23
ANALISIS PENGARUH GANGGUAN BEBAN LEBIH PADA INTER BUS TRANSFORMER (IBT) TERHADAP KINERJA OVER LOAD SHEDDING (OLS) DI SUBSISTEM KRIAN-GRESIK
Ilda Nurida
Teknik Elektro, Teknik, Universitas Negeri Surabaya e-mail : [email protected]
Tri Wrahatnolo
Teknik Elektro, Teknik, Universitas Negeri Surabaya e-mail : [email protected]
Abstrak
Inter Bus Transformer (IBT) sebagai unsur utama dalam sistem penyaluran dan distribusi tenaga listrik. Penyaluran daya dapat terhambat akibat adanya gangguan yang mengakibatkan kerusakan dan berkurangnya lifetime pada peralatan. Gangguan yang sering terjadi pada IBT yaitu gangguan beban lebih, kondisi ini dapat diatasi dengan penerapan strategi pelepasan beban secara otomatis (Over Load Shedding). Penerapan strategi OLS bertujuan untuk menghindari pemadaman yang meluas pada subsistem.
Penelitian ini menggunakan studi kasus subsistem Krian-Gresik yang merupakan salah satu sistem kelistrikan Area Jawa Timur. Tujuan penelitian yaitu menganalisis pengaruh beban lebih pada IBT 1,2 Krian terhadap kinerja OLS untuk melakukan proses pelepasan beban.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis gangguan beban lebih pada IBT 1,2 Krian berdasarkan contingency screening dengan menguji lima kontingensi diantaranya terdapat IBT yang mengalami pembebanan >80%, sehingga memberikan pengaruh terhadap kinerja OLS serta tegangan bus mengalami undervoltage pada sistem 150 kV yaitu 142,5 kV (-5% dari tegangan nominal) dan sistem 70 kV yaitu 63 kV (-10% dari tegangan nominal). Diketahui tingkat gangguan beban lebih tertinggi pada kontingensi ke-20 dengan gangguan PLTU Gresik, PLTGU Block 3 dan IBT 2 Krian yang mengakibatkan IBT 1 Krian mengalami pembebanan lebih sebesar 524,7 MW (124%) dengan nilai arus sebesar 2.793 A. Kondisi ini dinyatakan ekstrim, sehingga menyebabkan OLS tahap kedua bekerja melepaskan beban sebesar 249,7 MW.
Kata Kunci: Beban Lebih, Inter Bus Transformer, Over Load Shedding.
Abstract
Inter Bus Transformer (IBT) as a key element in the distribution system and electrical power distribution. The distribution of power may be hampered due to a disturbance resulting in damage and reduced lifetime on the equipment. Disturbance that often occurs on the IBT is over load disturbance, this condition can be overcome with the implementation strategy of automatically load shedding (Over Load Shedding). Application of OLS strategy aims to avoid widespread outages in the subsystem.
This study uses a case study of Krian-Gresik subsystem which is one of the electrical system of the Area Jawa Timur. The research objective is to analyze the effect of load on the 1st and 2nd IBT Krian on the performance of OLS to perform load shedding process.
The results showed that over load interference analysis on the 1st and 2nd IBT Krian based on contingency screening by testing five contingency, one of it have IBT experiencing loading >80%, so as to give effect to the performance of OLS and bus voltage experiencing undervoltage at 150 kV system is 142.5 kV (-5% of nominal voltage) and a system of 70 kV is 63 kV (-10% of nominal voltage). Discovered the highest load disruption level on 20th contingency with disturbance of PLTU Gresik, PLTU Block 3 and 2nd IBT Krian resulting 1st IBT Krian experiencing excess loading as 524,7 MW (124%) with a rated current as 2.793 A. This condition is declared extreme, causing the second stage OLS working off a load as 249,7 MW.
Keywords: Overload, Inter Bus Transformator, Over Load Shedding.
PENDAHULUAN
Inter Bus Transformer (IBT) merupakan peralatan gardu induk yang vital sebagai unsur utama dalam sistem penyaluran dan distribusi tenaga listrik. Dalam operasi penyaluran tenaga listrik, IBT berfungsi untuk
menyalurkan tenaga atau daya dari sisi pembangkit ke pusat beban. Penyaluran energi listrik ke konsumen dapat terhambat akibat adanya gangguan yang mengakibatkan kerusakan dan berkurangnya lifetime pada peralatan sehingga peralatan tidak memenuhi kriteria single contingensi (N-1).
Gangguan yang sering terjadi pada pengoperasian sistem tenaga listrik dalam menyalurkan daya yaitu gangguan arus lebih yang disebabkan oleh kelebihan beban (overload) pada IBT maupun saluran. Untuk menghindari terjadi gangguan overload, maka perlu dilakukan proses pelepasan beban secara otomatis yaitu Over Load Shedding (OLS). Penerapan strategi dimaksudkan untuk mendeteksi adanya arus lebih mengalir pada IBT maupun saluran transmisi bertujuan untuk melindungi sistem dari gangguan arus lebih.
Pertumbuhan beban rata-rata sistem Jawa Bali pada tahun 2011 hingga 2014 mencapai 7,4% dan pertumbuhan instalasi mencapai 5,4%. Tingginya pertumbuhan beban yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan instalasi menyebabkan pembebanan instalasi tersebut semakin meningkat, sehingga terdapat peralatan instalasi berupa IBT maupun penyaluran dengan kondisi yang sudah tidak memenuhi kriteria N-1 serta pembebanannya mencapai lebih 60% (Fariz H,2016).
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan, peneliti bertujuan mengkaji tentang analisis pengaruh gangguan beban lebih pada IBT terhadap kinerja OLS di subsistem Krian - Gresik menggunakan software ETAP 12.6.
KAJIAN PUSTAKA Transformator
Transformator atau trafo merupakan suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi menyalurkan tenaga atau daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah maupun sebaliknya. Dalam bentuknya yang paling sederhana, transformator terdiri atas dua kumparan dan satu induktansi mutual. Dua kumparan tersebut terdiri dari kumparan primer dan kumparan sekunder yang dibelit oleh inti besi.
Gambar 1. Konstruksi transformator
Prinsip kerja transformator menggunakan prinsip elektromagnetik yaitu hukum ampere dan induksi faraday, dimana perubahan arus atau medan listrik dapat membangkitkan medan magnet dan perubahan medan magnet atau fluks medan magnet dapat membangkitkan tegangan induksi. Dalam menghitung arus nominal pada transformator daya dapat ditentukan dengan persamaan, sebagai berikut :
(1) Daya transformator dapat dirumuskan dengan persamaan berikut :
S = x V x I (2)
Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan persamaan berikut :
(3)
Rating dan Klasifikasi Transformator Daya
Rating transformator daya dibuat berdasar pada kemampuan transformator menyalurkan daya pada tingkat tegangan tertentu, dan frekuensi di bawah kondisi operasi biasanya tanpa melebihi temperatur internal yang telah dibatasi. Umur transformator daya secara normal diharapkan berkisar 30 tahun ketika beroperasi dengan rating yang telah ditentukan. Namun dalam beberapa kondisi tertentu, kemungkinan terjadi overload dan operasi melebihi rating yang ada sehingga menyebabkan memperpendek umur transformator.
Gambar 2. Transformator Daya
Transformator terdapat tiga jenis, yaitu transformator step up dengan tegangan 23,5 kV/500 kV kV dan 11,5 kV/150 kV, transformator sedang atau Inter Bus Transformator dengan tegangan 500/150 kV dan 150/70 kV, transformator step down dengan tegangan 150/20 kV dan 70/20kV.
Gangguan Beban Lebih Pada Transformator
Gangguan beban lebih bukan merupakan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus-menerus berlangsung dapat merusak peralatan. Gangguan beban lebih sering terjadi terutama pada generator, transformator daya, dan saluran transmisi. Pada transformator daya bagian sekunder yang menyalurkan energi listrik pada konsumen akan memutuskan aliran beban melalui relai beban lebih jika konsumsi tenaga listrik oleh konsumen melebihi kemampuan transformator tersebut. (Tobing, 2003) Hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi kondisi
25 gangguan beban lebih yaitu mengoptimalkan kapasitas pembangkit, pelepasan beban (load shedding), dan pemisahan sistem (islanding).
Dampak Gangguan Beban Lebih
Gangguan beban lebih dapat mempengaruhi antara daya yang dibangkitkan dan permintaan beban sehingga dapat menyebabkan beberapa hal yang dapat mengganggu kestabilan sistem, yaitu penurunan tegangan sistem (undervoltage) merupakan fenomena jatuhnya tegangan yang berkelanjutan akibat adanya gangguan beban lebih (overload), sehingga mengakibatkan sistem kelistrikan mengalami pemadaman total (blackout). Berdasarkan aturan jaringan sistem Jawa Bali tahun 2007, tegangan operasi sistem harus dipertahankan dan diusahakan agar nilai tegangan masih dalam batasan operasi sistem.
Tabel 1. Batasan operasi tegangan sistem (Sumber : Permen ESDM No. 03 tahun 2007)
No Tegangan Nominal Maksimal Minimal kV % kV % 1 500 kV 525 + 5% 475 - 5% 2 150 kV 157.5 + 5% 135 -10% 3 70 kV 73.5 + 5% 63 -10% 4 20 kV 21 + 5% 18 -10%
Diperlukannya batasan operasi tegangan sistem berkaitan dengan pengaruh ketidakstabilan sistem dan kualitas tegangan yang dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan.
Over Load Shedding (OLS)
Over Load Shedding (OLS) merupakan defene scheme atau pertahanan sistem yang direncanakan khusus untuk mengatasi kondisi sistem kritis dalam mempertahankan integritas sistem dengan menggunakan relai pengaman arus lebih (OCR). Pada prinsipnya OLS bekerja atas dasar arus diatur pada suatu harga arus dibawah arus nominalnya (In) dan kemudian akan
memberikan perintah terhadap PMT untuk melaksanakan pelepasan beban (Ivan S, 2013).
Gambar 3. Skema pelepasan beban
Pada skema pelepasan beban menjelaskan apabila terjadi gangguan hingga menyebabkan trip maka OLS akan bekerja dan memberikan sinyal melalui teleproteksi (TP). Kemudian akan membuat OCR tahap pertama bekerja dan memutus beban terpilih, namun bila kondisi tersebut tidak mengurangi gangguan beban lebih maka OCR tahap kedua akan bekerja.
Penerapan Pola Over Load Shedding (OLS)
Penerapan pola pelepasan beban lebih ini dimaksudkan sebagai mengantisipasi untuk mengindari pemadaman yang meluas akibat terjadinya pembebanan lebih pada IBT atau saluran transmisi. Penerapan skema pelepasan beban dengan menggunakan OLS pada IBT merupakan pengaman agar tidak terjadi overload pada IBT yang beroperasi yaitu dengan melepaskan sebagian beban atau memadamkan sebagian beban konsumen sehingga pasokan daya yang melalui IBT dapat diturunkan hingga beban mencapai batas kemampuan IBT.
Gambar 4. Penerapan OLS pada IBT
(a) Kondisi normal (b) Kondisi setelah gangguan tanpa OLS (c) Kondisi setelah gangguan dengan OLS
Penerapan OLS pada IBT (a) mengilustrasikan penerapan OLS pada IBT yang bekerja secara paralel. Kedua IBT tersebut melayani beban sebesar 500 MW dan diasumsikan bahwa kapasitas maksimum IBT adalah 400 MW (b) terlihat bahwa IBT 1 mengalami trip maka akan terjadi overload pada IBT 2, jika IBT 2 tidak dilengkapi dengan OLS maka IBT maka dalam waktu beberapa saat IBT 2 akan ikut trip (c) Namun jika IBT 2 dilengkapi dengan OLS maka IBT masih dapat beroperasi normal ketika bebannya telah dikurangi dengan melepaskan beban sesuai dengan kemampuan maksimummnya.
Normal Kontingensi ke-17 Kontingensi ke-18 Kontingensi ke-19 Kontingensi ke-20 Kontingensi ke-21 MW 166.8 244.5 448.3 321 524.7 427.8 MVA 185.4 272.1 591 385.4 725.9 547.3 Arus 214.1 314.2 682.4 445.1 838.2 632 0 100 200 300 400 500 600 700 800
900 PEMBEBANAN IBT 1 KRIAN
METODE
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengamatan pada objek dalam mengumpulkan data parameter untuk menganalisis bagaimana pengaruh gangguan beban lebih pada IBT terhadap kinerja OLS dengan simulasi sistem menggunakan software ETAP 12.6. Sistem yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu subsistem Krian - Gresik yang memiliki IBT dengan pembebanan melebihi batas rating nominalnya.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. PLN (Persero) APB Jawa Timur yang berlokasi di Jl. Suningrat No. 45 Taman Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu penelitian pada tanggal 08 Februari hingga Juni 2016.
Teknik Analisis Data
Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan dalam rangka merumuskan kesimpulan, seperti dijelaskan pada diagram alir sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Penelitian tugas akhir ini, gangguan beban lebih yang akan disimulasikan terjadi pada IBT 1,2 Krian yang diiringi dengan lepasnya pembangkit di tegangan sistem 150 kV. Untuk melakukan pengujian serta menganalisis simulasi yang dilakukan berdasarkan hasil contingency screening diantaranya terdapat 5 kombinasi kontingensi yang terdiri dari kombinasi kontingensi 17 hingga ke-21. Hasil pengujian gangguan beban lebih terhadap IBT 1,2 Krian disubsistem Krian-Gresik yang telah dilakukan dengan menggunakan software ETAP 12.6 memperoleh hasil berupa pengaruh gangguan beban lebih, tingkat gangguan beban lebih, serta kinerja OLS pada IBT 1,2 Krian dalam melakukan tahapan pelepasan beban sesuai skema OLS.
Dari hasil tersebut dapat diketahui kondisi IBT 1 Krian mengalami pembebanan lebih yang akan memberikan pengaruh terhadap kinerja OLS pada IBT 1 Krian. Sehingga dari hasil tersebut dapat diketahui kondisi IBT 1 seperti ditunjukkan pada grafik berikut.
Kontingensi
Ke - Kondisi Subsistem
IBT 1 Krian IBT 2 Krian
Ket MW MVA A MW MVA A Kontingensi ke-17 Normal 166,8 185,4 713,6 166,8 185,4 713,6 Normal Gangguan IBT 2 Krian 242,5 272,1 1,047 0 0 0
Kontingensi ke-18 Normal 166,8 185,4 713,6 166,8 185,4 713,6 OLS Tahap 1 Gangguan PLTU Gresik 314,8 399,3 1,536 314,8 399,3 1,536 IBT 2 Krian 448,3 591 2,274 0 0 0 Kontingensi ke-19 Normal 166,8 185,4 713,6 166,8 185,4 713,6 Normal Gangguan PLTGU Block 3 222,8 262,6 1010 222,8 262,6 1010 IBT 2 Krian 321 385,4 1,483 0 0 0 Kontingensi ke-20 Normal 166,8 185,4 713,6 166,8 185,4 713,6 OLS Tahap 2 Gangguan PLTU Gresik 314,8 399,3 1,536 314,8 399,3 1,536 PLTGU Block 3 370,3 486 1,870 370,3 486 1,870 IBT 2 Krian 524,7 725,9 2,793 0 0 0 Kontingensi ke-21 Normal 166,8 185,4 713,4 166,8 185,4 713,6 OLS Tahap 1 Gangguan PLTGU Block 1 299,3 370,6 1,425 299,3 370,6 1,425 IBT 2 Krian 427,8 547,3 2,106 0 0 0 Tidak Ya Sistem Aman Selesai Mulai
Pengumpulan data dan studi literatur
Pemodelan Single Line Diagram sistem menggunakan software ETAP 12.6
Menginput data parameter
Pemodelan basecase berdasarkan data realisasi operasi
Analisis Kontingensi
Menentukan target pelepasan beban
IBT mengalami overload ?
Simulasi Aliran daya Over Load Shedding Melakukan
Tabel 2. Hasil pengujian gangguan beban lebih terhadap IBT 1,2 Krian
Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian
27
Normal Kontingensike-17 Kontingensike-18 Kontingensike-19 Kontingensike-20 Kontingensike-21
Beban IBT 2 40% 57% 105% 75% 124% 100% 0% 15% 30% 45% 60% 75% 90% 105% 120% 135% 150% B E B A N I B T 1 K R IA N ( % )
PRESENTASE PEMBEBANAN IBT 1 KRIAN
Normal Gangguan PLTU Gresik
Gangguan
IBT 2 krian OLS Tahap 1 IBT 2 166.8 314.8 448.3 376.8 166.8 314.8 448.3 376.8 0 75 150 225 300 375 450 BE BA N I BT (M W )
Pengujian kontingensi menjelaskan tingkat beban yang ditanggung oleh IBT 1 Krian serta arus yang mengalir saat kondisi kontingensi. Sehingga didapatkan presentase tingkat pembebanan pada IBT 1 Krian.
Gambar 7. Grafik presentase tingkat pembebanan pada IBT 1 Krian
Selain mempengaruhi kinerja OLS pada IBT 1,2 Krian, gangguan beban lebih memberikan pengaruh terhadap perubahan tegangan bus pada subsistem. Terdapat beberapa bus mengalami undervoltage, pada sistem 150 kV mengalami kondisi marginal sebesar 142,5 kV (-5% nominal) dan bus 70 kV mengalami kondisi kritikal sebesar 63 kV (-10% nominal).
Skenario 1 (Kontingensi Ke-17)
Subsistem mengalami gangguan pada IBT 2 Krian, kondisi dimana salah satu pemasok utama pada subsistem yaitu IBT 2 Krian terlepas dari sistem. Dalam hal ini, IBT 1 Krian akan menanggung beban IBT 2 Krian sebesar 242,5 MW (57%). Arus yang mengalir pada IBT 1 Krian disisi primer sebesar sebesar 314,19 A dan sekunder sebesar 1.047,31 A. Pada kondisi ini arus yang mengalir disisi sekunder belum menyentuh batasan relai OLS sehingga kondisi masih normal.
Skenario 2 (Kontingensi Ke-18)
Subsistem mengalami gangguan pada PLTU Gresik dan IBT 2 Krian, gangguan ini menyebabkan subsistem kekurangan pasokan daya tanpa adanya peningkatan daya mampu dari pembangkit. Dalam hal ini, IBT 1 Krian akan menanggung beban IBT 2 Krian sebesar 448,3 MW (105%). Arus yang mengalir pada IBT 1 Krian disisi primer sebesar sebesar 682,42 A dan sekunder sebesar 2.274,76 A. Pada kondisi ini arus yang mengalir di sisi sekunder telah menyentuh batasan relai OLS sehingga OLS bekerja melepas beban.
Pelepasan beban pada skenario kedua dilakukan dalam satu tahap, pada tahap pertama beban OLS memutuskan PMT 150 kV penghantar Driyorejo dan PMT 150 kV penghantar Babadan. Jumlah titik beban yang dilepas pada tahap pertama sebanyak 7 titik, dengan total daya yang dilepas sebesar 142,3 MW.
Gambar 8. Grafik pembebanan IBT 2 Krian pada skenario kedua
Skenario 3 (Kontingensi Ke-19)
Subsistem mengalami gangguan pada PLTGU Block 3 dan IBT 2 Krian, gangguan ini menyebabkan subsistem kekurangan pasokan daya tanpa adanya peningkatan daya mampu dari pembangkit. Dalam hal ini, IBT 1 akan menanggung beban IBT 2 sebesar 321 MW (75%). Arus yang mengalir pada IBT 1 Krian disisi primer sebesar sebesar 445,01 A dan sekunder sebesar 1.483,44 A. Pada kondisi ini arus yang mengalir disisi sekunder belum menyentuh batasan relai OLS sehingga kondisi masih normal.
Skenario 4 (Kontingensi Ke-20)
Subsistem mengalami gangguan pada PLTU Gresik dan PLTGU block 3, kondisi dimana dua pembangkit pada subsistem mengalami gangguan yang disertai dengan gangguan pada IBT 2 Krian. Gangguan ini menyebabkan subsistem kekurangan pasokan daya tanpa adanya peningkatan daya mampu dari pembangkit. Dalam hal ini, IBT 1 Krian akan menanggung beban IBT 2 Krian sebesar 524,7 MW (124%). Arus yang mengalir pada IBT 1 Krian disisi primer sebesar sebesar 838,2 A dan sekunder sebesar 2.793 A. Pada kondisi ini arus yang mengalir di sisi sekunder telah menyentuh batasan relai OLS sehingga OLS bekerja melepas beban.
Pelepasan beban pada skenario keempat dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama OLS memutuskan PMT 150 kV penghantar Driyorejo, PMT 150 kV penghantar Babadan, dan PMT 20 kV trafo 2,3 di GI Tandes. Jumlah titik beban yang dilepas pada tahap pertama sebanyak 7 titik, dengan total beban yang dilepas sebesar 136,9 MW namun kondisi IBT 2 Krian masih mengalami overload. Pada tahap kedua OLS memutuskan PMT 150 kV trafo 2 di GI Surabaya Barat, PMT 150 kV penghantar Cerme, dan PMT 150 kV penghantar Kasih Jatim. Jumlah titik beban yang dilepas pada tahap kedua sebanyak 5 titik, dengan total beban yang dilepas sebesar 112,8 MW. Setelah dilakukan OLS tahap kedua IBT 1 Krian telah melepaskan beban sebesar 249,7 MW.
Gambar 8. Grafik pembebanan IBT 1 Krian pada skenario keempat
Skenario 5 (Kontingensi Ke-21)
Subsistem mengalami gangguan pada PLTGU Block 1 dan IBT 2 Krian, gangguan ini menyebabkan subsistem kekurangan pasokan daya tanpa adanya peningkatan daya mampu pembangkit. Dalam hal ini, IBT 1 akan menanggung beban IBT 2 sebesar 427,8 MW (101%). Arus yang mengalir pada IBT 1 Krian disisi primer sebesar sebesar 631,9 A dan sekunder sebesar 2.106 A. Pada kondisi ini arus yang mengalir di sisi sekunder telah menyentuh batasan relai OLS sehingga OLS bekerja melepas beban.
Pelepasan beban pada skenario kelima dilakukan dalam satu tahap, pada tahap pertama beban OLS memutuskan PMT 150 kV penghantar Driyorejo dan PMT 150 kV penghantar Babadan. Jumlah titik beban yang dilepas pada tahap pertama yaitu 6 titik, dengan total beban yang dilepas sebesar 123,6 MW.
Gambar 9. Grafik pembebanan IBT 1 Krian pada skenario kelima
PENUTUP Simpulan
Dari hasil penelitian analisis pengaruh gangguan pada IBT terhadap kinerja OLS di subsistem Krian-Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut :
Gangguan beban lebih yang terjadi pada IBT 1,2 Krian dengan menguji kontingensi ke-17 hingga ke-21 mengakibatkan salah satu dari kedua IBT tersebut mengalami pembebanan >80% sehingga memberikan pengaruh terhadap kinerja OLS serta tegangan bus
mengalami penurunan tegangan, pada sistem 150 kV mengalami kondisi marginal sebesar 142,5 (-5% dari tegangan nominal) dan bus 70 kV mengalami kondisi kritikal sebesar 63 kV (-10% dari tegangan nominal).
Dari hasil pengujian kontingensi ke-17 hingga ke-21 dapat diketahui bahwa tingkat gangguan beban lebih tertinggi terjadi pada kontingensi ke-20 dengan gangguan PLTU Gresik, PLTGU Block 3 serta lepasnya IBT 1 dari sistem mengakibatkan IBT 2 Krian mengalami pembebanan lebih sebesar 524,7 MW (124%) kondisi ini dinyatakan ekstrim. Sedangkan untuk tingkat gangguan beban lebih terendah terjadi pada kontingensi ke-17 dengan gangguan lepasnya IBT 1 Krian dari sistem mengakibatkan IBT 2 Krian mengalami pembebanan lebih sebesar 242,5 MW (57%) kondisi ini masih dinyatakan normal.
Gangguan beban lebih pada IBT 1,2 Krian memberikan pengaruh terhadap kinerja OLS yang terjadi pada kontingensi ke-20, dimana nilai arus IBT 1 Krian dengan sebesar 2.793 A telah menyentuh batas relai OLS sehingga OLS tahap pertama dan kedua bekerja melepas beban sebesar 125,6 MW. Berbeda dengan kontingensi ke-21 nilai arus pada IBT 1 Krian sebesar 2.274 A telah menyentuh batas relai OLS sehingga OLS tahap pertama bekerja dengan membuang beban sebesar 71,5 MW. Hasil tersebut menunjukkan kinerja OLS bekerja berdasarkan IBT yang telah menyentuh nilai arus lebih dari 2.000 A.
Saran
Saran yang dapat diberikan berdarsakan kesimpulan, sebagai berikut :
Untuk para peneliti diharapkan melakukan studi secara berkala dalam menganalis dan mengevaluasi pengaruh gangguan beban lebih (overload) pada subsistem Krian-Gresik dengan memperhatikan pertumbuhan instalasi listrik serta beban dengan tujuan dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan terulangnya gangguan serupa.
Analisis pengaruh gangguan beban lebih pada subsistem Krian-Gresik perlu dilakukan menganalisis kinerja OLS pada saluran untuk mengetahui kondisi OLS keseluruhan pada subsistem Krian-Gresik.
Membuat Rencana Operasi dalam merencanakan dan melaksanakan pemeliharaan peralatan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga dapat mencegah terjadinya forced outage yang menyebabkan instalasi listrik mengalami beban lebih.
Normal PLT U GresikGangguan Gangguan
PLT GU Block 3
Gangguan
IBT 2 Krian OLS Tahap 1 OLS Tahap 2 IBT 1 166.8 314.8 370.3 524.7 444.3 399.1 166.8 314.8 370.3 524.7 444.3 399.1 0 75 150 225 300 375 450 525 600 B EB A N I B T (M W )
Normal PLTGU Block 1Gangguan Gangguan IBT2 Krian OLS Tahap 1 IBT 1 166.8 299.3 427.8 365.6 166.8 299.3 427.8 365.6 0 75 150 225 300 375 450 MW
29
DAFTAR PUSTAKA
Ahdiyat, Fariz. H. 2016. Studi Pelepasan Beban Akibat Gangguan Beban Lebih Pada Jaringan PT. PLN (Persero) APB Jakarta Dan Banten, Subsistem Kembangan. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta : Universitas Indonesia.
Tobing, B.L. 2003. Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Seyedi. H. 2009. Design Of New Load Shedding Special
Protection Schemes For A Double Area Power System. American Journal Of Applied Sciences Vol. 6, No.2.