• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Gerak CALM Buoy Pada Sistem Tambat FPSO Brotojoyo Dengan Variasi Pre-tension Mooring Lines Terhadap Kemanan Lazy-S Riser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Pengaruh Gerak CALM Buoy Pada Sistem Tambat FPSO Brotojoyo Dengan Variasi Pre-tension Mooring Lines Terhadap Kemanan Lazy-S Riser"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak-Single Point Mooring (SPM) merupakan salah satu fasilitas sistem tambat yang penting untuk menjaga FPSO tetap pada posisinya dalam keadaan lingkungan operasi tertentu. Salah satu jenis dari SPM adalah Catenary Anchored Leg Mooring (CALM) buoy. Perkembangan teknologi terbaru CALM buoy diperlengkapi dengan riser yang digunakan sebagai fasilitas offloading FPSO, baik untuk minyak maupun gas di lepas pantai. Dalam penelitian ini dilakukan studi perilaku gerak CALM buoy pada sistem tambat FPSO “Brotojoyo” memakai data metocean lading Belanak, Laut Natuna, dengan meninjau variasi pre-tension mooring lines pada sistem CALM buoy. Variasi pre-tension yang digunakan adalah sebesar 450kN s/d 1800kN dengan interval kenaikan 450kN. Pemodelan dan komputasi gerakan FPSO “Brotojoyo” dan CALM buoy saat terapung bebas diselesaikan dengan perangkat lunak berbasis teori difraksi 3-dimensi. Selanjutnya analisa dan simulasi sistem lengkap, yang terdiri dari FPSO, CALM buoy ,mooring lines dan Lazy-S riser, dilakukan dengan menerapkan kombinasi beban lingkungan dan gelombang orde-2 dalam domain waktu. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa nilai maksimum tension pada tali tambat mempunyai harga faktor keamanan sebesar 3,546, sehingga dapat memenuhi batas kriteria ABS di mana nilai faktor keamanan minimum adalah 1,67. Lebih lanjut, tension dan compression terbesar yang terjadi pada Lazy-S riser adalah masing-masing 11,19 ton dan 0,624 ton, dijumpai saat pre-tension mooring lines dikenakan sebesar 450 kN dengan arah pembebanan 90o. Pada intensitas pre-tension mooring lines yang lain, atau lebih besar, harga-harga tension dan compression yang terjadi ternyata lebih kecil. Harga-harga tension dan compression maksimum tersebut masih lebih rendah daripada batas ijinnya, yakni masing-masing 167,9 ton dan 3,2 ton. Dengan demikian sistem dapat diharapkan akan beroperasi secara aman di lingkungannya.

Kata kunci : pre-tension mooring lines, tension riser, compression riser, CALM buoy, FPSO

1. PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia terhadap energi yaitu kebutuhan minyak dan gas bumi meningkat setiap tahunnya. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan energi adalah meningkatnya permintaan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya energi yang berada di perairan lepas pantai. Salah satu jenis struktur yang bisa menjadi alternatif suatu struktur anjungan terapung adalah Floating Production Storage and Offloading (FPSO). Pemilihan jenis FPSO didasarkan pada kemudahannya dalam berpindah tempat (mobile platform), sehingga dapat menguntungkan

secara ekonomis bila ditempatkan pada daerah marginal atau pada daerah yang sumber minyak dan gas buminya berada pada lokasi yang berpencar (Sabana, 2010). Oleh sebab itu, struktur terapung mempunyai peranan penting dalam eksploitasi ladang minyak di perairan dalam. Struktur terapung juga menjadi suatu pilihan alternatif yang banyak dipakai daripada struktur terpancang (Mahdarezza, 2010).

Gerakan (motion) yang terjadi pada FPSO saat beroperasi adalah disebabkan oleh beban lingkungan (arus, gelombang, dan angin). Untuk menjaga FPSO agar tetap pada posisinya, maka dibutuhkan sistem tambat (mooring system) yang berguna sebagai pengikat FPSO. CALM buoy menggunakan sistem penambatan menyebar dengan beberapa titik jangkar yang fungsinya tidak hanya menjaganya tetap bertahan di posisi awal, namun juga memberikan fleksibilitas kepada sistem ketika mengalami beban yang besar yang disebabkan oleh kapal yang tambat dan juga beban-beban lingkungan (ABS, 2004). Selain menjadi sistem tambat untuk FPSO, CALM buoy juga memiliki konfigurasi riser. Konfigurasi riser yang sering digunakan pada CALM buoy adalah Lazy-S riser.

Gambar 1 FPSO yang ditambatkan pada CALM buoy (http://en.wikipedia.org/wiki/Single_buoy_mooring) Respon pada sistem tambat sangat bergantung dari perilaku dinamis struktur terapung akibat beban lingkungan (Vazquez, 2007). Gerakan yang terjadi pada struktur terapung saat melakukan operasinya diakibatkan oleh beban lingkungan (angin, gelombang dan arus) dimana struktur tersebut beroperasi (Djatmiko, 2003).

Analisa terhadap sistem tambat pada CALM buoy ini perlu dilakukan sebelum beroperasi di perairan lepas pantai untuk mengetahui perencanaan dari sistem tambat yang sesuai dan aman. Dalam analisa sistem tambat tersebut, perlu dilakukan pengaturan sistem tambat (line adjustment) untuk menentukan besarnya pre-tension pada sistem tambat yang tepat agar mampu menjaga pergerakan dari FPSO dan CALM buoy. Hal ini disebabkan karena terdapat batasan-batasan tension pada riser dan mooring yang harus dipenuhi pada saat CALM buoy beroperasi.

Studi Pengaruh Gerak CALM Buoy Pada Sistem Tambat FPSO

Brotojoyo Dengan Variasi Pre-tension Mooring Lines Terhadap

Kemanan Lazy-S Riser

Ganang Ajie Pramudyo, Eko B. Djatmiko, dan Murdjito

Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

(2)

Dalam penelitian ini dilakukan variasi pre-tension pada mooring lines pada CALM buoy untuk mengetahui tension pada riser dan mooring lines dalam kondisi yang aman dan memenuhi kriteria yang sudah ditentukan dalam code. Kemudian dilakukan analisa pengaruh dari variasi pre-tension terhadap pre-tension dan compression pada riser. 2. DASAR TEORI

2.1 Gambaran Umum Single Point Mooring

Salah satu jenis tambat yang sering digunakan pada FPSO adalah single point mooring. Ada beberapa tipe dari single point mooring yaitu sistem turret, Catenary Anchor Leg Mooring/CALM buoy dan Single Anchor Leg Mooring/SALM (API RP 2SK, 2006). Dalam penelitian ini, tipe SPM yang digunakan adalah CALM buoy. Sistem CALM buoy ini tersusun dari sebuah large buoy didukung oleh beberapa catenary chain leg yang tertambat pada dasar laut. Konfigurasi dari CALM buoy ini terdapat hawser yang menghubungkan antara FPSO dan buoy. Selain itu, terdapat konfigurasi riser yang berada dibawah dari buoy tersebut. Dalam sistem kerjanya, CALM buoy ini merespon gerakan dari vessel yang tertambat pada buoy dan beban lingkungan tempat beroperasi.

Gambar 2 Konfigurasi dari Catenary Anchor Leg Mooring (API

RP 2SK, 2006)

2.2 Gambaran Umum Flexible riser

Flexible riser adalah jenis riser yang terbuat dari bahan elastis (misalnya wires atau polimers) dan biasanya digunakan pada bangunan lepas pantai jenis floating. Flexible riser yang terbuat dari steel ini lebih sesuai untuk digunakan pada perairan yang dalam. Salah satu tipe dari flexible riser adalah lazy S riser. Riser ini tampak sebagai pipa yang melayang di dalam air dan didukung oleh buoyancy-nya. Riser ini juga disambungkan melalui mid water arch, yaitu sejenis buoy yang berada dalam laut yang digunakan sebagai pelindung dari riser. Flexible riser lebih menguntungkan dibandingkan rigid riser jika digunakan pada bangunan lepas pantai yang gerakannya lebih besar. Dalam penelitian ini, CALM buoy terdapat konfigurasi flexible riser seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

2.3 Teori Dasar Gerak Struktur Terapung Akibat Eksitasi Gelombang

1.

Mode gerak translasional

Surge, gerakan transversal arah sumbu x Sway, gerakan transversal arah sumbu y Heave, gerakan transversal arah sumbu z

2.

Mode gerak rotasional

Roll, gerakan rotasional arah sumbu x Pitch, gerakan rotasional arah sumbu y Yaw, gerakan rotasional arah sumbu z 2.4 Konsep Pembebanan.

Konsep pembebanan pada SPM dibagi menjadi dua ,yaitu pada kondisi operasi dan pada kondisi badai (ABS, 1996):

1. Kondisi Operasi

Pada kondisi ini, pembebanan yang dipakai adalah pembebanan maksimum yang memungkinkan diterima vessel ketika tertambat. Beban tersebut tidak boleh melampaui beban ijin yang ditentukan.Data yang digunakan harus berasal dari lokasi dimana struktur beroperasi.

2. Kondisi Badai

Kondisi badai untuk SPM didefinisikan sebagai kondisi lingkungan dengan maksimum angin, arus, dan gelombang bedasarkan data 100 tahunan. Pada kondisi ini tidak ada vessel yang boleh ditambatkan ke SPM, kecuali SPM memang dirancang khusus untuk kondisi ini.

2.5 Response-Amplitude Operator (RAO)

Response-Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai transfer function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur. RAO disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur. Menurut Chakrabarti (1987), persamaan RAO dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

( )

( )

( )

ω η ω ω Xp RAO = ……….(1) dengan: ( )ω p X = amplitudo struktur

( )

ω

η

= amplitudo gelombang 2.6 Spektrum Gelombang

Spektrum gelombang yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah spektrum JONSWAP. Persamaan spektrum JONSWAP merupakan modifikasi dari persamaan spektrum Pierson-Morkowitz yang disesuaikan dengan kondisi laut yang ada. Persamaan spektrum JONSWAP dapat ditulis sebagai berikut:

( )

( )     − − − −               − = 2 0 2 2 0 2 4 0 5 2 25 , 1 τω ω ω γ ω ω ω α ω g EXP EXP S ….(2)

( )

0,33 0 0 2 −       = X U g ω π ω ……….………..(3)

(3)

ω U X g X0= ……… (4) dengan:

γ

= parameter puncak (peakedness parameter)

τ

= parameter bentuk (shape parameter) untuk

ω

ω

0 = 0,07 dan

ω

ω

0= 0,09

α

= 0,0076 (X0)-0,22, untuk X0 tidak diketahui

α

= 0,0081 2.7 Excursion

Excursion atau Offset adalah perpindahan posisi dari platform dengan jarak sejauh x meter setelah terkena gelombang dan merupakan salah satu bentuk respon dari platform pada saat mendapat beban lingkungan.

Offset maksimum ditentukan dengan prosedur di bawah ini (AP1-RP2SK, 2005): 1 . Sl f m a x> Sw m a x, m a k a : Sm a x= Sm e a n+ Sl f m a x+ Sw f s i g ...(5) 2 . Sw m a x> Si f m a x, m a k a : Sm a x= Sm e a n+ Sl f m a x+ Sl f s i g ... (6) Keterangan:

Smean = mean vessel offset Smax = maximum vessel offset Swfmax = maximum wave frequency motion Swfsig = significant wave frequency motion Slfmax = maximum low-frequency motion Slfsig = significant low-frequency motion

Alternatif lain yang dapat digunakan dengan menggunakan time domain, frequency domain, kombinasi keduanya atau model testing. Mean offset yang diijinkan adalah 2% sampai 4% dari kedalaman perairan sedangkan untuk maximum offset dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kedalaman perairan, lingkungan dan sistem riser. Tetapi pada umumnya pada range 8% sampai 12% dari kedalaman perairan.

2.8 Tension Pada Mooring Line

Gerakan pada vessel dan pengaruh lingkungan menyebabkan adanya tarikan pada mooring line. Tarikan (tension) yang terjadi pada mooring line dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Mean tension.

Tension pada mooring line yang berkaitan dengan mean offset pada vessel.

2. Maximum tension

Mean tension yang mendapat pengaruh dari kombinasi frekuensi gelombang dan low frequency tension. Menurut API-RP2SK 3nd edition, maximum tension dapat ditentukan dengan prosedur dibawah ini:

1. T lfmax > T wfmax , maka:

Tmax =T mean +T lfmax +T wfsig ...(7) 2. T wfmax >T lfmax , maka:

Tmax =T mean +T wfmax +T lfsig...(8) dengan:

Tmean = mean tension

Tmax = maximum tension

Twfmax = maximum wave frequency tension Twfsig = significant wave frequency tension Tlfmax = maximum low-frequency tension Tlfsig = significant low-frequency tension

Batasan tension pada mooring lines dan factor keamanan (safety factor) yang direkomendasikan oleh ABS (2004) untuk kondisi Intact condition (ULS) = 1.67

3. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan studi literatur dan mengumpulkan data-data terlebih dahulu, yaitu data struktur FPSO Brotojoyo, CALM buoy, Lazy-S riser dan data lingkungan meto-ocean Belanak. Kemudian dilakukan pemodelan struktur FPSO Brotojoyo dengan menggunakan software Maxsurf untuk mencari data hydrostatic dari FPSO, kemudian divalidasi dengan data hidrostatis FPSO Brotojoyo untuk memastikan model layak digunakan dalam analisa selanjutnya. Pengerjaan dilanjutkan dengan memodelkan struktur FPSO dan CALM buoy pada MOSES 7.

Analisis kemudian dilanjutkan dengan mencari RAO motion dari FPSO Brotojoyo dan CALM buoy. Setelah didapatkan RAO dari struktur FPSO dan CALM buoy, pengerjaan dilanjutkan ke software Orcaflex dengan memodelkan FPSO Brotojoyo, CALM Buoy dan flexible riser. Analisa yang dilakukan software Orcaflex adalah untuk mencari maksimum tension mooring lines untuk setiap variasi pre-tension mooring lines, yaitu sebesar 450.05kN; 900.1kN; 1350.15kN dan 1800.2kN. Kemudian analisa berikutnya adalah mencari maksimum tension dan compression pada Lazy-S riser untuk setiap variasi pre-tension mooring lines.

3.1 Data

Dibawah ini merupakan data FPSO Brotojoyo, CALM buoy, mooring lines, dan flexible riser yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 1 Data FPSO Brotojoyo Parameter Unit Quantity

Length Overall m 202.517 Breadth (moulded) m 38.4

Depth (moulded) m 18.6 Displacement Full

Load ton 71943.2

(4)

Tabel 2 Data CALM Buoy Principal Dimensions SBM IMODCO

Tabel 3 Mooring Lines Details

Parameter Unit Value

Number of lines - 6

Spacing between bundles deg 60

Diameter mm 95

Unit Weight in air kg/m 182.3 Unit Weight in water kg/m 158.5 Breaking load –Grade

R4 kN

9001

Chain length m 700

Tabel 4 Data Hawser

Tabel 5 Data Lazy-S Riser (Butane & Propane)

Tabel 6 Data Lazy-S Riser (Umbilical & Power Cable)

Tabel 7 Data Lingkungan 100 tahunan untuk lingkungan met-ocean Belanak

4. PEMBAHASAN

4.1. Pemodelan Struktur dengan software Maxsurf dan Moses

Didalam sebuah penelitian, pemodelan struktur diperlukan untuk menunjukkan bahwa struktur tersebut memiliki nilai validasi yang sesuai dengan data yang diberikan. Berikut ini merupakan hasil pemodelan FPSO Brotojoyo dan CALM buoy pada Maxsurf dan MOSES 7 sebagai berikut

Gambar 3 Pemodelan FPSO Brotojoyo dengan software Maxsurf

Parameter Unit Quantity

Displacemen ton 206

Diamater m 12.5

Tinggi m 4.8

Draft m 1.65

Parameter Unit Quantity

OD m 0.381

Length m 53.34

Breaking Load ton 300

Parameter Unit Butane Propane

Pipe OD mm 220.02 220.02

Pipe ID mm 152.4 152.4

Maximum tension ton 167.9 167.9 Maximum compression ton 3.2 3.2

Parameter Unit Umbilic

al Powe r Cable Pipe OD mm 84 124 Pipe ID mm - -

Maximum tension ton 5 27.8

Maximum compression ton 0.3 0.5

Parameter Unit Value

Kedalaman m 90 Gelombang Tinggi gelombang signifikan m 5,3 Periode puncak s 10 Arus Permukaan m/s 0,9 Tengah m/s 0,7 Dasar m/s 0,7 Angin Kecepatan angin (1jam) m/s 20

(5)

Gambar 4 Pemodelan FPSO Brotojoyo dengan software MOSES

Gambar 5 Pemodelan CALM buoy dengan software MOSES 4.2. Pemodelan Struktur dengan software Orcaflex

Setelah dilakukan pemodelan struktur pada software Maxsurf dan Moses, kemudian dilakukan pemodelan struktur dengan menggunakan software Orcaflex. Pemodelan FPSO Brotojoyo, CALM buoy dan konfigurasi lazy-S riser pada CALM buoy dilakukan dengan menggunakan software Orcaflex. Langkah selanjutnya adalah melakukan pemodelan dengan variasi pre-tension mooring lines dengan nilai 450.05kN, 900.1kN, 1350.15kN dan 1800.2kN. Pemodelan struktur yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut.

Gambar 6 Pemodelan Struktur Tampak Samping dengan software Orcaflex 8.4

Gambar 7 Pemodelan FPSO Brotojoyo, CALM buoy dan Lazy-S

riser dengan pre-tension mooring lines sebesar 450.05 kN

Gambar 8 Pemodelan FPSO Brotojoyo, CALM buoy dan Lazy-S

riser dengan pre-tension mooring lines sebesar

900.1 kN

Gambar 9 Pemodelan FPSO Brotojoyo, CALM buoy dan Lazy-S

riser dengan pre-tension mooring lines sebesar

1350.15 kN

Gambar 10 Pemodelan FPSO Brotojoyo, CALM buoy dan Lazy-S

riser dengan pre-tension mooring lines sebesar

1800.2 kN

4.2. Analisis Perilaku Gerak Free Floating FPSO dan SBM pada Gelombang Reguler

Didalam penelitian ini, motion gerakan dari FPSO full load maupun half load dan CALM buoy yang dianalisa adalah gerakan struktur saat free floating pada gelombang regular. Grafik RAO akan menunjukkan karakteristik pergerakan FPSO dan CALM buoy pada gelombang regular dengan enam derajat kebebasan, yaitu gerakan surge, sway, heave, roll, pitch dan yaw dapat dilihat pada gambar sebagai berikut

Gambar 11 Grafik RAO FPSO Brotojoyo Gerakan Surge dalam kondisi Full Load

(6)

Gambar 12 Grafik RAO FPSO Brotojoyo Gerakan Sway dalam kondisi Full Load

Gambar 13 Grafik RAO FPSO Brotojoyo Gerakan Heave dalam kondisi Full Load

Gambar 14 Grafik RAO FPSO Brotojoyo Gerakan Roll dalam kondisi Full Load

Gambar 15 Grafik RAO FPSO Brotojoyo Gerakan Pitch dalam kondisi Full Load

Gambar 16 Grafik RAO FPSO Brotojoyo Gerakan Yaw dalam kondisi Full Load

Gambar 17 Grafik RAO SBM Imodco Gerakan Translasional saat free floating

Gambar 18 Grafik RAO SBM Imodco Gerakan Rotasional saat

free floating

4.3 Analisis Tension Mooring Lines Pada Single Buoy Mooring

Analisis tension pada pengerjaan tugas akhir ini menggunakan software Orcaflex 8.4. yang nantinya akan didapatkan maksimum tension dari setiap mooring lines akibat pembebanan angin, gelombang, dan arus saat kondisi utuh (intact). Arah pembebanan yang dilakukan yaitu sebanyak delapan arah, yaitu 00, 300, 600, 900, 1200, 1500 dan 1800 pada saat FPSO Brotojoyo dalam kondisi full-load dan half-load.

Seluruh simulasi dilakukan selama 10800 s dengan kondisi lingkungan yang dipakai adalah data meto-ocean Belanak. Berikut ini tabel hasil analisa yang dilakukan pada software orcaflex untuk setiap variasi pre-tension mooring lines yang memiliki maksimum tension paling besar dari tujuh arah pembebanan.

Dalam penelitian ini, FPSO Brotojoyo dalam kondisi full load tertambat pada CALM buoy. Tension

mooring line CALM buoy yang diambil merupakan

nilai maksimal hasil analisa yang terdapat dalam result Orcaflex. Adapun nilai maksimum dari tension

(7)

mooring lines yang terjadi pada setiap pre-tension mooring lines dan arah pembebanan direpresentasikan

ke dalam Gambar 19 sebagai berikut

Gambar 19 Grafik Nilai Maksimum Tension Mooring Line

Berdasarkan pada Gambar 19 di atas dapat diketahui bahwa besarnya tension maksimum dari mooring line bertambah secara linier dengan penambahan

pre-tension mooring line. Dari semua variasi pre-pre-tension

yang digunakan yakni sebesar 450.05 kN hingga 1800.2 kN dengan penambahan sebesar 450.05 kN, ternyata nilai maksimum tension mooring line masih dalam batas kriteria ABS. Pada hasil analisa maksimum tension mooring lines nilai safety factor yang terkecil adalah 3.546 pada arah pembebanan 300 dengan kondisi pre-tension mooring lines sebesar 1800.2kN.

Dalam penelitian Tugas Akhir ini, FPSO Brotojoyo dalam kondisi half load tertambat pada CALM buoy. Tension mooring line CALM buoy yang diambil merupakan nilai maksimal hasil analisa yang terdapat dalam result Orcaflex. Adapun nilai maksimum dari tension mooring line yang terjadi pada setiap pre-tension mooring lines dan arah pembebanan direpresentasikan kedalam Gambar 20 sebagai berikut

Gambar 20 Grafik Nilai Maksimum Tension Mooring Line

Berdasarkan pada Gambar 20 di atas dapat diketahui bahwa besarnya tension maksimum dari mooring line bertambah secara linier dengan penambahan

pre-tension mooring line. Dari semua variasi pre-pre-tension

yang digunakan yakni sebesar 450.05 kN hingga 1800.2 kN dengan penambahan sebesar 450.05 kN, ternyata nilai maksimum tension mooring line masih dalam batas kriteria ABS.

Safety factor yang digunakan sebesar 1.67 dari minimum breaking load (MBL). MBL untuk mooring line yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar

9001kN (Grade R4). Sehingga besarnya tension maksimum mooring line yang diijinkan adalah sebesar 5400.6 kN. Pada hasil analisa maksimum tension

mooring lines nilai safety factor yang terkecil adalah

3.739 pada arah pembebanan 300 dengan kondisi pre-tension mooring lines sebesar 1800.2kN.

Gambar 30 Grafik Hasil Analisa Maksimum X Offset pada CALM buoy

Gambar 31 Grafik Hasil Analisa Maksimum Y Offset pada CALM buoy

Offset X maksimal terjadi pada pre-tension 450.01kN dan pada arah pembebanan 00 yang mencapai 2.43 meter. Sedangkan offset Y maksimal terjadi pada pre-tension 450.01kN dan arah pembebanan 900 yang mencapai 2.35 meter. Menurut batasan kriteria untuk offset pada umumnya maksimum offset yang diijinkan adalah pada range 8% sampai 12% dari kedalaman perairan. Dalam penelitian ini, CALM buoy dapat beroperasi dengan aman di lingkungan met-ocean Belanak karena CALM buoy mengalami offset maksimum dibawah kriteria yang telah ditentukan.

4.4 Analisa Tension dan Compression pada Riser

Dalam penelitian ini untuk analisa tension dan compression pada riser menggunakan software Orcaflex 8.4, kemudian didapatkan nilai maksimum tension dan compression dari empat jenis riser akibat pembebanan lingkungan. Empat riser ini adalah butane, propane, umbilical dan power cable yang masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda. Arah pembebanan yang menyebabkan riser mengalami maksimum tension dan compression yaitu pada arah 900 untuk setiap variasi pre-tension mooring lines yaitu pada saat pre-pre-tension sebesar 450.05kN. Karena apabila pre-tension mooring lines bertambah tinggi, maka nilai tension dan compression pada 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 L ine t ens io n (kN ) Pre-tension (kN)

Maximum Mooring Line Tension

0deg 30deg 60deg 90deg 120deg 150deg 180deg Batas Kriteria Maksimal API

(8)

riser mengalami penurunan. Dibawah terdapat tabel hasil analisa yang dilakukan pada software Orcaflex yang akan didapatkan analisa kekuatan dari riser.

Tabel 8 Hasil Maksimum tension riser pada arah pembebanan 900 dengan pre-tension mooring lines sebesar 450.05kN

Tabel 9 Hasil Maksimum compression riser pada arah pembebanan 900 dengan pre-tension mooring lines sebesar

450.05kN

5. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan yang akan menjawab rumusan masalah diatas, berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil dari pengerjaan diatas:kepada PT.Global Maritime yang telah mendukung dalam hal data teknis dan juga semua pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

a. Dari enam grafik gerakan RAO FPSO Brotojoyo diatas dapat disimpulkan bahwa nilai surge yang terbesar terjadi pada arah 00 dan 1800 dengan nilai 0.925 m/m, sedangkan untuk sway, nilai terbesar terjadi pada arah 900 dengan nilai 0.951 m/m, dan untuk gerakan heave, nilai terbesar terjadi pada arah 900 dengan nilai 1.112 m/m. Untuk gerakan rotasional, nilai roll tertinggi terjadi pada arah 900 yang memiliki nilai 3.974 deg/m, untuk gerakan pitch nilai terbesar terjadi pada arah 450 dengan nilai 1.626 deg/m, dan yang terakhir untuk gerakan yaw, nilai terbesar terjadi pada arah 600 yang bernilai 0.368 deg/m.

b.Safety factor yang digunakan pada maximum tension mooring lines sebesar 1.67 dari minimum breaking load (MBL). MBL untuk mooring lines yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 9001kN (Grade R4). Sehingga besarnya tension maksimum mooring line yang diijinkan adalah sebesar 5400.6 kN. Pada hasil analisa maksimum tension mooring lines dengan kondisi FPSO Brotojoyo dalam keadaan Full Load, nilai safety factor yang terkecil adalah 3.546 dengan nilai tension maksimum mooring lines adalah 2538.069 kN pada arah pembebanan 300 dengan kondisi pre-tension mooring lines sebesar 1800.2kN. Sedangkan, hasil analisa maksimum tension

mooring lines dengan kondisi FPSO Brotojoyo dalam keadaan Half Load, nilai safety factor yang terkecil adalah 3.739 dengan nilai tension maksimum mooring lines adalah 2407.531kN pada arah pembebanan 300 dengan kondisi pre-tension mooring lines sebesar 1800.2kN c. Berdasarkan perhitungan sesuai dengan prosedur diatas

pada kondisi intact, dapat diketahui bahwa kondisi yang paling ekstrem untuk kondisi pada pembebanan 900. Untuk riser butane maximum tension yang terjadi adalah sebesar 11.19 Te dan maximum compression yang terjadi adalah sebesar 0.624 Te. Kemudian untuk riser propane maximum tension yang terjadi adalah sebesar 9.24 Te dan maximum compression yang terjadi adalah sebesar 0.618 Te. Untuk umbilical, maximum tension yang terjadi adalah sebesar 0.64 Te dan maximum compression yang terjadi adalah sebesar 0.0768 Te. Sedangkan untuk power cable maximum tension yang terjadi adalah sebesar 2.81 Te dan maximum compression yang terjadi adalah sebesar 0.147 Te. Nilai dari maksimum tension dan compression pada tiap riser masih dalam kategori aman. Kemudian dari hasil analisa penelitian ini, apabila pre-tension mooring lines semakin tinggi maka nilai maksimum tension dan compression riser yang terjadi semakin kecil.

DAFTARPUSTAKA

ABS, 2004, “Guide For Building And Classing Floating Production Instalations”, Washington, DC

API RP 2SK. 2005. “Recommended Practice for Design and Analysis of Station Keeping Systems for Floating Structures”. Washington, DC.

Arda., 2010, Studi Pengaruh Gerak Semi-submersible Drilling Rig dengan Variasi Pre-Tension tali tambat terhadap Keamanan Drilling Riser, Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan, ITS Surabaya, Indonesia. Chakrabarti, S.K. 1987. “Hydrodinamics of Offshore

Structure”. Berlin: Computational Mechanics Publications Southampton

Djatmiko, E.B. and Murdijanto, 2003, Seakeeping: Perilaku Bangunan Apung di Atas Gelombang, Jurusan Teknik Kelautan, ITS Surabaya, Indonesia.

Djatmiko, E.B. dan Murdjito. 2011. “Operability Assessment of FPSO Mooring System”. Surabaya: Jurusan Teknik Kelautan ITS

http://en.wikipedia.org/wiki/Single_buoy_mooring diakses pada tanggal 21 April 2013

http://personal.maths.surrey.ac.uk/st/T.Bridges/SLOSH/ diakses pada tanggal 21 April 2013

Indomigas.wordpress.com, 2008. Offshore Article.http://indomigas.word-press.com/offshore. Indiyono, P. 2004. “Hidrodinamika Bangunan Lepas

Pantai”.Penerbit SIC, Surabaya

Ismail N., Nielsen R., and Kanarellis M., 1992, Design Considerations For Selection Of Flexible Riser Configuration, Wellstream Corporation Panama City, Florida.

Li S., Nguyen C., Dynamic Response of Deepwater Lazy-Wave Catenary Riser.

Mahdarezza, A., 2010, Analisis Perilaku Floating LNG pada Variasi Metocean Terhadap External Turret Mooring System Berbasis Simulasi Time Domain, Konfigurasi Lazy-S riser Max Tension Riser (Ton) Max Tension yang diijinkan (Ton) Status Butane 9,43 167,9 OK Propane 8,42 167,9 OK Umbilical 0,65 5 OK Power Cable 1,79 27,8 OK Konfigurasi Lazy-S riser Max Compression Riser (Ton) Max Compression yang diijinkan (Ton) Status Butane 0,614 3,2 OK Propane 0,604 3,2 OK Umbilical 0,081 0,3 OK Power Cable 0,155 0,5 OK

(9)

Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan, ITS Surabaya, Indonesia.

Rubiandini, R., 2003, Cadangan Minyak Indonesia: Terus Mengalami Penurunan, Jakarta, Indonesia.

Sabana, N.H., 2012, Analisis Tegangan pada Yoke Arm External Turret Mooring System Floating Production Storage and Offloading (FPSO), Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan, ITS, Surabaya.

SBM IMODCO ConocoPhillips Indonesia Inc

Vazquez, A.O., Ellwanger, G.B. and Sagrilo, (2007). “Reliability-based comparative study for mooring lines design criteria”, Applied Ocean Research 28 (2006) 398-406, Elsevier.

Yilmaz O., Incecikt A., 1995, Extreme Motion Response Analysis Of Moored Semi-Submersibles, Istanbul Technical University, Faculty of Naval Architecture and Ocean Engineering, Istanbul, Turkey university of Glasgow, Department of Naval Architecture and Ocean Engineering. Acre Road, Glasgow, UK.

Gambar

Gambar 1 FPSO yang ditambatkan pada CALM buoy   (http://en.wikipedia.org/wiki/Single_buoy_mooring)  Respon pada sistem tambat sangat bergantung dari  perilaku dinamis struktur terapung akibat beban lingkungan  (Vazquez, 2007)
Gambar 2 Konfigurasi dari Catenary Anchor Leg Mooring (API  RP 2SK, 2006)
Tabel 1 Data FPSO Brotojoyo
Tabel 4 Data Hawser
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis Alternatif Ha Yaitu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dengan variabel Y, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada

Uji korelasi antar variabel untuk membuktikan hipotesis bahwa ada hubungan antara manajemen kualitas dan budaya kerja terhadap kinerja karyawan, maka digunakan uji korelasi

Sementara itu, lahan gambut menjadi areal yang potensial untuk kehidupan ikan lokal perairan rawa diantaranya ikan gabus ( Channa striata), betok ( Anabas

Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bahwa kemampuan kecerdasan logika mate- matika anak masih rendah, guru tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan

Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Jika Lembar Data Keselamatan kami telah diberikan kepada Anda beserta persediaan tinta Asli yang diisi ulang, diproduksi ulang, dan kompatibel atau non-HP, harap diketahui

2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Jakarta, Departemen Kesehatan

Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai objek penelitian yang ditetapkan oleh penulis sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai Minat