Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik dan pemaparan bising.tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neoroma akustik, tumor sudut pons serebellum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya. Tuli syaraf terjadi karena hanya sebagian kecil frekuensi bunyi atau seluruh frekuensi bunyi yang tidak didengar. Tuli syaraf ini sampai sekarang belum bisa diobati sehingga dikategorikan sebagai tuli permanen (Anonim, 2012).

Untuk mengetahui kondisi telinga apakah mengalami gangguan pendengaran/tuli dapat dengan melakukan tes pendengaran, yaitu ter garpu tala, tes Rinne, dan tes Webber.

1. Tes Rinne. Tes Rinne ini dilakukan untuk membandingkan konduksi bunyi melalui tulang dengan konveksi bunyi melalui udara. Caranya, yaitu salah satu garpu tala seperti yang disebutkan di atas (misalnya C128) digetarkan

(5)

kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus (di belakang telinga), setelah tidak terdengar getaran lagi, garpu tala dipindahakan ke depan lubang telinga. Tanyakan pada penderita apakah masih terdengar getaran tersebut? Menurut Gabriel (1996: 87) mengatakan bahwa dalam keadaan normal konduksi bunyi/suara melalui udara 85-90 detik dan konduksi melalui udara 45 detik. Tes Rinne positif, (Rinne +) berarti pendengaran penderita baik, pada penderita tuli konduksi maupun tuli syaraf. Sedangkan tes Rinne negatif (Rinne - ) berarti pada penderita tuli konduksi selang waktu konduksi tulang mungkin sama atau lebih lama. Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :

a. Normal. Jika tes Rinne positif.

b. Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif. c. Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positif.

Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita periksa.

3. Tes Webber. Tes ini dilakukan dengan menggetarkan garpu tala, kemudian diletakan pada vertex dahi/puncak kepala. Pada penderita tuli konduksi (penyebab wax atau otitis media) akan terdengar bunyi nyaring/terang pada telinga yang sakit. Misalnya pada telinga kiri terdengar bunyi nyaring (makin keras) maka disebut Weber laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga kanan sakit maka weber laterisasi ke kanan (Anonim, 2012). Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :

a. Normal. Jika tidak ada lateralisasi.

(6)

c. Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.

IV. Metode Praktikum

1. Jenis kegiatan : Observasi 2. Obyek pengamatan: Naracoba 3. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah: a. Garpu tala 112 – 870 Hz

b. Arloji/jam tangan yang bersuara c. Mistar

d. Stopwatch

4. Prosedur kerja Tes Pendengaran I

a. Menutup telinga kanan dengan kapas dan memejamkan kedua mata (ditutup dengan kain)

b. Penguji memposisikan jam tangan di dekat telinga kiri naracoba. Perlahan-perlahan, penguji menjauhkan sampai naracoba tidak mendengar lagi suara arloji. Penguji mengukur dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga kiri naracoba. Kemudian perlahan-lahan penguji mendekatkan lagi arloji sampai naracoba mendengar lagi suaranya. Penguji mengukur dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga kiri naracoba.

c. Mengulangi percobaan point b sampai lima kali

d. Melakukan cara yang sama untuk telinga kanan (dengan menutup telinga kiri menggunakan kapas)

e. Membandingkan hasil percobaan antara telinga kanan dan telinga kiri 5. Percobaan Rinne (ketajaman pendengaran dengan menggunakan garpu tala)

a. Penguji menggetarkan garpu tala dan meletakkan di puncak kepala naracoba. Mula-mula akan terdengar suara garpu tala tersebut keras dan semakin lama semakin lemah, hingga tidak terdengar lagi. Mencatat waktu antara terdengar sampai tidak terdengar suara lagi.

b. Ketika tidak terdengar suara tersebut, penguji memindahkan garpu tala ke dekat telinga atau lubang telinga kanan naracoba. Dengan pemindahan letak itu, naracoba akan mendengar suara garpu tala lagi. Mencatat waktu antara naracoba mendengar sampai tidak mendengar lagi suara garpu tala di dekat telinga atau lubang telinga kanan.

c. Melakukan percobaan tersebut untuk telinga kiri dan juga mengulangi percobaan tersebut sebanyak lima kali.

(7)

e. Membandingkan hasil percobaan antara telinga kanan dan telinga kiri 6. Percobaan Webber (lateralisasi)

a. Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan di puncak kepala naracoba.

b. Naracoba menutup salah satu lubang telinga luarnya

c. Penguji menanyakan kepada naracoba pada telinga mana suara garpu tlaa tersebut terdengar lebih keras.

d. Melakukan percobaan yang sama pada telinga lainnya e. Membandingkan hasil yang diperoleh untuk kedua telinga

f. Mengambil kesimpulan dari hasil percobaan tersebut, apakah seseorang tersebut tuli atau tidak.

(8)

V. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil

a. Percobaan I ( percobaan dengan arloji)

Data uji pendengaran ini merupakan data jarak terjauh naracoba masih bisa mendengar suara arloji. Tabulasi data adalah sebagai berikut:

Nama Telinga Kanan Telinga Kiri

dijauhkan didekatkan dijauhka n didekatka n Rio CH 93.6 78.4 123.8 120.2 Atik 34.8 33.2 36.2 37.4 Isnaeni 54.8 54.4 55.4 55.4 Ari H 13 15.2 40.8 27.8 Ahmad Zaqi Z 83.6 73.2 68 60.6 Yuliana Kopong 75.4 54.6 27.6 21.8 Sri Wahyuni 47 44.6 45.4 37.8 Cahya Imawati 48 31.4 46 37.8 F. Yudha C. 47.4 46.6 72 65.2 Agung 87.6 64.4 75.8 66 Iyoh 168.4 113.2 86 63.2 Nanik 90.4 47.8 98 53.6 Adria U. 186.8 116 173.4 102.3 Dian S 65.6 38.8 54.1 35.2 Kholil 92 86.4 110.2 100 Ike 107.8 116.2 89.8 107.2 Fira 58.6 62 61.8 56.2 Ummy 81.8 74 72 71.4 Eka 312.2 114.4 115.2 122

Dian Ida Lestari 45.2 44.2 35 32.6

Rini Pambudhi B 31.4 34.4 50.6 48.4

Nayla 61.6 65.2 45.8 43.4

Hidayat 105 117.4 160.4 226.8

Jumlah 9960 7630 8716.5 7961.5

(9)

b. Percobaan Rinne

Data uji ini merupakan waktu terakhir naracoba mulai tidak mendengar suara pada garpu tala. Tabulasi data hasil uji Rinne adalah sebagai berikut:

Nama Telinga Kanan Telinga Kiri

di kepala di telinga di kepala di telinga

Rio CH 9.8 3.4 12.4 6.6 Atik 6.6 7 6.2 6 Isnaeni 6.4 13.4 5.8 6.6 Ari H 13 2.2 13.2 2.2 Ahmad Zaqi Z 5.2 4.2 6.6 3.6 Yuliana Kopong 9.4 5.6 11 12 Sri Wahyuni 12.8 4 14.2 10.8 Cahya Imawati 7.6 3.4 6.2 3 F. Yudha C. 10 10.2 9.6 16.8 Agung 14.4 13.4 16 14.6 Iyoh 10.2 8.6 9.4 9.6 Nanik 9.2 9.2 10.2 12.4 Adria U. 3 13.2 2.2 17.8 Dian S 0.8 15.8 1.4 8 Kholil 17.2 35.8 19 35.2 Ike 18.6 33 25.2 40.8 Fira 18.4 36.6 17.2 32.6 Ummy 13.2 23 15.4 18.2 Eka 12.2 29 8.8 22.6

Dian Ida Lestari 4.4 16.5 4.64 17.6

Rini Pambudhi B 3.86 16.66 4 14.88 Nayla 1.56 23.8 2.08 18.28 Hidayat 5.24 20.4 4.1 21.14 Jumlah 1065.3 1741.8 1124.1 1756.5 Rata-rata 9.2635 15.1461 9.7748 15.2739 c. Percobaan Webber

Data uji ini adalah telinga yang mendengar suara garpu tala ketika salah satu telinga ditutup. Tabulasi data hasil pengujian adalah sebagai berikut:

No. Nama Telinga Kiri ditutup Telinga Kanan ditutup

1 Atik kanan kiri

2 Isnaeni kanan kiri

(10)

5 Ahmad Zaqi Z lebih keras lebih keras

6 Yuliana Kopong lebih keras lebih keras

7 Sri Wahyuni lebih keras lebih keras

8 Cahya Imawati lebih keras lebih keras

9 F. Yudha C. lebih keras lebih keras

10 Agung lebih keras lebih keras

11 Iyoh lebih keras lebih keras

12 Nanik lebih keras lebih keras

13 Adria U. lebih keras lebih keras

14 Dian S lebih keras

-15 Kholil lebih keras lebih keras

16 Ike lebih keras lebih keras

17 Fira lebih keras lebih keras

18 Ummy lebih keras lebih keras

19 Eka lebih keras lebih keras

20 Dian Ida Lestari lebih jelas telinga kanan lebih jelas telinga kiri 21 Rini Pambudhi B lebih jelas telinga kanan lebih jelas telinga kiri 22 Nayla lebih jelas telinga kanan lebih jelas telinga kiri 23 Hidayat lebih jelas telinga kanan lebih jelas telinga kiri

2. Pembahasan

Kegiatan dalam praktikum kali ini adalah uji pendengaran. Pengujian dilakukan untuk memahami perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala dan untuk menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala. Uji pendengaran ini terdiri dari 3 percobaan, yaitu tes pendengaran (titik terjauh masih bisa mendengar), tes Rinne, dan percobaan Webber.

Tes pendengaran I adalah pengujian titik terjauh telinga mulai mendengar (arloji didekatkan) dan mulai tidak mendengar (arloji dijauhkan) suara jam arloji. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, rata-rata jarak terjauh telinga kanan mulai tidak mendengar suara arloji sebesar 86.6087 cm dan mulai mendengar kembali ketika arloji didekatkan adalah pada jarak 66.3478 cm. Sedangkan pengujian untuk telinga kanan tercatat titik 75.7956 cm adalah

(11)

titik dimana telinga sudah tidak mendengar suara arloji lagi dan 69.2304 cm adalah titik dimana telinga mulai mendengar suara arloji ketika arloji didekatkan ke arah naracoba.

Uji pendengaran yang kedua adalah Percobaan Rinne. Percobaan ini menguji kemampuan pendengaran dengan medium tulang dan syaraf, untuk membandingkan konduksi bunyi melalui tulang dengan konveksi bunyi melalui udara. Data berupa catatan waktu telinga mulai tidak mendengar suara pada garpu tala yang digunakan.

Percobaan rinne, pada saat probandus tidak mendengar suara garputala, penguji dengan segera memindahkan garputala itu, ke dekat telinga kanan. Dengan pemindahan garputala itu, maka ada dua kemungkinan yang bisa diperoleh: probandus akan mendengar garpu tala lagi, disebut Tes Rinne Positif. Kemungkinan yang kedua adalah probandus tidak mendengar suara garpu tala lagi, disebut Tes Rinne Negatif.

Bila garputala digetarkan, maka getaran melalui udara dapat didengar dua kali lebih lama dibandingkan melalui tulang. Normal getaran melalui tulang dapat didengar selama 70 detik, maka getaran melalui udara dapat didengar selama 40 detik.

Perbedaan waktu mendengar antara ketika garpu tala diletakkan di puncak kepala dan di dekat telinga menunjukkan ada tidaknya transmisi suara melalui tulang. Jika suara garpu tala terdengar lebih lama ketika diletakkan di puncak kepala berarti terjadi mekanisme transmisi suara melalui tulang.

Data yang tercatat hasil percobaan Rinne ini bervariasi. Rata-rata waktu yang tercatat naracoba tidak mendengar suara garpu tala yang diletakkan di puncak kepala adalah 9.2635 detik dan lama suara garpu tala masih terdengar ketika diletakkan dekat telinga atau lubang telinga kanan naracoba adalah 15.1461 detik. Sedangkan untuk pengujian telinga kanan, naracoba tidak mendengar suara garpu tala yang diletakkan di puncak kepala pada 9.7748 detik dan waktu yang igunakan telinga masih mendengar suara garpu tala yang diletakkan di dekat telinga atau lubang telinga kanan naracoba adalah 15.2739 detik.

(12)

dekat telinga atau lubang telinga kanan naracoba. Selain itu, data rata-rata tersebut menunjukkan suara garpu tala terdengar lebih lama ketika garpu tala diletakkan dekat telinga atau lubang telinga naracoba, baik telinga kanan maupun telinga kiri.

Uji yang ketiga adalah Percobaan Webber. Percobaan ini untuk menentukan sumber bunyi dan hasilnya untuk menguji ada tidaknya lateralisasi pada salah satu atau kedua telinga. Pada penderita tuli konduksi (penyebab wax atau otitis media) akan terdengar bunyi nyaring/terang pada telinga yang sakit. Misalnya pada telinga kiri terdengar bunyi nyaring (makin keras) maka disebut Webber laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga kanan sakit maka webber laterisasi ke kanan. Sedangkan pada penderita tuli persepsi atau saraf, getaran garpu tala terdengar lebih keras pada telinga normal.

Hasil Percobaan Webber menunjukkan telinga yang mendengar suara pada garpu tala adalah telinga yang terbuka. Kalau yang ditutup adalah telinga kanan, semua naracoba menyatakan suara garpu tala terdengar lebih keras pada telinga kiri yang terbuka. Dan sebaliknya, telinga kiri yang ditutup, suara garpu tala terdengar jelas pada telinga kanan yang tidak ditutup. Tetapi ada satu naracoba, Dian, yang tidak mendengar suara garpu tala ketika telinga kanan yang ditutup. Sehingga naracoba tidak mengalami lateralisasi karena pada telinga yang ditutup suara garputala tidak terdengar lebih keras dari pada telinga yang terbuka.

Ide penelitian yang dapat dikembangkan berdasarkan praktikum ini adalah pengaruh lingkungan kerja (tenang, sedang, bising) terhadap ketajaman pendengaran seseorang,

(13)

VI. Simpulan Praktikum

Dari kegiatan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Perambatan bunyi tidak hanya mellaui syaraf saja, tetapi bisa melalui

tulang. Ini disebabkan yaitu karena tertanamnya kokhlea dalam labirin tulang pada kavitas tulang belakang.

2. Hasil tes pendengaran I menunjukkan rata-rata jarak terjauh telinga kanan mulai tidak mendengar suara arloji sebesar 86.6087 cm dan mulai mendengar kembali ketika arloji didekatkan adalah pada jarak 66.3478 cm. Sedangkan pengujian untuk telinga kanan tercatat titik 75.7956 cm adalah titik dimana telinga sudah tidak mendengar suara arloji lagi dan 69.2304 cm adalah titik dimana telinga mulai mendengar suara arloji ketika arloji didekatkan ke arah naracoba.

3. Hasil percobaan Rinne semua naracoba adalah Rinne positif, dimana naracoba masih bisa mendengar suara garpu tala ketika garpu tala diletakkan di dekat telinga atau lubang telinga kanan naracoba.

4. Hasil percobaan Webber adalah naracoba tidak mengalami lateralisasi karena pada telinga yang ditutup suara garputala tidak terdengar lebih keras dari pada telinga yang terbuka.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Kegiatan 5, perambatan bunyi melalui tulang tengkorak. Diambil

pada tanggal 5 Juni 2012 dari

http://dc404.4shared.com/doc/_FtJEczM/preview.html.

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli diterbitkan tahun 1999).

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi. Yogyakarta: Prodi PSn PPs UNY.

Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang. Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.

Referensi

Dokumen terkait