• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KOMPRESI CITRA MENGGUNAKAN METODE WAVELET EMBEDDED ZEROTHREE OF COEFFICIENT WAVELET (EZW)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI KOMPRESI CITRA MENGGUNAKAN METODE WAVELET EMBEDDED ZEROTHREE OF COEFFICIENT WAVELET (EZW)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

EMBEDDED ZEROTHREE OF COEFFICIENT WAVELET

(EZW)

COMPRESSION IMAGE USING METHOD WAVELET

EMBDDED ZEROTHREE OF COEFFCIENT WAVELET (EZW)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Teknik Informatika

.

Disusun oleh:

Nama

: Dwi Hermansyah

NIM

: A11.2011.06235

Program Studi

: Teknik Informatika - S1

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2015

(2)

ii

PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama Pelaksana : Dwi Hemansyah

NIM : A11.2011.06235

Program Studi : Teknik Informatika Fakultas : Ilmu Komputer

Judul Tugas Akhir : Kompresi Citra Menggunakan Metode Wavelet Embedded Zerotree Of Coeficient Wavelet (EZW)

Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui, Semarang, 7 Juli 2015,

Mengesahkan

Menyetujui : Mengetahui:

Pembimbing Dekan Fakultas Ilmu Komputer

(3)

iii

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Nama Pelaksana : Dwi Hemansyah

NIM : A11.2011.06235

Program Studi : Teknik Informatika Fakultas : Ilmu Komputer

Judul Tugas Akhir : Kompresi Citra Menggunakan Metode Wavelet Embedded Zerotree Of Coeficient Wavelet (EZW)

Tugas akhir ini telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji pada Sidang tugas akhir tanggal 7 Juli 2015. Menurut pandangan

kami, tugas akhir ini memadai dari segi kualitas maupun kuantitas untuk tujuan penganugrahan gelar Sarjana Komputer (S.Kom.)

Semarang, 7 Juli 2015 Dewan Penguji :

Slamet Sudaryano N., ST, M.Kom Umi Rosyidah, S.Kom, M.T

Anggota 1 Anggota 2

Noor Ageng Setiyanto, M.Kom Ketua Penguji

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Sebagai mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dwi Hermansyah NIM : A11.2011.06235

Menyatakan bahwa karya ilmiah saya yang berjudul:

Kompresi Citra Menggunakan Metode Wavelet Embedded Zerotree Of Coeficient Wavelet (EZW)

Merupakan karya asli saya (kecuali cuplikan dan ringkasan yang masing-masing telah saya jelaskan sumbernya dan perangkat pendukung seperti web cam dll). Apabila di kemudian hari, karya saya disinyalir bukan merupakan karya asli saya, yang disertai dengan bukti-bukti yang cukup, maka saya bersedia untuk dibatalkan gelar saya beserta hak dan kewajiban yang melekat pada gelar tersebut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang Pada tanggal : 7 juli 2015 Yang menyatakan

(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dwi Hermansyah NIM : A11.2011.06235

Demi mengembangkan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Dian Nuswantoro Hak Bebas Royalti Non-Ekskusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Kompresi Citra Menggunakan Metode Wavelet Embedded Zerotree Of

Coeficient Wavelet (EZW)

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Dian Nuswantoro berhak untuk menyimpan, mengcopy ulang (memperbanyak), menggunakan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya dan menampilkan/mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Dian Nuswantoro, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang Pada tanggal : 7 juli 2015 Yang menyatakan

(6)

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga laporan tugas akhir dengan judul “ Kompresi Citra Menggunakan Metode Wavelet Embedded Zerotree Of Coeficient Wavelet (EZW) ” dapat penulis selesaikan sesuai dengan rencana karena dukungan dari berbagai pihak yang tidak ternilai besarnya. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr.Ir. Edi Noersasongko,M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

2. Dr. Abdul Syukur, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer.

3. Dr. Heru Agus Santoso, M.Kom, selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika Strata Satu.

4. Heribertus Himawan, M.Kom selaku pembimbing tugas akhir yang memberikan ide penelitian, memberikan informasi referensi yang penulis butuhkan dan bimbingan yang berkaitan dengan penelitian penulis.

5. Dosen-dosen pengampu di Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika Universitas Dian Nuswantoro Semarang yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya masing-masing, sehingga penulis dapat mengimplementasikan ilmu yang telah disampaikan. 6. Kedua orang tua yang telah member dukungan baik secara materi,

moralitas, dan semangat selama melakukan aktifitas perkuliahan di Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

7. Teman-teman UKM Taekwondo UDINUS, Varokah Kos, Indra Gunawan, dan Nazmul Awwaliah yang telah membantu, menemani dan memberi dorongan semangat untuk menyelesaikan Tugas Akhir.

(7)

vii

Semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan balasan yang lebih besar kepada beliau-beliau, dan pada akhirnya penulis berharap bahwa penulisan laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna sebagaimana fungsinya.

Semarang, Juli 2015

(8)

viii

ABSTRAK

Citra 2D atau image merupakan perkembangan ilmu informasi yang telah menjadi kebutuhan bagi stakeholder yang berguna untuk melakukan aktifitas interaksi manusia komputer seperti sabgai content editing multimedia seperti editing video, data satelit, data medis, dan lain-lain. Namun dalam aktifitas interaksi manusia dengan komputer terdapat permasalahan akan interaksi tersebut, yaitu semakin besar kapasitas ukuran (memory) file citra 2D atau image menyebabkan proses interaksi yang berlangsung menjadi terhambat seperti dalam proses transfer file atau pengiriman data file citra 2D atau image. Pada penilitian ini akan mengimplementasikan kompresi citra digital yang merupakan sub hirarki pengolahan citra digital atau image processing, Sedangkan metode kompresi citra yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah menggunakan metode Embedded Zerotree of Wavelet Coefficient (EZW) karena algoritma ini dapat mengkompresi gambar dengan bit dari suatu property yang dihasilkan dari tingkat kepentingannya untuk memperoleh kualitas gambar terbaik dari suatu bit rate yang menggunakan model embedded. Sehingga kemampuan dari teknik kompresi citra dengan metode EZW dapat diketahui dengan cara mengodekan citra (encode) sehingga diperoleh citra dengan representasi kebutuhan memori yang minimum.

Kata kunci : Kompresi Citra EZW

xvii + 123 halaman; 71 gambar; 10 tabel; 4 lampiran Daftar acuan : 18 (1993 -2014)

(9)

ix

DAFTAR ISI

SKRIPSI ... i

PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

PERNYATAAN PERSUTUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

UCAPAN TERIMAKASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 3 1.3. Batasan Masalah... 3 1.4. Tujuan Penilitian ... 3 1.5. Manfaat Penilitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1. Pegolahan Citra Digital ... 7

2.2. Citra Digital ... 7

2.2.1 Citra Biner ... 8

(10)

x

2.2.2 Citra Warna ... 9

2.3. Format Citra Digital ... 10

2.4. Pemampatan Citra ... 11

2.5. Teknik Kompresi Citra ... 13

2.5.1 Lossless Compression ... 13

2.5.2 Lossy Compresion ... 15

2.6. Kriteria Kompresi Citra ... 16

2.7. Redudansi Data ... 18 2.7.1 Coding Redudacy ... 18 2.7.2 Interpixel Redudacy ... 19 2.7.3 Psychovisual Redudacy ... 20 2.8. Metode Wavelet ... 21 2.8.1 Pengenalan Wavelet ... 21 2.8.2 Transformasi Wavelet ... 21

2.9. Discrete Wavelet Transform (DWT) ... 24

2.10. Transformasi Embedded Zerotree Of Wavelet Coefficient (EZW) ... 26

2.11. Metode Huffman ... 30

2.12. Metode Pemampatan Citra JPEG ... 30

2.13. Matlab R2010a ... 31

2.13.1 Jendela Utama ... 31

2.13.2 Menu Utama ... 32

BAB III METODE PENILITIAN ... 33

3.1. Data Input Dan Lingkungan Pengembangan Sistem... 33

3.2. Rancangan Penilitian ... 34 3.2.1 Probelm ... 36 3.2.2 Metode Compression ... 36 2.3.3 Development ... 36 3.2.4 Implementation ... 36 3.2.5 Result ... 38

(11)

xi

BAB IV HASIL PENILITIAN DAN EVALUASI ... 39

4.1. Data Citra Awal ... 39

4.2. Penentuan Parameter Threshold ... 39

4.3. Perancangan Implementasi ... 40

4.3.1 Diagram Flowchart ... 40

4.3.2 Perancangan Antar Muka ... 47

4.4. Analisis Implementasi Kompresi Citra EZW ... 48

4.4.1 Transformasi Citra ... 48

4.4.2 Proses Kuantisasi EZW ... 53

4.4.3 Proses Pengkodean Huffman... 64

4.4.4 Proses Rekrontuksi ... 66 4.4.4 Inverse DWT ... 83 4.5. Hasil Implementasi ... 84 4.6. Pembahasan ... 104 BAB V PENUTUPAN ... 105 5.1. Kesimpulan ... 105 5.2. Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA ... 107 LAMPIRAN ... 109

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Penyimbolan Dominant Pass Level-1 ... 55 Tabel 4.2 : Penyimbolan Dominant Pass Level-3 ... 62 Tabel 4.3 : Original Dan Rekrontuksi Dengan Nilai Threshold =24 Dan Nilai Kuantisasi = 48 ... 68 Tabel 4.4 : Original Dan Rekrontuksi Dengan Nilai Threshold =16 Dan Nilai Kuantisas =24 ... 71 Tabel 4.5 : Original Dan Rekrontuksi Dengan Nilai Threshold =8 Dan Nilai Kuantisas =12 ... 74 Tabel 4.6 : Original Dan Rekrontuksi Dengan Nilai Threshold =4 Dan Nilai Kuantisas =6 ... 78 Tabel 4.7 : Hasil Performance Implementasi Kompresi Citra EZW Pada Citra Grayscale Ukuran 256x256 Untuk Th 100-8 ... 86 Tabel 4.8 : Hasil Performance Implementasi Kompresi Citra EZW Pada Citra Grayscale Ukuran 512x512 Untuk Th 100-8 ... 91 Tabel 4.9 : Hasil Performance Implementasi Kompresi Citra EZW Pada Citra Warna Ukuran 256x256 Untuk Th 100-8 ... 96 Tabel 4.10 : Hasil Performance Implementasi Kompresi Citra EZW Pada Citra Grayscale Ukuran 512x512 Untuk Th 100-8 ... 101

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Citra Digital ... 8

Gambar 2.2: Citra Biner ... 8

Gambar 2.3: Citra Grayscale ... 9

Gambar 2.4: Citra Warna ... 10

Gambar 2.5: Diagram proses kompresi dan dekompresi ... 12

Gambar 2.6: Proses Lossless Compression ... 14

Gambar 2.7: Komponen YUV Chroma subsampling ... 14

Gambar 2.8: Proses Lossy Compression ... 16

Gambar 2.9: Koefisien filter wavelet biorthogonal 9/7 ... 23

Gambar 2.10: Ilustrasi proses dekomposisi citra ... 24

Gambar 2.11: Dekomposisi 2 dimensi ... 26

Gambar 2.12: Hubungan antar induk-anakan... 27

Gambar 2.13: Morton Scan dan Rasten Scan ... 27

Gambar 2.14: Diagram blok algoritma EZW ... 28

Gambar 2.15: Matlab R2010a ... 31

Gambar 3.1: Rancangan Penilitian ... 35

Gambar 3.2 : Proses Pemampatan Citra EZW ... 38

Gambar 4.1 : Flowchart Input Citra Awal Kompresi Citra EZW ... 41

Gambar 4.2 : Flowchart Encoder Kompresi Citra EZW ... 43

Gambar 4.3 : Flowchart Dominant Pass ... 44

Gambar 4.4 : Flowchart Subordinate Pass ... 44

Gambar 4.5 : Flowchart Decoder Kompresi Citra EZW ... 46

Gambar 4.6 : Desain Implementasi Kompresi Citra EZW ... 47

Gambar 4.7 : Level-1 Dekomposisi Wavelet ... 49

Gambar 4.8 : Level-3 Dekomposisi Wavelet ... 51

Gambar 4.9 : Example 3-level WT Value Coefficient of an 8x8 image ... 52

Gambar 4.10 : Example 3-level WT Subband 8x8 Image ... 52

Gambar 4.11 : 3-level WT Morton Scan of an 8x8 Image... 53

(14)

xiv

Gambar 4.13 : Subordinate Pass Proses 1 ... 57

Gambar 4.14 : Subordinate Pass Proses 2 ... 58

Gambar 4.15 : Proses Level-2 Penyimbolan Dominant Pass ... 60

Gambar 4.16 : Subordinate Pass Level-2 ... 61

Gambar 4.17 : Proses Level-3 Penyimbolan Dominant Pass ... 63

Gambar 4.18 : Matrik Proses Subordinate Pass ... 63

Gambar 4.19 : Subordinate Pass Level-3 ... 64

Gambar 4.20 : Coefficient Value Original Image level -1 ... 67

Gambar 4.21 : Citra Dengan Nilai Kuantisasi = 48 (level-1) ... 68

Gambar 4.22 : Nilai Hasil Rekrontuksi Level 1 ... 69

Gambar 4.23 : Coefficient Value Original Image level -2 ... 70

Gambar 4.24 : Citra Dengan Nilai Kuantisasi = 24 (level-2) ... 70

Gambar 4.25 : Nilai Hasil Rekrontuksi Level 2 ... 72

Gambar 4.26 : Coefficient Value Original Image level -3 ... 73

Gambar 4.27 : Citra Dengan Nilai Kuantisasi = 12 (level-3) ... 73

Gambar 4.28 : Nilai Hasil Rekrontuksi Level 3 ... 76

Gambar 4.29 : Coefficient Value Original Image level -4 ... 77

Gambar 4.30 : Citra Dengan Nilai Kuantisasi = 6 (level-4)... 77

Gambar 4.31 : Hasil Akhir Rekrontuksi Gambar Dengan Semua Nilai Decoder 81 Gambar 4.32 : Perbandingan nilai bit stream antara level dekomposisi ... 81

Gambar 4.33 : Implementasi Kompresi Citra EZW Proses Citra RGB ... 84

Gambar 4.34 : Implementasi Kompresi Citra EZW Proses Citra Grayscale ... 84

Gambar 4.35 : Sample Citra Awal Grayscale 256x256 ... 85

Gambar 4.36 : Hasil Citra Grayscale Kompresi EZW Ukuran 256x256 ... 85

Gambar 4.37 : Perbandingan Threshold Dengan B.P.P Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 256x256 ... 87

Gambar 4.38 : Perbandingan Threshold Dengan PSNR Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 256x256 ... 87

Gambar 4.39 : Perbandingan Threshold dengan Waktu Kompresi Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 256x256 ... 88

(15)

xv

Gambar 4.40 : Perbandingan Threshold dengan Kompresi Ratio Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 256x256 ... 88 Gambar 4.41 : Perbandingan Threshold Dengan Hasil Citra Kompresi Grayscale 256x256 ... 89 Gambar 4.42 : Sample Citra Awal Grayscale 512x512 ... 90 Gambar 4.43 : Hasil Citra Grayscale Kompresi EZW Ukuran 512x512 ... 90 Gambar 4.44 : Perbandingan Threshold Dengan B.P.P Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 512x512 ... 92 Gambar 4.45 : Perbandingan Threshold Dengan PSNR Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 512x512 ... 92 Gambar 4.46 : Perbandingan Threshold dengan Waktu Kompresi Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 512x512 ... 93 Gambar 4.47 : Perbandingan Threshold dengan Kompresi Ratio Untuk Hasil Kompresi Citra Grayscale 512x512 ... 93 Gambar 4.48 : Perbandingan Threshold Dengan Hasil Citra Kompresi Grayscale 512x512 ... 94 Gambar 4.49 : Sample Citra Awal Warna 256x256 ... 95 Gambar 4.50 : Hasil Citra Warna Kompresi EZW Ukuran 256x256 ... 95 Gambar 4.51 : Perbandingan Threshold Dengan B.P.P Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 256x256 ... 97 Gambar 4.52 : Perbandingan Threshold Dengan PSNR Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 256x256 ... 97 Gambar 4.53 : Perbandingan Threshold dengan Waktu Kompresi Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 256x256 ... 98 Gambar 4.54 : Perbandingan Threshold dengan Kompresi Ratio Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 256x256 ... 98 Gambar 4.55 : Perbandingan Threshold Dengan Hasil Citra Kompresi Warna 256x256 ... 99 Gambar 4.56 : Sample Citra Awal Warna 512x512 ... 100 Gambar 4.57 : Hasil Citra Warna Kompresi EZW Ukuran 512x512 ... 100

(16)

xvi

Gambar 4.58 : Perbandingan Threshold Dengan B.P.P Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 512x512 ... 101 Gambar 4.59 : Perbandingan Threshold Dengan PSNR Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 512x512 ... 102 Gambar 4.60 : Perbandingan Threshold dengan Waktu Kompresi Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 512x512 ... 102 Gambar 4.61 : Perbandingan Threshold dengan Kompresi Ratio Untuk Hasil Kompresi Citra Warna 512x512 ... 103 Gambar 4.62 : Perbandingan Threshold Dengan Hasil Citra Kompresi Warna 512x512 ... 103

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Proses Konversi Corel Draw X6 untuk Gambar Citra Awal ... 39 Lampiran 2. Hasil Kompresi EZW Untuk Menentukan Nilai Uji Threshold ... 40 Lampiran 3. Dekomposisi dan rekrontruksi basis wavelet dua dimensi ... 48 Lampiran 4. Hasil Uji Kompresi Citra Menggunakan Metode Wavelet EZW ... 104

(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi informasi merupakan ilmu yang masih terus berkembang hingga saat ini, dan telah menghasilkan berbagai implementasi yang sebelumnya tidak pernah terfikirkan atau terduga oleh siapapun. Misalkan foto dan gambar (image) yang dulu hanya berbentuk hardcopy sekarang dapat disimpan melalui perangkat komputer menjadi file atau dalam bentuk softcopy. Perkembangan teknologi informasi juga menyebabkan berkembangnya perangkat multimedia pengambil gambar seperti Camdig hingga kamera DSLR (Digital Single-Lens Reflex), yang memungkinkan pengguna kamera dengan mudah dapat mengambil gambar dalam format JPEG hingga RAW dengan kualitas resolusi pixel yang tinggi. Selain untuk dokumentasi, gambar (image) atau citra warna juga merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan penting sebagai bentuk informasi visual. Sehingga bila terdapat beberapa contoh permasalahan bilamana gambar yang memiliki piksel yang tinggi diolah untuk menjadi bagian content editing video atau animasi, hal itu akan mengurangi kinerja perangkat lunak editing video seperti saat rendering karena terpengaruh oleh tingginya kapasitas simpan data gambar tersebut. Contoh lainnya bila citra seperti BMP, PNG, JPEG, GIF, dan TIFF yang memiliki resolusi tinggi, jika dilakukan pengiriman data atau transfer data, proses pengiriman data akan lebih lama seperti dari fax, download internet, pengiriman data medis, pengiriman data satelit dll [1]. Maka diperlukan suatu cara untuk mengurangi kapasitas penyimpanan data pada gambar atau citra-citra yang lainnya namun juga tidak mengurangi kualitas gambar atau piksel sehingga walaupun kuantitas gambar

(19)

berkurang tetapi kualitas gambar dapat dijaga. Dalam ilmu teknologi informasi yang berfokus dalam mengamati berbagai teknik citra yaitu pengolahan citra digital yang didalamnya terdapat metode kompresi citra yang sesuai dengan permasalahan tersebut.

Pengolahan citra mampu memberikan metode atau teknik yang dapat digunakan untuk memproses citra atau gambar dengan jalan memanipulasi menjadi data gambar yang diinginkan untuk memndapatkan informasi tertentu [13]. Sedangkan teknik kompresi citra bagian dari pengolahan citra digital dengan tujuan untuk mengurangi redudansi yang ada didalam citra sehingga lebih efisien dalam proses penyimpanan maupun proses transmisi [14].

Terdapat banyak metode kompresi citra yang sudah diteliti, diantaranya algoritma Huffman metode ini merupakan suatu algoritma kompresi tertua yang disusun oleh David Huffman pada tahun 1952. Algoritma tersebut digunakan untuk membuat kompresi jenis lossy compression, yaitu penempatan data dimana tidak ada satu byte pun data yang hilang sehingga data tersebut untuk disimpan sesuai dengan aslinya. Dan pada penilitian tersebut didapatkan kesimpulan metode Huffman dapat diterapkan untuk mengkompres citra, namun hanya untuk citra yang memiliki jumlah warna tertentu. Misalnya 30 warna sekali iterasi dan 100 warna untuk dua kali iterasi, kualitas citra hasil dekompresi baik untuk sekali iterasi maupun untuk dua kali iterasi sama dengan citra aslinya. Hal ini terjadi karena data warna (pixel citra) hanya dikodekan dalam bentuk kode pohon biner dan rekonstruksi datanya hanya tinggal mengkonversikan kode pohon biner menjadi data aslinya [3]. Selanjutnya penilitian hasil kompresi citra dengan metode algoritma LZW (Lempel Zip Welch) adalah algoritma kompresi lossless yang dirancang untuk cepat dalam implementasi tapi biasanya tidak optimal karena hanya melakukan kompresi dengan menggunakan dictionary, dimana fragmen-fragmen teks digantikan dengan indeks yang diperoleh dari sebuah kamus. Dan dalam penilitian tersebut menghasilkan kesimpulan yaitu hasil performa kompresi yang kurang baik tetapi algoritma ini memiliki yang kualitas

(20)

tinggi pada format citra bmp, tingkat efisiensi memori file hasil kompresi dengan menggunakan algoritma huffman dan algoritma LZW diukur dari besarnya rasio kompresi yang dihasilkan. Citra yang mempunyai besaran nilai pixel tidak merata memiliki tingkat efisiensi lebih besar dibandingkan dengan citra dengan nilai pixel yang merata [4]. Serta dari penelitian tentang kompresi citra medis menggunakan metode EZW (Embedded Zerotree Wavelet) dan DWT (Discrete Wavelet Transform) diperoleh kesimpulan bahwa proses kompresi pada citra RGB dengan jenis wavelet dan level dekomposisi yang berbeda-beda, didapatkan citra hasil kompresi dengan kualitas layak (reason-able), karena dari semua citra kompresi yang dihasilkan mempunyai PSNR lebih dari 40 dB, level dekomposisi berbanding terbalik dengan waktu kompresi, jenis wavelet dan format citra yang berbeda menghasilkan CR, PSNR dan waktu yang berbeda [5].

Metode kompresi citra yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah menggunakan metode Embedded Zerotree of Wavelet Coefficient (EZW) karena algoritma ini dapat mengkompresi gambar dengan bit dari suatu property tersebut dihasilkan dari tingkat kepentingannya untuk memperoleh suatu bit rate dengan menggunakan model embedded. Algoritma EZW merupakan algoritma kompresi image yang efektif dan efisien. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana memperoleh untuk suatu bit rate pada suatu image. Masalah dapat diselesaikan dengan menggunakan model embedded basis wavelet karena citra natural secara umum mempunyai spectrum low pass, sehingga rata-rata koefisien wavelet akan lebih kecil di higher subband daripada lower subband dan koefisien wavelet yang besar lebih penting daripada koefisien wavelet yang kecil. Koefisien wavelet terdiri dari dua jenis, yaitu dominant list dan subdominant list.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada tugas akhir ini adalah, bagaimana menampilkan sebuah kompresi citra dengan menggunakan metode EZW kedalam untuk sebuah proses encoding yang nantinya dapat mengurangi pemnyimpanan data tanpa menghilangkan piksel pada citra awal. Dan proses decoder untuk

(21)

mengembalikan atau rekrontuksi citra sehingga nilai piksel citra awal kembali seperti semula setelah proses encoding selesai.

1.3 Batasan Masalah

1. Citra awal yang digunakan adalah format citra 2D dengan ekstensi (.BMP) .

2. Proses kompresi citra menggunakan metode EZW .

3. Kompresi citra yang digunakan atau diuji mempunyai resolusi atau kualitas piksel (512x512) dan (256x256).

4. Proses kompresi citra mengurangi kapasitas memori citra, namun tidak mempengaruhi ukuran piksel citra.

5. Perangkat lunak yang digunakan untuk menguji kompresi citra adalah Matlab.

1.4 Tujuan Penilitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan tugas akhir ini adalah mengimplementasikan metode EZW dalam proses kompresi citra.

Sehingga kemampuan dari teknik kompresi citra dengan metode EZW dapat diketahui dengan cara mengodekan citra (encoder) sehingga diperoleh citra dengan representasi untuk kebutuhan memori yang minimum dan melakukan rekrontuksi (decoder) untuk mengembalikan bit rate citra seperti semula setelah mendapatkan hasil kompresi citra dari encoder . Citra terkompresi disimpan dalam file dengan format JPEG (Joint Photographic Expert Group ).

1.5 Manfaat Penilitian

Hasil dari Tugas akhir ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi banyak pihak, diantaranya :

(22)

1. Bagi Penulis

a. Dapat mengembangkan tentang ilmu teori pengolahan citra yang telah diperoleh dibangku perkuliahan, khususnya untuk kompresi citra .

b. Dapat mengetahui lebih jauh tentang metode EZW yang digunakaan dalam implementasi kompresi citra.

2. Bagi Akademik

a. Dapat dijadikan bahan referensi bagi mereka yang mengadakan penilitian untuk dikembangkan lebih lanjut dengan permasalahan yang berbeda.

b. Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa teknik imformatika (S1) UDINUS dalam menemukan solusi saat menghadapi suatu permasalahan.

c. Mempersiapkan lulusan yang mempunyai wawasan pengetahuan luas dan memiliki kemampuan spesifikasi di bidang masing-masing.

3. Bagi Pembaca

Manfaat dari penilitian ini adalah mengetahui peng-implementasian teknik kompresi citra dengan metode EZW, dan sebagai bentuk aplikasi nyata dari teknik kompresi citra untuk memberikan ruang storage yang lebih sedikit dibandingkan citra yang ditampakkan [1].

4. Bagi Masyarakat Luas

Dengan menggunakan kompresi citra dengan metode EZW, dapat memudahkan kegiatan interaksi manusia komputer seperti memudahkan proses transfer file, mempercepat proses rendering video bila menggunakan foto sebagai bahan content video, menghemat kapasitas memory dalam dokumentasi foto

(23)

Photografer, arsip rekam medis di rumah sakit, atau data satelit untuk prakiraan keadaan cuaca untuk BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika).

(24)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital merupakan salah satu cara meperbaiki kualitas citra sehingga mudah diinterpretasi oleh manusia maupun mesin. Beberapa field research terkait dengan pengolahan data citra, antara lain grafika komputer (computer grafik) , pengolahan citra (image processing), dan pengenalan pola (pattern recognition atau image interpretation). Pengolahan citra dilakukan dengan mentransformasikan citra menjadi citra lain yang mempunyai kualitas lebih baik yang operasinya meliputi perbaikan kualitas citra (image enhacement), pemugaran citra (image restoration), penampatan citra (image segmentation), analisis citra (image analysis), dan rekontruksi citra [2].

2.2 Citra digital

Citra digital dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y), dengan x maupun y adalah koordinat sedangkan f merupakan amplitudo pada posisi (x,y) yang sering dikenal sebagai intensitas atau gray scale, teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penilitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah (red), hijau (green), dan rabu (blue) [7].

(25)

Gambar 2.1 : Citra Digital

2.2.1 Citra Biner

Citra biner merupakan citra yang terdiri atas dua warna, yaitu hitam dan putih. Oleh karena itu, setiap piksel pada citra biner cukup dipersentasikan dengan 1 bit.

(26)

2.2.2 Citra Grayscale

Citra grayscale yaitu citra yang nilai pikselnya memppersentasikan derajat keabuan atau intensitas warna putih. Nilai insentitas paling rendah mempersentasikan warna hitam dan nilai insentitas paling tinggi mempersentasikan warna putih. Pada umumnya citra grayscale memiliki kedalaman piksel 8 bit (256 derajat keabuan), tetapi ada juga citra grayscale yang kedalaman pikselnya 8 bit, misalnya 16 bit untuk penggunaan yang memerlukan ketelitian tinggi.

Gambar 2.3 : Citra Grayscale

2.2.3 Citra Warna

Citra berwarna, yaitu citra yang nilai pikselnya merepresentasikan warna tertentu. Banyaknya warna yang mungkin digunakan bergantung pada kedalaman piksel citra yang bersangkutan. Citra bewarna dipersentasikan dalam beberapa channel yang menyatakan komponen-komponen warna penyusunanya. Banyaknya channel yang digunakan bergantung pada model warna digunakan pada citra terebut. Contoh model warna yang biasa digunakan pada citra digital adalah red, green, dan blue (RGB) .

(27)

Gambar 2.4 : Citra Warna

2.3 Format File Citra Digital

Dibawah ini beberapa format umum citra yang sering digunakan saat ini : 1. JPEG (.jpg)

Format file .jpg sangat umum digunakan saat ini khusus nya untuk transmisi citra. Format ini digunakan untuk citra yang dikompresi menggunakan metode JPEG.

2. Bitmap (.bmp)

Format file .png adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang dapat digunakan untuk menyimpan citra biner hingga citra warna.

3. Tagged Image Format (.tif, .tiff)

Format .tif merupakan penyimpanan citra yang digunakan untuk menyimpan citra butmap hingga citra warna palet terkompresi dan juga tidak terkompresi.

4. Portable Network Graphics (.png)

Format .png merupakan citra terkompresi, .png dapat digunakan pda citra grayscale, citra palet warna, dan citra full color.

5. Graphics Interchange Format (.gif)

(28)

citra warna palet 8 bit. Format ini kurang popular dikalangan peneliti pengolahan citra karena kualitas yang rendah [9].

2.4 Pemampatan Citra (Image Compression)

Saat ini kebanyakan aplikasi menginginkan representasi citra digital dengan menggunakan kebutuhan memori seminimal mungkin. Kebutuhan akan adanya sistem kompresi merupakan suatu tuntunan dalam meperoleh hasil penyimpanan data citra optimal. Walaupun konsekuensi yang diperoleh adalah adanya perbandingan terbalik antara rasio penyimpanan data citra dengan kualitas yang diperoleh .

Kompresi citra merupakan aplikasi kompresi data yang dilakukan terhadap citra digital dengan tujuan mengurangi redudansi dari data-data yang terdapat dalam citra sehingga dapat disimpan atau ditransmisikan secara efisien [7]. Citra yang belum dikompres disebut citra mentah (raw image), sementara citra hasil kompresi disebut Compressed Images. Kompresi citra (Image Compression) mempunyai tujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk merpresentasikan sebuah citra digital. Prinsip umum yang digunakan pada proses kompresi citra digital adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit dari pada citra digital aslinya. Terdapat dua proses utama dalam permasalahan kompresi citra digital, yaitu

a. Kompresi citra (Images Compression)

Pada proses ini citra digital dalam representasinya yang asli (belum dikompres) dikodekan dalam representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra dengan format bitmap pada umumnya tidak dalam bentuk kompresan. Citra yang sudah dikompres disimpan ke dalam arsip dengan menggunakan format tertentu.

(29)

Pada proses dekompresi , citra yang sudah dikompresi dapat dikembalikan lagi menjadi representasi citra seperti citra aslinya. Proses ini diperlukan jika citra ingin ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format yang tidak dikompres.

Gambar 2.5 : Diagram proses kompresi dan dekompresi

Pada proses Preprocessing dan Potproscessing dilakukan transformasi dan kuantisasi pada citra mentah. Biasanya dilakukan fourier transform untuk menghilangkan noise pada citra mentah. Kuantisansi mempunyai fungsi untuk membatasi jumlah simbol yang dapat digunakan untuk mempersentasikan citra yang terkompres Kuantisasi merupakan sebuah model pemetaan banyak ke satu. Kuantisasi dapat dibentuk dari pengkuantisasian skalar maupun pengkuantisasi vektor. Pengkuantisasian skalar, merujuk pada kuantisasi data elemen-elemen, sedangkan pengkuantisasi vektor merupakan kuantisasi dengan menggunakan suatu blok citra. Encoding dan Decoder berfungsi untuk membentuk sebuah kode tertentu (binary bit stream) dari seiap simbol yang dikeluarkan dari blok pengkuantisasi di atas. Coder bias memakai fixed-length code atau variable – length code. Variable-length code VLC juga dikenal dengan nama entrophy coding, yang memberikan kode sedimikian rupa sehingga maupun memperkecil panjang rata-rata pepresentasi biner dari simbol tersebut. Hal tersebut dapat diakukan dengan cara memberikan kode yang panjang menjadi pendek dibandingkan dengan data yang dimiliki simbol yang mana hal ini merupakan dasar dari entropy coding.

(30)

2.5 Teknik Kompresi Citra

Dalam teori informasi, proses penempatan data dengan mengurangi pengulangan adalah berdasarkan pada sumber pengodean. Citra memiliki dua tipe redudansi statistic (redudansi ruang dan redudansi spektrum) dan redudansi psikovisual. Redudansi stastik muncul karena beberapa pola ruang mempunyai kemiripan, sedangkan redundansi psikovisual terjadi karena adanya kenyataan bahwa mata manusia tidak sensitive terhadap adanya kenyataan bahwa mata manusia tidak sensitif terhadap adanya frekuensi beberapa dalam citra.

Setiap sistem kombinasi citra yang berbeda akan mengimplementasikan kombinasi pilihan-pilihan yang berbeda pula. Pada dasarnya metode kompresi citra dibagi menjadi dua jenis yaitu Lossless Compression dan Lossy Compression.

2.5.1 Lossless Compression

Lossless compression merupakan kompresi citra dimana hasil dekompresi dari citra yang terkompresi sama dengan citra aslinya, tidak ada informasi yang hilang. Namun, ratio kompresi citra metode ini sangat rendah. Banyak aplikasi yang memerlukan kompresi tanpa cacat, seperti pada aplikasi radiografi, kompresi citra hasil diagnose medis atau gambar satelit, di mana kehilangan gambar sekecil apa pun akan menyebabkan hasil yang tak diharapkan [1].

(31)

Teknik Lossless compression memiliki 2 teknik dalam melakukan proses kompresinya yang pertama adalah Color reduction untuk warna-warna tertentu yang mayoritas dimana informasi warna disimpan dalam color palatte. Dan teknik Lossless Chroma subsampling yaitu teknik yang memanfaatkan fakta bahwa mata manusia merasa brightness (luminance) lebih berpengaruh daripada warna (chrominance) itu sendiri, maka dilakukan pengurangan resolusi warna dengan sampling ulang, biasanya digunakan pada sinyal YUV. Dan Chroma subsampling memiliki penyusunan dari 3 komponen dalam Y (luminance) : U (Blue) : V (CRed) .

Gambar 2.7 : Komponen YUV Chroma subsampling

Serta teknik terakhir pada metode Lossless compression ini adala Transform coding yang mmenggunakan Fourier transform seperti DCT, Fractal Compression adalah suatu metode lossy untuk mengkompresi citra dengan menggunakan kurva fractal. Sangat cocok untuk citra natural seperti pepohonan, pakis, pegunungan, dan awan. Fractal Compression bersandar pada fakta bahwa dalam sebuah image, terdapat bagian-bagian image yang menyerupai bagian bagian image yang lain. Proses kompresi Fractal lebih lambat daripada JPEG sedangkan proses dekompresinya sama.

2.5.2 Lossy compression

Lossy Compression adalah kompresi citra dimana hasil dekompresi dari citra aslinya karena ada informasi yang hilang tetapi masih bisa ditolerir oleh presepsi mata, mata tidak dapat membedakan perubahan kecil pada gambar yang

(32)

dikompresi oleh metode tersebut. Dan metode ini menghasilkan ratio kompresi yang lebih tinggi dari pada metode lossless. Contohnya adalah color reduction, chroma subssampling, dan transform coding, seperti transformasi Fourier, Wavelet [1]. Terdapat spesifikasi karakter pada Lossy compression yaitu :

1. Ukuran file citra menjadi lebih kecil dan menghilangkan beberapa informasi dalam citra asli.

2. Teknik ini mengubah detail dan warna pada file citra menjadi lebih sederhana tanpa melihat perbedaan yang mencolok dalam pandangan mata manusia, sehingga ukuranya menjadi lebih kecil.

3. Biasanya digunakan pada citra foto atau image lain yang tidak terlalu memerlukan detail citra, dimana kehilangan bir rate foto berpengaruh pada citra.

Gambar 2.8 : Proses Lossy Compression 2.6 Kriteria Kompresi Citra

Kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kompresi citra adalah : 1. Waktu kompresi dan waktu dekompresi

Proses kompresi merupakan proses mengodekan citra (encode) sehingga diperoleh citra dengan representasi kebutuhan memori yang minimum. Citra kompresi disimpan dalam file dengan format tertentu, misalnya

(33)

JPEG ( Joint Photographic Experts Group). Sedangkan proses dekompresi adalah proses untuk menguraikan citra yang dimampatkan untuk dikemabalikan lagi (decoder) menjadi citra yang tidak mampat. Algoritma pemampatan yang baik adalah algoritma yang membutuhkan waktu untuk kompresi dan dekompresi paling sedikit (paling cepat).

2. Kebutuhan memori

Metode kompresi yang baik adalah metode kompresi yang mampu mengompresi file citra menjadi file berukuran paling minimal. Algoritma pemampatan yang baik akan menghasilkan memori yang dibutuhkan untuk menyimpan hasil kompresi yang berkurang secara berarti. Biasanya semakin besar persentasi pemampatan, semakin kecil kebutuhan memori yang diperlukan sehingga kualitas citra makin berkurang. Dan sebaliknya, semakin kecil persentase citra yang dimampatkan, semakin bagus kualitas hasil pemampatan tersebut.

3. Kualitas pemampatan

Metode kompresi yang baik adalah metode kompresi yang mampu mengembalikan citra hasil kompresi menjadi citra semula tanpa kehilangan informasi apapun. Kalaupun ada informasi yang hilang akibat pemampatan, sebaiknya hal itu ditekan seminimal mungkin. Biasanya semakin berkualitas hasil pemampatan, semakin besar memori yang dibutuhkan. Sebaliknya, semakin jelek kualitas citra hasil pemampatan dapat diukur secara kuantitatif menggunakan besaran PSNR (peak signal-to-nosie ratio). Semakin besar nilai PSNR maka citra hasil pemampatan semakin mendekati citra aslinya. Sebaliknya semakin kecil nilai PSNR, semakin jelek kualitas citra hasil pemampatan. Rumus untuk menghilang PSNR adalah sebagai berikut :

(34)

Maka adalah nilai isensitas terbesar. Nilai rms dihitung dengan persamaan berikut :

= 1 − 2.2

Dalam hal ini, M dan N masing-masing adalah lebar dan tinggi citra, dan masing-masing adalah nilai insentitas baris ke-i dan kolom ke-j dan cara hasil pemampatan dan citra sebelum dimampatkan. PSNR mempunyai satuan decibel (dB).

4. Format Keluaran

Format citra hasil pemampatan yang baik adalah yang cocok dengan kebutuhan pegiriman dan penyimpanan data [1].

2.7 Redudansi Data

Pada sebuah citra grayscale yang rata-rata setiap pikselnya memerlukan memori 8 bit bisa jadi bila dilakukan pengodean menggunakan kode lain ternyata rata-rata setiap pikselnya hanya memerlukan memori 5 bit. Ini berarti setiap piksel bisa menghemat memori 3 bit. Artinya ada kelebihan data sebesar 3 bit bila citra tersebut dikodekan menggunakan pengodean jenis ini. Adanya kelebihan data yang dibutuhkan dalam menampilkan citra disebut redudansi data. Ada tiga jenis redudansi data dalam massalah kompresi citra, yaitu coding redundancy, interpixel redundancy, psychovisual redundancy. Jika satu atau lebih redundancy dapat dikurangi atau dihilangkan maka data telah berhasil dikompresi.

2.7.1 Coding Redudancy

Coding Redundancy adalah cara pengodean citra sedemikian sehingga jumlah kode yang diberikan untuk menampilkan suatu grayscale melebihi dari apa yang dibutuhkan. Coding redundancy sering muncul bila kita menggunakan teknik natural bit. Teknik natural bit memberikan kode yang sama ke semua grayscale, baik yang sering muncul ataupun yang jarang. Hal ini memberikan

(35)

coding redundancy sebagai contoh, sebuah citra grayscale 3-bit berukuran 10x10 piksel dikodekan menggunakan teknik natural bit pengodean Huffman.

.

Ukuran citra yang dibutuhkan untuk pengodean natural bit adalah : Natural bit = 100 x 3bit

Ukuran citra yang dibutuhkan untuk pengodean Huffman adaah :

No N Natural Bit Huffman

0 23 000 = 3 bit 00 = 2 bit 1 8 001 = 3 bit 10000 = 4 bit 2 6 010 = 3 bit 1001 = 4 bit 3 26 011 = 3 bit 11 = 2 bit 4 9 100 = 3 bit 010 = 3 bit 5 17 101 = 3 bit 101 = 3 bit 6 6 110 = 3 bit 0111 = 4 bit 7 5 111 = 3 bit 0110 = 4 bit

(36)

Huffman = 23x3 bit + 8x84 bit + 6x4 bit + 26x2 bit + 9x3 bit +17x3 bit + 6x4 bit + 5x5 bit = 276 bit

Tampak bahwa untuk menyimpan citra tersebut teknik pengodean natural bit membutuhkan 300 bit, sedangkan pengkodean Huffman cukup membutuhkan 276 bit, ini berarti terdapat 24 bit data redundan [1].

2.7.2 Interpixel Redundancy

Interpixel Redundancy sering disebut juga sebagai spatial redundancy, geometric redundancy, atau interface redundancy. Maksud dari interpixel redundancy adalah redundan dapat dinyatakan sebagai kolerasi antar piksel di mana intensitas suatu piksel dapat diperkirakan dari intensitas piksel-piksel tetangganya. Biasanya informasi yang dibawa oleh setiap piksel relatif kecil sehingga bias dikatakan bahwa kontribusi setiap piksel pada citra secara keseluruhan adalah redundan.

Citra yang mengandung interpixel redundancy dapat dipersentasikan kedalam bentuk yang lebih effisien (non-visual format). Artinya, citra tidak harus dinyatakan dalam bentuk matriks dari intensitas piksel-pikselnya, tetapi dipetakan (mapping) dalam bentuk perbedaan intensitas antarpiksel yang bersebelahan [1].

2.7.3 Psychovisual Redundancy

Ketika melihat, mata tidak mempunyai senstivitas yang sama informasi yang dianggap penting dan tidak penting. Oleh sebab itu fenomena dengan intensitas keabuan yang bervariasi dilihat oleh mata sebagai intensitas. Hal ini disebut sebagai psychovisual redundancy, yang bila dihilangkan tidak menganggu persepsi kualitas citra. Dalam hal ini mata tidak melihat nilai dari setiap piksel pada suatu citra secara kuantitatif.

Umumnya orang yang melihat citra mencari hal-hal penting, seperti sudut-sudut atau area bertekstur dan mengelompokkannya ke dalam grup yang dapat dikenal. Setelah itu, otak bertugas menggabungkan grup-grup tersebut dengan pengetahuan yang dimlikinya agar pengenalan citra menjadi sempurna. Alasan

(37)

menghilangkan redundan ini adalah ada informasi yang kurang dibutuhkan dalam proses visual normal. Penghilangan psychovisual redundancy merupakan penghilangan sebagian informasi atau merupakan suatu proses kuantisasi. Kuantisasi menghasilkan lossy data compression [1].

2.8 Metode Wavelet

2.8.1 Pengenalan Wavelet

Sebuah gelombang (wave) biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsiosilasi dari waktu (space), misalnya gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet merupakan gelombang singkat (small wave), yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikn kemampuan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu (time-varying).

Wavelet dapat digunakan sebagai alat bantu matematis untuk melakukan dekomposisi suatu sinyal, seperti audio dan citra, menjadi komponen-komponen frekuensi yang berbeda, sehingga masing-masing komponen tersebut dapat dipelajari dengan menggunakan skala resolusi yang sesuai. Karena itu, wavelet dikenal sebagai alat untuk melakukan analisis berdasarkan skala. Setelah pemilihan mother wavelet, tahap selanjutnya adalah membentuk basis wavelet yang akan digunakan untuk mengtransformasikan sinyal. Suatu basis dapat dibentuk dengan mengubah nilai translasi dan dilatasi dari mother wavelet-nya. Upaya untuk mempersentasikan suatu sinyal dengan menggunakan basis wavelet ini disebut transformasi wavelet , dalam perhitungan koefisien yaitu konvolusi dari sinyal dengan salah satu tipe fungsi wavelet. Operasi terhadap hanya dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien-koefisien wavelet yang berhubungan.

2.8.2 Transformasi Wavelet

Transformasi Wavelet memiliki kemampuan untuk menganalisa suatu data dalam domain waktu dan domain frekuensi secara simultan. Analisa data pada transformasi Wavelet dilakukan dengan membagi (dekomposisi) suatu sinyal ke dalam komponen-komponen frekuensi yang berbeda-beda dan selanjutnya

(38)

masing-masing komponen tersebut dapat dianalisa sesuai dengan skala resolusinya. Hal ini seperti proses filtering, dimana sinyal dalam domain waktu silewatkan ke dalam filter highpass dan lowpass memisahkan komponen frekuensi tinggi dan frekuensi rendah.

Wavelet merupakan sebuah fungsi variable real x, diberi notasi Ψ, dalam ruang fungsi (R). Fungsi ini dihasilkan oleh parameter dilatasi dan translasi yang dinyatakan dalam persamaan:

, ( ) = / ; > 0, (2.3)

, ( ) = 2 / 2 x − k ; , (2.4)

Dimana :

a = Parameter dilatasi b = Parameter translasi

R = Mengkondisikan nilai a dan b dalam integer 2 = Parameter dilatasi (parameter frekuensi atau skala) k = Parameter waktu atau lokasi ruang

Z = Mengkondisikan nilai j dan k dalam nilai integer

Fungsi wavelet pada persamaan (1.1) dikenalkan pertama kali Grossman dan Morlet, sedangkan persamaan (1.2) oleh Daubechies. Pada fungsi Daubechis, parameter dilatasi diberikan oleh 2 dan parameter translasi oleh k. Fungsi dapat dipandang sebagai mother wavelet, dan harus memenuhi kondisi :

( ) = 0

yang menjamin terpenuhinya sifat orthogonalitas vector.

Dan digunakan filter wavelet Harr dan biorthogonal 9/7. Wavelet Harr dinyatakan dengan

(39)

Fungsi Skala, φ ( ) = 1; untuk 0 <0; yang lainnya< 1 Fungsi , ( ) = 1; untuk 0 < < 1 −1 ; untuk 1 2 ≤ x < 1 0; yang lainya

Kelemahan dari filter wavelet yang bersifat orthogonal adalah adanya efek batas (border efect). Hal ini bias diatasi dengan pemakian filter wavelet yang bersifat fasa linear dan simetri. Filter wavelet orthogonal yang bersifat fasa linear hanya filter Harr. Untuk ini, dibuatlah filter baru yang sifatnya mendekati orthogonal dan berfasa linear yang dikenal dengan nama wavelet biorthogonal. Wavelet boirthogonal memiliki kelebihan dibanding wavelet orthogonal dalam penetuan kelas filter dimana wavelet biorthogonal mengizinkan kelas filter yang lebih lebar, dan kelas ini termasuk di dalamnya filter simetrik. Salah satu jenis filter biorthogonal yang sering digunakan adalah biorthogonal 9/7 . Filter ini bersifat nonreversible dan real-to-real dan dipakai untuk kompresi jenis lossy pada standar JPEG2000. Koefisien-koefisien dan filter wavelet biorthogonal 9/7 dapat dilihat pada table berikut ini:

Gambar 2.9 : Koefisien Filter Wavelet Biorthogonal 9/7

dimana h(n) merupakan koefisien dekomposisi sedangkan g(n) merupakan koefisien rekontruksi.

Pada dasarnya, transformasi wavelet dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan nilai parameter translasi dan dilatasinya, yaitu transformasi wavelet

(40)

kontinu (continous wavelet trasform) dan diskrit (discrete wavelet transform). Transformasi wavelet kontinu ditentukan oleh parameter dilatasi a dan translasi b yang bervariasi secara kontinu, dimana a,b ϵ R dan a ≠ 0. Transformasi wavelet diskrit didefinisikan untuk mengurangi redudansi yang terjadi pada transformasi kontinu dengan cara hanya mengambi nilai diskrit dari parameter a dan b merupakan nilai transformasi wavelet diskrit, maka tiap wavelet dapat berkorespodensi dengan filter highpass dan lowpass[8] .

Dalam Proses dekomposisi wavelet Haar menerapkan bank filter dengan h(0) = h(1) = 1 √2 sebagai koefisien low-pass yang menghasilkan citra pendekatan dan g = 1 √2, g = - 1 √2 sebagai koefisien high-pass yang menghasilkan citra detail. Citra hasil dekomposisi akan berukuran seperempat dari ukuran citra sebenarnya. Ilustrasi proses dekomposisi citra dapat dilihat pada gambar 2.10 .

Gambar 2.10 : Ilustrasi Proses Dekomposisi Citra

2.9 Discrete Wavelet Transform (DWT)

Discrete Wavelet Transform (DWT) merupakan dekomposisi citra pada frekuensi subband citra tersebut. Komponen subband transformasi wavelet dihasilkan dengan cara penurunan level dekomposisi. Implementasi DWT dapat dilakukan dengan cara melewatkan sinyal melalui sebuah level low pass filter (LPF) dan level high pass filter (HPF) dan melakukan down sampling pada keluaran masing-masing filter. DWT selain menggunakan fungsi wavelet, juga

(41)

menggunakan fungsi skala untuk penghalusan citra (image smoothing). Fungsi skala didilatasikan dan translasikan sebagaimana persamaan fungsi wavelet, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :

ф , ( ) = 2 ф ( 2 − )

Teori analisis resolusi banyak menyatakan bahawa, = ⊕ menyatakan bahwa komponen orthogonal untuk dalam . Terdapat vektor dalam sehinga vektor dan mempunyai ruang waktu yang berbeda. Untuk menghubungkan vektor tersebut digunakan suatu filter ) dengan fungsi skala dan filteri ) dengan fungsi wavelet sehingga,

) ∑ ℎ( )√2 ф (2 − ) dan ) − ∑ ℎ( )√2 ф (2 − )

Proses dekomposisi suatu sinyal ke dί ᶯ ala aproksimasi dan detail, seperti proyek x ke dan . Proses ini dapat di peroleh dengan melewatkan koefisien pada suatu filter melalui proses sub-sampling. Karena citra merupakan bidang dua dimensi, sehingga dekomposisi dilakukan terhadap baris dan kolom, seperti gambar berikut.

Gambar 2.11 : Dekomposisi 2 Dimensi

Proses dekomposisi sinyal x dapa dilakukan proses kebalikannya yaitu dengan mengkontruksi sinyal x dari aproksimasi dan detailnya. Rekontruksi dilakukan melalui proses up-sampling dengan melewatkan aprokimasi dan detail

(42)

pada filter dan menggambungkannya [5].

2.10 Transformasi Embedded Zerotree Of Wavelet Coefficient (EZW)

DWT menghasilkan struktur sub-bidang hirarki, yaitu koefisien pada setiap sub-bidang dan pada setiap tingkatan dapat dihubungkan dengan satu set koefisien-koefisien di tingkat lebih rendah pada sub-bidang yang sesuai. Suatu koefisien pada tingkat yang lebih tinggi dinamakan induk dari semua koefisian di orientasi ruang yang sama pada tingkat yang lebih rendah (anakan). Hubungan induk-anakan didalam hirarki DWT ditunjukkan pada gambar berikut

Gambar 2.12 : Hubungan Antar Induk-anakan

Penelusuran koefisien-koefisien dilakukan sedemikian hingga tidak ada anak diteliti sebelum induknya. Penulusuran koefisien dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ruster scan dan morton scan.

(43)

Embedded Zerotree Wavelet (EZW) merupakan suatu algoritma kompresi citra yang simple, sangat efektif, memiliki sifat dimana bit-bit dalam bit stream diurutkan menurut kepentigannya serta menghasilkan kode yang fully embedded. EZW menggunakan dua langkah dalam pengkodean citra, yaitu dominant pass dan subordinate pass. Citra diteliti dan menghasilkan suatu simbol untuk setiap koefisien. Simbol ‘P’ diberikan, jika koefisien lebih besar dari ambang, jika koefisien lebih besar dari ambang, jika koefisien lebih kecil dari minus ambang, maka diberi simbol ‘N’. Koefisien yang lain diberi simbol ‘T’ jika meupakan induk dan nilai mutlak dari koefisien anakan lebih besar dari ambang, jika lebih kecil dari ambang, maka diberi simbol ‘Z’. Koefisien dengan simbol ‘P’ dan ‘N’ pada citra diganti dengan nol atau *. Dominan pass menghasilkan significan_map yang berisi kumpulan simbol-simbol citra dan subordinat_list terdiri dari dua baris. Baris pertama berisi nilai koefisien citra dengan simbol ‘P’ dan ‘N’. Baris kedua berisi 3/2 ambang pada seiap putaran.

Refinrement pass merupakan proses pengkodean subordinat_list yang menhasilkan refinement yang berisi 0 atau 1 untuk tiap langkah subordinat_list. Refirement bernilai 1 jika nilai subordinat_ist baris pertama lebih besar dari baris kedua untuk masing-masing data, kemudian niliai subordinat_list baris kedua dikurangi dengan ¼ ambang, selain itu refirement bernilai 0 masing-masing data dengan nilai subordinat_list baris kedua ditambah dengan ¼ ambang.

Gambar 2.14 : Diagram blok algoritma EZW

Proses berulang ketahap dominant pass, dengan nilai ambang separuh dari nilai ambang lama dan Subordinat _list selalu menyambung dengan data baru.

Menetukan initial threshold Significance Pass Refirement Pass Kurangi threshold = / 2 Data Citra Bit Stream

(44)

Pengulangan berakhir ketika nilai minimum ambang terpenuhi, atau ambang sama dengan satu.

Pengkodean balik EZW menggunakan skema penulusuran yang sama. Penulusuran antar sub-bidang sama seperti proses pengkodean. Simbol ‘P’ pada significant_map berarti penempatan 3/2 ambang pada kolom dan baris tertentu, simbol ‘N’ berarti penempatan minus 3/2 ambang, dan 0 untuk simbol ‘Z’ dan ‘T’. Angka 1 pada refirement berari menjumlahkan ¼ ambang pada baris dan kolom tertentu, dan mengurangi ¼ ambang jika angkanya 0 [5].

Menurut sumber lain pula algoritma EZW adalah algoritma kompresi citra yang sederhana, tetapi sangat efektif, memiliki properti yang menciptakan bits dalam bit stream dalam urutan kepentingan bits, menghasilkan fully embedded code. Embedded code tersebut menampilkan sekuen dari keputusan binary yang membedakan sebuah gambar dengan gambar “ null ”. Dengan menggunakan algoritma emdedded coding, sebuah encoder dapat menghentikan kegiatan encoding setiap saat, maka target rate dan target distortion matric dapat ditemukan dengan sempurna. Juga dengan bitstream yang ditentukan, decoder juga dapat menghentikan kegiatan decoder setiap saat dalam bit stream dan menghasilkan gambar yang sama persis dengan gambar yang akan di encode pada bit rate yang sesuai dengan bit stream yang terpotong. Tambahan lagi untuk memproduksi fully embedded bit stream, EZW secara konsisten memproduksi hasil kompresi yang bersaing dengan algoritma kompresi yang terkena dalam uji gambar standar. Juga performa ini dapat dicapai dengan teknik yang sama sekali tidak membutuhan latihan, tidak ada table atau codebook yang ditentukan sebelumnya dan tidak membutuhkan pengetahuan tentang asal gambar.

Dalam algoritma EZW terdapat struktur proses yang didasari empat konsep kunci yaitu :

1. Discrete Wavelet Transform (DWT).

2. Prediksi kekurangan dari informasi penting dengan mengeksploitasi kesamaan sifat dalam gambar.

(45)

3. Entrophy Coded Successive Approxiomation Quatization.

4. “Universal” Lossless Data Compression yang dicapai melalui coding aritmatika adaptif.

2.11 Metode Huffman

Metode Huffman merupakan salah satu teknik pemampatan secara statistic yang melibatkan frekuensi tingkat kemunculan data untuk menentukan codeword yang mewakili data tersebut. Semakin tinggi frekuensi kemunculan sebuah data maka panjang codeword yang dihasilkan semakin pendek [11].

2.12 Metode Pemampatan Citra JPEG

Dasar metode Joint Photographic Experts Group (JPEG) adalah pemampatan citra dengan penurunan kualitas (lossy) menggunakan Discrate Cosine Transform (DCT). Langkah-langkah dalam metode pemampatan JPEG ini anatara lain :

1. Diskretasi citra dilakukan dengan membagi ukuran matriks citra menjadi 8x8 piksel, kemudian ditransformasi dengan DCT dengan mengambil pasangan titik dari domain spasial dan mengubahnya menjadi sebuah representasi identik dalam domain frekuensi.

2. Kuantisasi matriks DCT yang bertujuan untuk mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan untuk menyimpan nilai bilagan bulat dengan mengurangi presisi dari nilai tersebut. Faktor kualitas digunakan untuk menentukan jarak perbedaan antara dua band yang berdampingan pada tingkat kuantisasi yang sama.

3. Pengkodean untuk memampatkan nilai nol muncul berurutan dengan nilai nol yang muncul berurutan dengan Run Length-Encoding (RLE).

(46)

2.13 Matlab R2010a

MATLAB (Matrix Laboratory) adalah perangkat lunak berorientasi pada komputasi yang melibatkan matriks dan vektro. MATLAB merupakan bahasa pemrogaman dan kemampuan tinggi dalam bidang komputasi, visualisasi, dan pemrogaman .

Tampilan layar untuk ruang kerja MATLAB meluputi : 2.13.1 Jendela Utama

Jendela utama (main window) merupakan tampilan layar kesuluruhan dari MATLAB yang digunakan sebagai tempat kerja utama.

Gambar 2.15 : Matlab R2010a Jendela utama terdiri atas :

a. Current Directory

Menampilkan lokasi direktori yang sedang sktif atau yang sedang digunakan.

b. Command Window (Jendela Perintah)

Pada jendela perintah, semua perintah dituliskan dan diekseskusi. Perintah yang dapat dituliskan seperti perhitungan biasa, memanggil fungsi, mencari informasi tentang sebuah fungsi (help),

(47)

demo program, dan sebagainya. Setiap penulisan perintah selalu diawali prompt ‘>>’.

c. Workspace

Ruang yang berisi semua nama matriks maupun variable yang disertai dengan ukurannya dari ruang kerja yang sedang aktif.

d. Command History Window

Ruang yang memuat daftar semua perintah yang telah dieksekusi dari jendela perintah. Perintah-perintah yang diberikan selalu disimpan antara sesi-sesi MATLAB, sehingga dapat dipilih dan dieksekusi ulang untuk sekelompok perintah dari pekerjaan yang telah lalu.

2.13.2 Menu Utama `

Berisi menu-menu perintah pada MATLAB. Menu utama terdiri dari : a. Menu Bar

Menu bar merupakan drop-down menu yang dapat mengontrol operasi dalam ruang kerja MATLAB. Menu bar berisi File, Edit, Parallel, Dekstop, Window, dan Help.

b. Tool Bar

Tool bar berisi kumpulan gambar yang mewakili perintah yang ada menu bar. Fungsi utama tool bar itu memudahkan penggunaan suatu operasi yang digunakan berulang – ulang.

(48)

33

BAB III

METODE PENILITIAN

3.1 Data Input Dan Lingkungan Pengembangan Sistem

Data citra awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah image ber-format bitmap (BMP), karena ber-format ini mempertahankan kualitas citra asli. Dimana data ini didapatkan melalui sumber internet, data citra awal yang digunakan ini berspesifikasi sebagai berikut:

1. Citra grayscale 8-bit dengan resolusi 256x256 berjumlah 10 gambar. 2. Citra grayscale 8-bit dengan resolusi 512x512 berjumlah 10 gambar. 3. Citra warna 24-bit RGB dengan resolusi 256x256 berjumlah 5 gambar. 4. Citra warna 24-bit RGB dengan resolusi 256x256 berjumlah 5 gambar.

Citra ini berasal dari cropping data RAW, JPEG, atau yang lainnya yang sebelumnya telah dikonversi ke dalam format BMP dengan menggunakan peragkat lunak Corel Draw X6.

Sedangkan kebutuhan perangkat keras yang digunakan dalam pembuatan sistem adalah Laptop dengan merk ASUS tipe A46C, processor Intel(R) Core(TM) i5-3317U CPU @ 1.70GHz 1.70GHz, RAM 4.00GB dan VGA NVIDIA GEFORCE® GT 635M 2GB, dengan Operating System Windows 8 Enterprise © 2012, serta perangkat lunak yang dibutuhkan adalah Corel Draw X6, dan MATLAB by Mathlabwork and Syulink R2010a.

(49)

3.2 Rancangan Penilitian

Sub bab ini akan membahas mengenai deskripsi sistem yang dikerjakan pada tugas akhir ini. Tujuan dari penilitian ini adalah mengurangi redudansi dari data-data yang terdapat dalam citra sehingga dapat disimpan atau ditransmisikan secara efisien menggunakan metode kompresi EZW untuk mendapatkan kompresi citra dimana terdapat bit dari suatu properti yang dihasilkan dari tingkat kepentingannya untuk memperoleh kualitas gambar terbaik dari suatu bit rate yang menggunakan model emdedded.

(50)

Dibawah ini adalah desain penilitian dari sistem yang akan dilakukan:

Gambar 3.1 : Rancangan Penelitian

1. Problem

Teknik kompresi Citra menggunakan metode EZW untuk mendapatkan kualitas citra terbaik dari suatu bit rate

2. Metode Compression

Embedded Zerothree Of Wavelet Coeficient (EZW)

3.Development

Analysis and Design Analysis and Design

Flow Chart MATLAB

4.Implementation Data Collection

Research Methodology Taking Image dari

Kamera DSLR

Experiment Desain Experiment

Kompresi citra menggunakan metode EZW

5. Analisis Hasil atau Evaluasi Persentase = ( ukuran citra awal / ukuran citra

hasil kompresi 100% )

4.Result

Mengetahui efektifitas dan efisiensi hasil pemampatan citra

(51)

3.2.1 Problem

Mengidentifikasi metode yang memiliki kebutuhan yang mampu memberikan efektifitas dari referensi-referensi jurnal yang ada. Metode EZW dipilih karena dibandingkan metode compression image lainnya, metode ini memiliki kelebihan untuk melakukan pemampatan citra dengan mendapatkan kualitas citra terbaik dari suatu bit rate.

3.2.2 Metode Compression

Tahap ini mempelajari secara mendalam metode kompresi citra EZW dengan mencari sumber jurnal IEEE atau jurnal yang telah mengerjakan metode kompresi citra EZW. Untuk memudahkan proses atau tahap analisis dan development untuk pengerjaan tahap selanjutya.

3.2.3 Development

Melakukan tahap rancangan analisis dan desain kompresi citra dengan metode EZW dalam bentuk tahap diagram flow chart, sesuai kebutuhan perangkat lunak yang digunakan yaitu Matlab.

3.2.4 Implementation

Mencari atau membuat image sebagai data set untuk dikompresi dengan mencari sumber data image melalui internet atau referensi lainnya. Dan selanjutnya untuk tahap Experiment dan Desain Experiment, merupakan tahapan yang akan dilakukan pada proses kompresi citra dengan penjambaran sebagai berikut :

1. Proses Transformasi Citra

Pada proses ini dilakukan dekomposisi 2 dimensi wavelet pada matriks piksel hasil diskritisasi citra sehingga menghasilkan matriks baru hasil dari koefisien wavelet. Proses dekomposisi ini dilakukan sebanyak tingkat pemfilteran yang diinginkan. Basis wavelet yang digunakan adalah wavelet Biorthogonal 1.3 karena menghasilkan citra yang dapat dilihat serta tidak

(52)

terganggu interfensi dan noise [15], sedangkan untuk tingkat pemfilteran digunakan tingkat maksimum yang mungkin dicapai pada setiap citra. 2. Proses Kuantisasi EZW

Selanjutnya perlu dilakukan pemetaan nilai matriks koefisien wavelet hasil dekomposisi citra ke dalam simbol kuantisasi EZW. Ada dua proses utama yang dilakukan untuk memperoleh kuantisasi ini yaitu significance pass dan refirement pass.

3. Proses Pengkodean Huffman

Tahap ini menghasilkan sebuah bit stream citra termampatkan, yang merupakan keluaran dari proses pengkodean simbol-simbol kuantisasi EZW ke dalam bit-bit yang merepresentasikannya.

4. Proses Rekrontruksi

Tahap selanjutnya akan dilakukan alur balik pemampatan citra yang dimulai dengan pengkodean Huffman lalu kuantisasi balik EZW dan diakhiri dengan transformasi inverse wavelet untuk mengembalikan matriks koefisien wavelet menjadi matriks pixel dengan dimensi yang sama dengan citra awal [11].

(53)

Gambar 3.2 : Proses Pemampatan Citra EZW 3.2.5 Result

Hasil kompresi citra dengan menggunakan metode EZW, ditampilkan dengan tabel nilai threshold dari parameter awal pada setiap citra atau image yang telah dikompresi dengan hasil performance diantaranya MSE, PSNR, BPP, Ratio Compression, Time Compression,Time Encode Compression, dan Time

Decoder Compresion. Citra Awal Transformai Wavelet Kuantisasi EZW Pengkodean Huffman Citra Termampatkan Proses Pengkodean Citra Termampatkan Pengkodean Huffman

Kuantisasi Balik EZW

Transformasi Inverse Wavelet

Citra Hasil Rekrontuksi Proses Pengkodean

(54)

39

BAB IV

HASIL PENILITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Citra Awal

Data citra awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah image ber-format bitmap (BMP), karena ber-format ini mempertahankan kualitas citra asli. Dimana data ini didapatkan melalui sumber internet, dan data citra awal yang digunakan ini berspesifikasi sebagai berikut:

1. Citra grayscale 8-bit dengan resolusi 256x256 berjumlah 10 gambar. 2. Citra grayscale 8-bit dengan resolusi 512x512 berjumlah 10 gambar. 3. Citra warna 24-bit RGB dengan resolusi 256x256 berjumlah 5 gambar. 4. Citra warna 24-bit RGB dengan resolusi 256x256 berjumlah 5 gambar.

Citra ini berasal dari cropping data RAW, JPEG, atau yang lainnya yang sebelumnya telah dikonversi ke dalam format BMP dengan menggunakan peragkat lunak Corel Draw X6. Untuk contoh proses konversi file citra yang akan digunakan sebagai sampel penilitian kompresi citra EZW dapat dilihat pada lembar lampiran-1.

4.2 Penentuan Parameter Threshold

Sebelum melakukan pengujian pemempatan citra secara kesuluruhan, dilakukan penelitian nilai threshold yang akan digunakan. Proses pemilihan dilakukan dengan menguji 2 buah citra yaitu 1 citra warna dan 1 citra grayscale yang memiliki dimensi yang sama yaitu 128x128 pixel. Ke dua citra tersebut dikompesikan dengan metode EZW dalam variasi threshold 8, 9, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100.

Gambar

Gambar 2.1 : Citra Digital  2.2.1  Citra Biner
Gambar 2.8 : Proses Lossy Compression  2.6  Kriteria Kompresi Citra
Gambar 3.1 : Rancangan  Penelitian 1. Problem
Gambar 4.2 : Flowchart Encoder Kompresi Citra EZW
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2012, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 15 tahun 2012 mengenai panduan valuasi ekonomi ekosistem hutan..

1 Agustus 2016 1889 Berdasarkan Tabel 4.12 di atas menunjukan bahwa nilai yang sering muncul yang diberikan oleh responden untuk setiap indikator pada variabel kualitas

Faktor yang mempengaruhi siswa kelas VIII di SMP Negeri 214 Jakarta memiliki kategori dengan tingkat literasi media tinggi/advance dan sedang/medium dilihat dari jumlah skor

Persamaan-persamaan yang dihasilkan dengan metode pendugaan 3SLS, yang dinyatakan lebih baik, dapat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan sisi produksi,

undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh yang berkuasa ataupun mengganggu hak orang lain, sedangkan pembatasan pada hak milik atas tanah tidak boleh

Penyusunan Tugas Akhir ini bukan hanya semata-mata sebagai bagian dari pemenuhan syarat untuk penyelesaian pendidikan sarjana tetapi juga sebagai sumbangsih kami terhadap

Input fungsi ini adalah dua variabel string yaitu nomor Id data netCDF dan nama variabel array (nama variabel untuk TRMM 3B42 adalah HRF) dan output fungsi ini adalah

Pendidikan pelatihan petugas Rekam Medis di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau dan RS Bina Kasih Kota Pekanbaru diketahui bahwa sebanyak 14 responden (58,3 %) menyatakan cukup baik