PERANCANGAN OPTICAL POWER METER MULTI-WAVELENGTH
MENGGUNAKAN RASPBERRY PI
DESIGNING MULTI-WAVELENGTH OPTICAL POWER METER USING
RASPBERRY PI
D. Hanto1, M. Syafiq2, T. B. Waluyo1
1 Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Kompleks Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan 15314
2 Teknik Fisika, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Surabaya (ITS)
[email protected] ABSTRAK
Tulisan ini menjelaskan tentang pembuatan optical power meter (OPM) menggunakan Raspberry Pi sehingga disebut RPi OPM. Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan rangkaian pengondisian sinyal dan sistem pengolahan data dengan Raspberry Pi. Pengondisi sinyal berupa transimpedansi amplifier dengan enam buah resistansi, yaitu 100 Ω, 1 kΩ, 10 kΩ, 100 kΩ, 1 MΩ, dan 10 MΩ sebagai pemilih jangkauan pengukuran daya optik. Di sisi lain, Raspberry Pi berfungsi sebagai pengolah data dan penampung hasil pengukuran. Percobaan menggunakan dua buah sumber cahaya, yaitu laser dioda dengan panjang gelombang 1.310 nm dan 1.552 nm. Hasil pengukuran RPi OPM dibandingkan dengan OPM Anritsu ML9002A sebagai validasi pembacaan. RPi OPM yang telah dibuat mampu mengukur daya optik pada rentang -50 dBm sampai -5 dBm untuk kedua panjang gelombang tersebut. Adapun eror pembacaan memiliki nilai terbesar 0,53 dBm dan terkecilnya 0,01 dBm pada saat mengukur daya laser dioda 1.310 nm, sedangkan 0,41 dBm dan 0,03 dBm saat pada saat mengukur laser dioda 1.552 nm.
Kata kunci: optical power meter, pengondisian sinyal, pengolahan data, raspberry pi
ABSTRACT
This paper describes the design of optical power meter (OPM) with the Raspberry Pi that is so called RPi OPM. The research was conducted on designing signal conditioning circuit and data processing system with the Raspberry Pi. The signal conditioning was in the form of transimpedance amplifier with six resistance units, i.e. 100 Ω, 1k Ω, 10 kΩ, 100 kΩ, 1 MΩ, and 10 MΩ as optical power range selector. On the other hand, Raspberry Pi served as data processor and measurement results collector. The experiment used two unit light sources, namely diode laser with a wavelength of 1,310 nm and 1,552 nm. The measurement results of RPi OPM compared with OPM Anritsu ML9002A as reading validation. The designed RPi OPM could measure optical power from -50 dBm to -5 dBm for both wavelengths. As for measurement error, it had the maximum value of 0.53 dBm and minimal of 0.01 dBm in measuring diode laser 1,310 nm optical power measurement, while 1,552 nm diode laser had 0.41 dbm and 0.3 dbm as the maximum and minimum value consecutively.
Keywords: optical power meter, signal conditioning, data processing, raspberry pi
PENDAHULUAN
Cahaya merupakan elemen penting dalam sistem fiber optik, baik digunakan dalam ko-munikasi maupun aplikasi lainnya. Penggunaan cahaya mencakup segala aspek karakteristik dari cahaya, seperti intensitas atau daya, panjang gelombang, fasa, dan lainnya. Aspek daya optik merupakan hal yang mudah diukur dan merupakan besaran yang harus diperhatikan.
Optical power meter (OPM) merupakan
alat yang digunakan untuk mengukur besar
daya optik dari cahaya yang ditransmisikan.[1]
Meskipun telah banyak berbagai jenis OPM, baik dari segi pengukuran maupun ruang lingkup penggunaan, kebutuhan akan OPM dan
perkembangannya masih luas.[2,3] Penyebabnya
adalah mulainya perkembangan teknologi dalam penggunaan cahaya sebagai alat bantu manusia dalam beraktivitas.
Kebutuhan dalam berkomunikasi meru-pakan prioritas utama dalam pemanfaatan cahaya karena cahaya dapat menjalar dengan
seperti inilah yang sangat dibutuhkan dalam sistem komunikasi, namun daya cahaya perlu diperhatikan dalam komunikasi jarak jauh. Ketika cahaya menjalar, akan ada rugi-rugi daya optik dari cahaya yang disebabkan oleh efek hamburan dan serapan dari bahan fiber optik sehingga kalkulasi sangat diperlukan agar data yang ditransmisikan dapat diterima dengan
sempurna.[4] Selain itu, OPM merupakan solusi
tepat untuk mengukur daya dari cahaya tersebut. Komponen yang paling mendasar dan penting dalam OPM adalah sensor. Semakin sensitif sensor maka jangkauan pengukuran akan semakin luas dan presisi serta akurasi alat akan semakin bertambah. Tentunya sensor sendiri memiliki jangkauan kerja yang dipengaruhi oleh jenis bahan dari sensor itu sendiri.
Penulis sebelumnya telah melakukan pe-rancangan pengondisi sinyal untuk OPM dengan pemilih jangkauan. Dengan menggunakan variasi nilai resistor menghasilkan jangkauan yang berbeda-beda pada pengukuran daya
op-tik.5,6] Dengan demikian, untuk memperoleh
alat ukur berupa OPM yang digunakan sebagai pengukur daya optik, pengembangan lain dapat dilakukan seperti pengontrol pilihan, display, dan fitur lainnya.
Raspberry Pi merupakan jenis mikoprosesor jenis single board circuit (SBC) terbaru yang baru dirilis oleh Raspberry Pi Foundation pada tahun 2012 lalu. Tentunya, telah banyak aplikasi yang dihasilkan dari penggunaan Raspberry pi sebagai pengolah data dan penggunaan yang paling banyak dari Raspberry Pi, yaitu dalam bidang kontrol jaringan. Basis arsitektur dari Raspberry Pi sendiri tidak jauh berbeda dari
Arduino dan mikrokontroler lain,[7] hanya fitur
yang lebih luas yang membedakan Raspberry
Pi dengan mikrokontroler lain.[8] Karena produk
Raspberry Pi yang masih baru inilah banyak diadakan penelitian mengenai potensi Raspberry Pi untuk segala kebutuhan, baik industri maupun pribadi.
Dengan berbagai fitur yang sangat lengkap dan lebih variatif, penulis menggunakan Raspberry Pi sebagai alat pemroses data pada perancangan OPM. Harapannya adalah peng-gunaan platform Raspberry Pi ini akan membuat OPM menjadi alat ukur di bidang optik yang
dapat digunakan dengan mudah dibawa, data
logger otomatis, dan dapat dikembangkan
sebagai alat ukur telemetri.
Penelitian ini menjelaskan bagaimana proses perancangan optical power meter dengan semua komponen yang telah diuraikan sebelumnya disertai dengan pemrograman dan rangkaian komponen. Validasi dari alat tersebut dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dari OPM RPi dengan hasil pengukuran meng-gunakan Optical Handy Power Meter Anritsu ML9002A.
TEORI DASAR
a. Laser Power Meter
Laser power meter dibedakan menjadi dua jenis
berdasarkan detektor yang digunakan, yaitu
po-wer meter berbasis termal dan berbasis kuantum. Power meter berbasis termal transduser, seperti thermopile atau detektor pyroelectric memiliki
respon yang lambat, mahal, namun memiliki respon spektrum yang datar. Sementara itu,
power meter berbasis kuantum detektor, seperti photomultiplier tubes, fotokonduktor, dan
foto-dioda umum digunakan untuk mengukur tingkat
daya yang rendah.[2]
Dasar prinsip kerja power meter terletak pada konversi cahaya datang menjadi arus oleh fotodioda serta rangkaian pengubah arus menjadi tegangan. Gambar 1 menunjukkan rangkaian dasar dari power meter yang terdiri atas fotodioda dan rangkaian pengubah tegangan (current to voltage converter).
b.
Sensor Fotodioda FGA 01FCSensor fotodioda FGA 01FC (Gambar 2) dari Thorlabs ini memiliki fungsi sebagai sensor daya yang dikhususkan pada series ini hanya
untuk pengukuran fiber optik. Pemasangan
dilakukan dengan fiber coupled dengan daya
ouput dari laser.[9]
Selain itu, output dari sensor ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
... (1)
dengan P merupakan daya optik yang diterima
dalam Watt, merupakan responsivitas dari
sensor yang bergantung dari panjang gelombang
dari cahaya yang masuk, RL merupakan beban
resistansi rangkaian, dan Vo adalah keluaran
tegangan dalam volt. Grafik responsitivitas dari sensor FGA 01FC dapat dilihat pada Gambar 3.
c.
Raspberry PiRaspberry Pi merupakan generasi baru pemrograman komputer dengan single board
circuit yang dibuat oleh Rasberry Pi Foundation
dan dikembangkan oleh sejumlah developer dan ahli komputer dari Universitas Cambridge, Inggris. Dalam peluncuran pertamanya pada akhir Febuari 2012, produk tersebut terjual 100.000 unit hanya dalam beberapa jam saja.
Kini, sekitar empat tahun kemudian, Raspberry Pi telah terjual lebih dari 2,5 juta unit ke seluruh dunia.
Raspberry Pi memiliki dua model, yaitu model A dan B yang ditunjukkan pada Gambar 4. Perbedaan model A dan B terletak pada memori yang digunakan, yakni model A meng-gunakan memori 256 MB, sedangkan memori model B adalah 512 MB. Selain itu, model B juga sudah dilengkapai dengan kartu jaringan (ethernet port) yang tidak dimiliki oleh model A. Desain Raspberry Pi berdasar pada seputar
system-on-a-chip (SoC) Broadcom BCM2835
yang telah menanamkan prosesor ARM1176JZF-S dengan 700 MHz, VideoCore IV GPU, dan 256 MB RAM (model A). Penyimpanan data dirancang tidak untuk menggunakan hard disk atau solid-state drive, melainkan mengandalkan kartu SD (SD memory card) untuk booting dan penyimpanan jangka panjang. Selain itu,
Gambar 2. Sensor Fotodioda[9]
Gambar 4. Modul Raspberry Pi[7]
Gambar 3. Responsitivitas Sensor Fotodioda FGA 01FC[9]
Gambar 5. Pheriperal Raspberry Pi[7]
Raspberry Pi juga dilengkapi berbagai perifer
(pheriperal) yang sangat banyak sehingga dapat
melakukan komunikasi dengan perangkat lain
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.[7]
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rangkaian Op-Amp jenis transimpedance dari pengembangan
penelitian penulis sebelumnya[5,10] yang dapat
dilihat pada Gambar 6 bagian 1. Rangkaian ini berguna untuk mengondisikan sinyal yang masuk melalui fotodioda dan mengubahnya dalam bentuk tegangan.
Pada rangkaian ini, semua komponen yang digunakan adalah fotodioda FGA 01FC InGaAs sebagai sensor cahaya yang memiliki respons spektral karakteristik pada daerah panjang
gelombang 800–1700 nm[9], IC OP07CP
sebagai Op-Amp, regulator +- 6V LM78/79-06, kapasitor Elco 220 µF, resistor toleransi 1% (dengan resistansi 100Ω, 1k Ω, 10k Ω, 100k Ω; 1M Ω, 10M Ω), relay 5V, dan baterai 9V sebagai sumber daya listrik (power supply).
Gambar 6 bagian 2 merupakan rangkaian switching yang terdiri atas enam komponen
relay dan IC ULN2003A sebagai drift arus
supply ke relay. Pemilihan mode berdasarkan relay logic switching oleh relay terhadap nilai
resistansi yang akan dipakai. Nilai relay logic
positioning 1 berarti menyambungkan resistor
dengan rangkaian, seperti pada Gambar 6. Sebagai contoh pada saat mode 1 terdapat lima buah nilai relay logic bernilai 1 sehingga menghubungkan seluruh resistor, kecuali yang bernilai 100 Ω secara paralel sehingga resistansi totalnya 900.009 Ω. Mode 1 merupakan kondisi
default pada pemrosesan data (data processing).
Pengaturan mode switching resistansi dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 1.
Perubahan mode, seperti ditunjukkan pada Tabel 1, dilakukan ketika sensor fotodioda mengalami saturasi sehingga memiliki tegangan maksimal 5 Volt dan ketika tegangan pada foto-diode bernilai 0,5 V. Saat fotodioda mengalami saturasi, perubahan mode dilakukan dengan
Gambar 6. Rangkaian Transimpedance dan Relay
mematikan resistor yang paling kecil dan ini dilakukan sampai fotodioda tidak mengalami saturasi atau resistor yang terhubung hanya 10 MΩ atau mode 5 yang merupakan nilai resistansi total tertinggi. Alur proses dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 merupakan diagram alir yang menjelaskan bagaimana pemrograman yang dilakukan oleh Raspberry Pi untuk pemrosesan data. Program diawali dengan inisialisasi dari
interface seperti I/O dan display. Pada kondisi
awal, R1 sampai dengan R6 tersambung secara paralel. Apabila ada data berupa tegangan yang diterima oleh ADC, pengecekan dilakukan untuk mengetahui apakah tegangannya kurang dari 0,5 V dan jika hasilnya menyatakan kekurangan
tegangan maka akan terus ke pilihan di bawahnya sampai tegangan diperoleh di antara 0,5 dan 5 V. Dalam kondisi tersebut, data akan diolah dan ditampilkan dan meminta Raspberry Pi untuk menahan dan mengingat mode tersebut.
Untuk bagian signal processing dan control, keluaran (output) dari rangkaian transimpedance ini digunakan sebagai input IC ADC MCP3204 yang akan mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital untuk selanjutnya dikirim ke
Raspberry Pi.[11] Untuk pemilihan mode, seperti
pada Tabel 1, Raspberry Pi dihubungkan
meng-gunakan relay menuju resistor switch seperti
yang telah ditunjukkan pada Gambar 6 Bagian 1. Hubungan antara relay, Raspberry pi, ADC, dan resistor switch sebagai pemrosesan data ditunjukkan pada Gambar 8.
Sebelum masuk ke Raspberry Pi, sinyal dari ADC harus diturunkan terlebih dahulu karena Raspberry Pi memiliki logika High maksimal 3,3 V dan minimal 0,3 V, sedangkan ADC memiliki logika High maksimal 5 V. Raspberry Pi tidak dapat menerima tegangan yang lebih tinggi dari 3,3 V karena akan menyebabkan Raspberry Pi terbakar.
Gambar 10. Hasil Pembacaan RPi OPM dan Anritsu OPM pada Panjang Gelombang 1.310 nm
Gambar 9. GUI RPi OPM Gambar 7. Flow Chart Data Processing
Percobaan awal untuk perancangan meli-puti pencatatan data yang telah dilakukan dan pembandingan dengan data yang diperoleh dari penggunaan OPM Anritsu ML9002A sebagai validasi data dan kalibrasi alat. Spesifikasi
optical power meter adalah menggunakan
de-tektor jenis InGaAs dengan rentang panjang gelombang 0,75–1,7 μm, diameter active area 1 mm, adapter untuk konektor fiber jenis FC, rentang pengukuran -70 hingga +3 dBm, dan akurasi 5% pada panjang gelombang kalibrasi 1300 nm.[12]
Proses validasi dilakukan dengan men-ghubungkan laser dioda dengan panjang gelombang 1.310 nm atau 1.550 nm dengan atenuator untuk memperoleh nilai variasi daya optik. Hasil GUI dari aplikasi OPM dengan Raspberry Pi dapat dilihat pada Gambar 9. Dari GUI tersebut, ada fitur pemilihan panjang gelombang, yaitu 1.310 nm dan 1.552 nm, sedangkan hasil dari daya optik terlihat pada bagian atas dengan satuan dBm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rentang pembacaan daya optik RPi OPM untuk mengukur laser dioda, baik panjang gelombang 1.310 nm maupun 1.552 nm, adalah hampir sama, yaitu -50 dBm sampai dengan -5 dBm seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10 menunjukkan perbandingan hasil pembacaan RPi OPM dengan Anritsu OPM ketika digunakan sumber cahaya laser dioda dengan panjang 1.310 nm. Sumbu x menunjuk-kan atenuasi dari attenuator untuk mendapatmenunjuk-kan variasi power. Dari grafik tersebut dapat dilihat
hasil pembacaan kedua OPM saling berhimpitan sehingga untuk pengujian dengan menggunakan laser dioda dengan panjang gelombang 1.310 nm memiliki perbedaan pembacaan antara RPi OPM dengan Anritsu OPM dengan beda maksimal hanya 0,53 dBm dan beda minimal 0,01 dBm serta rata-rata beda 0,15 dBm.
Adapun hasil uji ketika menggunakan sumber cahaya dengan laser dioda dengan panjang gelombang 1.552 nm ditunjukkan oleh Gambar 11. Dari percobaan diperoleh perbedaan pembacaan maksimal 0,41 dBm dan beda minimal 0,03 dBm dengan rata-rata beda 0,155 dBm. Perbedaan pembacaan paling besar terjadi pada daerah mode 5 untuk kedua pengujian dengan laser dioda. Hal ini disebabkan karena pada saat mode 5, terjadi perubahan bandwidth yang berbeda dengan mode lainnya. Secara umum, RPi OPM dengan OPM komersial, yaitu dari Anritsu tidak memiliki perbedaan nilai yang sangat signifikan.
Semua mode ini diperoleh dari perubahan resistor feedback yang dikontrol secara otomatis oleh relay. Lima mode tersebut berdasar pada
jangkauan pada penelitian sebelumnya,di mana
setiap mode menjangkau daerah pengukuran
pada kisaran 10 dB.[5,11] Mode 5 merupakan
mode dengan nilai daya optik yang paling rendah.
Grafik pada Gambar 12 menunjukkan hasil pengujian RPi-OPM untuk melihat histeresis hasil pengukuran. Pengujian dilakukan dari daya besar ke kecil untuk tipe down mode dan dari daya kecil ke besar untuk up mode. Hasil pengujian diperoleh pengujian mode up dan
down sangat berhimpit dan dapat dikatakan
Gambar 11. Hasil Pembacaan RPi OPM dan Anritsu
alat ukur yang dibuat memiliki efek histeresis yang sangat kecil sehingga alat ukur dapat dikatakan memiliki performa yang baik dan dapat digunakan secara berulang-ulang, baik dari nilai daya optik manapun secara acak.
KESIMPULAN
RPi-OPM yang telah dibuat dengan pengontrol utama, yaitu Raspberry Pi, memiliki daerah pengukuran daya optik -50 dBm sampai -5 dBm, baik untuk sumber cahaya laser 1.310 nm maupun 1.552 nm. Perbandingan data yang di-peroleh dari pengujian penyimpangan dan efek histeresis menunjukkan bahwa pembacaan pada RPi-OPM dengan OPM yang telah komersial memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Untuk meningkatkan jangkauan pembacaan, resistor dapat diubah sedemikian rupa untuk disesuaikan dengan jangkauan pembacaan dan panjang gelombang yang diinginkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Pengelola Riset Unggulan Sub Pengembangan Material dan Rekayasa Manufaktur 2015.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Coherent. 2010. “Measuring Laser Power and Energy Output.” (Working paper).
[2] Krishnan, S., K. S. Bindra, dan S. M. Oak. 2005. “A sensitive and High Dynamic Range CW Laser Power Meter.” Rev. Sci. Instrum. 79 (12): 1251011–1251016.
[3] Choudhury, D., M. Devi, dan A. K. Barbara. 2006. “Laser Power Meter: A Simple Opto-electronic Set-up.” Indian J. Pure Appl. Phys. 44: 801–804.
[4] Quimby, R. S. 2006. Photonics and Lasers: An Introduction (First Edition). New Jersey: John Wiley & Sons.
[5] Hanto, D., A. Setiono, I. T. Sugiarto, T. B. Waluyo, dan B. Widiyatmoko. 2014. “Peran-cangan Alat Ukur Pemilih Jangkauan untuk Mengukur Daya Optik.” Telaah 32 (2): 52–55. [6] Hanto, D. 2015. “Design of Multi-wavelength
Optical Power Meter Using Feedback Resistor Combination.” ICACOMIT: 7–10.
[7] Bradburry, A. dan E. Ben. 2014. Learning Python with Raspberry Pi. West Sussex City: John Wiley & Sons.
[8] Bell, C. 2013. Sensor Networks with Arduino and Raspberry P i. New York: APRESS. [9] Thorlabs Inc. FGA01FC. 2013. New Jersey:
Thorlabs.com: 1–4.
[10] Hanto, D., N. T. Zamari, A. Setiono, dan T. B. Waluyo. 2014. “Perancangan Penguat Transimpedansi Ganda pada Sensor Weight In Motion Berbasis Serat Optik.” Dalam Prosid-ing Seminar Nasional Fisika 2014, 356–359. [11] Mikroe. 2015. “ADC Click”. Product (2015).
Diakses pada 11 Desember 2015. http://www. mikroe.com/click/adc/.
[12] Anritsu. 2016. “Optical Handy Power Meter ML9002A”. Product (2016). Diakses pada 16 April 2016. http://www.anritsu.com/en-us/ test-measurement/products/ml9002a.
[13] Hanto, D., A. R. P. Sari, dan T. B. Waluyo. 2015. “Implementasi Finite State Machine (FSM) pada Perancangan Optical Power Meter Menggunakan Arduino D”. Dalam Seminar Nasional Fisika 2015, 341–345.