• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI NUNUKAN

PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN BUPATI NUNUKAN NOMOR 32 TAHUN 2020

TENTANG

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NUNUKAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan, mencegah dampak negatif pembangunan, serta untuk mewujudkan tertib tata ruang, perlu dilakukan upaya pengendalian pemanfaatan ruang; b. bahwa Peraturan Daerah nomor 19 tahun 2013 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan masih belum operasional untuk penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Nunukan;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 4 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan tentang perizinan, bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, serta sanksi administratif yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan

Peraturan Bupati Nunukan tentang Pengendalian

Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Nunukan;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

(2)

4. Undang–Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 77);

6. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6398);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90);

11. Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 19 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2005-2025;

12. Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 7 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Nunukan Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2012 Nomor 7) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabuapten Nunukan Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perubahan atas peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2018 Nomor 11);

(3)

13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 1 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2017-2038;

14. Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan Tahun 2013 – 2033 (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 19);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN BUPATI NUNUKAN TENTANG

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN

PERKOTAAN NUNUKAN. BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Nunukan.

2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nunukan. 3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Nunukan.

4. Kawasan perkotaan adalah bagian dari Pulau Nunukan yang di dominiasi kawasan non pertanianberada di sebagian Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Nunukan Selatan.

5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

6. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional baik lindung maupun budi daya serta memiliki ciri tertentu.

7. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

8. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

9. Rencana tata ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang.

10. Ketentuan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang Persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana detail tata ruang.

11. Zonasiadalah pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai

denganfungsi dan karakteristik semula atau diarahkan

bagipengembanganfungsi-fungsi lain.

12. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik sesuai peruntukkan.

13. Sub zona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang bersangkutan.

(4)

14. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan yang selanjutnya disingkat KKOP, adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

15. Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Ketinggian Bangunan, Koefisien Dasar Hijau (KDH)tiap kawasan bagian kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota.

16. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB, adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dengan luas persil/kavling.

17. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH, adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dengan luas persil/kavling.

18. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB, adalah koefisien perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas persil/kavling.

19. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB, adalah jarak minimum antara garis pagar terhadap dinding bangunan terdepan.

20. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik kota yang diperlukan penduduk dan/atau untuk pelayanan dan/atau jasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

21. Sarana adalah kelengkapan lingkungan permukiman berupa fasilitas: pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, dan lainya.

22. Insentif adalah perangkat pengendalian pemanfaatan ruang untuk memotivasi, mendorong, memberikan daya tarik, dan/atau memberikan imbalan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yanga sejalan dengan RTR. 23. Disinsentif adalah perangkat pengendalian pemanfaatan ruang untuk

mencegah, membatasi, dan/atau mengurangi kegiatan pemanfaatan ruang yang berpotensi mengganggu upaya perwujudan RTR.

24. Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk usaha dan/atau kegiatannya dan berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usaha dan/atau kegiatannya.

25. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. 26. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada pelaku usaha dan/atau

kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebgai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

(5)

27. Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disingkat TKPRD adalah tim ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang di daerah provinsi dan di daerah kabupaten/kota, dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas gubernur dan bupati/walikota dalam pelaksanaan koordinasi penataan ruang di daerah.

28. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penataan ruang.

29. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau badan usaha baik yang berbadan hukum maupun tidak korporasi.

Pasal 2

Peraturan Bupati ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang oleh pemerintah daerah, masyarakat danpemangku kepentingan dalam pemanfaatan ruang.

Pasal 3

Ruang lingkup pengaturan Peraturan Bupatiini meliputi: a. ruang lingkup materi; dan

b. ruang lingkup wilayah.

Pasal 4

Ruang lingkup materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi: a. ketentuan zonasi;

b. pemberian insentif dan disinsentif; c. perizinan;

d. pengenaan sanksi;

e. peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang; dan f. ketentuan peralihan.

Pasal 5

Ruang lingkup wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b mencakup sebagian Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Nunukan Selatan dengan luas 2.635,79 (dua ribu enam ratus tiga puluh lima koma tujuh puluh sembilan) hektar meliputi:

a. 7 (tujuh) kelurahan; b. 1 (satu) desa; dan

(6)

BAB II

KETENTUAN ZONASI Bagian Kesatu

Umum Pasal 6

Ketentuan zonasi pada Kawasan Perkotaan Nunukan terdiri atas:

a. zonasi ruang; dan

b. Persyaratan pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua Zonasi ruang

Pasal 7

(1) Zonasi ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a terdiri atas: a. zona lindung; dan

b. zona budidaya.

(2) Zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. zona perlindungan setempat (Zona PS), meliputi:

1. sub zona sempadan pantai (SP); 2. sub zona sempadan sungai (SS); dan 3. sub zona kawasan sekitar embung (DW). b. zona ruang terbuka hijau (Zona RTH), meliputi:

1. sub zona hutan kota (RTH-1); 2. sub zona taman kota (RTH-2); 3. sub zona taman (RTH-3); dan 4. sub zona pemakaman (RTH-7).

c. zona konservasi (Zona KS) terdiri atas sub zona suaka alam dan cagar budaya (KS-1).

(3) Zona budi daya sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b terdiri atas: a. zona perumahan (Zona R), meliputi:

1. sub zona perumahan kepadatan tinggi (R-2);

2. sub zona perumahan kepadatan sedang (R-3); dan 3. sub zona perumahan kepadatan rendah (R-4).

b. zona perdagangan dan jasa (Zona K) terdiri atas subzona perdagangan dan jasa (K);

c. zona perkantoran (Zona KT) terdiri atas sub zona perkantoran (KT); d. zona sarana pelayanan umum (Zona SPU), meliputi:

1. sub zona sarana pendidikan (SPU-1); 2. sub zona sarana transportasi (SPU-2); 3. sub zona sarana kesehatan (SPU-3);

4. sub zona sarana olah raga dan rekreasi (SPU-4); dan 5. sub zona sarana peribadatan (SPU-6).

e. zona industri (Zona I), meliputi:

1. sub zona kawasan industri (KI); dan

2. sub zona sentra industri kecil menengah (SIKM). f. zona peruntukkan lainnya (Zona PL), meliputi:

1. sub zona pertanian (PT); 2. sub zona perikanan (PI);

(7)

3. sub zona pertahanan dan keamanan (PL-7); 4. sub zona pembangkit listrik tenaga gas (PL-11); 5. sub zona pariwisata (PL-13); dan

6. sub zona prasarana penyediaan air minum (PL-14).

(4) Zonasi ruangsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (3) digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian 1:5.000 (lima ribu) pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Bagian ketiga

Persyaratan Pemanfaatan Ruang Pasal 8

Persyaratan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf bmemuat:

a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan; b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; c. ketentuan tata bangunan;

d. ketentuan prasarana dan sarana minimal; e. ketentuan khusus;

f. ketentuan pelaksanaan; dan g. teknik pengaturan zonasi.

Paragraf 1

Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Pasal 9

(1) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahansebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf a merupakan ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang untuk menyatakan kelayakan suatu kegiatan tertentu pada suatu jenis zona tertentu.

(2) Ketentuan kegiatan pemanfaatan ruang dikelompokkan sebagai berikut: a. kegiatan diizinkan dengan kode I;

b. kegiatan pemanfaatanbersyarat secara terbatas dengan kode T; c. kegiatan pemanfaatan bersyarat tertentu dengan kode B; dan d. kegiatan tidak diizinkan dengan kode X.

(3) Kegiatan diizinkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan pemanfaatan yang diperbolehkan dengan persyaratan perizinan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Kegiatan pemanfaatanbersyarat secara terbatas sebagaimana yang

dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. T1 yaitu kegiatan yang dibatasi jumlahnya;

b. T2 yaitu kegiatan yang dibatasi jam operasionalnya; dan

c. T3 yaitu kegiatan yang dibatasi luas kapling dan luas lantai bangunan dalam suatu kapling.

(8)

(5) Kegiatan pemanfaatanbersyarat tertentu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:

a. B1 yaitu kegiatan yang wajib memerlukan syarat dokumen dan kajian lingkungan hidup; dan

b. B2 yaitu kegiatan yang wajib menyediakan sarana dan prasarana yang ditetapkan.

(6) Kegiatan tidak dizinkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan.

(7) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

(8) Dalam hal jenis kegiatan tidak termuat dalam Tabel Ketentuan kegiatan pada Lampiran II sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Bupati menetapkan jenis kegiatan dimaksud setelah mendapatkan pertimbangan dari TKPRD.

Paragraf 2

Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Pasal 10

(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum; b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum; dan c. Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum.

(2) Intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan kecuali pada:

a. lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan PKL padabangunan tidak permanen dan tidak berdinding, tidakdiperhitungkan sebagai KDB; b. pembebasan perhitungan KLB diberikan pada koridor atau jembatan

penghubung antar bangunan yang digunakan pejalan kaki dan terbuka untuk umum; dan

c. KDH tidak diperhitungkan untuk perkerasan di permukaan tanah yang dipergunakan sebagai jalan, prasarana parkir dan plaza.

(3) Dalam hal ketentuan lahan perencanaan satu kepemilikan berada pada lebih darisatu zona, intensitas pemanfaatan ruang dapat dihitung secara proporsional.

(4) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Nunukan diatur berdasarkan ketentuan yang tercantum pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Paragraf 3

Ketentuan Tata Bangunan Pasal 11

(1) Ketentuan tata bangunansebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf c terdiri atas:

a. garis sempadan bangunan;

(9)

c. jarak bebas samping dan jarak bebas belakang; dan d. ketinggian bangunan.

(2) Ketentuan tata bangunan Kawasan Perkotaan Nunukan diatur berdasarkan ketentuan yang tercantum pada Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 12

(1) Garis sempadan bangunan ditetapkan berdasarkan peranan jalan penghubung dalam suatu jaringan jalan di daerah.

(2) Batas garis sempadan ditetapkan berdasarkan lebar jalan dan diukur dari As jalan ke sebelah kanan dan kiri tepi jalan.

(3) Garis sempadan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, meliputi:

a. peraturan mengenai garis sempadan bangunan dibuat agar di sepanjang jalan tercipta keteraturan, keamanan dan meningkatkan kualitas estetika kota;

b. penentuan garis sempadan bangunan mempertimbangkan ruang milik jalan (RUMIJA) dan karakter kawasan;

c. Besaran garis sempadan bangunan, meliputi:

1. Jaringan jalan arteri dengan lebar 30 meter, GSB diukur25 meter dari as jalan;

2. Jaringan jalan kolektor dengan lebar jalan 8 - 12 meter, GSB diukur 12,5 meter dari as jalan;

3. Jaringan jalan lokal dengan lebar jalan 6 - 8 meter, GSB diukur 8 meter dari as jalan; dan

4. Jalan gang atau semenisasi dengan lebar jalan kurang dari 5 meter, GSB diukur 2,5 meter dari tepi jalan.

Pasal 13

(1) Jarak bebas antar bangunan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b merupakan jarak bebas di samping kiri dan kanan bangunan yang berbatasan dengan batas persil;

(2) Jarak bebas di samping kiri dan kanan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jarak bebas yang diatur dalam ketentuan masing-masing sub zona;

(3) Dalam hal jarak bebas antar bangunan yang sudah ditetapkan dan mendapatkan rekomendasi dinas teknis terkait dapat diperkenankan jika ketentuannya sudah mengacu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Jarak bebas samping dan jarak bebas belakang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c jarak minimum antara garis batas petak belakang dan batas petak samping terhadap dinding bangunan terbelakang.

(10)

(2) Ketentuan yang diatur dalam jarak bebas samping dan jarak bebas belakangsebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. Jarak Bebas Samping (JBS) merupakan jarak minimum antara batas petak samping terhadap dinding bangunan terdekat; dan

b. Jarak Bebas Belakang (JBB) merupakan garis batas petak belakang terhadap dinding bangunan terbelakang.

Pasal 15

Ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf dmerupakan tinggi maksimum bangunan gedung yang diizinkan pada lokasi tertentu dan diukur dari jarak maksimum puncak atap bangunan terhadap permukaantanah yang dinyatakan dalam satuan meter.

Paragraf Keempat

Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal Pasal 16

(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d adalah ketentuan yang mengatur jenis prasrana dan sarana minimal yang harus ada pada setiap zona peruntukan yang ditentukan berdasarkan sifat, tuntutan kegiatan utama, dan perkiraan jumlah orang yang menghuni zona peruntukan tersebut agar zona dapat berfungsi secara optimal.

(2) Prasarana minimal sebagaimana dimaksud dalamayat (1), meliputi: a. prasarana parkir;

b. prasarana fasilitas pendukung; c. aksesibilitasuntuk difabel; d. jalur pedestrian;

e. jalur sepeda; dan f. kelengkapan jalan.

(3) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Paragraf Kelima Ketentuan Khusus

Pasal 17

(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e, meliputi:

a. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); b. pertahanan dan keamanan; dan

(11)

(2) Ketentuan KKOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. kawasan permukaan transisi ditentukan kemiringan 14,3 % atau 20 %

(sesuai klasifikasi landas pacu) arah keatas dan keluar, dimulai dari sisi panjang dan pada ketinggian yang sama seperti permukaan utama dan permukaan pendekatan menerus sampai memotong permukaan horizontal dalam pada ketinggian (45+H) meter diatas elevasi ambang landas pacu terendah;

b. kawasan pendekatan di bawah permukaan kerucut ditentukan kemiringan 5 % arah keatas dan keluar, dimulai dari tepi luar kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam pada ketinggian (45+H) meter diatas elevasi ambang landas pacu terendah sampai ketinggian (80+H) atau (100+H) atau 105+H) atau (120+H) atau (145+H) (sesuai klasifikasi landas pacu);

c. kawasan permukaan horizontal dalamditentukan (45+H) meter diatas elevasi ambang landas pacu terendah;

d. kawasan permukaan horizontal luar ditentukan (150+H) meter diatas elevasi ambang landas pacu terendah; dan

e. Ketentuan pemanfaatan ruang yang berada pada kawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Ketentuan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. dalam keadaan darurat militer atau bencana maka zona RTH, zona peruntukan lainnya, dan zona sarana pelayanan umum yang bersifat publik dapat diprioritaskan pemanfaatan ruangnya untuk fungsi pertahanan dan keamanan; dan

b. dalam keadaan darurat militer atau bencana makazona lainnya dapat digunakan sesuai dengan rekomendasi instansi yang berwenang.

(4) kegiatan peruntukan industri yang berada berdekatan dengan area permukiman harus membuat area greenbelt untuk menghindari dampak negative terhadap kawasan permukiman tersebut.

Paragraf Keenam Ketentuan Pelaksanaan

Pasal 18

(1) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f terdiri atas:

a. ketentuan variansi pemanfaatan ruang; dan

b. ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai

dengan Ketentuan zonasi.

(2) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditetapkan dalam ketentuan Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ). (3) Penambahan variansi baru selain yang sudah ditetapkan dapat ditetapkan

oleh Bupati setelah mendapatkan pertimbangan dari TKPRD.

(4) Ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai dengan Ketentuan zonasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diberlakukan dengan ketentuan:

(12)

a. penggunaan lahan yang telah memiliki izin mendirikan bangunan dan fungsi bangunan atau kegiatan serta massa bangunan yang ada sesuai izin mendirikan bangunan yang diterbitkan, maka izin tersebut tetap berlaku; dan

b. penggunaan lahan yang telah memiliki izin mendirikan bangunan tetapi

massa bangunan, garis sempadan, dan jarak bebas bangunan yang ada tidak sesuai izin mendirikan bangunan yang diterbitkan maka izin tersebut tidak berlaku lagi.

Paragraf Ketujuh Teknik Pengaturan Zonasi

Pasal 19

(1) Teknik pengaturan zonasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g ditetapkanuntuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan aturan zonasi dan ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapan Ketentuan zonasi dasar dengan mempertimbangkan kondisi konstektual kawasan dan arah penataan ruang.

(2) Penerapan TPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. TPZ khusus dengan kode a;

b. TPZ pengendalian pertumbuhan dengan kode b; dan c. TPZ pengambangan dengan kode c.

(3) Lokasi penerapan TPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan dalam peta TPZ pada Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 20

(1) TPZkhusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf abertujuan untuk mengendalikan kawasan lindung sekitar sempadan pantai dan menata kembali kawasan permukiman yang berdekatan dengan sempadan pantai.

(2) TPZ khusussebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melakukan penataan dan peremajaan kawasan permukiman melalui upaya kemitraan dengan masyarakat.

(3) TPZ Khusus berlaku padasub zona perumahan kepadatan tinggi padablok II.1.

(4) TPZ Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. melakukan penataan dan peremajaan kawasan permukiman yang berdekatan dengan area sempadan pantai;

b. tidak diperkenankan pembangunan baru di kawasan permukiman; dan c. penurunan performa sub zona perumahan kepadatan tinggi menjadi sub

zona perumahan kepadatan sedang. Pasal 21

(1) TPZ pengendalian pertumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19ayat (2) huruf bbertujuan untuk mencegah dampak lalu lintas yang menghambat akses menuju Bandara Nunukan dan Pelabuhan Tunontaka.

(13)

(2) Pengendalian pertumbuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengendalikan atau membatasi pembangunan di zona tersebut.

(3) TPZ Pengendalian pertumbuhan berlaku pada sub zona perdagangan dan jasapada blokII.1, blokII.2, blok II.4 dan blok II.5.

(4) Pengendalian pertumbuhan sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai ketentuan sebagai berikut:

a. kegiatan pemanfaatan ruang untuk fungsi perdagangan (komersil) dibatasi KDB maksimal 70%, KLB maksimal 2.4 dan jumlah lantai maksimal 4 (empat) lantai;

b. ketinggian bangunan maksimal mengikuti bangunan tertinggi di blok tersebut dan menyesuaikan ketentuan KKOP;

c. tidak menyediakan pagar bangunan pada kegiatan yang berada di area koridor jalan kolektor;

d. menyediakan jalur pejalan kaki menerus serta kelengkapan jalan dengan lebar minimal 2 (dua) meter; dan

e. menyediakan prasarana parkir dalam persil. Pasal 22

(1) TPZ pengambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c bertujuan untuk memberikan alokasi pemanfaatan ruang terhadap jenis kegiatan yang memiliki kecenderungan berubah atau berkembang yang ditetapkan diatas lahan yang merupakan aset pemerintah daerah sampai dengan ada penelitian mengenai pemanfaatan ruang tersebut yang paling tepat.

(2) TPZ Pengambangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membatasi pembangunan di zona tersebut dengan tetap menjadikannya sebagai fungsi ruang terbuka hijau sementara.

(3) TPZ Pengambangan berlaku pada zona RTH-2 pada blok IV.2.

(4) TPZ Pengambangan sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai ketentuan sebagai berikut:

a. luasan yang dapat dimanfaatkan maksimal 15 Ha;

b. pembangunan di kawasan yang ditetapkan untuk mengakomodir kepentingan pemerintahan; dan

c. menyediakan ruang terbuka hijau untuk kepentingan publik. BAB III

PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF Bagian Kesatu

Umum Pasal 23

(1) Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b didasarkan pada zonasi ruang dan muatan pengendalian pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati ini.

(2) Pemberian insentif dan disinsentif ditetapkan pada kawasan yang didorong dan dikendalikan.

(14)

(3) Tujuan pemberian insentif diKawasan Perkotaan Nunukan adalah: a. menjaga dan melindungisub zona sempadan pantai;

b. mempromosikan kawasan yang akan dibangun dengan cepat pada sektor industri perikanan dan kelautan kepada para investor sebagai pusat industri pengolahan dan perikanan;

c. mendorong dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang; dan

d. meningkatkan daya tarik pariwisata.

(4) Tujuan pemberian disinsentif di Kawasan Perkotaan Nunukanadalah: a. membatasi pemanfaatan ruang yang merusak dan mencemari area

zona lindung;

b. menahan laju pencemaran dengan memelihara fungsi zona lindung dan mencegah timbulnya kerusakan pada area konservasi; dan

c. menahan pertumbuhan pemanfaatan ruang disepanjang koridor jalan dari dan menuju Bandar Udara Nunukan dan Pelabuhan Tunontaka. (5) Peta lokasi dan jenis kegiatan yang berhak mendapatkan insentif dan

disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum pada lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Paragraf 1

Tata Cara Penyusunan Insentif dan Disinsentif Pasal 24

(1) Penyusunan besaran insentif dan disinsentif dilakukan oleh OPD Pemerintah Kabupaten.

(2) Besaran insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mempertimbangkan:

a. ketersediaan sumber daya; b. kapasitas kelembagaan; c. kebutuhan penerima;

d. keberdayaan dan keberhasilgunaan; dan e. kemitraan.

(3) Hasil perumusan besaran insentif dan disinsentif dibahas dalam rapat TKPRD.

(4) Besaran insentif dan disinsentif ditetapkan dalam Peraturan Bupati. Paragraf 2

Tata Cara Pelaksanaan Insentif dan Disinsentif Pasal 25

(1) Pelaksanaan pemberian insentif dan disinsentif meliputi: a. pengusulan pemberian insentif dan disinsentif;

b. pembahasan usulan pemberian insentif dan disinsentif; dan c. pengajuan rekomendasi pemberian insentif dan disinsentif.

(2) Pengusulan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh OPD Pemerintah Kabupaten atau masyarakat kepada TKPRD.

(15)

(3) TKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan pembahasan terhadap usulan pemberian insentif dan disinsentif yang diterima.

(4) Pembahasan usulan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)melalui rapat pleno pengkajian pemberian insentif dan disinsentif berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

(5) Rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihadiri unsur TKPRD Kabupaten/Kota dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan.

(6) Rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1)menghasilkan rekomendasi TKPRD pemberian insentif dan disinsentif.

(7) Pengajuan rekomendasi pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan kepada Bupati berdasarkan rekomendasi TKPRD.

Bagian Kedua

Ketentuan Pelaksanaan Insentif Paragraf 1

Bentuk dan Jenis Insentif Pasal 26

(1) Bentuk insentif yang diatur dalam Peraturan Bupati ini terdiri atas insentif nonfiskal.

(2) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. insentif kemudahan perizinan;

b. insentif imbalan;

c. insentif penyediaan prasarana dan sarana; dan d. insentif promosi dan publikasi.

Paragraf 2

Kemudahan Perizinan Pasal 27

(1) Insentif kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat

(2) huruf b merupakan kemudahan pemberian izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan pemanfaatan ruang prioritas yang mendukung upaya perwujudan pemanfaatan ruang.

(2) Insentif kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan

untuk mempercepat perwujudan ruang yang mendukung kegiatan ekonomi serta pertahanan dan keamanan, khususnya pada kawasan yang belum berkembang.

(3) Insentif kemudahan perizinan diberikan pada kegiatan dengan syarat:

a. kegiatan kawasan yang didorong perkembangannya.

b. kegiatan kawasan yang ditetapkan untuk pelaksanaan program pembangunan nasional.

c. kegiatan kawasan yang menunjang pertahanan dan keamanan negara.

(4) Kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

meliputi:

a. pasar modern; b. pasar tradisional;

(16)

c. penginapan hotel; d. terminal; e. bandar udara; f. gedung parkir; g. kantor militer; h. helipad;

i. stasiun telekomunikasi satelit; j. radar surveillance;

k. tempat pelelangan ikan; l. industri kimia dasar;

m. industri mesin dan logam dasar; n. industri kecil; dan

o. aneka industri.

(5) Insentifkemudahan perizinanberlaku pada:

a. sub zona perdagangan dan jasa (K); b. sub zona sarana transportasi (SPU-2);

c. sub zona pertahanan dan keamanan (PL-7); dan d. sub zona kawasan industri (KI).

(6) Insentif kemudahan perizinan di sub zona perdagangan dan jasa

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diberikan pada: a. blok III.7; dan

b. blok III.8.

(7) Insentif kemudahan perizinan di sub zona transportasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) huruf b diberikan pada: a. blok I.1; dan

b. blok I.2.

(8) Insentif kemudahan perizinan di sub zona pertahanan dan keamanan

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c diberikan pada: a. blok II.3; dan

b. blok III.8.

(9) Bentuk insentif kemudahan perizinandapat berupa :

a. Percepatan jangka waktu penyelesaian izin pemanfaatan ruang; dan b. Pengurangan persyaratan izin pemanfaatan ruang.

Paragraf 3 Imbalan Pasal 28

(1) Insentif imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c

merupakan perangkat balas jasa yang diberikan kepada masyarakat atas penyediaan fasilitas publik, dukungan program prioritas, dan/atau pembangunan komponen guna lahan tertentu untuk mendukung perwujudan pemanfaatan ruang.

(2) Insentif imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan untuk

mendorong peran masyarakat dalam menjaga dan menyediakan ruang terbuka hijau sesuai dengan rencana tata ruang.

(3) Insentif imbalan diberikan pada kegiatan dengan syarat merupakan

(17)

(4) Kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

a. hutan kota; b. taman kota; dan c. taman RW.

(5) Insentif imbalan berlaku padazona ruang terbuka hijau (RTH).

(6) Insentif imbalan di zona ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) diberikan pada: a. blok I.3; dan

b. blok III.2.

(7) Bentuk insentif imbalan dapat berupa:

a. peningkatan intensitas pemanfaatan ruang; b. program peningkatan kapasitas;

c. pemberian barang kebutuhan; d. penyediaan sarana dan prasarana;

e. kemudahan perolehan hak atas tanah; dan/atau f. uang.

Paragraf 4

Penyediaan Prasarana dan Sarana Pasal 29

(1) Insentif penyediaan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf d merupakan bantuan pembangunan prasarana dan sarana untuk mendorong pengembangan kawasan.

(2) Insentif penyediaan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) betujuan untuk mempercepat perwujudan sarana dan prasarana dalam kawasan yang mendukung kegiatan ekonomi serta pertahanan dan keamanan.

(3) Insentif penyediaan prasarana dan sarana diberikan pada kegiatan dengan syarat:

a. kegiatan yang mendukung kekuatan pertahanan keamanan di kawasan perbatasan negara;

b. kegiatan yang mendukung pariwisata;

c. kegiatan yang mendukung kawasan perindustrian; dan

d. kegiatan yang mendukung penguatan struktur ruang dalam mendorong perwujudan pola ruang yang sesuai.

(4) Kegiatanpemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. terminal;

b. dermaga; c. pelabuhan; d. bandar udara;

e. lapangan parkir umum; f. kantor militer;

g. menara pandang;

h. stasiun telekomunikasi satelit; i. radar surveilance;

j. gudang amunisi; k. gudang logistik; l. garasi militer; m. penginapan hotel;

(18)

n. restoran, pusat jajan, jasa boga, bakeri; o. resort;

p. taman hiburan rakyat; q. industri kimia dasar;

r. industri mesin dan logam dasar; s. industri kecil; dan

t. aneka industri.

(5) Insentif penyediaan prasarana dan sarana berlaku pada:

a. sub zona pertahanan dan keamanan (PL-7);

b. sub zona pariwisata (PL-13); dan

c. sub zona kawasan industri (KI).

(6) Insentif penyediaan prasarana dan saranadi sub zona pertahanan dan keamanan (PL-7) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diberikan pada:

a. blok II.3; dan b. blok III.8.

(7) Insentif penyediaan prasarana dan sarana di sub zona pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diberikan pada blok III.1. (8) Insentifpenyediaan prasarana dan sarana di sub zona kawasan industri

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c diberikan pada blok IV.4 (9) Bentuk insentif penyediaan sarana dan prasarana dapat berupa:

a. sistem jaringan prasarana; b. fasilitas umum;

c. fasilitas sosial; dan

d. prasarana dan sarana lain yang dibutuhkan. Paragraf 5

Promosi dan Publikasi Pasal 30

(1) Insentif promosi dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26ayat

(2) huruf g merupakan perangkat balas jasa yang diberikan kepada masyarakat atas penyediaan fasilitas publik, dukungan program prioritas, dan/atau pembangunan komponen guna lahan tertentu untuk mendukung perwujudan RTR.

(2) Insentif promosi dan publikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan

untuk mendorong perwujudan RTR melalui publikasi yang dapat menarik investasi di sub zona kawasan industri.

(3) Insentifpromosi dan publikasi diberikan pada kegiatan dengan syarat:

a. kegiatan yang mendorong hasil dari pengolahan industri; dan b. kegiatan yang mendorong kemajuan ekonomi daerah.

(4) Kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

meliputi:

a. pasar tradisional;

b. pusat perbelanjaan/mall/plaza c. tempat pelelangan ikan;

d. industri kimia dasar;

e. industri mesin dan logam dasar; f. industri kecil; dan

(19)

(5) Insentif promosi dan publikasi berlaku pada:

a. sub zona perdagangan dan jasa (K); dan

b. sub zona kawasan industri (KI).

(6) Insentif promosi dan publikasi di sub zona perdagangan dan jasa (K)

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diberikan pada: a. blok III.5;

b. blok III.6; dan c. blok III.7.

(7) Insentifpromosi dan publikasi di sub zona kawasan industri (KI)

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diberikan pada blok IV.4.

(8) Bentuk insentif promosi dan publikasi dapat berupa:

a. Media cetak;

b. Media elektronik; dan c. Media lainnya.

Bagian Ketiga

Ketentuan pelaksanaan Disinsentif Paragraf 1

Bentuk dan Jenis Disinsentif Pasal 31

(1) Disinsentif yang diatur dalam Peraturan Bupati ini terdiri atas disinsentif nonfiskal.

(2) Disinsentif non fiskal sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri atas kewajiban membayar kompensasi (D1).

Paragraf 2

Kewajiban Membayar Kompensasi Pasal 32

(1) Disinsentif kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan kewajiban pelaku kegiatan untuk membayar ganti kerugian terhadap pihak-pihak yang dirugikan akibat dampak negatif pemanfaatan ruang.

(2) Disinsentif kewajiban membayar kompensasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untukmengantisipasi kerusakan dan/atau degradasi lingkungan serta dampak negatif lainnya dari pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Nunukan.

(3) Disinsentif membayar kompensasidiberikan pada kegiatan dengan syarat: a. kegiatan pemanfaatan ruang yang menimbulkan kerusakan pada

lingkungan di Kawasan Perkotaan Nunukan; dan

b. kegiatan pemanfaatan ruang yang menghambat akses pedestrian.

(4) Kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. lapangan parkir umum; b. tempat parkir;

c. APMS, SPBU dan/atau SPBG; d. penginapan hotel;

(20)

e. penginapan losmen; f. aneka industri; g. industri kecil;

h. pusat transmisi/ pemancar telekomunikasi; i. instalasi pengolahan air limbah/ kotor; j. pelabuhan; dan

k. dermaga.

l. taman hiburan rakyat m. pasar tradisional n. pasar lingkungan

(5) Disinsentif membayar kompensasiberlaku pada berlaku pada: a. sub zona sempadan pantai (SP);

b. sub zona taman kota (RTH-2); c. sub zona taman (RTH-3); dan

d. sub zona perumahan kepadatan tinggi (R-2).

(6) Disinsentif kompensasi di sub zona sempadan pantai (SP)sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf a diberikan pada blok III.1, blokIII.4dan blokIII.5

(7) Disinsentif kompensasi di sub zona taman kota (RTH-2) sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b diberikan pada blok III.1,blok III.3,blok III.4 dan blokIII.5.

(8) Disinsentif kompensasi di sub zona taman sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c diberikan pada blok III.3,blok III.4 dan blokIII.5.

(9) Disinsentif kompensasi di zona perumahan kepadatan tinggi (R-2) sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf d diberikan pada blok III.1,blok III.3,blok III.4,blokIII.5 dan blokIII.8.

(10) Bentuk disinsentif membayar kompensasi dapat berupa: a. uang;

b. bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang; dan/atau c. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

(11) Bentuk besaran dan mekanisme kewajiban membayar kompensasi diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV PERIZINAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 33

(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c harus mendapatkan rekomendasi izin dari Pemerintah Daerah

(2) Izin dapat diterbitkan berdasarkan peraturan Bupati ini selama tidak bertentangan dengan Perda RTRW Kabupaten Nunukan;

(3) Tujuan pengaturan izin pemanfaatan ruang untuk:

a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, standar, dan kualitas minimum yang ditetapkan;

b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.

(21)

(4) Izin pemanfaatan ruang yang diatur dalam Peraturan Bupati ini, terdiriatas:

a. izin lokasi;

b. izin lingkungan; dan

c. izin mendirikan bangunan.

(5) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan izin yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk usaha dan/atau kegiatannya dan berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usaha dan/atau kegiatannya.

(6) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan Izin yang diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan; dan

(7)

Izin mendirikan bangunan (IMB) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf c merupakan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

(8) Ketentuan lebih lanjut terkait persyaratan perizinan diatur dalam peraturan tersendiri.

Bagian Kedua Izin Lokasi

Pasal 34

Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) huruf a diberikan kepada setiap kegiatan pemanfaatan ruang dengan memperhatikan:

a. peruntukan ruang dan lokasi pemanfaatan ruang dalam Ketentuan zonasi; dan

b. ketersediaan tanah dalam pertimbangan teknis pertanahan. Pasal 35

Penilaian kesesuaian lokasi dan kegiatan yang dimohonkan dengan Zonasi ruang dan Persyaratan pemanfaatan ruang dilakukan denganketentuan: a. Melakukan pertampalan antara peta atau sketsa permohonan Izin Lokasi

yang telah dilengkapi dengan koordinat terhadap zonasi ruang;

b. Dalam hal lokasi dan kegiatan yang dimohonkan sesuai dengan lokasi dan kegiatan pada zonasi ruang, Izin Lokasi dapat diberikan;

c. Dalam hal lokasi dan kegiatan yang dimohonkan tidak sesuai dengan lokasi dan kegiatan pada zonasi ruang, dilanjutkan dengan melihat kesesuaian berdasarkan muatan Persyaratan pemanfaatan ruang pada bagian ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

d. Dalam hal kegiatan yang dimohonkan termasuk dalam klasifikasi kegiatan pemanfaatan bersyarat secara terbatas, Izin Lokasi dapat diberikan dengan persyaratan kegiatan dan penggunaan lahan dibatasi;

(22)

e. Dalam hal kegiatan yang dimohonkan termasuk dalam klasifikasi kegiatan pemanfaatan bersyarat tertentu, Izin Lokasi dapat diberikan dengan persyaratan kegiatan dan penggunaan lahan harus memenuhi persyaratan tertentu; dan

f. Dalam hal kegiatan yang dimohonkan termasuk dalam klasifikasi kegiatan yang tidak diperbolehkan, Izin Lokasi tidak dapat diberikan.

Bagian Ketiga Izin Lingkungan

Pasal 36

Izin lingkungan sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3) huruf b diberikan kepada pelaku usaha yang usaha dan/atau kegiatannya diwajibkan memilik amdal atau UKL-UPL.

Pasal 37

Penilaian kesesuaian lokasi usaha dan/atau kegiatan dengan Zonasi ruang dan Persyaratan pemanfaatan ruang dilakukan dengan ketentuan:

a. melakukan overlay antara peta atau sketsa permohonan Izin Lingkungan yang telah dilengkapi dengan koordinat dengan zonasi ruang;

b. dalam hal lokasi usaha dan/atau kegiatan yang dimohonkan sesuai dengan lokasi dan kegiatan pada zonasi ruang, rekomendasi kesesuaian lokasi usaha dan/atau kegiatan dapat diberikan;

c. dalam hal lokasi usaha dan/atau kegiatan yang dimohonkan tidak sesuai dengan lokasi dan kegiatan pada zonasi ruang, dilanjutkan dengan melihat muatan Persyaratan pemanfaatan ruang pada bagian ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;

d. dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang dimohonkan termasuk dalam klasifikasi kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, rekomendasi kesesuaian lokasi usaha dan/atau kegiatan dapat diberikan dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan; dan

e. dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang dimohonkan masuk dalam klasifikasi kegiatan yang tidak diperbolehkan, rekomendasi kesesuaian lokasi usaha dan/atau kegiatan tidak dapat diberikan.

Bagian Keempat Izin Mendirikan Bangunan

Pasal 38

(1) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) huruf c diberikan untuk melakukan kegiatan pembangunan fisik bangunan yangdiberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan mendirikanbangunan.

(2) IMB diberikan berdasarkan hasil kesesuaian lokasi dan penggunaan lahan yang dimohonkan dengan Zonasi ruang dan Persyaratan pemanfaatan ruang.

(23)

(3) Kesesuaian lokasi dilakukan dengan melakukan pertampalan peta atau sketsa lokasi permohonan IMB dengan Zonasi ruang dan Persyaratan pemanfaatan ruang.

(4) Kesesuaian ketentuan Persyaratan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan:

a. kegiatan dan penggunaan lahan; b. intensitas pemanfaatan ruang; c. tata bangunan;

d. prasarana dan sarana minimal; dan e. ketentuan khusus.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimuat dalam Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) sebagai syarat penerbitan IMB.

Bagian Kelima Mekanisme Perizinan

Pasal 39

(1) Penilaian kesesuaian lokasi dan kegiatan dengan Ketentuan zonasi dituangkan dalam bentuk rekomendasi teknis.

(2) Rekomendasi teknis menjadi dasar dalam pemberian persetujuan perizinan oleh kepala Perangkat Daerah yang membidangi penanaman modal dan perizinan terpadu satu pintu.

(3) Dalam hal Perangkat Daerah yang membidangi penataan ruang tidak dapat memberikan penilaian kesesuaian lokasi usaha dan/atau kegiatan dengan Ketentuan zonasi, maka penilaian tersebut dilakukan melalui forum TKPRD.

Bagian Keenam Pertimbangan TKPRD

Pasal 40

(1) Pertimbangan TKPRD diberikan untuk izin pemanfaatan ruang, meliputi: a. Penggunaan TPZ;

b. kegiatan pemanfaatan ruang yang belum diatur dalam Ketentuan zonasi;

c. pemanfaatan ruang dibawah, diatas prasarana dan/atau RTH; d. pemanfaatan ruang diatas permukaan air dan sempadan sungai; e. penetapan insentif dan disinsentif;

f. penataan kegiatan dalam pemanfaatan ruang; dan

g. izin lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketua TKPRD menerbitkan surat pertimbangan pemanfaatan ruang dan penetapan kewajiban sebagai dasar untuk mendapatkan persetujuan Bupati.

(3) Persetujuan Bupati mengenai pemanfaatan ruang dan penetapan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan oleh TKPRD kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu untuk selanjutnya diterbitkan izin pemanfaatan ruang.

(4) Apabila berdasarkan hasil pertimbangan TKPRD tidak dapat diterima, Ketua TKPRD mengeluarkan surat penolakan disertai alasannya, untuk disampaikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu.

(24)

BAB V

PENGENAAN SANKSI Bagian Kesatu

Umum Pasal 41

(1) Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Peraturan Bupati ini.

(2) Indikasi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dapat diketahui melalui:

a. laporan masyarakat; atau

b. temuan oleh petugas.

(3) Laporan masyarakat atau temuan oleh petugas ditindaklanjuti dengan evaluasi terhadap dugaan pelanggaran di bidang penataan ruang.

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam rangka:

a. menganalisis penyebab terjadinya dugaan pelanggaran di bidang

penataan ruang yang timbul;

b. memperkirakan besaran dampak atau kerugian akibat dugaan

pelanggaran di bidang penataan ruang yang timbul; dan

c. menganalisis merumuskan tindakan dan langkah tindak lanjut yang

diperlukan dalam pengenaan/penerapan sanksi apabila pelanggaran di bidang penataan ruang dugaan pelanggaran di bidang penataan ruang memenuhi unsur pelanggaran di bidang penataan ruang.

(5) Evaluasi yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menghasilkan Berita Acara hasil evaluasi untuk dilampirkan dalam surat peringatan.

(6) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa sanksi administratif.

(7) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

Bagian kedua Sanksi Administratif

Pasal 42 Sanksi administratif dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin; f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan i. denda administratif.

(25)

Pasal 43

(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf a dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang.

(2) Surat peringatan tertulis memuat:

a. peringatan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya;

b. peringatan untuk segera melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan

c. batas waktu maksimum yang diberikan melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang.

(3) Surat peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu penerbitan masing-masing paling lama 7 (tujuh) hari kalender/7 (tujuh) hari kerja.

(4) Pengenaan sanksi peringatan tertulis dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pelanggar mengabaikan peringatan pertama, pejabat yang berwenang melakukan penertiban kedua yang memuat penegasan terhadap hal-hal sebagaimana dimuat dalam surat peringatan pertama;

b. pelanggar mengabaikan peringatan kedua, pejabat yang berwenang melakukan penertiban ketiga yang memuat penegasan terhadap hal-hal sebagaimana dimuat dalam surat peringatan pertama dan kedua;

c. pelanggar mengabaikan peringatan pertama, peringatan kedua, dan peringatan ketiga, pejabat yang berwenang melakukan penerbitan surat keputusan pengenaan sanksi yang dapat berupa penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/atau denda administratif;

d. surat peringatan tertulis ketiga dapat disertai dengan pemasangan papan/stiker/spanduk peringatan; dan

e. pemasangan papan/stiker/spanduk peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis yang dipersyaratkan dalam pemanfaatan ruang.

Pasal 44

(1) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis;

b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Kegiatan pemanfaatan ruang dan/atau surat penyegelan;

(26)

c. dalam hal pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara Paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;

d. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara Paksa, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar bahwa akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban; e. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang

berwenang melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan

f. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang.

(2) Surat keputusan penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat:

a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya;

b. peringatan kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan sementara sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang;

c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan kesadaran sendiri melakukan penghentian sementara kegiatan dan melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan

d. konsekuensi akan dilakukannya penghentian kegiatan sementara secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan.

Pasal 45

(1) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang dengan menerbitan Surat Peringatan Tertulis;

b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan Umum;

c. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan Umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran, disertai penjelasan secukupnya;

d. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar; dan

e. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, perangkat daerah bidang penataan ruang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan terpenuhinya kewajiban.

(27)

(2) Surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya;

b. rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;

c. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan- tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang; d. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan

kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan e. konsekuensi akan dilakukannya penghentian sementara pelayanan

umum apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan. Pasal 46

(1) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis.

b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Penutupan Lokasi;

c. berdasarkan Surat Keputusan Penutupan Lokasi, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;

d. pejabat yang berwenang melakukan penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan

e. setelah penutupan lokasi dilakukan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang.

(2) Surat Pemberitahuan Penutupan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat:

a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara evaluasi;

b. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan- tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang

dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis

pemanfaatanruang;

c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan

d. konsekuensi akan dilakukannya penutupan lokasi secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.

(28)

Pasal 47

(1) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis;

b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Izin;

c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya;

d. pejabat yang berwenang mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin;

e. penerbitan keputusan pencabutan izin oleh pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin;

f. pemberitahuan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang

telah dicabut sekaligus perintah untuk secara permanen

menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya;

g. dalam hal pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang maka pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan; dan

h. dalam melakukan tindakan penertiban sebagaimana dimaksud pada huruf g perangkat daerah bidang penataan ruang dapat meminta bantuan Satpol PP.

(2) Surat Keputusan Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk surat oleh pejabat yang berwenang memuat: a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang

beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara evaluasi;

b. peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadarannya sendiri mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang;

c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan

d. konsekuensi akan dilakukannya pencabutan izin apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.

Pasal 48

(1) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis;

(29)

b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, kepala perangkat daerah yang membidangi penataan ruang memberikan rekomendasi kepada gubernur atau bupati/walikota untuk menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Izin;

c. pemberitahuan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal yang diakibatkan oleh pembatalan izin;

d. penerbitan Surat Keputusan Pembatalan Izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; dan

e. Berdasarkan Surat Keputusan Pembatalan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan izinnya.

(3) Surat Keputusan Pembatalan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memuat:

a. dasar pengenaan sanksi;

b. hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pemanfaat ruang hingga pembatalan izin dinyatakan secara resmi oleh pejabat yang berwenang melakukan pembatalan izin; dan

c. hak pemegang izin untuk mengajukan penggantian yang layak atas pembatalan izin, sejauh dapat membuktikan bahwa izin yang dibatalkan telah diperoleh dengan itikad baik.

Pasal 49

(1) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf g dilakukan melalui tahapan:

a. kepala perangkat daerah bidang penataan ruang menerbitkan surat peringatan tertulis.

b. apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya surat peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, kepala perangkat daerah bidang penataan ruang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan.

c. berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perangkat daerah bidang penataan ruang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

d. dalam melakukan tindakan penertiban sebagaimana dimaksud pada huruf c, perangkat daerah bidang penataan ruang dapat meminta bantuan Satpol PP.

Pasal 50

(1) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf h dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis;

(30)

b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, kepala perangkat daerah bidang penataan ruang menerbitkan Surat Keputusan Pemulihan Fungsi Ruang;

c. berdasarkan Surat Keputusan Pemulihan Fungsi Ruang sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu;

d. dalam hal pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa;

e. Pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan

f. dalam hal orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan fungsi ruang dilakukan oleh pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari.

(2) Surat Keputusan Pemulihan Fungsi Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memuat:

a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara evaluasi;

b. peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri pemulihan fungsi ruang agar sesuai dengan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang telah ditetapkan;

c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri melakukan pemulihan fungsi ruang; dan d. konsekuensi yang diterima pelanggar apabila mengabaikan surat

peringatan.

Pasal 51

Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati dengan mengacu kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku.

BAB VI

PERAN MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 52

Peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui:

a. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan;

b. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalamhal

menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan

pemanfaatan ruang rencana rinci tata ruang; dan

c. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yangberwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai tata ruang.

(31)

Pasal 53

Pelaksanaan tata cara peran Masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Nunukan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 54

(1) Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, izin pemanfaatan ruang yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Bupati ini dinyatakan tetap berlaku.

(2) Apabila dalam peraturan Bupati ini terdapat hal yang bertentangan dengan RTRW atau peraturan perundang-undangan lainnya, ketentuan mengacu pada pola ruang RTRW atau peraturan perundang-undangan diatasnya.

(3) Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, bagi pemohon yang masih dalam proses pembangunan akan tetapi masih dalam proses mengajukan izin dan permohonan informasi dan/atau rekomendasi tata rung, maka wajib untuk menyesuaikan dengan isi informasi dan/atau rekomendasi tata ruangnya yang berdasarkan pada ketentuan Ketentuan zonasi dan pertimbangan lingkungannya.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 55

Peraturan Bupati ini mulai berkalu pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Nunukan.

Ditetapkan di Nunukan

pada tanggal 17 September 2020 BUPATI NUNUKAN

Tt ttd

ASMIN LAURA HAFID Diundangkan di Nunukan

pada tanggal 17 September 2020

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NUNUKAN ttd

SERFIANUS

(32)

LAMPIRAN I

PERATURAN BUPATI NUNUKAN NOMOR 32 TAHUN 2020

TENTANG

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

KAWASAN PERKOTAAN NUNUKAN

BUPATI NUNUKAN, ttd

Referensi

Dokumen terkait

(3) Perubahan belanja RKA - SKPD / USKPD Dana Hibah Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melebihi besaran alokasi pemanfaatan yang telah

bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 66 ayat (7) Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan

(3) Dalam hal persyaratan administrasi dan teknis tidak sesuai dengan kondisi di Lokasi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala

(7) Kekerasan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (3) huruf g adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2017-2021 yang selanjutnya disingkat RAD AMPL adalah dokumen operasional kebijakan daerah

pembelajar agar dapat memperoleh kompetensi layaknya para penutur asli. Mengingat pentingnya sebuah analisa kesalahan dalam membantu pembelajar bahasa, maka untuk

Data tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah bahan baku yang harus disediakan oleh gudang Surabaya, sehingga gudang Surabaya tidak mengalami kekurangan

Selanjutnya mengisi kolom keterangan terhadap barang yang bukan milik daerah sesuai kepemilikan barang tersebut (Barang Milik Negara/BMN, Barang Milik Provinsi dan