TOLERANSI KEAGAMAAN HUMANIS
RELIGIUS
DI (LPPS) LEMBAGA PEMBINAAN
DAN PENGADERAN SINODE GEREJA
KRISTEN JAWA DAN GEREJA KRISTEN
INDONESIA JAWA TENGAH
Oleh Moh. Sakir
ABSTRAK
Berbicara agama bukan saja dalam pengalaman individu batin seseorang, tetapi juga melibatkan praktik sosio-kultural dalam memahami dan mengaktualisasikan agama tersebut. Kesedaran pemeluk agama dan antar agama tidak akan terwujud bila faktor-faktor penganut agama, pendeta atau kiai dan kelembagaan terus menerus melakukan pengajaran dan terobosan –terobosan yang cerdas dalam membangun toleransi keagamaan yang ada di Indonesia. Masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman agama, sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi. Oleh karena itu, lembaga pembinaan dan pengaderan sinode GKI dan GKJ Jawa Tengah yang berada di Yogyakarta melakukan pembinaan dan pengaderan yang terkait dengan konstruksi pengajaran toleransi yang diberikan kepada seluruh pendeta maupun calon pendeta tentang pengetahuan dan pengalaman interaksi langsung dengan
saudara muslim. Pengelaman tersebut memiliki dampak yang kuat terhadap sikap dan perilaku para pendeta di dalam menggambala jamaahnya. Realitas kehidupan keagamaan yang dihadapi oleh pendeta maupun calon pendeta berhubungan langsung dengan saudara muslim dalam tugasnya sebagai pendeta.m Keragaman tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan para pemeluk agama dalam melaksanakan keseluruhan pemahaman kitab, tokoh agama, system agama, upacara keagamaan dan nilai-nilai agama, bahkan konsep tentang Tuhan. baik dalam agama Islam maupun Kristen. Ling-kungan penganut agama menyediakan pengalaman belajar yang membentuk sikap toleran dan tidaknya dalam mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil pengajaran keagamaan. pengenalan dan pemahaman dari pemeluk antar umat beragama ini menjadi penting dan kontribusi sangat signifikan terhadap keberhasilan proses toleransi keagamaan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, interaksi, dan rekayasa sosial keagamaan yang berbasis humanis religious perlu diciptakan bagi sesame dan antar umat agama sehingga tercipta kerukunan kehidupan keagamaan yang ada di Indonesia.
A. Pendahuluan
D
i Indonesia wacana hubungan antar umat agama bukanlah hal baru, bagi perkembangan kehidupan kerukunan keagamaan yang ada di Indonesia. Merumuskan apa yang dimaksud dengan pengajaran toleransi keagamaan bukanlah hal yang sederhana, lebih-lebih di masa kini. Namun jika dicermati tampilannya belum begitu utuh dan mendalam. Wacana agama dan toleransi di tanah air masih banyak menampilkan para pelaku agama garis karasradikalisasi sehingg menyebabkan tumbuh subur pemahaman intoleran yang tidak produk asli Indonesia. Hal ini ditunjukan kasus-kasus adanya demo-demo yang mengatasnamakan agama atau isu tentang penistaan agama yang merupakan salah bentuk mulai merambahnya ruang-ruang publik semakin dikuasi oleh kaum agama intoleran. Dalam panggung sejarah, pergulatan agama toleran dan agama intoleran akan selalu muncul dalam budaya keagamaan di Indonesia.
Adapun pesertanya adalah para Pendeta GKJ maupun GKI yang ada pulau Jawa di mana tiap tahun hnaya batasi antara 30-35 peserta Pendeta yang telah mendaftarkan terlebh dahulu. Antusias pun para peserta yang ikut cukup banyak, namun yang telah ikut di tahun yang lalu diharapkan tidak ikut lagi. Dengan kegitan semacam ini terjadi interaksi atau hubungan antar agama yang satu dengan agama yang lain, di samping itu juga terjadi dialog teologis yang lebih humanis bukan teologis yang otoritatif. Peristiwa semacam ini juga menjadi media pembelajaan dan pelayanan bagi para Pendeta yang mempunyai tugas menggembala jemaatnya dalam menyampaikan pesan-pesan Kristus bagi umat manusia. Oleh sebab itu, perilaku keagamaan seseorang atau kelompok keagamaan sangat dipengaruhi oleh pemahaman para elit agamanya dalam melaksanakan fungsi agamanya dalam bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Perubahan realitas kehidupan secara faktual kerapkali berdampak pada pada berubahan wacana keyakinan dan pola hubungan kerukunan antar umat beragama bagi masyarakat yang dilanda perubahan. Hal ini dapat dilihat
pola pembelalajaran para elit agama sebagai pelaku perubahan keyakinan pada umat itu sendiri. Manusia mempunyai peran penting dalam membangun peradaban kehidupan. Tetapi dari sisi yang lain manusia dihadapakan pilihannya yang mengarah pada sebuah wacana kebebasan dan bahkan kerusakan. Oleh karena itu agama diberikan kepada manusia sebagai jalan atau pedoman dalam kehidupannya.
Masyarakat muslim maupun kristiani yang kerap kali bersikap apologetik terhadap perkembangan wacana realita modern, bahwa dalam Islam dan Kristen telah tercantum secara normative sehingga sampai sekarang masih berkutat disekitar perbincangan, apakah hendak memilih kemajuan atau tetap menikmat ketertinggalannya. Mereka mengklaim agama mengajarkan nilai dan moral kehidupan yang harus dipegang dalam kehidupannya tanpa menghirakan sebuah perubahan waktu maupun kondisi. Lalu masalahnya adalah mampukah mereka bertahan dalam perubahan realitas yang selalu dinamis. Oleh karena itu, peran elit dam umat serta media pembelajaran perlu direkayasa untuk menanamkan toleransi yang harmonis dalam konteks kehidupan sosial keagamaan di masyarakat.
B. Penciptaan Lingkungan Kerukunan yang
Toleran
Kehidupan keagamaan di Indonesia adalah kehidupan yang dipengaruhi oleh agama yang dianut yang dimplemetasikan dalam kehidupan yang konkrit. Dalam prakteknya kehidupan keagamaan yang ada, tidak hanya satu
agama, tetapi juga ada beberapa agama yang ada Indonesia. Dinamika keharmonisan hubungan antar umat beragama tidak mudah diciptakan tanpa adanya kesadaran yang cerdas dan kedewasaan diantara para penganut umat beragama. Untuk menciptakan hal tersebut tidaklah mudah dibutuhkan keterlibatan dari berbagai komponen, diantaranya adalah; pemerintah, tokoh agama dan umat sendiri. Hubungan antar umat beragama merupakan keniscayaan bagi setiap umat beragama yang hidup dalam suatu Negara.
Manusia sebagai mahkluk sosial dan sekaligus juga mahkluk yang beragama. Dua hal ini merupakan faktor yang penting dalam tindakan dan sikap dalam kehidupan keagamaan maupun kemasyarakatan. Agama dan sosial adalah dua hal yang melekat setiap individu manusia. Oleh karena itu, aktivitas keagamaan setiap umat manusia tidak bisa dilepaskan dari unsur kepercayaan agamanya yang dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.1 Kualitas keagamaan seseorang akan diukur
dari proses pendidikan yang diberikan dalam komunitas keagamaan mereka. Oleh karena itu, kata kunci yang terpenting adalah bagaimana pemahaman keagamaan para elit agama, Kiai Pendeta, Bikhu, dan Romo, dalam memberikan pemahaman terhadap umatnya tentang makna hubungan antar agama dalam konteks bermasyarakat, 1 Fenomena gerakan agama 5 tahun terakhir ini mengalami penguatan di
Indoensia baik secara kualitatif maupun kunatitatif. Gerakan-gerakan pri-mordial keagamaan yang cenderung radikalisme, misalnya Jama’ah Islamiyah, (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbur Tahrir, KAMMI. Lihat, Sugeng Bayu Wahono,dkk., Pesantren, Radikalisme, dan Konspirasi
berbangsa dan bernegara. Maka, peran elit agama dalam menerangkan dan menjelaskan terhadap makna hubungan dengan agama lain menjadi penting, sebab di Indoensai masih kuat adanya pengaruh elit lokal menjadi panutan, pengarah, bahkan pereda konflik antar umat beragama. Untuk itulah, maka pemahaman elit agama terhadap agama lain menjadi kunci keberhasilan hubungan antar agama di Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini bsa dilihat foto di bawah ini kaum elit agama Kristen atau pendeta belajar Islam untuk memahami isi dan kandungan Islam yang diadakan oleh LPPS melalui PSAA Universitas Duta Wacana Yogyakarta.
Akhir-akhir ini, fenomena keagamaan di Indonesia menunjukkan adanya pemaksaan diri yang dilakukan oleh
komunitas agama lain terhadap komunitas keagamaan tertentu, atau sesama umat agama yang tidak sesuai dengan paham agamanya yang merasa paling benar, sehingga membawa atas nama agama maupun Tuhan (Allah).2
Perilaku semacam ini telah menjamur di Indonesia, baik yang ditayangkan di televisi maupun di media cetak. Gejala ini akan membawa dampak yang kurang baik terhadap kehidupan keagamaan di Indonesia yang berdasarkan Pancasila bukan Agama tertentu.
C. Pola Kehidupan Kegamaan yang Humanis
Kehidupan keagamaan di Indonesia adalah kehidupan yang dipengaruhi oleh agama yang dianut dan dimplemtasikan dalam kehidupan yang konkrit. Dalam prakteknya kehidupan keagamaan yang ada tidak hanya satu agama saja, tetapi juga ada beberapa agama yang ada. Dinamika keharmonisan hubungan tindakan antar umat beragama tidak mudah diciptakan tanpa adanya kesadaran yang cerdas dan kedewasaan diantara para penganut umat beragama. Untuk menciptakan hal tersebut tidaklah mudah dibutuhkan keterlibatan dari berbagai komponen diantaranya adalah; pemerintah, tokoh agama dan umat. Hubungan antar umat beragama merupakan keniscayaan bagi setiap umat beragama yang hidup dalam suatu Negara. Manusia sebagai mahkluk sosial dan sekaligus juga mahkluk yang beragama. Oleh karena itu, agama dan sosial adalah dua hal yang melekat setiap individu manusia.2 Khaled Abou El Fadl, Speaking in God’s Name Islamic Law,Authority, and
Hal ini bias dilihat foto di atas bahwa pola hubungan keharmonisan yang dilakukan oleh tokoh agama yang berbeda dari kalangan muslim dan kristiani yang saling anjangsana akan menumbuhkan toleransi yang tumbuh di kalangan umat agama yang ada di Indonesia. Rekonsiliasi-kembali kepada kalimatun sawaa-common platform adalah satu konsep yang cuku strategis untuk dilaksanakan sekarang ini. Dalam al-Quran telah memberikan beberapa petunjuk ke arah ini, diantaranya adalah; (Q.S. al-Imran: 64) dan (Q.S. as-Syura’: 12).
Artinya; “Katakanlah; Hai ahli kitab marilah
berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antar kamu dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Ia dengan sesuatu pun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka “saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).
(al-Qur’an surat al-Imran:64).
Artinya: “Dia (Allah) mensyariatkan bagi kamu
tentang agama apa yang telah diwasiatkan –Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu; tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali kepada-Nya”
Implementasi ayat-ayat di atas, adalah mengembangkan hubungan dialogis menjalin semangat kerjasama dalam melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan bersama
dan bersama-sama pula mengatasi segala kesulitan yang dihadapi. Hal ini seperti juga yang diisyaratkan dalam firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Maidah: ayat 2, di bawah ini;
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram (bulan yang dimuliakan), jangan (menganggu) binatang-binatang, dan jangan (pula) menganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan kerendahan diri Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaiakan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah kamu sekali-kali (kebencianmu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Q.S.
D. Penutup
Hubungan antar umat beragama yang ada di Indonesia perlu dilakukan dengan rendah hati sehingga saling memahami perbedaan dan kekhususan diantara kehidupan antar umat beragama. Semua ini adalah menambah keinginan untuk belajar saling memahami diantara kita. Tujuan penting dari dialog adalah untuk belajar. Untuk saling mengenal dan menjalin komunikasi antar pemeluk agama, sehingga menghilangkan prasangka buruk. Semoga keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama dapat berjalan di bumi nusantara yang berdasarkan pada PANCASILA.