• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN. Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAHASAN. Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Pada bagian ini akan dilakukan pembahasan terhadap beberapa hal penting yang dijumpai selama proses penelitian hingga direkomendasikannya sebuah model pengukuran kinerja komprehensif dalam bentuk Sistem Penunjang Keputusan C-PROMEAS. Efisiensi melalui pemilihan metode pengolahan data dan evaluasi hasil serta kontribusi penelitian terhadap berbagai aspek riil di sektor industri maupun kebijakan akan diuraikan pada bagian ini secara rinci.

Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan

Proses Hirarki Analitik (PHA)

Pada penelitian ini implementasi beberapa metode dilakukan secara terpisah berdasarkan tujuan masing-masing. Misalnya metode fuzzy untuk mengolah data penilaian pakar terhadap dukungan infrastruktur. Sementara itu untuk penilaian kriteria dan sub kriteria digunakan metode PHA dan terakhir metode Electre II untuk penilaian alternatif Indikator Kinerja Kunci.

Metode AHP sebenarnya mampu digunakan untuk menilai secara keseluruhan secara serentak semua kriteria, sub kriteria dan seluruh alternatif Indikator Kinerja Kunci (IKK). Namun prosedur perbandingan berpasangan yang harus ditempuh mengharuskan pakar melakukan penilaian yang melelahkan, sehingga dikhawatirkan bisa menimbulkan bias penilaian. Oleh karena itu pada level terakhir yaitu penilaian IKK akan digunakan metode Electre II. Karena pada hakikatnya alternatif IKK merupakan satu kesatuan dalam struktur PHA, maka untuk finalisasi hasil perlu dilakukan penyesuaian dengan hasil penilaian PHA pada level-level di atasnya. Prosedur ini dapat dilihat pada rekapitulasi pembobotan seluruh level struktur hirarki pada perangkan lunak C-PROMEAS.

Argumentasi utama pengambilan langkah integrasi metode PHA dengan metode Electre II adalah efisiensi penilaian. Hal ini dapat diperlihatkan dari penurunan jumlah penilaian perbandingan berpasangan yang harus dilakukan dari: 2239 ) ( 66 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 4 2 4 2 2 2 3 2 4 2 5 2 = + + + + + + + + + + + + + C C C C C C C C C C C C C xC C

(2)

atau paling sedikit dari : 166 ) 4 8 9 ( ) ( 6 2 4 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 4 2 4 2 2 2 3 2 4 2 5 2 = + + + + + + + + + + + + + + + + C C C C C C C C C C C C C C C C xC C

kali penilaian menjadi :

94 ) ( 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 4 2 4 2 2 2 3 2 4 2 5 2 = + + + + + + + + + + + + C C C C C C C C C C C C xC C

atau sebanyak 94 kali penilaian perbandingan berpasangan.

Dari perbedaan jumlah di atas, dapat dilihat bahwa reduksi penilaian berpasangan diperoleh sebanyak maksimum 66 kali =

2

C

2145 ! 64 ! 2 ! 66 = kali

penilaian atau minimum : 72

! 4 ! 2 ! 6 ! 2 ! 2 ! 4 4 ! 1 ! 2 ! 3 8 ! 0 ! 2 ! 2 9 + + + = kali penilaian.

Sementara itu jika dikombinasikan dengan penilaian prioritas IKK dengan metode Electre II, maka akan didapat reduksi dari menjadi 66 penilaian. Efisiensi tersebut cukup signifikan sehingga dapat direkomendasikan untuk diimplemen-tasikan.

Integrasi hasil penilaian dengan metode PHA dan metode Electre II dilakukan untuk menghasilkan nilai bobot absolut dari setiap IKK yang dinilai. Nilai absolut atau nilai bobot agregat ini selanjutnya yang menentukan prioritas dan IKK terpilih yang akan digunakan dalam model sistem pengukuran kinerja komprehensif yang dibangun.

Secara matematis dapat dibuktikan bahwa penilaian dengan metode Electre II tetap menjamin kebebasan linier dari setiap himpunan alternatif IKK. Pembuktian dapat dilakukan dengan dalil bahwa sekumpulan vektor-vektor a1, a2, .... ak berdimensi n dikatakan bebas linier jika jika dan hanya jika

0

1

=

= j k j j

a

λ

0 = j

λ

untuk j = 1, 2, ..., k. Pembuktian ini diperlukan karena setiap kriteria yang diperbandingkan dengan metode PHA harus bebas linier namun memungkinkan mutually exclusive, sehingga integrasi metode Electre II ke dalam metode PHA dapat diterima.

(3)

Analisis Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Klaster

Perancangan model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut yang didasarkan pada metodologi yang telah dikemukakan di depan memberikan beberapa konsekuensi baik secara proses maupun hasil. Pemilihan berbagai kriteria yang dipertimbangkan berdasarkan pendapat pakar dan teknik pembobotan atau prioritasisasi menyebabkan tidak semua kriteria yang harus dipertimbangkan dapat diwakili oleh indikator kinerja kunci (IKK). Ketepatan pemilihan sangat ditentukan oleh kemampuan pakar dalam melakukan penilaian. Namun demikian, untuk menjamin keterwakilan setiap kriteria dari setiap aspek dan pelaku klaster telah diupayakan melalui mekanisme pemilihan indikator kinerja kunci yang telah diuraikan pada bagian pengembangan model.

Jaminan bahwa model yang dihasilkan merupakan model pengukuran kinerja komprehensif diberikan oleh dipertimbangkannya semua aspek kinerja klaster yang terdiri dari aspek sosial, lingkungan, ekonomi dan proses bisnis internal. Identifikasi kriteria dan sub kriteria didasarkan dari setiap aspek yang dikaji yang dilanjutkan dengan proses derivasi menjadi sejumlah indikator kinerja yang merupakan alternatif indikator kinerja kunci yang akan ditentukan pada proses berikutnya. Semua aspek klaster harus dapat diwakili oleh sejumlah IKK yang dianggap penting dalam menentukan kinerja sebuah klaster agroindustri hasil laut. Tingkat kepentingan dari IKK tersebut didasarkan pada nilai bobot dari setiap IKK dan keterwakilannya terhadap pelaku klaster agroindustri hasil laut.

Model pengukuran kinerja komprehensif didisain seefektif dan efisien mungkin, sehingga di samping hasil pengukuran yang diperoleh dapat merepresentasikan kinerja yang sebenarnya juga dapat diterapkan di lapangan secara mudah dan sederhana. Kriteria ini telah terpenuhi melalui uji coba model baik melalui tahap verifikasi maupun validasi seperti telah diuraikan secara rinci pada bagian sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model telah memenuhi persyaratan untuk diterapkan dalam pengukuran kinerja komprehensif sebuah klaster agroindustri hasil laut.

IKK kinerja komprehensif klaster yang dihasilkan lebih dominan merepresentasikan pelaku berdasarkan rantai produksi dari hulu sampai ke hilir diantaranya usaha penangkapan ikan (nelayan) dan budi daya rumput laut (petambak), agroindustri level I (usaha lepas pantai dan pasca panen) dan agroindustri level II dan III (industri pengolahan). Sementara itu kepentingan

(4)

industri pendukung dan institusi terkait kecuali pemerintah masih kurang terwakili dikarenakan tidak terpilih setelah melalui beberapa tahapan pemilihan. Disadari bahwa kelembagaan klaster dan fungsi serta peran dari setiap komponen pelaku klaster yang ada di dalamnya sangat menentukan keberhasilan pengembangan klaster, maka dilakukan elaborasi terpisah melalui brainstorming dengan pakar dan praktisi untuk mendapatkan informasi dukungan apa yang diperlukan dari setiap elemen tersebut. Adapun rekapitulasi kebutuhan dukungan dari elemen klaster agroindustri hasil laut lainnya dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut :

Tabel 25 Dukungan dari pelaku klaster dalam pengembangan klaster agroindustri hasil laut

No Pelaku

Klaster Dukungan untuk pengembangan klaster

1 Pemerintah Membuat kebijakan yang mendukung peningkatan daya saing industri hasil laut Birokrasi yang mudah dan membantu semua komponen dalam industri hasil laut Ikut memberikan fasilitas peralatan maupun pendanaan usaha penangkapan ikan (nelayan) dan level I (usaha lepas pantai/pasca panen)

Memfasilitasi peralatan laboratorium yang diperlukan sesuai standar internasional/negara tujuan

Turut berperan aktif secara Government to Government bila ada masalah dengan negara tujuan ekspor

Berperan aktif dalam penyelesaian masalah standarisasi kualitas produk dengan negara tujuan (misalnya dengan Jepang dan Uni Eropa dalam masalah antibiotik) Penyediaan fasilitas laboratorium (alat dan bahan) untuk pengujian-pengujian yang disyaratkan oleh negara tujuan (analisa antibiotik, cloraphenicol, dll) Perlunya skema pendanaan bergulir untuk para nelayan dan usaha pasca panen (tangkap) yang bekerjasama dengan industri terkait

2 Kepedulian kepada lingkungan sekitar, baik masyarakat dan lingkungan

Meningkatkan kapasitas industri dengan kualitas yang baik, sehingga menambah permintaan untuk sektor hulu

Menjaga kualitas produk agar sesuai dengan yang diinginkan pembeli Membina nelayan dan usaha pasca panen (lepas pantai) dalam penanganan

b h b k

3 Kualitas yang baik sebagai bahan baku industri dengan harga yang sesuai Menjadi penghubung yang baik dari hulu ke hilir

Menjamin stabilitas pasokan dan kualitas bahan baku

Memberi pembinaan kepada nelayan tentang penanganan bahan baku yang benar agar kualitas tetap terjaga

4 Menjamin suplai bahan baku yang baik (segar dan kualitas bagus)

Menjaga agar pasokan bisa stabil dan kontinyu

Menjaga kualitas agar sesuai dengan yang disyaratkan industri 5 Industri Terkait

lainnya

Terbangun kerjasama pengadaan mesin, alat dan bahan pendukung yang saling menguntungkan (kapal, mesin kapal, jaring ikan, es batu, blung dan kebutuhan lainnya yang mendukung)

Menyediakan mesin, alat dan bahan pendukung yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh seluruh pelaku industri pada setiap level di agroindustri hasil laut

Agroindustri level II dan III (Industri Pengolahan) Agroindustri Level I (usaha lepas pantai (pasca panen) Nelayan/ Petambak

(5)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Partiwi dan Marimin, 2005) tentang penentuan model pengembangan klaster industri yang relevan diterapkan di Jawa Timur khususnya, diperoleh hasil bahwa keberhasilan klaster industri masih sangat ditentukan oleh fasilitasi pemerintah sebagai institusi pendukung dalam klaster industri. Oleh karena itu pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan sebuah klaster industri. Jika dilihat dari dukungan yang diperlukan dari pemerintah pada tabel di atas, maka dukungan kebijakan merupakan salah satu yang diprioritaskan. Dari hasil diskusi yang dilakukan, beberapa kebijakan yang perlu selalu disesuaikan dengan kebutuhan klaster agroindustri hasil laut secara spesifik adalah kebijakan perpajakan, kepabeanan dan perdagangan. Sinkronisasi kebijakan pemerintah antar departemen dan antara pusat dan daerah juga perlu dilakukan untuk lebih memudahkan operasionalisasi industri pengolahan hasil laut.

Model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut bersifat generik untuk agroindustri hasil laut, meskipun verifikasi dilakukan hanya pada dua klaster agroindustri hasil laut yaitu industri teri nasi dan rumput laut di Jawa Timur. Indikator kinerja kunci yang terpilih merupakan hasil derivasi dari sejumlah aspek klaster pada kriteria dan sub kriteria yang telah ditentukan, sehingga dapat dijamin tingkat generalisasinya untuk agroindustr hasil laut. Pemilihan dua jenis klaster contoh untuk verifikasi model dimaksudkan untuk menguji model apakah model dapat diaplikasikan, pemilihan jenis industri ini juga didasarkan pada argumentasi bahwa kedua jenis industri tersebut relatif telah memiliki sebagian dari karakteristik klaster industri secara konseptual.

Aplikasi model pada klaster agroindustri hasil laut jenis lainnya misalnya klaster agroindustri ikan tuna, klaster agroindustri udang dan lainnya, tetap dapat dilakukan menggunakan model hasil rancangan. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam aplikasi model pada setiap jenis klaster yang berbeda yaitu pada penentuan target setiap indikator kinerja kunci maupun dalam melihat peluang perlunya indikator kinerja tambahan yang dianggap penting. Target yang ingin dicapai akan digunakan sebagai basis scoring, oleh karena itu harus ditetapkan dengan sangat hati-hati dan akurat berdasarkan ketentuan yang akan diuraikan pada bagian lain. Penentuan target pada setiap jenis klaster industri akan sangat bervariasi tergantung karakteristik sistem yang dimiliki oleh klaster tersebut. Di samping penentuan target, juga dimungkinkan untuk menggunakan

(6)

indikator-indikator tambahan yang dianggap penting dalam merepresentasikan kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut yang dievaluasi kinerjanya melalui sebuah mekanisme tertentu.

Model pengukuran kinerja komprehensif yang dihasilkan merupakan model yang diimplementasikan dalam tataran taktis untuk mendukung pengambilan keputusan operasional, dimana pendekatan yang lebih dominan digunakan Hard System Methodology (AHP dan Electre). Pengguna yang relevan dalam kelembagaan klaster adalah kelompok kerja (Working Group Klaster) yang mewakili seluruh stakeholder klaster agroindustri hasil laut di antaranya adalah Direktur Agroindustri (pelaku agroindustri level I, II dan III), ketua kelompok nelayan dan petambak (usaha penangkapan dan budidaya), dari institusi pendukung yaitu para Direktur (Eselon II) di Departemen Pemerintah terkait di Tingkat Pusat (DKP, Deprin, Depkeu dan Depdag), Kepala Dinas di Departemen Terkait di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota, Kepala Bidang terkait di Bappeda di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Dalam menjaga keberlanjutan sebuah klaster agroindustri hasil laut, diperlukan kajian lebih lanjut yang dapat memberikan dukungan pada keputusan yang lebih bersifat direktif dan strategis melalui penelitian-penelitian analisis kebijakan. Untuk tujuan tersebut penelitan dapat kembangkan lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan lain yang salah satunya adalah Soft System Methodology. Dari penelitian lanjutan ini nantinya akan diperoleh alternatif dukungan kebijakan yang bersifat sinergi dan sesuai dengan fungsi dan peran pemerintah dan elemen klaster lainnya sehingga dapat melengkapi kajian klaster dalam berbagai tingkatan berdasarkan piramida pengambilan keputusan. Hasil penelitian analisis kebijakan selanjutnya akan dapat membantu pada tingkat pengambilan keputusan tertinggi di berbagai tingkat pemerintahan (Eselon I, Gubernur dan Bupati). Di samping itu kajian klaster agroindustri harus tetap memperhatikan karakteristik agroindustri yang memiliki perbedaan cukup signifikan dengan industri jenis lainnya. Beberapa karakteristik spesifik yang dimiliki oleh agroindustri diantaranya adalah bahan baku yang bersifat mudah rusak (perishable), musiman (seasonal) dan beragam (variability), kondisi ini menunjukkan bahwa perlu ada perlakuan dan perhatian yang lebih pada agroindustri.

(7)

Evaluasi Capaian Kinerja Komprehensif Klaster Agroindustri

Hasil Laut di Jawa Timur

Kinerja komprehensif klaster yang dapat direpresentasikan oleh nilai kinerja total yang merupakan agregasi dari empat nilai kinerja aspek utama klaster industri. Berdasarkan dari scoring board yang telah dihasilkan pada implementasi model di klaster industri teri nasi dan rumput laut di Jawa Timur diperoleh nilai kinerja komprehensif berturut-turut 62.45% dan 58% dengan status kinerja cukup baik. Dari hasil penilaian pakar dalam penentuan bobot semua komponen pada setiap level hirarki pembentuk kinerja komprehensif klaster industri hasil laut diperoleh nilai bobot yang bervariasi untuk keempat aspek yang disebutkan, hal ini menunjukkan bahwa setiap aspek dalam klaster mempunyai kontribusi komprehensif yang bervariasi tergantung pada nilai bobot, target yang ditetapkan dan capaian dari setiap kinerja parsialnya. Dengan demikian jika dilihat kontribusi kinerja parsial aspek klaster industri terhadap kinerja komprehensif klaster industri hasil laut khususnya teri nasi dan rumput laut dapat dilihat dari rekapitulasi yang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 26 Kontribusi setiap aspek pada kinerja komprehensif klaster industri teri nasi

No Aspek absolut Bobot Kinerja aspek Kontribusi pada kinerja komprehensif

1 Sosial 0.166404 67.4% 0.112

2 Lingkungan 0.155004 25% 0.039

3 Ekonomi 0.343577 76.7% 0.264

4 Proses Bisnis Internal 0.318294 66.0% 0.210

Total 0.625

Pada saat ini klaster industri teri nasi memiliki kinerja komprehensif 62.5% yang berarti telah memenuhi 62.5 % dari yang telah ditargetkan baik dari aspek sosial, lingkungan, ekonomi maupun proses bisnis internal dengan kontributor terbesar ada pada aspek ekonomi. Dari fenomena ini dapat dilihat bahwa pelaku industri pada klaster telah memiliki kompetensi yang bagus dari sisi ekonomi dan proses bisnis internal, namun belum diimbangi dengan aspek lainnya secara signifikan khususnya aspek lingkungan. Beberapa indikator kinerja yang dijadikan tolok ukur keberhasilan pada aspek ini ternyata belum mendapatkan perhatian yang cukup di antaranya adalah sertifikasi kategori kepedulian lingkungan. Namun demikian berdasarkan interview dengan responden praktisi

(8)

industri, banyak perusahaan telah mengupayakan untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

Capaian kinerja komprehensif klaster industri rumput laut meskipun berada pada status yang sama dengan klaster industri teri nasi, namun memiliki variasi yang berbeda pada setiap capaian kinerja parsial dan indikator kinerjanya. Secara parsial kontribusi kinerja setiap aspek klaster industri terhadap kinerja komprehensif klaster agroindustri rumput laut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 27 Kontribusi setiap aspek pada kinerja komprehensif klaster industri rumput laut

No Aspek absolut Bobot Kinerja aspek Kontribusi pada kinerja komprehensif

1 Sosial 0.166404 46.2% 0.077

2 Lingkungan 0.155004 25.0% 0.039

3 Ekonomi 0.343577 82.0% 0.283

4 Proses Bisnis Internal 0.318294 57.9% 0.184

Total 0.583

Meskipun nilai numerik capaian kinerja komprehensif klaster relatif sama bahkan sedikit lebih kecil, namun klaster industri rumput laut memiliki capaian kinerja ekonomi yang sangat tinggi yaitu 82% atau telah memenuhi 82% dari target yang ditetapkan dengan capaian tertinggi pada indikator kinerja kunci keuntungan klaster yaitu sebesar 113%.

Penentuan Status Kinerja Klaster Industri

Model pengukuran kinerja komprehensif dirancang untuk bisa menampilkan capaian kinerja klaster industri hasil laut baik secara numerik maupun status linguistik. Status kinerja dikelompokkan dalam tiga kategori yang secara linguistik dinamakan Baik, Cukup dan Kurang. Penetapan status berdasarkan nilai numerik telah dikemukakan sebelumnya melalui batasan-batasan nilai capaian dari masing-masing indikator kinerja kunci, kinerja parsial (aspek) maupun kinerja komprehensif. Penentuan status secara mutlak didasarkan pada batasan nilai numerik dapat diberlakukan untuk indikator kinerja kunci maupun kinerja parsial (aspek), namun hal ini tidak relevan jika diterapkan untuk penentuan status kinerja komprehensif. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan dijumpai satu kondisi, di mana nilai capaian kinerja komprehensif secara numerik masuk

(9)

kategori Baik, namun jika didisagregasi ke kinerja per aspeknya terdapat aspek yang memiliki kinerja sangat kecil atau bahkan bisa bernilai nol. Kondisi ini tentu saja tidak menunjukkan suatu kinerja yang baik, karena dalam sebuah sistem klaster industri ada tuntutan untuk baik pada semua aspek yaitu aspek sosial, lingkungan, ekonomi dan proses bisnis internal.

Antisipasi untuk kondisi nilai kinerja parsial yang tidak seimbang khususnya dalam penentuan status kinerja komprehensif sebuah klaster dapat dilakukan dengan memberikan aturan tambahan dengan memperhatikan capaian pada setiap kinerja aspek klaster. Idealnya aturan tambahan ini ditentukan oleh keputusan bersama dalam Working Group (kelompok kerja) klaster. Pada model pengukuran kinerja klaster industri hasil laut ini telah dibuat rule (aturan) dalam penentuan status kinerja komprehensif seperti pada Tabel 28.

Tabel 28 Aturan dalam penentuan status kinerja komprehensif klaster

Sosial Lingkungan Ekonomi Proses Bisnis Internal

Baik Baik Baik Baik

Sedang Sedang Baik Baik

Sedang Baik Baik Baik

Baik Sedang Baik Baik

Baik Baik Sedang Baik

Baik Baik Baik Sedang

Baik Baik Sedang Sedang

Sedang Baik Baik Sedang

Sedang Baik Sedang Baik

Sedang Baik Sedang Sedang

Baik Sedang Sedang Baik

Sedang Sedang Sedang Baik

Sedang Sedang Baik Sedang

Kurang (>0.25) Sedang Sedang Sedang

Sedang Kurang (>0.25) Sedang Sedang

Kurang (>0.25) Kurang (>0.25) Sedang Sedang

Kurang (<=0.25) Sedang Sedang Sedang

Sedang Kurang (<=0.25) Sedang Sedang

Kurang (<=0.25) Kurang (<=0.25) Sedang Sedang

Sedang Sedang Kurang Kurang

Sedang Sedang Sedang Kurang

Sedang Sedang Kurang Sedang

Sedang Kurang Kurang Kurang

Kurang Sedang Kurang Kurang

Kurang Kurang Kurang Sedang

Kurang Kurang Sedang Kurang

Sedang Kurang Kurang Sedang

Sedang Kurang Sedang Kurang

Kurang Sedang Kurang Sedang

Kurang Kurang Kurang Kurang

Sedang Buruk Kinerja Status Kinerja Komprehensif Baik

(10)

Dengan mengacu pada aturan di atas, maka dapat dihindari pernyataan status kinerja klaster komprehensif yang baik sementara status kinerja parsialnya ada yang bernilai ekstrim kurang. Misalnya pada impelementasi klaster industri hasil laut baik untuk industri teri nasi maupun industri rumput laut, meskipun keduanya memiliki nilai capaian kinerja komprehensif secara numerik masuk kategori Cukup Baik, namun jika dilihat secara parsial terdapat satu kinerja aspek yang kurang yaitu kinerja lingkungan dengan nilai 25%. Jika mengacu pada tabel aturan di atas, maka kinerja komprehensif klaster tidak bisa dinyatakan Cukup tetapi lebih buruk lagi yaitu masuk dalam kategori Kurang. Untuk selanjutnya aturan ini bisa direvisi berdasarkan keputusan bersama dengan alasan yang kuat.

Penerapan penentuan status berdasarkan aturan yang telah dijelaskan di atas, memberikan konsekuensi terhadap representasi nilai kinerja komprehensif pada scoring board. Representasi dalam nilai numerik tidak konsisten lagi untuk digunakan dalam penentuan status kinerja komprehensif, karena dapat terjadi status yang dicapai tidak sesuai dengan nilai numerik dalam ketentuan batasan status. Representasi pada scoring board final akan berupa nilai kategori (baik, sedang dan kurang) tanpa harus menyertakan nilai numerik. Berdasarkan ketentuan di atas maka tampilan akhir scoring board kinerja komprehensif klaster untuk teri nasi dapat dilihat pada Tabel 29.

Kinerja komprehensif klaster agroindustri teri nasi memiliki kategori kurang, hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya batas kriteria yang ditentukan bahwa semua nilai kinerja parsial (aspek) klaster harus lebih besar dari 25 %, sementara dari hasil pengukuran ternyata salah satu kinerja parsial yaitu kinerja lingkungan memiliki capaian 25%. Dengan demikian nilai kinerja komprehensif dinyatakan berada pada kategori kurang yang berarti memerlukan perbaikan signifikan khususnya pada kinerja lingkungan. Hal yang sama juga terjadi pada hasil pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri rumpul laut, di mana capaian kinerja komprehensifnya dinyatakan dalam kategori kurang karena ada satu kinerja parsial (aspek lingkungan) yang memiliki nilai 25 %.

(11)

Tabel 29 Status kinerja komprehensif klaster agroindustri teri nasi

Relatif Absolut

Kurang

Kinerja Sosial 0.166404 11.2% 67.4% Cukup

1 Indeks CSR (Corporate Social

Responsibility ) 0.1237 0.847159 4 3 63.5% 75.0% Cukup 2 Keanggotaan klaster 0.0223 0.152841 4 1 3.8% 25.0% Kurang

Kinerja Lingkungan 0.155004 3.88% 25% Kurang

1 Indeks CER (Corporate Environment

Responsibility ) 0.0515 1 4 1 25% 25% Kurang

Kinerja Ekonomi 0.343577 26.4% 76.7% Baik

1 Keuntungan Klaster 0.0541 0.548292 100% 94% 51.8% 94% Baik 2 Indeks RCA (Revealed Comparative

Advantage ) 0.0243 0.245697 4 2.16 13.3% 54% Cukup 3 Kinerja Pasar (Market Performance ) 0.0203 0.206011 100% 57% 11.7% 57% Cukup

Kinerja Proses Bisnis Internal 0.318294 21.0% 66.0% Cukup

1 Output standar 0.0328 0.148133 75 40 7.9% 53% Cukup

2 Nilai Rendemen 0.0519 0.234936 100% 107% 25.1% 107% Baik 3 Indeks kepuasan pelanggan atas

produk 0.0626 0.283137 4 3 21.2% 75% Baik

4 Produktivitas

petani/nelayan/petambak 0.0738 0.333794 12.5 4.4 11.7% 35% Kurang Kinerja Komprehensif Klaster

Kinerja Kunci dan indikator kinerja Bobot relatif NormalBobot Target Capaian Skor Status

Sementara itu tabel hasil pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri rumput laut dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Status kinerja komprehensif klaster agroindustri rumput laut

Relatif Absolut

Kurang

Kinerja Sosial 0.166404 7.7% 46.2% Kurang

1 Indeks CSR (Corporate Social

Responsibility) 0.1237 0.847159 4 2 42.4% 50.0% Kurang

2 Keanggotaan klaster 0.0223 0.152841 4 1 3.8% 25.0% Kurang

Kinerja Lingkungan 0.155004 3.88% 25% Kurang

1 Indeks CER (Corporate Environment

Responsibility) 0.0515 1 4 1 25% 25% Kurang

Kinerja Ekonomi 0.343577 28.3% 82% Baik

1 Keuntungan Klaster 0.0541 0.548292 100% 113% 62.1% 113% Baik

2 Indeks RCA (Revealed Comparative

Advantage) 0.0243 0.245697 4 2.16 13.3% 54.0% Cukup

3 Market Performance 0.0203 0.206011 100% 33% 6.9% 33.3% Cukup

Kinerja Proses Bisnis Internal 0.318294 18.4% 57.9% Cukup

1 Output standar 0.0328 0.148103 75 40 7.9% 53% Cukup

2 Nilai Rendemen 0.0520 0.235095 100% 80% 18.8% 80% Baik

3 Indeks kepuasan pelanggan atas

produk 0.0626 0.283078 4 3 21.2% 75% Baik

4

Produktivitas

petani/nelayan/petambak 0.0738 0.333724 150 45 10.0% 30% Kurang

Kinerja Kunci dan indikator kinerja Bobot relatif NormalBobot Target Capaian Skor Status

Kinerja Komprehensif Klaster

(12)

Nilai capaian kinerja komprehensif klaster industri teri nasi yang secara numerik sedikit lebih baik dibanding kinerja klaster industri rumput laut tidak secara otomatis menunjukkan kinerja absolut lebih baik, namun perlu dilihat lagi nilai target yang ditetapkan oleh masing-masing klaster industri. Nilai kinerja tersebut lebih berfungsi untuk melihat kemampuannya dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Dengan demikian dalam mengimplementasikan model pengukuran kinerja ini maka penentuan target harus benar-benar mendapat perhatian. Penetapan target yang tidak tepat akan memberikan informasi kinerja yang tidak akurat. Oleh karena itu dalam menetapkan target harus dipenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic dan Timebound), yang pengertiannya masing-masing telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Penetapan target harus didasari oleh kondisi dan asumsi ataupun ekspektasi yang diinginkan, sehingga dalam penentuannya harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten. Pada sistem klaster penetapan nilai target ini sebaiknya dilakukan oleh Kelompok Kerja yang merupakan perwakilan dari seluruh stakeholder klaster industri.

Pengukuran kinerja tidak hanya dilakukan untuk mengetahui level kinerja dari sebuah klaster industri, namun yang lebih penting adalah sebagai umpan balik dalam memperbaiki kinerja klaster industri secara keseluruhan. Untuk keperluan ini maka monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara kontinyu sehingga bisa dianalisis lebih lanjut untuk lebih ditingkatkan. Salah satu cara untuk monitoring adalah dengan membuat grafik capaian setiap indikator kinerja atau paling sedikit per kinerja aspek klaster. Dari hasil implementasi model pada klaster industri dapat digambarkan grafik capaian baik untuk kinerja komprehensif maupun setiap indikator kinerja kunci dengan menggunakan pola sebagai berikut :

(13)

Gambar 65 Contoh grafik monitoring kinerja klaster industri

Asumsi telah dilakukan pengukuran kinerja secara rutin setiap periode (tahun) dan diplotkan secara grafis setiap nilai capaian (saat ini), target yang ditetapkan dan nilai capaian masa lalu. Dari sini akan dapat dilihat beberapa kondisi yang mungkin di antaranya perbandingan antara nilai capaian tahun lalu dengan tahun sekarang dan perbandingan antara nilai target yang ditetapkan dengan pencapaian kinerja saat ini. Perbandingan yang pertama akan bermanfaat bagi investor dalam memutuskan apakah akan berinvestasi atau tidak, sementara untuk perbandingan kedua digunakan sebagai pengendalian internal klaster industri. Berdasarkan capaian dibanding target, setiap pelaku klaster bisa menyusun rencana strategis maupun operasionalnya yang mengarah pada peningkatan kinerja klaster baik secara individu maupun secara sistem.

Pada penelitian ini dilakukan analisis what if untuk bisa melihat perubahan-perubahan yang mungkin terjadi kedepan jika terdapat sejumlah perubahan-perubahan baik kebijakan maupun lingkungan bisnis hasil laut. Analisis what if akan lebih dititikberatkan pada beberapa kondisi yang mungkin dicapai jika pendekatan klaster dilakukan secara optimal, sementara itu analisis ini hanya terbatas dilakukan pada beberapa indikator yang dipilih berdasarkan berbagai pertimbangan. Fasilitas analisis what-if dalam sistem SPK akan memudahkan dalam pengambilan inisiasi untuk perbaikan kinerja. Mekanisme umpan balik akan diuraikan lebih spesifik pada bagian terakhir di pembahasan ini.

2 3 3 5 4 5 5 6 3 3 5 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kiner ja (% ) Pencapaian kinerja Target kinerja 1 2 3 4 Periode tahun ke

(14)

Tingkat Kepentingan Ketersediaan Infrastruktur dan Persepsi Daya

Dukungnya

Model pengukuran kinerja yang dihasilkan lebih memuat indikator-indikator kinerja yang terukur secara kuantitatif yang diidentifikasi berdasarkan penilaian pakar terhadap sejumlah kriteria dan sub kriteria yang bisa diderivasi untuk menghasilkan sejumlah indikator yang dianggap representatif dalam menampilkan nilai kinerja dari sebuah klaster industri berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Salah satu komponen pendukung yang juga perlu dievaluasi untuk mendukung keberhasilan sebuah klaster industri adalah daya dukung infrastruktur. Infrastruktur yang baik akan mendukung pelaksanaan operasional pelaku klaster industri. Untuk itu pada penelitian ini juga dilakukan elaborasi untuk melihat sejauh mana kondisi infrastruktur yang ada diapresiasi oleh industri dan harapan industri terhadap dukungan infrastruktur tersebut.

Berdasarkan dari hasil komunikasi dan pendekatan yang intensif akhirnya diperoleh komitmen beberapa pakar industri untuk membantu dalam memberikan masukan dengan memberikan penilaian terhadap persepsi kepentingan dan daya dukung beberapa jenis infrastruktur. Terdapat 12 (duabelas) jenis infrastruktur fisik yang dievaluasi yaitu (1) jalan raya, (2) jalur kereta api, (3) pelabuhan/dermaga, (4) bandar udara, (5) jaringan air bersih, (6) pasokan listrik (pembangkit listrik), (7) sarana pengolahan limbah, (8) teknologi informasi, (9) lembaga keuangan, (10) lembaga penelitian,(11) kebijakan pemerintah, dan (12) balai latihan kerja. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan dua jenis informasi yaitu untuk mengetahui tingkat kepentingan infrastruktur fisik tersebut dalam menunjang keberhasilan klaster industri dan untuk mengetahui daya dukung yang dirasakan oleh pihak pelaku industri pada saat ini. Hasil ini nantinya dapat digunakan oleh pemerintah untuk bisa menyediakan infrastruktur yang memadai sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi industri dalam beroperasi.

Skala yang digunakan dalam penilaian adalah skala linguistik yang terdiri dari enam nilai. Untuk penilaian tingkat kepentingan skala linguistik yang digunakan adalah Sangat Penting (SP), Penting (P), Cukup Penting (CP), Kurang Penting (KP), Tidak Penting (TP) dan Sangat Tidak Penting (STP). Sementara itu untu penilaian daya dukung juga digunakan enam nilai skala linguistik yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup Baik (CB), Kurang Baik (KB), Tidak Baik (TB) dan Sangat Tidak Baik (STB). Dalam penilaian ini diminta tiga

(15)

pakar dari praktisi industri sebagai responden untuk mengisi kuesioner bagian 3 dengan hasil yang dapat ditampilkan dalam rekapitulasi sebagai berikut :

Tabel 31 Rekapitulasi hasil penilaian pakar terhadap kepentingan infrastruktur dalam mendukung operasional pelaku klaster industri

Penilai

No. Jenis infrastruktur fisik Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3

1. Jalan raya SP SP SP

2. Jalur kereta api TP CP TP

3. Pelabuhan/dermaga P SP SP

4. Bandar udara P P CP

5. Jaringan air bersih SP SP P

6. Pasokan listrik (pembangkit listrik) SP SP SP

7. Sarana pengolahan limbah CP P P

8. Teknologi informasi SP SP P

9. Lembaga keuangan SP SP P

10. Lembaga penelitian P P CP

11. Kebijakan pemerintah P SP P

12. Balai latihan kerja CP P TP

Dalam waktu dan paket kuesioner yang sama, juga dimintakan pendapat para pakar dari praktisi industri terhadap daya dukung masing-masing jenis infrastruktur yang dirasakan. Adapun hasil rekapitulasi penilaian dalam variabel linguistik dapat dilihat pada Tabel 32.

Pengolahan dengan metode fuzzy

Penilaian terhadap kepentingan dan daya dukung infrastruktur fisik yang ada oleh responden pakar menggunakan variabel linguistik yang secara keseluruhan mewakili sebuah kisaran nilai numerik antara 0 sampai dengan 100. Untuk kebutuhan pengolahan dengan metode fuzzy, maka masing-masing variabel linguistik akan merepresentasikan nilai numerik dalam interval tertentu yang telah ditetapkan maka kisaran dari setiap variabel linguistik yang akan diolah adalah sebagai berikut :

SP = 85 - 100 SB = 85 - 100 P = 65 - 90 B = 65 - 90 CP = 45 - 70 CB = 45 - 70 KP = 30 - 55 KB = 30 - 55 TP = 10 - 35 TB = 10 - 35 STP = 0 - 15 STB = 0 - 15

(16)

Tabel 32 Rekapitulasi hasil penilaian pakar terhadap daya dukung infrastruktur dalam mendukung operasional pelaku klaster industri

Penilai

No. Jenis infrastruktur fisik Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3

1. Jalan raya CB B B

2. Jalur kereta api CB TB TB

3. Pelabuhan/dermaga B SB B

4. Bandar udara B B B

5. Jaringan air bersih TB B B

6. Pasokan listrik (pembangkit listrik) CB B CB

7. Sarana pengolahan limbah TB B CB

8. Teknologi informasi KB B CB

9. Lembaga keuangan KB SB CB

10. Lembaga penelitian KB B CB

11. Kebijakan pemerintah CB CB B

12. Balai latihan kerja CB CB TB

Dengan menggunakan fungsi keanggotaan Triangular Fuzzy Number (TFN) maka dapat digambarkan seperti grafik berikut :

Gambar 66 Daftar keanggotaan fuzzy dalam penilaian kepentingan dan daya dukung infrastruktur

Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah melalui dua tahapan yaitu fuzzifikasi dan defuzzifikasi. Proses fuzzifikasi dimaksudkan untuk mencari besarnya derajat keanggotaan masukan yang berupa suatu variabel numerik. Sementara defuzzifikasi adalah proses mengubah variabel fuzzy menjadi variabel bukan fuzzy. Pada pengolahan data penelitian ini digunakan metode centre of gravity.

Perhitungan dilakukan dengan mengambil asumsi bahwa terdapat perbedaan tingkat kepakaran sehingga diberikan bobot yang berbeda untuk masing-masing pakar dengan menggunakan ketentuan bobot sebagai berikut :

(17)

Rendah = R (0.0-0.4) Medium = M (0.3-0.7) Tinggi = T (0.6-1)

Berdasarkan pendapat peneliti maka diberikan bobot medium (M) untuk pakar 1, medium (M) untuk pakar 2 dan tinggi (T) untuk pakar 3. Sedangkan pada jenis infrastruktur tidak dilakukan pembobotan atau dengan kata lain dianggap mempunyai bobot yang sama.

Fuzzifikasi (pemrosesan bilangan fuzzy)

Data hasil penelitian yang merupakan variabel linguistik merepresentasikan sebuah bilangan fuzzy yang mempunyai nilai kisaran tertentu dengan disertai kesamaran pada nilai yang dikandungnya. Fuzzifikasi dilakukan secara matematis sesuai dengan metode representasinya. Salah satu contoh perhitungan fuzzifikasi adalah :

Perhitungan hasil penilaian pada kepentingan infrastruktur fisik (sarana) ke 2 :

= = = n i i n i i i j w Np w S 1 1 ...(34) keterangan :

Sj : Nilai kepentingan infrastruktur fisik (sarana) ke- j wi : Bobot kepakaran untuk pakar ke-i

Npi : Nilai kepentingan yang diberikan oleh pakar ke-i

M(TP) + M(CP) + T(TP)

M + M + T

S2 = S2 =

[ (0.3 , 0.7)( 0 , 15) + (0.3 , 0.7)(45 , 70) + (0.6 , 1.0)(0 , 15)]

[(0.3 , 0.7) + (0.3 , 0.7) + (0.6 , 1.0)]

S2 = S2 =

[(0+13.5+0) , (10.5+49+15)]

(1.2 , 2.4)

[(0.3*0 , 0.7*15) + (0.3*45 , 0.7*70) + (0.6*0 , 1.0*15)]

[(0.3+0.3+0.6) , (0.7+0.7+1.0)]

(18)

S2 = = (13.5/2.4 – 74.5/1.2) = 5.625 – 62.08

(13.5 , 74.5)

(1.2 , 2.4)

Jadi nilai fuzzy dari penilaian sarana 1 dari tiga responden pakar ada pada kisaran (5.625 – 62.08) dengan domain adalah (0 – 100). Selanjutnya dihitung nilai rata-rata terbobotnya sebagai berikut :

S2 = (5.625+62.08)/2 = 33.85

Nilai 33.85 di atas terletak pada range nilai numerik yang overlap (samar/fuzzy) antara Tidak Penting (TP) dan Kurang Penting (KP) sehingga perlu dilakukan defuzzifikasi untuk menentukan nilai akhir dalam skala linguistik. Jika nilai hasil fuzifikasi berada tidak berada pada nilai fuzzy/samar/overlap maka dapat ditentukan nilai representasi tunggal. Pada sub bab berikutnya akan dipaparkan perhitungan defuzzifikasi, sementara itu perhitungan fuzzifikasi untuk nilai daya dukung infrastruktur dapat dilakukan dengan cara yang sama menggunakan formula berikut :

= = = n i i n i i i j w Np w D 1 1 ...(35) keterangan :

Dj : Nilai daya dukung infrastruktur fisik (sarana) ke- j wi : Bobot kepakaran untuk pakar ke-i

Npi : Nilai kepentingan yang diberikan oleh pakar ke-i

Defuzzifikasi (pemrosesan bilangan fuzzy menjadi nilai tunggal/crisp)

Defuzzifikasi merupakan suatu proses perhitungan kembali dari output fuzzifikasi untuk mendapatkan representasi nilai tunggal. Terdapat beberapa metode defuzzifikasi, namun dalam kajian ini metode yang dipilih adalah metode Center of Area Method (CAM) atau juga dikenal dengan Center of Gravity. Metode ini merupakan metode yang popular digunakan karena alasan cukup bisa diterima meskipun kadang-kadang memerlukan perhitungan yang cukup kompleks (Bojadziev, 1977).

(19)

Salah satu contoh perhitungan defuzzifikasi untuk hasil penilaian pada kajian ini akan diuraikan lebih lanjut. Pada hasil penilaian sarana pendukung 2 di atas, dari perhitungan fuzzifikasi diperoleh nilai numerik 33.85, nilai ini berdasarkan kisaran dari variabel linguistik berada pada daerah samar/overlap antara Tidak Penting (TP) dan Kurang Penting (KP), sehingga harus dilakukan defuzzifikasi untuk mendapatkan nilai tunggal (crisp) dengan cara sebagai berikut :

30

33.85

35

Jarak dari pusat 1 = = 3.85 (representasi KP)

(33.85 – 30)

5

Jarak dari pusat 2 = = 1.15 (representasi TP)

(35 – 33.85)

5

Karena jarak terhadap nilai representasi KP lebih besar dibandingkan dengan jarak terhadap nilai representasi TP maka nilai tunggal (crisp) yang dapat merepresentasikan hasil penilaian pakar terhadap sarana pendukung 2 berdasarkan hasil defuzzifikasi adalah Tidak Penting (TP).

Perhitungan fuzzifikasi dan defuzzifikasi dilakukan dengan cara yang sama untuk semua jenis saran pendukung yang dinilai yang memiliki perbedaan nilai di antara pakar. Selengkapnya hasil perhitungan akan ditampilkan pada Tabel 33 pada bagian selanjutnya.

Proses agregasi penilaian kepentingan dan daya dukung infrastruktur

Pemrosesan bilangan fuzzy (fuzzifikasi) maupun defuzzifikasi dilakukan pada semua hasil penilaian dari pakar terhadap semua model dan kriteria. Setelah melalui proses perhitungan secara lengkap pada semua hasil penilaian, maka hasil rekapitulasinya dapat disajikan pada Tabel 33 berikut :

(20)

Tabel 33 Rekapitulasi hasil penilaian pakar praktisi industri terhadap kepentingan dan daya dukung infrastruktur dengan metode fuzzy No. Jenis infrastruktur fisik kepentingan Tingkat Daya Dukung

1. Jalan raya SP B

2. Jalur kereta api TP TB

3. Pelabuhan/dermaga SP B

4. Bandar udara P B

5. Jaringan air bersih SP B

6. Pasokan listrik (pembangkit listrik) SP CB

7. Sarana pengolahan limbah P CB

8. Teknologi informasi P CB

9. Lembaga keuangan P CB

10. Lembaga penelitian CP CB

11. Kebijakan pemerintah P CB

12. Balai latihan kerja KP KB

Pengolahan selanjutnya adalah melakukan agregasi dari seluruh kriteria pada masing-masing model. Agregasi dilakukan dengan tahap fuzzifikasi dan defuzzifikasi hingga dapat diperoleh nilai tunggal yang representatif (nilai crisp) dengan mencari nilai rata-rata aritmetiknya. Berikut perhitungan agregat dari penilaian pakar berdasarkan seluruh jenis infrastruktur fisik (sarana pendukung) yang dipertimbangkan :

n Np NK n i i

= = 1 ...(36) keterangan :

NK

: Nilai agregat kepentingan infrastruktur fisik (sarana)

Np

: Nilai agregat yang diberikan oleh pakar untuk jenis sarana ke-i

n

: banyaknya infrastruktur fisik (sarana) yang dinilai

(21)

[

]

[

]

[

]

(

)

[

]

335 . 73 2 / ) 17 . 84 5 . 62 ( ) 17 . 84 5 . 62 ( ) 12 / 1010 ( ) 12 / 750 ( 12 , 12 ) 1010 , 750 ( 12 ) 55 , 30 ( ) 90 , 65 ( ) 70 , 45 ( ) 90 , 65 ( ) 90 , 65 ( ) 90 , 65 ( 12 ) 100 , 85 ( ) 100 , 85 ( ) 90 , 65 ( ) 100 , 85 ( ) 35 , 10 ( ) 100 , 85 ( 12 12 12 1 = + = − = − = = + + + + + + + + + + + = + + + + + + + + + + + = =

= NK NK NK NK KP P CP P P P SP SP P SP TP SP NK Np NK i i

Nilai 73.335 pada kisaran numerik tepat jatuh pada daerah yang tidak overlap yaitu pada variabel linguistik Penting (P), sehingga dapat dikatakan bahwa nilai agregat penilaian terhadap kepentingan tersedianya infrastrukur fisik (sarana) yang memadai menurut ketiga pakar adalah Penting (P). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai merupakan satu aspek penting yang dapat menunjang peningkatan kinerja sebuah klaster industri, oleh karena itu pemerintah sebagai salah satu stakeholder klaster industri yang berfungsi untuk menyediakan sarana dan prasarana pendukung operasional industri seharusnya meningkatkan kualitas infrastruktur ini sehingga bisa secara optimal dimanfaatkan oleh industri dalam beroperasi untuk menghasilkan kinerja sistem klaster yang lebih baik.

Pada sisi lain, pelaku industri sebagai pemanfaat infrastruktur fisik yang tersedia memberikan apresiasi yang bervariasi. Namun demikian dapat dilakukan pengolahan agregasi penilaian praktisi industri dengan menggunakan metode fuzzy seperti yang telah dilakukan pada penilaian kepentingan infrastruktur seperti ditampilkan pada Tabel 32 di atas. Perhitungan agregasi seluruh penilaian daya dukung infrastruktur fisik dapat dilakukan sebagai berikut : n Np ND n i i

= = 1 ...(37)

(22)

keterangan :

ND

: Nilai agregat daya dukung infrastruktur fisik (sarana)

Np

: Nilai agregat daya dukung yang diberikan pakar untuk sarana ke-i

n

: banyaknya infrastruktur fisik (sarana) yang dinilai

[

]

[

]

[

]

(

)

[

]

79 . 59 2 / ) 5 . 72 08 . 47 ( ) 5 . 72 08 . 47 ( ) 12 / 870 ( ) 12 / 565 ( 12 , 12 ) 870 , 565 ( 12 ) 55 , 30 ( ) 70 , 45 ( ) 70 , 45 ( ) 70 , 45 ( ) 70 , 45 ( ) 70 , 45 ( 12 ) 70 , 45 ( ) 90 , 65 ( ) 90 , 65 ( ) 90 , 65 ( ) 35 , 10 ( ) 90 , 65 ( 12 12 12 1 = + = − = − = = + + + + + + + + + + + = + + + + + + + + + + + = =

= ND ND ND ND KB CB CB CB CB CB CB B B B TB B ND Np ND i i

Dari perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa nilai numerik agregat daya dukung infrastruktur adalah 59.79, nilai ini pada kisaran numerik tepat jatuh pada daerah yang tidak overlap yaitu pada variabel linguistik Cukup Baik (CB), sehingga dapat dikatakan bahwa nilai agregat penilaian terhadap daya dukung infrastrukur fisik (sarana) yang memadai di lingkungan industri hasil laut di Jawa Timur menurut ketiga pakar dari praktisi industri adalah Cukup Baik (CB).

Berdasarkan perbandingan antara hasil penilaian kepentingan dan daya dukung yang dirasakan oleh pelaku industri hasil laut terhadap kondisi infrastruktur fisik yang ada di lingkungan industri hasil laut di Jawa Timur, maka dapat dilihat ada gap/perbedaan baik secara numerik maupun linguistik. Pengurangan sampai dengan peniadaan gap ini dapat dilakukan melalui beberapa upaya kebijakan maupun kerjasama antara pelaku klaster industri. Jika dilihat dari fungsi peran stakeholder klaster industri, maka sebagian besar fungsi dan peran tersebut akan jatuh pada pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan penyedia fasilitas umum bagi kelancaran operasionalisasi industri. Oleh karena itu perencanaan ulang untuk melakukan perbaikan kualitas sarana dan

(23)

prasarana yang mendukung perlu dilakukan sebagai upaya pengurangan atau peniadaan gap tersebut di atas.

Working Group (Kelompok Kerja) sebagai Pengelola Klaster

Klaster industri sebagai sebuah sistem memiliki sejumlah tujuan kolektif yang perlu diwujudkan dalam tindakan sinergi oleh seluruh pelaku klaster baik pelaku inti (industri inti) maupun pelaku dan institusi pendukung lainnya. Masing-masing individu pelaku klaster merupakan unit yang independen dengan Masing- masing-masing karakteristiknya. Klaster industri merupakan sebuah organisasi non formal yang tidak berbadan hukum, tetapi didasari oleh nilai-nilai kebersamaan yang menjadi komitmen dan harus dijaga oleh seluruh anggota klaster. Oleh karena itu untuk menjamin keberlanjutan klaster dan operasionalisasinya, diperlukan sebuah kelompok kerja yang mewakili seluruh stakeholder klaster agroindustri hasil laut yang dikenal dengan Working Group (Kelompok kerja). Kelompok kerja berfungsi sebagai koordinator operasional klaster industri baik sebagai badan koordinasi maupun operator dari kelembagaan klaster industri yang dibangun.

Kelompok kerja terdiri dari dua komponen utama yaitu Steering Committee yang berasal dari kelompok ahli di bidang klaster baik dari kalangan praktisi maupun bidang lainnya tetapi memiliki kompetensi di bidang klaster industri serta berkomitmen untuk menjadi tim pengarah dalam Working Group untuk keperluan operasionalisasi klaster industri. Sementara itu Organising Committee dalam kelompok kerja berfungsi sebagai pengelola jalannya klaster industri. Ketua Organising Committee sebaiknya salah satu dari pelaku industri inti yang dipilih dalam forum klaster yang memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak dalam klaster industri. Kebersamaan dalam sebuah klaster industri merupakan kebutuhan mutlak dapat berlanjutnya sebuah sistem. Kesamaan visi dan misi serta tujuan harus ditetapkan secara partisipatoris oleh seluruh anggota klaster yang difasilitasi oleh kelompok kerja. Berdasarkan visi, misi dan tujuan bersama inilah kemudian dirumuskan secara bersama pula sebuah konsep aksi pengembangan klaster industri.

Konsep aksi pengembangan klaster yang dirumuskan meliputi penguatan kelembagaan klaster, rancangan program kolaborasi yang mungkin dilakukan

(24)

dan program lain yang mengarah pada peningkatan kinerja klaster secara komprehensif. Kolaborasi antara pelaku industri dalam sebuah klaster dapat dilakukan jika hubungan industrial dari setiap individu klaster berjalan dengan baik. Hubungan industrial meliputi internal perusahaan dan eksternal perusahaan. Secara internal perusahaan adalah bagaimana individu klaster membangun keharmonisan di antara karyawan dan antara karyawan dengan manajemen, sementara secara eksternal adalah bagaimana perusahaan menjaga dan melakukan hubungan dengan baik terhadap masyarakat sekitar, industri lainnya serta elemen terkait di luar perusahaan. Kualitas hubungan industrial ini dalam sebuah klaster industri akan menentukan efektifitas kolaborasi dan kerjasama antara industri ataupun institusi pendukung dalam klaster, sehingga dapat terwujud sebuah sistem klaster yang berkelanjutan.

Dalam operasionalnya kelompok kerja (working group) klaster perlu melakukan komunikasi rutin baik dalam bentuk tatap muka maupun melalui media elektronik, sehingga koordinasi dalam upaya peningkatan nilai tambah industri secara bersama melalui kolaborasi dan kerjasama dengan tujuan peningkatan daya saing global dapat berjalan secara optimal. Keberhasilan klaster dapat diukur dari beberapa capaian dari sejumlah indikator kinerja yang telah dirumuskan dalam model pengukuran kinerja komprehensif klaster.

Model pengukuran kinerja dalam paket SPK (Sistem Penunjang Keputusan) yang dibangun dalam penelitian ini merupakan salah satu kontribusi yang dapat diterapkan dalam sebuah klaster agroindustri hasil laut. Operasionalisasi model pengukuran kinerja komprehensif klaster yang dikemas dalam produk perangkat lunak didisain dengan memperhatikan efektivitas hasil dan faktor kemudahan dalam penggunaannya. Rancangan SPK dengan bahasa web PHP sangat mudah dikoneksikan dalam jaringan internet yang bisa diakses setiap saat oleh seluruh stakeholder klaster dengan disain sekuritas dan otoritas tertentu dalam sistemnya. Sebagai pusat akses dari SPK ini adalah working group server.

Kontribusi Sistem Penunjang Keputusan (SPK) Dalam Memberikan

Umpan Balik Perbaikan Kinerja Komprehensif Klaster

Hasil implementasi model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut diharapkan tidak hanya sekedar memberikan gambaran kondisi kinerja klaster pada saat ini, namun juga untuk bisa dijadikan bahan

(25)

masukan untuk upaya peningkatan kinerja yang akan datang. Oleh karena itu dirancang sebuah Sistem Penunjang Keputusan (SPK) yang mampu mengoperasionalkan model pengukuran kinerja komprehensif klaster lebih interaktif, efektif dalam memberikan informasi dan efisien dalam operasionalnya. SPK dilengkapi dengan fasilitas interaktif, dimana pengambil keputusan dapat melakukan perubahan skenario kondisi dan melihat secara simultan perubahannya terhadap capaian kinerja komprehensif klaster di masa datang.

Nilai tambah pada rantai produksi industri hasil laut pada umumnya dan teri nasi khususnya masih sangat beragam jika dilihat dari hulu sampai ke hilir. Industri hulu di mana petani/nelayan sebagai pelaku utama menjadi tumpuan pada industri hasil laut, khususnya pada industri teri nasi seluruh pelaku industri menyatakan memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung berapapun teri nasi yang dipasok oleh nelayan karena pada saat ini dan mendatang pasar luar negeri masih terbuka lebar. Oleh karena itu menjadi penting untuk melihat lebih jauh kemungkinan-kemungkinan pemberdayaan nelayan sehingga dapat diperoleh pasokan bahan baku sesuai kebutuhan secara kontinyu. Pemampuan sektor hulu ini di samping dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan juga secara multiplikasi mampu menggerakkan operasional di industri lebih hilir sehingga juga terjadi peningkatan keuntungan dan secara sistem klaster keuntungan juga akan bertambah.

Salah satu kendala keterbatasan dalam mensuplai dikarenakan kapasitas kapal dan teknologi penangkapan yang masih rendah. Kapal-kapal tradisional yang masih digunakan nelayan untuk mencari ikan dan keterbatasan jelajah kapal menyebabkan rendahnya kinerja di sektor ini, oleh karena itu perlu diberikan solusi untuk bisa meningkatkan nilai tambahnya. Pendekatan klaster pada industri teri nasi membukan peluang untuk dimungkinkannya secara kolektif nelayan berinvestasi untuk menggunakan perahu yang lebih besar dengan daya jelajah yang lebih baik. Di samping itu penyediaan fasilitas lembaga keuangan yang sesuai dengan karakteristik nelayan juga merupakan hal yang perlu dipertimbangkan untuk segera direalisasikan.

Konsep klaster akan sangat memungkinkan adanya kolaborasi antar pelaku dalam satu level produksi maupun lintas level misalnya industri pengolahan ikut membantu industri hulu dalam peningkatan kinerja. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Gunarta dan Harisno (2006) mengambil kasus di Nusa Penida Bali dapat dilihat sebuah sebuah diagram lingkar sebab

(26)

akibat yang memperlihatkan bahwa jumlah kapal dengan kapasitas tertentu dapat diprediksi melalui simulasi dengan pendefinisian beberapa parameter yang diperlukan oleh model. Adapun sebagai referensi dapat dilihat gambar sebagai berikut :

Gambar 67 Diagram lingkar sebab akibat penentuan kapal tangkap (Gunarta, 2006)

Meskipun pada kenyataannya sumber daya alam juga terbatas, namun pada studi ini diasumsikan bahwa sumber daya alam (perikanan laut) masih mencukupi untuk dieksplorasi lebih jauh, sehingga fokus diskusi bisa pada strategi pengalihan kapal tradisional ke kapal yang lebih modern. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa jumlah kapal yang dibutuhkan dapat ditentukan tergantung target tangkapan yang diinginkan. Analog dengan hal tersebut, pada klaster industri teri nasi di mana kebutuhan industri belum tersuplai dengan baik, maka jumlah kebutuhan bisa didasarkan pada permintaan pasar baik global maupun domestik. Selanjutnya jumlah kapal yang diperlukan akan dapat diestimasi dengan baik.

Pada analisis what-if yang dilakukan dapat dilihat sensitifitas beberapa parameter terhadap kesejahteraan maupun kinerja nelayan. Dari sini dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk melakukan pengembangan industri hasil laut yang diawali dengan pemampuan nelayan. Investasi berupa pengalihan kapal untuk peningkatan daya tangkap (indikator jumlah tangkapan) akan

(27)

berdampak pada terjadinya peningkatan total penjualan yang selama ini relatif konstan dari tahun ke tahun seperti diperlihatkan pada Gambar 68.

Gambar 68 Total penjualan teri nasi periode 2003-2005

Sementara itu secara finansial ditingkat nelayan, pengaruh investasi ini dapat dianalisis dengan menggunakan analisis what-if dan bantuan simulasi yang telah disediakan dalam bangunan Sistem Penunjang Keputusan. Jumlah tangkapan yang bertambah akan meningkatkan kesejahteraan nelayan, sementara itu juga bisa dirumuskan sebuah kebijakan keuangan yang bisa diakses oleh nelayan sehingga dapat mengembangkan usaha. Adapun salah satu contoh tampilan analisis what-if yang cukup interaktif dan mudah digunakan dapat dilihat pada Gambar 69.

Peningkatan jumlah tangkap pada industri teri nasi dan jumlah panen pada industri rumput laut akan memberikan dampak pada kinerja komprehensif klaster industri khususnya pada kinerja parsial aspek proses bisnis internal. Jika jumlah tangkapan atau jumlah panen meningkat, maka dengan asumsi bahwa kapasitas produksi tidak terbatas, maka kondisi ini juga akan dapat meningkatkan total penjualan klaster industri. Peningkatan total penjualan akan meningkatkan kinerja aspek ekonomi, sehingga secara komprehensif juga akan mampu meningkatkan kinerja klaster industri.

2 471 711 2 115 834 2 642 401 3 000 000 2 500 000 Penjualan (kilogram) 2 000 000 1 500 000 1 000 000 500 000 0 2003 2004 2005 Tahun

(28)

Gambar 69 Tampilan interaktif analisis what-if untuk finansial nelayan Berdasarkan hasil analisis what-if, maka jika diasumsikan dengan upaya efektivitas penangkapan pada industri teri nasi dan budidaya serta panen pada industri rumput laut dapat meningkatkan jumlah bahan baku dua kalinya maka dengan menggunakan fasilitas dalam bangunan SPK dapat dilihat adanya peningkatan kinerja proses bisnis internal dari 66% menjadi 69.52% atau delta sebesar 3.52% dan untuk klaster industri rumput laut dari 57.9% menjadi 68.98% atau peningkatan sebesar 11.08%. Sementara itu secara komprehensif dapat meningkatkan kinerja untuk klaster industri teri nasi dan rumput laut berturut-turut sebesar 1.5% dan 2.62%. Dan seterusnya secara interaktif dapat dilakukan simulasi perubahan pada kondisi-kondisi yang lain. Hal ini akan sangat membantu proses pengelolaan kinerja baik dari sisi waktu, dana maupun ketepatan perkiraan. Tersedianya bangunan SPK juga akan meningkatkan efektivitas umpan balik dari sistem sehingga antisipasi tindakan dalam bentuk inisiasi maupun program perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan lebih cepat dan hasil yang lebih baik.

Traffic light system

Bangunan SPK dilengkapi dengan fasilitas traffic light system yang berfungsi sebagai umpan balik dari sebuah kondisi kinerja yang dicapai. Sistem umpan balik ini didisain dengan berbasis pengetahuan pakar. Tersedia tiga warna yang memvisualkan suatu kondisi di antaranya adalah warna merah untuk

(29)

kondisi Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi kinerja Sedang dan warna hijau untuk kondisi kinerja Baik. Penentuan status ini mengacu pada batasan-batasan numerik yang sudah dikemukakan di bagian sebelumnya. Mekanisme ini dibuat untuk mempermudah user dalam mengambil keputusan tindak lanjut atas kondisi kinerja klaster industri yang dicapai.

Sesuai dengan fungsinya, bahwa SPK merupakan sistem penunjang keputusan yang diharapkan dapat mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan, maka pada bangunan SPK juga disediakan seperangkat knowledge base yang bisa diakses untuk melihat rekomendasi aksi yang disarankan oleh para pakar dalam setiap kondisi kinerja yang dihadapi untuk setiap aspek klaster industri. Status kinerja komprehensif yang Kurang Baik dapat ditelusuri lebih lanjut penyebab utamanya apakah disebabkan oleh kinerja sosial yang rendah, kinerja lingkungan, kinerja ekonomi ataupun kinerja proses bisnis internal. Setiap kondisi yang dicapai akan memerlukan tindak lanjut, sementara setiap warna traffic light yang ditampilkan dapat dimaknai sebagai berikut :

1. Warna Merah, berarti kondisi kinerja Kurang Baik/Buruk. Pada kondisi ini upaya perbaikan harus dilakukan secara maksimal dari berbagai sisi.

2. Warna Kuning, menunjukkan kondisi kinerja Sedang. Status ini menunjukkan bahwa ada beberapa aspek yang perlu dipertahankan, namun masih ada beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan dengan upaya perbaikan tertentu.

3. Warna Hijau, yang berarti klaster industri memiliki kinerja baik, merekomendasikan aktivitas monitoring dan evaluasi yang terus menerus sehingga dapat diketahui segera jika terjadi penyimpangan.

Berbagai rekomendasi aksi dari pakar telah dikumpulkan dalam satu database pengetahuan dan siap diakses sesuai dengan keperluan. Salah satu contoh misalnya dari capaian kinerja klaster industri teri nasi diperoleh informasi bahwa meskipun secara batasan numerik kinerja komprehensif memenuhi kategori Cukup, namun bila mengacu pada aturan tambahan penentuan status/kategori, kinerja komprehensif klaster industri teri nasi masih dalam status Kurang Baik. Hal ini dikarenakan salah satu kinerja parsialnya yaitu kinerja lingkungan masih di bawah ketentuan (≤25%). Jika di ’klik’ warna merah pada capaian kinerja lingkungan maka akan tampil paket inisiasi tindak lanjut yang

(30)

direkomendasikan oleh sejumlah pakar yang direkam dalam knowledge base dengan detail rekomendasi aksi sebagai berikut :

Tabel 34 Rekomendasi aksi untuk kondisi kinerja lingkungan Kurang Baik

No Rekomendasi Aksi

1 Memiliki instalasi pengolah limbah sesuai dengan standar yang telah ditentukan

2 Memiliki sertifikasi Amdal sesuai dengan skala industri

3 Memastikan produknya terbebas dari semua kandungan terlarang dan pencemaran lingkungan

4 Standar Industri sama dengan standar internasional

Selanjutnya secara lengkap kumpulan rekomendasi pakar untuk perbaikan kinerja klaster industri berdasarkan status kinerja aspek klaster dapat dilihat pada lampiran. Dengan dibangunnya Sistem Penunjang Keputusan yang terkomputerisasi ini, diharapkan model pengukuran kinerja komprehensif untuk klaster industri hasil laut dapat diterapkan secara efektif dan efisien.

Kontribusi Hasil Penelitian dalam Pembangunan Agroindustri

Hasil Laut di Indonesia

Hasil penelitian berupa model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dengan mengambil kasus klaster industri teri nasi dan rumput laut di Jawa Timur diharapkan dapat memberikan kontribusi riil dalam pembangunan agroindustri hasil laut baik secara teoritis maupun praktis.

Kontribusi teoritis

Model pengukuran kinerja yang dikembangkan selama ini sudah cukup banyak dan beragam seperti telah diuraikan beberapa di bagian kajian pustaka. Model pengukuran kinerja yang ada masih dirancang berdasarkan kebutuhan pada level mikro perusahaan atau korporasi, yang relevan diterapkan untuk level tersebut. Sementara ini belum tersedia sebuah model sistem pengukuran kinerja komprehensif untuk sebuah klaster industri, sehingga jika model level mikro diterapkan pada klaster industri akan terjadi kesenjangan di mana kinerja sistem klaster secara keseluruhan tidak termonitor dan terkelola dengan baik. Oleh karena itu, model pengukuran kinerja komprehensif yang direkomendasikan menjadi sangat berarti sebagai sumbangan pemikiran secara teoritis dalam pengelolaan kinerja klaster agroindustri pada umumya dan agroindustri hasil laut

(31)

pada khususnya. Implementasi pada beberapa fokus klaster industri lainnya diharapkan dapat ditindaklanjuti melalui beberapa modifikasi disesuaikan dengan karakteristik industrinya. Model pengukuran kinerja komprehensif pada sistem klaster agroindustri ini sekaligus sebagai bentuk temuan baru dari penelitian ini yang dapat disebut sebagai novelty (kebaruan) dari penelitian yang telah dilakukan.

Kontribusi praktis

Kenyataan bahwa secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terpisah oleh laut, maka fokus pengembangan pada industri yang berbasis sumber daya (resource based) sangatlah tepat. Pengelolaan industri secara terfokus akan lebih memudahkan dalam upaya peningkatan daya saing. Konsep klaster menjadi satu pendekatan yang relevan dikarenakan untuk menghadapi persaingan yang sudah mengarah pada persaingan antara negara diperlukan kerjasama antar industri dan manajemen yang lebih integratif.

Metode partisipatif yang menonjol pada pendekatan klaster industri akan memberikan peluang bagi seluruh stakeholder untuk berpartisipasi dan berdedikasi dalam pengembangan industri ke depan. Penguatan kelembagaan klaster agroindustri hasil laut melalui kelengkapan komponen klaster dan efektivitas fungsional klaster akan dapat mengoptimalkan kontribusi semua pihak untuk memperkuat agroindustri hasil laut secara sistem bukan parsial. Strategi agroindustri hasil laut secara regional maupun nasional disusun melalui pelibatan seluruh stakeholder sehingga jika hal ini dilaksanakan secara konsisten dengan bangunan komitmen yang tinggi dari seluruh stakeholder industri hasil laut, maka akan terjadi sistem agroindustri hasil laut yang utuh dan berdaya saing, karena masing-masing stakeholder akan mencurahkan pikiran dan kemampuannya untuk membangun sistem agroindustri hasil laut sehingga dapat bersaing bersama-sama di tingkat global. Hal ini juga diperkuat oleh permintaan agroindustri hasil laut yang berskala internasional dan peluang diversifikasi pada industri yang lebih hilir, misalnya makanan, kosmetik dan obat-obatan atau produk kesehatan lainnya. Dari uraian ini dapat dikonfirmasi bahwa konsep klaster pada pengembangan industri hasil laut di Jawa Timur relevan untuk diterapkan.

Gambar

Tabel 25   Dukungan dari pelaku klaster dalam pengembangan klaster                             agroindustri hasil laut
Tabel 27  Kontribusi setiap aspek pada kinerja komprehensif klaster industri                       rumput laut
Tabel 28  Aturan dalam penentuan status kinerja komprehensif klaster
Tabel 29  Status kinerja komprehensif klaster agroindustri teri nasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

19 Kemukakan juga teori, temuan dan bahan penelitian lain yang mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan

3 Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya

Hasil tersebut relatif konsisten dengan pengamatan morfologi DNA pada pengecatan DNA yang menunjukkan PGV-1 dan etoposide mampu memacu apoptosis lebih kuat

Hasil penelitian didapatkan: peta subak Kota Denpasar, peta luas lahan subak di Kota Denpasar, tabel dan grafik analisis hubungan luas subak hasil digitasi citra dan luas dari BPS,

Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Burns bahwa banyak bekas narapidana sungguh-sungguh mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi

Karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, panjang buah, diameter buah, dan tebal daging buah

Peran public relations yang dimaksud meliputi peran sebagai : (1) Teknisi komunikasi (communication technician); (2) Penasehat Ahli (Expert Prescriber); (3)