• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasien-pasien dengan penyakit hematologi atau onkologi yang mengalami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasien-pasien dengan penyakit hematologi atau onkologi yang mengalami"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transfusi trombosit memiliki peran penting dalam regimen terapi pada pasien-pasien dengan penyakit hematologi atau onkologi yang mengalami trombositopenia berat. Trombositopenia dapat disebabkan oleh defek kualitatif berupa gangguan pada fungsi trombosit atau defek kuantitatif yaitu gangguan pada jumlah trombosit. Pada pasien-pasien hematologi atau onkologi trombositopenia dapat disebabkan oleh karena penyakitnya itu sendiri atau karena terapi sitostatika (Kiefel, 2008). Peran penting transfusi trombosit dalam hal ini adalah untuk mencegah atau menghentikan perdarahan akibat trombositopenianya atau karena adanya gangguan fungsi trombosit yang berat (Kiefel, 2008; Singh, 2008).

Permintaan produk darah pada praktek klinis sehari-hari semakin meningkat (Nency & Sumanti, 2011). Penggunaan kemoterapi agresif yang lebih luas pada pasien-pasien keganasan, telah menyebabkan peningkatan yang signifikan akan penggunaan trombosit. Di M. D. Andersen Cancer Center, transfusi trombosit meningkat sekitar 40% per tahun selama sepuluh tahun terakhir (Huh, 1995). Di Bangsal Anak Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, terdapat peningkatan rerata utilisasi darah 5678 unit darah per tahun dan yang paling banyak digunakan adalah thrombocyte concentrate (TC) 3228 unit (56,81%) (Nency & Sumanti, 2011). Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat peningkatan pengeluaran TC dari 29,52% pada tahun 2011

(2)

menjadi 33,87% pada tahun 2012. Bangsal anak-anak merupakan pengguna TC terbanyak, dan terdapat peningkatan pemakaian dari 51,20% (4969/9709) pada tahun 2011 menjadi 54,64% (5800/10615) di tahun 2012 (UPTD RSUP Dr. Sardjito, 2011 & 2012).

Pemberian transfusi trombosit walaupun secara umum efektif bukan berarti tanpa mengandung risiko (Kelley et al., 2000). Kontaminasi bakteri dan sepsis masih merupakan masalah (Morrow et al., 1991). Transfusi trombosit sering disertai reaksi efek samping, biasanya berupa febrile non haemolytic transfusion reaction (FNHTR) (Huh & Lichtiger, 1995). Febrile non haemolytic transfusion reaction didefinisikan sebagai peningkatan suhu badan ≥ 1oC atau 2oF dengan atau tanpa disertai menggigil, perasaan dingin, atau ketidaknyamanan selama atau dalam beberapa jam transfusi (AABB, 2002).

Kejadian FNHTR bervariasi tergantung dari komponen yang ditransfusikan (Heddle, 1999). Reaksi ini tersering didapatkan pada transfusi TC dengan angka kejadian 20% – 30%, sedangkan pada transfusi eritrosit nonleukodepleted berkisar 0,5 % - 6% (Dzik & Szczepiorkowski, 2007). Laporan lainnya seperti yang dikemukakan oleh Goodnough et al dan Williamson et al. disebutkan bahwa kejadian FNHTR terhadap transfusi trombosit sangat bervariasi dari 1,7% - 37,3%. Sangat lebarnya rentang ini dimungkinkan karena perbedaan dalam kriteria diagnostik, metode preparasi TC, pelaksanaan transfusi, dan populasi pasien yang diteliti (Kelley at al., 2000).

Frekuensi reaksi terhadap trombosit juga bervariasi tergantung dari jenis produknya apakah TC yang diperoleh dari platelet-rich plasma (PRP), buffy coat

(3)

(BC), afaresis trombosit, leukodepleted sebelum penyimpanan, atau leukodepleted setelah penyimpanan (Heddle, 1999). Paesano et al. (2010) mengemukakan kejadian FNHTR pada pasien anak: 12,3% yang diberikan TC-PRP ; 6,9% pada trombosit yang telah dibuang plasmanya, dan 6,9% pada trombosit yang telah difiltrasi sel-sel leukositnya tetapi tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Heddle et al. (1994), mendapatkan dari 64 pasang komponen produk trombosit (plasma supernatan dan sel) terjadi 20 reaksi pada pemberian plasma supernatan saja, 6 reaksi pada sel saja (chi-square = 6,50 ; p = 0,009) dan 8 reaksi terhadap kedua komponen plasma dan sel.

Kejadian FNHTR berhubungan dengan masa simpan produk trombosit (Sarkodee-Adoo et al., 1998). Timbulnya FNHTR terhadap trombosit terkait lamanya penyimpanan dapat mencapai 2 kali lipatnya pada produk trombosit yang telah disimpan 3 – 5 hari dibandingkan dengan yang 1-2 hari masa penyimpanan (Heddle et al., 1994).

Kebanyakan FNHTR terhadap trombosit disebabkan oleh sitokin-sitokin yang terakumulasi dalam produk darah selama penyimpanan (Heddle, 1999). Sitokin adalah suatu zat kimiawi yang terlibat dalam aktifasi seluler, proliferasi, diferensiasi , khemotaksis, dan fagositosis. Sitokin dapat dihasilkan leukosit resipien in vivo, pasca transfusi dari leukosit donor in vivo, atau dari leukosit donor in vitro selama penyimpanan komponen (Snyder, 1995).

Sitokin penyebab FNHTR terutama berasal dari sel-sel leukosit yang terdapat dalam produk darah (Muyyle et al., 1993 & Heddle et al., 1994). Reduksi sel-sel leukosit telah muncul sebagai teknologi transfusi yang penting sehubungan

(4)

dengan berbagai reaksi karena paparan terhadap leukosit donor (Ferrer et al., 2000). Paglino et al. (2004), mengemukakan terjadinya penurunan 93,1% relative rate (RR) FNHTR dari 2,18% pada transfusi trombosit selective leukoreduction (SLR) menjadi 0,15% setelah diberlakukannya universal prestorage leukoreduction (UPL) dengan nilai p < 0,0001.

Hasil sebaliknya ditunjukkan oleh penelitian Kluter et al. (1999) yang mendapatkan filtrasi leukosit sebelum penyimpanan tidak menurunkan kejadian reaksi transfusi akut dan tidak berhubungan dengan sitokin. Kejadian FNHTR pada penelitian tersebut didapatkan 25% pada filtrasi bedside dan 26% pada filtrasi sebelum penyimpanan yang tidak bermakna secara statistik dengan p = 1,0. Reaksi FNHTR umumnya dapat menghilang dengan sendirinya dan tidak meninggalkan gejala sisa, tetapi hal tersebut dapat menimbulkan kesulitan kepada pasien dan petugas kesehatan. Gejala-gejala klinik yang muncul dapat menimbulkan ketidaknyamanan terhadap pasien, sehingga memerlukan penggunaan obat-obatan premedikasi, meningkatkan beban tenaga perawat dan petugas laboratorium (Heddle, 1995). Perlu diupayakan untuk menurunkan kejadian FNHTR akibat transfusi trombosit tidak hanya dari sisi pelayanan kesehatan tetapi juga dari sisi ekonomi. Pembuangan komponen yang masih viabel dan kebutuhan transfusi komponen tambahan akibat penghentian karena FNHTR akan meningkatkan pengeluaran pembiayaan dan pencarian donor (Kelley et al., 2000).

(5)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Terdapat kecenderungan peningkatan pemakaian transfusi TC baik untuk terapi ataupun profilaksis perdarahan pada pasien-pasien hematologi dan keganasan. Meningkatnya penggunaan transfusi TC dapat diikuti pula oleh peningkatan risiko reaksi transfusi.

2. Febrile non hemolytic transfusion reaction (FNHTR) merupakan reaksi transfusi akut yang paling banyak terjadi pada pemberian transfusi TC, walaupun tidak mengancam jiwa tetapi reaksi ini akan membuat pasien tidak nyaman dan mungkin menolak untuk diberikan transfusi berikutnya serta berdampak pula terhadap kerugian dari sisi ekononomi.

3. Kejadian FNHTR berhubungan dengan akumulasi sitokin dalam produk TC dan masa simpan trombosit. Akumulasi sitokin diduga berasal dari leukosit yang terdapat dalam produk darah. Leukodeplesi sebelum penyimpanan merupakan salah satu upaya untuk mencegah akumulasi sitokin dan reaksi transfusi yang ditimbulkannya tetapi di Indonesia khususnya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama ini masih menggunakan produk yang nonleukodepleted.

4. Terdapat hasil yang kontroversial kejadian FNHTR pada TC leukodepleted. 5. Penelitian kejadian FNHTR antara TC non- leukodepleted vs TC

leukodepleted pada pasien anak-anak masih jarang dilakukan dan khususnya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan padahal terdapat

(6)

kecenderungan peningkatan pemakaian yang mungkin dapat diikuti pula oleh meningkatnya risiko reaksi transfusi.

C. Pertanyaan Penelitian

Berapa risiko relatif kejadian FNHTR pada pemberian transfusi TC non- leukodepleted dibanding TC pre storage leukodepleted?

D. Tujuan Penelitian

Mengetahui risiko relatif kejadian FNHTR pada pemberian transfusi TC non-leukodepleted dibanding TC pre storage leukodepleted.

E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Peneliti dan hasil penelitian

Peneliti Subyek Penelitian

Desain

Penelitian Hasil Penelitian Heddle et al.,

1994

Pasien usia > 17 tahun

Crossover 64 pasang produk komponen

trombosit (plasma supernatan & sel): FNHTR 20 pada plasma supernatan, 6 pada sel (chi square= 6,50 ; p = 0,09) & 8 reaksi terhadap kedua komponen. Komponen plasma menyebabkan reaksi lebih berat dibandingkan sel (chi square = 9,6 ; p < 0,01). Korelasi r = 0,94 & r = 0,95 untuk kadar IL-1 dan IL-6 dalam produk TC dengan lamanya penyimpanan (p < 0,01) dan korelasi antara jumlah leukosit dengan IL-1 dan IL-6 (r = 0,73 dan r = 0,71) Kelley et al.,

2000

Tidak dijelaskan

Retrospektif Terjadi penurunan 75% FNHTR dari 4,6% menjadi 1,1% pada pooled

random donor platelet (PP) setelah

masa penyimpanan dibatasi ≤ 3 hari (p = 0,0086). Angka kejadian FNHTR pada PP 6 kali lipat dibandingkan pada single donor

apharesis platelet (SDP) (4,6% vs

0,75% dengan p = 0,0045) tetapi menjadi tidak berbeda secara signifikan (1,1% vs 0,36% ; p = 0,33) setelah pembatasan masa simpan ≤ 3 hari

(7)

Tabel 1. Lanjutan Couban et al., 2002

3 bulan – 17 tahun

Prospektif Frekuensi FNHTR lebih rendah pada TC-leukodepleted 5% (3/66) dan TC- plasmadepleted 7% (9/75) dibandingkan dengan TC-standar 12% ( 9/75) tetapi tidak signifikan secara statistik (p < 0,42)

Paesano et al., 2010

Usia 1- 14 tahun

Retrospektif Insiden FNHTR 12,3% pada kelompok yang ditransfusi TC-PRP standar dari donor tunggal, 6,9% pada kelompok TC-plasmadepleted dan 6,9% pada TC-leukodepleted sebelum penyimpanan dengan hasil tidak signifikan (p >0,05). Produk TC maksimum disimpan 2 hari.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi pasien (keluarga)

Meminimalkan risiko terjadinya FNHTR khususnya pada transfusi TC sehingga meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan untuk tindakan transfusi berikutnya terutama pada pasien-pasien yang membutuhkan transfusi berulang. Meminimalkan kontak dengan produk darah donor dan meminimalkan biaya pengeluaran akibat pencarian donor tambahan.

2. Bagi Unit Transfusi Darah (UTD)

Mengetahui hal-hal yang berpengaruh terhadap kejadian FNHTR sehingga ada upaya meminimalkan risiko dengan meningkatkan kualitas penyediaan produk darah yang aman.

3. Bagi peneliti

Memberikan bukti ilmiah tentang peranan leukodepleted dalam mencegah kejadian FNHTR sehingga dapat mendorong untuk membuat protokol penggunaan filter di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Maka, dalam melaksanakan hubungan atau interaksi dengan negara-negara lain, dalam tujuannya untuk dapat memenuhi berbagai kepentingan nasionalnya, suatu negara

siswa mampu memahami kombinasi gerakan dasar passing bawah d an passing atas an passing atas untuk memperoleh poin pada permainan bola voly mini dengan baik.. untuk memperoleh poin

 Pemerintah Pusat dan Daerah perlu membangun benteng untuk melindungi daya saing produk barang dan jasa serta tenaga kerja Indonesia.  Perlu kebijakan untuk

Selain variabel-variabel tersebut, untuk membentuk suatu model dinamis guna lahan permukiman dalam memproyeksikan besarnya kebutuhan permukiman pada masa mendatang,

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan

Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan (p = 0,935) dan pengetahuan tentang zat pewarna berbahaya (p = 0,283)

Hubungan Mekanika Tubuh Perawat Dengan Resiko Terjadinya Low Back Pain (LBP) pada Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan Tahun 2014.. xv + 54 hal + 6 tabel + 1 skema

Seorang wanita usia 26 tahun G3P2A0 hamil usia 39 minggu datang dengan keluhan keluar cairan dari kemaluan 4 jam SMRS?. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70, Nadi 86x/menit, RR