Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019
APLIKASI PENGUATAN KEPADA SISWA DI SEKOLAH
(Studi Pada SMA Negeri Kota Sungai Penuh)
Al Halik
1Prayitno
2Mudjiran
3Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya peran guru dalam memberikan penguatan terhadap perilaku positif yang ditampilkan siswa dan penguatan belum menjadi prioritas penting dalam proses pembelajaran. Kualitas pemahaman tentang penguatan merupakan faktor yang diduga mempengaruhi pemberian penguatan kepada siswa. Populasi penelitian adalah semua Guru Mata Pelajaran dan Guru BK atau Konselor, serta siswa SMAN Kota Sungai Penuh, dengan jumlah sampel 101 guru yang ditentukan dengan teknik purposive sampling dan 160 siswa yang dipilih dengan proportional random sampling. Data dikumpulkan menggunakan angket, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif dan untuk melihat tingkat keberartian atau signifikan perbedaan dari dua skor rata-rata, dianalisis dengan T-test, kemudian untuk membandingkan antara skor rata-rata Guru BK dan Guru MP dalam penelitian ini menggunakan teknik Man-Whitney U Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kualitas penguatan Guru MP/BK-K kepada siswa di sekolah berada pada kategori baik, dengan skor rata-rata Guru BK atau Konselor lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata Guru Mata Pelajaran. Kemudian, skor rata-rata pemahaman guru terkait dengan materi tujuan penguatan berada pada kategori baik dan bentuk penguatan berada pada kategori cukup, serta (2) pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh Guru MP/BK-K secara keseluruhan berada pada kategori cukup, secara khusus: (a) pendapat siswa berdasarkan jenis kelamin, jurusan dan kelas, (b) pendapat siswa tentang strategi guru memberikan penguatan, dan (c) dampak penguatan yang diberikan oleh guru masing-masing memperoleh skor rata-rata pada kategori cukup, dengan perbedaan yang tidak signifikan.
Kata Kunci: Penguatan, Guru Mata Pelajaran, Guru BK atau Konselor, Siswa
Abstract
This study was initiated by the less function of teachers in giving the reinforcement about positive behavior shown by students, and the reinforcement was still not be the main priority in the instructional process. The quality of understanding about reinforcement was suspected to be the factor affecting the giving of reinforcement to the students. The populations were all senior high school subject teachers and counseling teachers or counselors and all students in Sungai Penuh city which the amounts of the sample were 101 teachers that were collected by purposive sampling
1 IAIN Metro, Lampung, [email protected]
2 Universitas Negeri Padang, [email protected] 3 Universitas Negeri Padang, [email protected]
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 technique, and 160 students were chosen by proportional random sampling technique. The data were collected by using questionnaire, and then the analysis was done by using the descriptive statistic and to see the significance level difference of the two average scores, analyzed by T-test, then to compare between the average score of the teachers and counseling teachers or counselors in this study using the Man-Whitney U Test technique. The result of the research showed that: (1) the reinforcement quality of subject teachers and counseling teachers or counselors to the students in school was categorized into “good”, with average score of the counseling teachers or counselors was higher than the average score of subject teachers. Then, the average score of teachers’ understanding related to the material purpose of reinforcement were in “good” category and the form of reinforcement was in “enough” category, (2) the student’s opinions of the reinforcement given by the subject teachers and counseling teachers or counselors in general were categorized into “enough”, specifically, (a) the student’s opinions based on the sex type, majors and classes, (b) the students' opinions about the teachers’ strategies in providing the reinforcement, and (c) the effect of the reinforcement given by the teachers, each of them was getting an average score in the category enough with no significant difference.
Keywords: Reinforcement, Teachers, Counseling Teachers or Counselors, Students.
PENDAHULUAN
Belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia dan berlangsung seumur hidup (long life edu-cation). Manusia menjadi individu yang melakukan kegiatan belajar dalam mengem-bangkan Harkat Martabat Manusia (HMM) yang ada pada dirinya. Secara operasional dapat dikemukakan bahwa belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru. Konsep ini mengandung dua hal pokok, yaitu: (a) usaha untuk menguasai dan (b) sesuatu yang baru. Usaha untuk menguasai merupakan aktivitas belajar yang sesungguhnya dan se-suatu yang baru merupakan hasil yang dipe-roleh dari aktivitas belajar (Prayitno, 2009). Sesuatu yang baru akhirnya akan membawa perubahan pada individu. Perubahan sebagai hasil dari belajar, menyangkut perubahan dalam hal dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak mau menjadi mau, tidak biasa menjadi terbiasa, serta tidak bersyukur dan ikhlas menjadi bersyukur dan ikhlas.
Terjadinya perubahan sebagai hasil dari kegiatan belajar siswa harus lebih aktif dan kreatif agar tujuan dari belajar tercapai. Suatu aktivitas diperlukan untuk mendapatkan peru-bahan, karena aktivitas menjadi tanda adanya kegiatan belajar berlangsung. Misalnya proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan belajar, dapat dilakukan melalui tin-dakan penciptaan suasana menyenangkan dan menggunakan alat atau perangkat pembelajaran dalam kegiatan belajar. Peran guru dalam pembelajaran menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, dapat dilakukan dengan pemusatan perhatian pada bahan pelajaran dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan materi pelajaran dan mengikutsertakan secara aktif sesuai dengan kondisi siswa.
Berdasarkan hasil observasi peneliti pada saat Praktek Lapangan Bimbingan Konseling (PLBK) mulai bulan Juli s/d Desember tahun 2015, peneliti menemukan banyak siswa yang tidak aktif dalam proses pembelajaran, yaitu siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, berbicara
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 dengan teman sebangku sehingga mereka
tidak membaca materi yang diberikan guru, tidak bertanya saat proses pembelajaran, tidak memberikan pendapat serta tidak mendengarkan penjelasan guru saat menjelaskan materi pelajaran. Hal ini diperkuat hasil wawancara dengan beberapa guru mata pelajaran yang menyatakan bahwa pada saat proses pembelajaran berlangsung banyak siswa yang belum aktif pada saat diskusi di kelas, bahkan banyak siswa yang tidak peduli, tidak mau bertanya ketika mereka tidak paham dengan materi yang diberikan guru, tidak mau menjawab pertanyaan guru, hanya ada beberapa siswa yang memperhatikan dan mau bertanya.
Berdasarkan uraian tersebut, untuk mewujudkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004) faktor yang mendukung rendahnya keaktifan siswa di dalam kelas, di antaranya berasal dari faktor eksternal (sikap pendidik dan lingkungan) dan internal (dari siswa sendiri). Selanjutnya, Elliot, Kratochwill, Littlefield, & Travers (1996) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku belajar siswa dalam pembelajaran yaitu karakteristik siswa, karakteristik guru, performance guru dalam mengajar, serta kondisi lingkungan sekolah. Performance guru dalam mengajar meliputi keterampilan mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru salah satunya keterampilan memberikan penguatan. Sedangkan karakteris-tik siswa meliputi berbagai hal seperti inteligensi, motivasi, kelas sosial, tingkat aspirasi, persepsi, kepercayaan diri, dan sikap (Pohan, 2016).
Upaya yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif salah satunya dengan meng-aplikasikan penguatan dalam proses pem-belajaran kepada siswa yang menunjukkan perilaku positif atau perilaku yang dapat diterima. Pemberian penguatan akan mem-pengaruhi tingkat keaktifan dan partisipasi siswa, sehingga bisa dikatakan bahwa memberikan penguatan penting dalam
proses pembelajaran. Soemanto (Soemanto, 2006) menjelaskan bahwa “reward” atau “reinfor-cement” menjadi faktor terpenting dalam proses belajar.
Pemberian penguatan oleh guru dalam proses pembelajaran merupakan upaya mengembangkan pribadi siswa dalam men-capai tujuan pendidikan, khususnya berkenaan dengan tingkah laku yang dapat diterima. Lebih lanjut, Prayitno (2009) menjelaskan proses pembelajaran memungkinkan siswa menampilkan berbagai tingkah laku dengan corak dan sifat yang berbeda-beda. Masing-masing tingkah laku itu dapat dikategorikan sebagai tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima. Tingkah laku yang dapat diterima perlu dimantapkan, sehingga setiap kali ditampilkan kembali secara tepat. Pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan guru, salah satunya kegiatan yang dapat mengaktifkan siswa adalah memberikan penguatan yang merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembali perilaku tersebut. Gino (2000) menjelaskan bahwa “Penguatan (reinforcement) merupakan respon terhadap tingkah laku yang dapat meningkatnya atau kemungkinan berulang kembali tingkah laku tersebut”.
Pemberian penguatan dalam proses pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa melakukan perilaku positif yang mendukung keberhasilan dalam proses belajarnya. Senada dengan yang diungkapkan Darmadi (2010) bahwa penggunaan penguatan yang tepat sasaran dan teknik pelaksanaannya dapat meningkatkan perhatian siswa dalam proses pembelajaran, membangkitkan, meme-lihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dan memelihara iklim belajar yang kondusif. Secara garis besar dapat diartikan, pemberian penguatan sebagai respon positif bertujuan untuk mempertahankan serta me-ningkatkan perbuatan positif yang dilakukan siswa dalam kegiatan belajarnya, sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan hasil belajar dan mengulanginya kembali. Siswa
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 akan mengetahui respon dan perilaku mana
yang baik dan bersifat positif, sehingga secara sadar siswa akan mengulangi kembali mela-kukan respon dan perilakunya tersebut. Skinner (1953) menjelaskan pengertian reinforcement, yaitu:
reinforcement theory is one of the moti-vation theories; it states that reinforced behavior will be repeated, and behavior that is not reinforced is less likely to be repeated.
Reinforcement atau penguatan merupakan salah satu teori motivasi yang bertujuan agar terjadinya pengulangan terhadap tingkah laku yang diberi penguatan. Penggunaan penguatan yang tepat sasaran dan teknik pelaksanaannya dapat meningkatkan perhatian siswa dalam proses pembelajaran, membangkitkan, memeli-hara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dan memelihara iklim belajar yang kondusif. Secara garis besar dapat diartikan, pemberian penguatan sebagai respon positif bertujuan untuk mempertahankan serta meningkatkan perbuatan positif yang dilakukan siswa dalam kegiatan belajarnya, sehingga siswa termoti-vasi untuk meningkatkan hasil belajar dan mengulanginya kembali.
Efektivitas upaya memberikan penguatan oleh guru dipengaruhi beberapa pertimbangan, seperti: sasaran penguatan, waktu pemberian penguatan, jenis penguatan, cara pemberian, tempat pemberian penguatan, dan pemberi penguatan (Prayitno, 2009). Pemberian penguatan (reinforcement) secara tepat akan membentuk sikap dan perilaku yang positif dari siswa sehingga dapat terulang kembali. Banyak perilaku yang sebenarnya bernilai positif, dan perilaku yang sebenarnya ber-potensi untuk membangun motivasi siswa, namun sering disia-siakan oleh guru yang akhirnya berdampak kepada siswa, seperti: merasa kurang dihargai usahanya dan kurang termotivasi dalam memberi respon-respon positif terhadap stimulus dari guru. Apabila tingkah laku yang baik terlewati dan
tidak mendapatkan penguatan, maka tingkah laku dikhawatirkan akhirnya menghilang.
Kondisi saling menghargai antara kedua komponen pendidikan (guru dan siswa), akan menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif, dinamis dan kritis. Kenyataannya tidak jarang ditemui guru yang hanya memberikan komentar negatif dan hukuman terhadap ting-kah laku siswa yang salah dan jarang sekali memberikan respon positif atau penguatan terhadap tingkah laku siswa yang baik.
Permasalahan pengaplikasian penguatan pada proses pendidikan di sekolah adalah banyak perilaku yang sebenarnya bernilai positif, seperti siswa berani mengajukan pertanyaan kepada guru, siswa berani men-jawab pertanyaan guru, atau siswa mampu mengumpulkan tugas dengan tepat waktu, namun perilaku-perilaku tersebut sering disia-siakan oleh guru. Kondisi seperti itu se-benarnya merupakan “momen” yang sangat baik dalam membangun motivasi siswa untuk belajar dan berprestasi. Dampak yang ditimbulkan dari sikap guru tersebut men-jadikan siswa merasa kurang dihargai usahanya untuk berperilaku positif, dan menyebabkan siswa menjadi kurang termotivasi untuk memberikan respon-respon positif terhadap stimulus dari guru.
Selanjutnya, Hasibuan & Moedjiono (2009) mengemukakan “Kegiatan mem-berikan penghargaan atau penguatan jarang sekali dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran padahal penguatan merupakan hal yang sangat penting”. Guru sering menga-baikan hal tersebut dalam pembelajaran padahal kegiatan tersebut sangat penting dan mudah dilakukan Hannurofik (2016) menyatakan penguatan guru berada pada kategori belum optimal. Hal ini terungkap dalam penelitiannya bahwa pemahaman guru tentang penguatan, kemampuan guru menerapkan penguatan, pengalaman penguatan yang diterima siswa, dan penerimaan siswa terhadap penguatan dari guru masih berada pada kategori cukup.
Proses pembelajaran Guru sering kali menggunakan metode ceramah dalam
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 memberikan, mencatat, dan menjelaskan
materi. Siswa banyak mendengarkan dan kurang aktif selama proses pembelajaran. Prayitno, Wibowo, Marjohan, Murgiarso, & Ifdil (2014) menjelaskan kondisi di atas dengan 5-D, yaitu: datang, duduk, diam, dengar dan tidak peduli. Kondisi 5-D ini menghasilkan 5-H, yaitu harus, hafalan, hampa serta hardikan dan hukuman apabila 3-H yang pertama tidak diindahkan. Hal ini senada dengan penjelasan Wena (2014) bahwa dalam pembelajaran klasikal siswa dianggap sama dalam segala hal, baik kemampuan, gaya belajar, kecepatan pemahaman, motivasi belajar, dan sebagainya. Padahal karakteristik siswa sangat berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Kondisi belajar yang demikian, menandakan bahwa perbedaan karakteristik siswa sering diabaikan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengaplikasian penguatan adalah kurang maksimalnya peran bimbingan dan konseling (BK) dalam mendukung upaya guru mengaplikasikan penguatan. Sebagai bagian intergral dari pendidikan, BK memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah.
Permasalahan lain juga ditemukan terkait peran BK dalam mendukung upaya guru untuk meningkatkan perilaku positif siswa melalui pengaplikasian penguatan antara lain: guru mata pelajaran kurang memberikan informasi kepada guru BK tentang masalah-masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran, sehingga guru BK tidak bisa melakukan kegiatan konsultasi dan menjalin kerjasama yang efektif dengan guru mata pelajaran, guru BK merasa bahwa proses pembelajaran di kelas adalah tanggung jawab guru mata pelajaran, sehingga permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam proses pembelajaran bukan urusan BK, dan belum terjalin komu-nikasi dan saling bertukar informasi tentang masalah dan kebutuhan siswa dalam belajar, padahal informasi tentang diri siswa dapat digunakan oleh guru untuk menentukan
jenis penguatan yang sesuai dengan karakterisitik siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengung-kapkan dan mendapatkan gambaran mengenai aplikasi penguatan kepada siswa di sekolah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal berikut: (1) Kualitas penguatan Guru MP/BK-K kepada siswa di sekolah, dan (2) Pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh Guru MP/BK-K.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian adalah Guru Mata Pelajaran dan Guru BK atau Konselor SMA Negeri Kota Sungai sebanyak 101 guru, serta siswa kelas XI dan XII yang terdaftar pada tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 552 siswa. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 101 guru dan 160 siswa. Penarikan sampel untuk populasi guru menggunakan teknik Purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa guru adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dengan siswa dan guru adalah orang yang akan memberikan penguatan kepada siswa di sekolah. Kemudian, penarikan sampel untuk siswa menggunakan teknik proportional random sampling. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan angket. Untuk mengetahui kualitas penguatan guru kepada siswa dianalisis berdasarkan skor rata-rata (mean), dikonfirmasikan dengan mengikuti kriteria: baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali (Purwanto, 2008).
Analisis data untuk melihat tingkat keberartian atau signifikan perbedaan dari dua skor rata-rata, dianalisis dengan T-test. Kemudian, untuk membandingkan antara skor rata-rata Guru BK dan Guru MP dalam penelitian ini menggunakan teknik Man-Whitney U Test. Analisis data dibantu dengan menggunakan program SPSS versi 20.0.
HASIL PENELITIAN
Pengumpulan data penelitian yang di-peroleh dari hasil pengadministrasian
instru-Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 men terhadap sampel berjumlah 101 guru
dan 160 siswa.
Kualitas Penguatan Guru MP/BK-K
kepada Siswa di Sekolah (Secara
Umum)
Hasil analisis data penelitian kualitas penguatan Guru MP/BK-K kepada siswa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kualitas Penguatan Guru MP/BK-K
Tabel 1 menggambarkan bahwa secara umum kualitas pemahaman penguatan guru kepada siswa berada pada kategori baik
dengan skor rata-rata 146,16 dengan tingkat capaian responden (81,20%). Skor rata-rata yang diperoleh Guru BK-K lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata yang diperoleh Guru MP. Untuk menguji signifikan atau tidaknya perbedaan dari kedua skor rata-rata tersebut maka analisis menggunakan teknik Man-Whitney U Test independen sampel, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Man-Whitney U Kualitas Penguatan Guru MP/BK-K Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisiensi Man-Whitney U sebesar 161,500 dengan P-value sebesar 0,025 yang lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu, yang berarti
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas penguatan Guru BK-K dengan Guru MP.
Kualitas Penguatan Guru MP/BK-K
Berdasarkan
Sekolah
dan
Jenis
Kelamin
Kualitas penguatan guru kepada siswa berdasarkan sekolah dan jenis kelamin ternyata menunjukkan perbedaan skor rata-rata, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan Skor Kualitas Penguatan Guru MP/BK-K kepada Siswa Berdasarkan
Perhitungan t-test
Tabel 3 menunjukkan bahwa skor rata-rata kualitas penguatan guru kepada siswa di sekolah berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil analisis dengan teknik t-test skor rata-rata terdapat perbedaan yang tidak signifikan.
Pemahaman Guru MP/BK-K Terkait
dengan Materi Penguatan
Kualitas pemahaman guru terkait dengan materi penguatan dilihat dari: tujuan penguatan (sebanyak 17 butir), bentuk penguatan (sebanyak 15 butir), dan materi lainnya (sebanyak 4 butir). Berikut ditampilkan hasil pengolahan seperti tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan Skor Kualitas Penguatan Guru MP/BK-K Terkait Materi Penguatan
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa skor
rata-rata pemahaman guru laki-laki dan perempuan terkait dengan materi tujuan, bentuk, dan materi penguatan lainnya terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh. Berdasarkah hasil analisis dengan teknik t-test perbedaan tersebut tidak signifikan. Pemahaman guru tentang tujuan penguatan berada pada kategori baik dengan skor rata-rata 69,7. Kemudian, pemahaman guru tentang bentuk penguatan berada pada kategori cukup dengan skor rata-rata 60,6.
Pendapat Siswa tentang Penguatan
yang Diberikan oleh Guru MP/BK-K
(Secara Umum)
Hasil analisis data penelitian pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh guru dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pendapat Siswa (Secara Keseluruhan) tentang Penguatan yang Diberikan oleh Guru
(n=160)
Tabel 5 menggambarkan bahwa pendapat siswa secara keseluruhan tentang penguatan yang diberikan oleh guru berada pada kategori cukup dengan skor rata-rata 55,14 dengan tingkat capain responden 76,59%. Skor rata-rata yang diperoleh sekolah SMA Y sedikit lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata SMA X. Untuk menguji signifikan atau tidaknya perbedaan dari kedua skor rata-rata tersebut maka analisis menggunakan t-test, hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji T-test Pendapat Siswa tentang Penguatan yang Diberikan oleh Guru Berdasarkan hasil analisis diperoleh P-value sebesar 0,890 yang lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu, yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara pendapat siswa SMA X dan SMA Y tentang penguatan yang diberikan oleh guru.
Pendapat Siswa Berdasarkan Jenis
Kelamin, Kelas, dan Jurusan.
Pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh guru, ternyata menunjukkan perbedaan skor rata-rata, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbedaan Skor Pendapat Siswa tentang Penguatan yang Diberikan oleh Guru
Berdasarkan Perhitungan t-test
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa skor rata-rata pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh guru terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh, dengan perbedaan yang tidak signifikan.
Pendapat Siswa tentang Strategi Guru
dalam Memberikan Penguatan
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata pendapat siswa tentang strategi guru dalam memberikan penguatan, sebagaimana digambarkan dalam Tabel 8.
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 Tabel 8. Rekapitulasi Perbedaan Skor Pendapat
Siswa tentang Strategi Guru dalam Memberikan Penguatan.
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa skor rata-rata pendapat siswa tentang strategi guru dalam memberikan penguatan terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh, dengan perbedaan yang tidak signifikan.
Dampak Penguatan yang Diberikan
oleh Guru MP/BK-K
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata dampak penguatan yang diberikan oleh guru, sebagaimana digambarkan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Rekapitulasi Dampak Penguatan yang Diberikan oleh Guru
Berdasarkan tabel terlihat bahwa skor rata-rata dampak penguatan yang diberikan oleh guru terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh, dengan perbedaan yang tidak signifikan.
Keterkaitan
antara
Pemahaman
Guru
tentang
Penguatan
dan
Pendapat Siswa tentang Penguatan
yang Diberikan Guru
Berdasarkan hasil analisis data kualitas pemahaman Guru MP/BK-K SMAN Kota Sungai Penuh tentang peguatan berada pada kategori baik, sedangkan hasil analisis data pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh Guru MP/BK-K di SMAN Kota Sungai Penuh berada pada kategori cukup. Hasil pencapaian data dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Tingkat Capaian Responden (Aplikasi Penguatan dan Penerimaan Siswa Selain itu dapat dilihat sebaran persentase perolehan masing-masing responden pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan Tingkat Capaian Responden (dalam %)
Berdasarkan Tabel 10 dan Gambar 1 dapat disimpulkan bahwa pemahaman dan peng-aplikasian penguatan guru kepada siswa di sekolah sudah dalam kategori baik, berbeda dari pendapat siswa bahwa
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 pemberian penguatan oleh guru masih dalam
kategori cukup. Artinya bahwa terdapat perbedaan antara apa yang menurut guru berikan dengan apa yang diterima oleh siswa.
PEMBAHASAN
Kualitas Penguatan Guru MP/BK-K
kepada Siswa di Sekolah
Penguatan dapat diaplikasikan dengan maksimal, jika guru memahami betul tentang penguatan sebagai salah satu hal yang penting dalam pembelajaran. Pemahaman tidak hanya sekedar mengetahui apa yang nampak dari pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pemahaman menurut Prayitno (2009) juga mengandung pengertian mampu menyebutkan, mampu menguraikan, mampu menjawab, memiliki kemampuan mengaitkan dan memiliki kemampuan mencari data, serta kemudian mengolah menjadi sumber kekuatan.
Pemahaman juga menuntut suatu sikap mental yang mampu memberikan pengaruh nyata terhadap apa yang dipahami. Misalnya saja pemahaman guru tentang penguatan sebagai sebuah konsep dan teori. Berdasarkan konsep dan teori tersebut tidak hanya guru mengetahui, tetapi lebih dari itu bagaimana dapat dipahami, sehingga ia menjadi kekuatan untuk dapat diterapkan atau diaplikasikan dalam praktek pendidikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan kualitas pemahaman guru tentang penguatan berada pada kategori
baik dengan tingkat capaian responden
81,20%. Skor rata-rata yang diperoleh Guru BK-K lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata yang diperoleh Guru MP dengan perbedaan yang signifikan. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena Guru BK-K lebih memahami aspek psikologis dan pemahaman terhadap individu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Taufik & Karneli (2012) ada jenis penguasaan yang hendak dimiliki oleh konselor, diantaranya: (1) memiliki latar belakang keahlian dalam berbagai ilmu tingkah laku, dan (2)
menguasai ilmu psikologi perkembangan, teori belajar, perkembangan kepribadian, sosiologi, perkembangan karier. Hal ini patut diduga kenapa Guru BK-K lebih memahami tentang penguatan, karena pada dasarnya penguatan merupakan salah satu teori tentang tingkah laku.
Kemudian, juga sangat dimungkinkan karena Guru BK-K sudah dilatih sejak awal bagaimana membina hubungan dengan siswa atau klien. Taufik dan Karneli (2012) menjelaskan bahwa agar iklim hubungan yang efektif terlaksana, konselor perlu mengenali kekhasan atau karakteristik klien. Dari pendapat tersebut artinya bahwa Guru BK-K sudah dibekali dan dilatih untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinana sifat-sifat klien dan juga bagaimana berkomunikasi yang menyenangkan bermakna, mendalami, mendorong, dan memberikan ajakan untuk melakukan sesuatu yang guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Setiap siswa memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri, yang memerlukan bentuk perhatian dan perlakukan yang berbeda pula. Ketika guru memberikan penguatan, namun hal tersebut ternyata tidak sesuai dengan karakteristik dan yang diinginkan siswa, maka akan menimbulkan masalah bagi siswa dan juga proses pembelajaran.
Guru ketika akan mengaplikasikan penguatan, hendaknya terlebih dahulu mengetahui karakterisitik siswa. Hal itu sangat penting, karena ketika guru salah bersikap disaat memberikan penguatan, justru akan menghasilkan kondisi sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Djaali (2012) bahwa siswa memiliki karakterisitik yang berbeda-beda, oleh karena itu pemberian penguatan harus memperhatikan karakteristik siswa. Penguatan yang diberikan akan lebih berkesan jika guru memberikannya sesuai dengan karakteristik siswa. Pemahaman berbagai karakteristik subjek didik secara menyeluruh akan mengantarkan guru atau pendidik mampu menyelenggarakan proses pembelajaran secara arif dan bijaksana
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 (Asrori, 2007). Dengan pemahaman
terhadap subjek didik guru dapat menentukan penguatan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa.
Pemahaman
dan
Pengaplikasian
Bentuk Penguatan
Hasil penelitian terkait dengan pemahaman guru tentang tujuan penguatan secara rata-rata pencapaiannya sudah berada pada kategori baik, namun masih banyak yang di bawah skor rata-rata pada kategori cukup dan kurang, yaitu (39,60%). Kemudian, pemahaman guru tentang bentuk penguatan secara skor rata-rata capaian-nya baru berada pada kategori cukup (Lampiran 6). Sebanyak 53 dari 101 orang guru (52,48%) pencapaiannya berada pada kategori cukup. Dapat dipahami bahwa, secara teori pemahaman guru tentang tujuan penguatan sudah baik, tetapi pengaplikasikan penguatan kepada siswa masih dalam kategori cukup. Penguatan dapat diaplikasikan dengan maksimal, jika guru memahami betul tentang penguatan dan dapat diterapkan atau diaplikasikan dengan baik pula. Kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut, yaitu: (1) guru masih belum terbiasanya dalam memberikan penguatan dan (2) dimungkinkan karena kekurangtahuan guru terhadap bentuk dan cara dalam pemberian penguatan kepada siswa, terbukti dari analisis hasil penelitian kualitas pemahaman tentang materi bentuk penguatan yang telah ditunjukkan pada deskripsi data skor rata-rata berada pada kategori cukup.
Aunurrahman (2009) menjelaskan bahwa memberikan penguatan merupakan hal yang kedengarannya sederhana dan mudah, akan tetapi seringkali tidak terlalu mudah untuk dilakukan oleh setiap guru. Hal ini patut diduga bahwa sebagian guru belum terbiasa mem-berikan penguatan, kemungkinan dikarenakan anggapan mereka yang belum menempatkan penguatan sebagai suatu yang penting dalam proses pembelajaran.
Pemahaman guru yang baik tentang penguatan sebagai suatu hal yang penting dalam proses pembelajaran diperlukan guna mendorong siswa untuk terus menampilkan tingkah laku yang positif dan menunjukkan prestasi yang baik. Pengaplikasian penguatan memiliki tujuan, yaitu ingin mengubah tingkah laku seseorang, agar tingkah laku yang sudah baik (bekerja, belajar, berprestasi, dan lainnya) penampilannya akan berulang atau bertambah. Jadi, pengaplikasian penguatan merupakan teknik pengubahan tingkah laku yang cukup efektif.
Kemudian, jika dilihat kualitas skor pemahaman guru tentang penguatan berdasarkan butir instrumen, yang paling menonjol yaitu butir nomor 27 (memberikan senyuman pada siswa yang aktif) memperoleh skor 455 dengan rata-rata (4,51) atau sebanyak 58 dari 101 guru (57,43%). Kemudian, disusul butir nomor 22 (memberikan ucapan selamat pada siswa yang meraih prestasi) memperoleh skor sebesar 449 dengan rata-rata (4,46) atau sebanyak 57 dari 101 guru (56,44%). Dari analisis butir, dapat diartikan bahwa penguatan yang sering diberikan oleh dua pertiga guru yaitu bentuk penguatan verbal seperti kata pujian yang diiringi dengan senyuman kepada siswa. Wangari (2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa penguatan sosial dalam bentuk pujian adalah strategi penguatan yang paling populer digunakan dalam pembelajaran di kelas.
Kualitas pemahaman guru tentang penguatan mempengaruhi efektif atau tidaknya pengaplikasian penguatan kepada siswa. Penguatan yang tepat bentuk dan sasaran diberikan kepada siswa dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengulangi kembali tingkah laku yang sudah baik, sehingga siswa kaya akan tingkah laku yang baik atau positif. Davis & Margareth (Suyanto & Djihad, 2012) menjelaskan guru yang efektif adalah guru yang memiliki kemampuan terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 memberikan umpan balik yang positif
terhadap respon siswa.
Pendapat Siswa tentang Penguatan
yang Diberikan oleh Guru MP/BK-K
Kualitas pemahaman guru tentang penguatan sebagaimana dijelaskan sebelum-nya, secara keseluruhan sudah berada dalam kategori baik. Sebanyak dua pertiga guru sudah berada pada kategori baik dan baik sekali pemahamannya tentang penguatan. Namun pada kenyataannya, siswa menge-mukakan pendapat yang berbeda dengan apa yang dikemukan oleh guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh Guru MP/BK-K berada pada kategori cukup. Artinya, hanya sepertiga siswa yang menganggap guru memberikan penguatan dengan baik sekali atau baik, dan sebagian besar siswa menganggap bahwa guru masih berada dalam kategori cukup atau kurang dalam memberikan penguatan.
Berdasarkan temuan penelitian bahwa belum seimbangnya kondisi menurut guru dengan kondisi yang diterima oleh siswa. Fenomena perbedaan pendapat antara guru dengan siswa mengindikasikan bahwa apa yang dipersepsikan dan dirasakan oleh siswa tidak sebagaimana dikemukakan guru. Tentu saja dalam kondisi demikian, pendapat siswa dianggap lebih objektif karena siswa menjadi objek dan sasaran langsung dari penerapan penguatan, sebagai aplikasi dari pemahaman guru tentang penguatan ini. Belum seim-bangnya kondisi menurut guru dengan kondisi yang diterima oleh siswa, kemungkinan disebabkan oleh: Pertama, masih kurang terampil guru dalam membina hubungan yang menyenangkan atau harmonis dengan siswa. Hubungan yang harmonis antara guru dan siswa akan memberikan perasaan dan penerimaan yang positif dari siswa. Untuk itu, guru perlu mengenali dan memahami siswanya dalam membangun rasa dihargai dan diterima oleh guru terhadap tingkah laku yang ditampil-kannya. Kedekatan guru terhadap siswa yang penuh dengan nuansa penerimaan dan menye-nangkan akan berdampak pada
pendapat dan sikap siswa yang positif terhadap guru (Prayitno, 2009). Penerimaan siswa terhadap penguatan yang diberikan oleh guru akan menentukan hubungan antara keduanya (guru-siswa) dalam proses pembelajaran. Barnawi dan Arifin (2012) menjelaskan kehangatan akan membuat hubungan baik dan saling memper-cayai antara guru dan siswa sehingga penguatan dari guru akan diterima secara positif oleh siswa.
Kedua, ada sebagian siswa yang merasa cemburu kepada temannya bila dipuji dan hal ini disebabkan guru hanya memperhatikan segelintir siswa (siswa yang pintar), akibatnya siswa yang lain merasa tidak diperhatikan akibatnya mereka kurang bersemangat untuk belajar. Penerimaan siswa yang baik terhadap pengaplikasian penguatan guru dipengaruhi oleh metode dasar dalam memberikan penguatan. Menurut Yusuf (2003) apabila guru hendak memberikan penguatan terhadap siswa atau sekelompok siswa tertentu atas tingkah laku yang ditampilkan, maka penguatan tersebut harus jelas diajukan kepada siswa atau sekelompok siswa yang bersangkutan sehingga nantinya ia dapat merasakan secara langsung bahwa penguatan ditujukan kepadanya. Pemberian penguatan dengan metode yang tepat akan memberi kesan kepada siswa sehingga siswa merasa bahwa tingkah laku yang ditampilkannya diterima oleh guru. Dengan demikian siswa akan memiliki persepsi dan penerimaan yang positif terhadap peng-aplikasian penguatan dari guru.
Ketiga, masih adanya guru yang kurang menguasai bentuk-bentuk penguatan, guru lebih cenderung memberikan bentuk penguatan yang tidak bervariasi, seperti terlalu seringnya menggunakan penguatan verbal, yaitu dengan kata-kata yang bagus. Pemberian penguatan, seperti kata-kata pujian atau respon positif guru terhadap tingkah laku positif siswa akan mem-berikan rasa senang dan semangat pada siswa, karena dianggap mempunyai kemampuan. William Lyon Phelp (Ronald, 2012) menjelaskan bahwa siswa tidak akan pernah
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 melupakan kata-kata yang memberikannya
semangat, yang diucapkan dengan jujur, penuh rasa hormat, dan penghargaan. Tetapi, apabila bentuk penguatan yang diberikan berupa pujian secara terus menerus juga memberikan kesan yang menjemukan bagi siswa. Misra (2012) dalam penelitiannya menjelaskan kurang ber-dampaknya penguatan serta penghambat masih kurangnya penguatan karena penguatan yang digunakan kurang bervariasi, seperti terlalu sering menggunakan penguatan verbal dengan kata-kata bagus dan pujian. Hal inilah yang secara teori bisa menyebabkan kejemuan sehingga siswa tidak termotivasi untuk berbuat lebih baik lagi karena sudah biasa mendengar kata-kata bagus.
Pemahaman guru tentang penguatan merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru. Pemahaman tentang penguatan itu memiliki aplikasi yang besar untuk mempertahankan tingkah laku baik siswa. Pengaplikasian penguatan merupakan upaya guru untuk meneguhkan tingkah laku positif siswa melalui bentuk-bentuk pemberian penghargaan secara tepat yang menguat. Sardiman (2011) menyatakan bahwa peng-gunaan penguatan yang tepat sasaran dan teknik pelaksanaannya dapat meningkatkan perhatian siswa, membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri dan memelihara iklim belajar yang kondusif. Jadi, penguatan merupakan strategi yang bisa diaplikasikan dan dikembangkan oleh guru untuk menjangkau potensi siswa dalam hubungan pembelajaran.
Selain itu, perlu juga dipahami bahwa pemberian penguatan akan berhasil jika siswa memandang bahwa orang yang memberi penguatan adalah orang yang penting bagi individu. Siswa biasanya sangat mengagumi guru yang dianggapnya pintar, dan hangat kepadanya, bahkan siswa akan sangat berterima kasih pada guru yang ia anggap bisa menerima dirinya dan menyentuh hati nuraninya. Di sekolah, guru menjadi kom-ponen yang paling sering
berinteraksi dengan siswa, maka dari itu kehangatan adalah elemen penting untuk mengembangkan jiwa seorang siswa.
Hasil penelitian berdasarkan analisis butir instrumen menunjukkan bahwa butir yang memiliki skor tertinggi, yaitu butir nomor 13 (saya lebih semangat menjawab pertanyaan ketika jawaban saya mendapatkan pujian) memperoleh skor 426 dengan skor rata-rata (2,7) atau sebanyak 111 dari 160 orang siswa (69,37%). Selanjutnya, berdasarkan analisis pendapat siswa tentang strategi guru dalam memberikan penguatan menunjukkan bahwa butir tertinggi, yaitu butir nomor 3 (siswa yang meraih prestasi diberikan ucapan selamat oleh guru) 65% orang siswa. Hal ini menandakan bahwa bentuk penguatan verbal berupa ucapan selamat atau kata-kata pujian yang lebih sering diberikan guru dibandingkan dengan bentuk penguatan yang lain. Bentuk penguatan berupa pujian merupakan bentuk penguatan yang lebih mudah diberikan dan dipahami oleh guru, sehingga bentuk penguatan tersebut lebih sering digunakan.
Pemberian penguatan dalam bentuk pujian perlu diperhatikan, sehingga siswa tidak akan merasa iri atau malu karena guru memberikan penguatan secara berlebihan. Santrock (2011) menjelaskan bahwa tingkah laku yang diberikan penguatankan, maka frekuensi respon positif akan meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Oleh karena itu, kewajaran dalam bentuk pujian dan konsisten dalam mem-berikan pujian sangat mendukung keberhasilan dari pemberian penguatan kepada siswa.
Apabila dicermati secara lebih mendalam paparan hasil temuan penelitian bahwa penguatan pernah diterima oleh dua pertiga siswa. Walaupun secara keseluruhan kondisi penerimaan siswa masih berada pada kategori cukup. Penerimaan baik siswa sangat ber-gantung pada asumsi bahwa siswa benar-benar mengetahui penguatan tersebut ditujukan pada dirinya sehingga siswa akan terus melakukan perilaku yang diinginkan. Maka dari itu, guru perlu
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 memahami metode dasar dalam
mem-berikan penguatan, sebagaimana Yusuf (2003) menjelaskan bahwa: (1) penguatan harus jelas diberikan kepada pribadi tertentu, (2) penguatan terhadap sekelompok siswa, dan (3) memberikan penguatan dengan segera.
Berdasarkan pendapat siswa tersebut, guru sebagai orang yang dianggap penting oleh siswa (significant person) dituntut tanggung jawabnya untuk lebih baik dalam melak-sanakan proses pembelajaran secara profe-sional, yaitu praktik pendidikan yang didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan pendidikan. Oleh karena itu, guru di-tuntut untuk dapat mengaplikasikan penguatan kepada siswa dengan lebih baik yang didasari oleh pemahaman yang tinggi terhadap penguatan ini. Maka sebab itu, diperlukan upaya-upaya untuk mendukung guru dalam mengaplikasikan penguatan kepada siswa di sekolah. Kemudian, guru perlu melatih diri sehingga terampil dan terbiasa memberikan penguatan. Dalam hal ini ada dua hal pokok, yaitu: (a) guru menggunakan teknik untuk memotivasi kemauan belajar siswa, dan (b) guru memperhatikan respon siswa yang belum atau kurang memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan menggunakan untuk memperbaiki rancangan pembelajaran dan bentuk penguatan yang akan diberikan berikutnya.
Implikasi Pengaplikasian Penguatan
ter-hadap Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan konseling menjadi bagian yang terintegral dalam pendidikan di sekolah, memiliki peran yang besar untuk membantu meningkatkan pemahaman guru dalam memberikan penguatan yang lebih efektif terutama dalam meningkatkan kemampuan guru MP dalam pemberian penguatan kepada siswa dan juga membuat variasi dalam memberikan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kualitas pemahaman guru BK atau Konselor tentang pemberian penguatan lebih tinggi dibandingkan dengan
guru MP dengan perbandingan yang signifikan.
Hasil ini memberikan arti bahwa guru BK atau Konselor dapat berperan dalam membantu guru MP untuk menciptakan proses dan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dapat dilakukan salah satunya adalah melalui kegiatan kerjasama dan saling memberikan masukan/informasi. Brown (1999) menjelaskan:
School counselors can improve the climate of their schools by advocating for policies that promote rather than detract from the personal and educational development of students. They can do this by conducting inservice training of teachers and administrators to teach them basic communication skills, and
methods of affirming students’
importance and providing
encouragement to them. They can become the students' anchor persons so that through the use of routine conferences, students feel that at least one person in the school knows and understands their unique concerns.
Guru BK atau Konselor dapat membantu mengembangkan iklim pembelajaran dengan membangun kerjasama dengan guru MP, memberikan pelatihan-pelatihan komunikasi interpersonal dan kemampuan dalam mengenali karakterisitik siswa. Neviyarni (2009) menjelaskan bahwa guru BK atau konselor di sekolah bisa menjadi narasumber bagi guru MP. Hal tersebut sangat dimung-kinkan karena guru BK atau konselor lebih memahami aspek psikologis dan pemahaman individu. Guru BK atau Konselor sudah dibekali dan dilatih untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan sifat-sifat klien dan juga bagaimana berkomunikasi yang menye-nangkan bermakna, mendalami, mendorong, dan memberikan ajakan untuk melakukan sesuatu yang guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 Siswa memiliki keunikan dan kekhasan
tersendiri, yang memerlukan bentuk perhatian dan perlakukan yang berbeda pula. Ketika guru memberikan penguatan, namun hal tersebut ternyata tidak sesuai dengan karakteristik dan yang diinginkan siswa, maka akan menimbulkan masalah bagi siswa dan juga proses pembelajaran. Hal ini harus diketahui oleh guru MP ketika mengaplikasikan penguatan, sehingga guru MP sangat membutuhkan informasi yang benar tentang karakterisitk siswa. Penguatan yang diberikan akan lebih berkesan jika guru memberikannya sesuai dengan karakteristik siswa. Pemahaman berbagai karakteristik subjek didik secara menyeluruh akan mengantarkan guru atau pendidik mampu menyelenggarakan proses pembelajaran secara arif dan bijaksana (Asrori, 2007).
Menghindari hal ini, maka guru BK atau Konselor dapat memberikan layanan konsultasi kepada guru MP tentang hal-hal terkait dengan pengaplikasian penguatan serta kesesuaian jenis penguatan dengan karakteristik siswa. Layanan konsultasi merupakan media bagi orang-orang di sekitar siswa yang peduli dan konsen terhadap perkembangan siswa itu sendiri. Salah satu faktor eksternal yang dapat menjadi katalisator atau pendorong bagi kesuksesan belajar siswa adalah dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya yang peduli dan perhatian terhadap perkembangan siswa. Wujud perhatian yang diberikan oleh orang-orang di sekitar siswa dalam implementasi layanan bimbingan dan konseling diwujudkan dalam penyediaan layanan konsultasi.
Menurut Prayitno (2004) layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor terhadap pelanggan (konsulti) yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara yang perlu dilaksanakan untuk menangani masalah pihak ketiga. Pengertian tersebut mengindikasikan bahwa layanan konsultasi sebagai bagian dari pelayanan bimbingan dan konseling merupakan layanan yang diberikan oleh guru BK atau konselor sekolah kepada orang-orang di lingkungan
siswa yang disebut sebagai pelanggan atau konsulti seperti orang tua, guru, atau saudara bahkan teman akrab yang perduli dengan kondisi atau masalah yang dihadapi individu yang menjadi tanggungjawabnya (sebagai pihak ketiga yang dikonsultasikan). Tujuan layanan konsultasi tersebut sebagaimana yang dirumuskan oleh Fullmer dan Bernard, meliputi:
a. mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi peserta didik, orang tua, dan administrator sekolah. b. menyempurnakan komunikasi dengan
mengembangkan informasi di antara orang penting bagi peserta didik.
c. mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar.
d. memperluas layanan dari para ahli. e. memperluas layanan pendidikan dari
guru dan administrator.
f. membantu bagaimana belajar tentang perilaku.
g. menciptakan suatu lingkungan belajar yang baik.
h. menggerakkan organisasi yang mandiri. Tujuan pemberian layanan konsultasi oleh guru BK atau Konselor sangat bermanfaat untuk memberikan pemahaman kepada guru MP dalam memahami perilaku siswa, menciptakan kondisi lingkungan belajar yang baik, sehingga guru MP dapat meningkatkan lagi efektifitas pengaplikasian penguatan pada saat proses pembelajaran
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas penguatan Guru MP/BK-K kepada siswa di sekolah secara keseluruhan berada pada kategori baik. Skor rata-rata Guru BK-K lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata Guru MP dengan perbedaan yang signifikan. Secara khusus dapat disimpulkan: kualitas penguatan guru SMA X sedikit
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata
SMA Y. Kualitas penguatan guru laki-laki lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata guru perempuan, meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh dan tidak signifikan. Skor rata-rata pemahaman guru laki-laki berkaitan dengan tujuan penguatan berada pada kategori baik, sedangkan pemahaman guru tentang bentuk penguatan berada pada kategori cukup. Skor rata-rata guru laki-laki tentang tujuan dan bentuk penguatan lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata guru perempuan, meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh dan tidak signifikan.
2. Pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh Guru MP/BK-K secara keseluruhan berada pada kategori cukup. Skor rata-rata pendapat siswa SMA Y sedikit lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata siswa SMA X. Secara khusus dapat dirincikan sebagai berikut: Skor rata-rata pendapat siswa tentang penguatan yang diberikan oleh Guru MP/BK-K berdasarkan jenis kelamin, jurusan, dan kelas berada pada kategori cukup. Skor rata-rata pendapat siswa perempuan tentang penguatan yang diberikan oleh guru sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata siswa laki-laki. Ditinjau dari aspek jurusan ditemukan bahwa skor rata-rata pendapat siswa jurusan IPS tentang penguatan yang diberikan oleh guru sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata jurusan IPA. Dan ditinjau dari aspek kelas bahwa skor rata-rata pendapat siswa kelas XII tentang penguatan yang diberikan oleh guru sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata kelas XI. Masing-masing perbedaan tersebut tidak signifikan. Skor rata-rata pendapat siswa tentang strategi Guru MP/BK-K dalam memberikan penguatan berada pada kategori cukup.
3. Skor rata-rata pendapat siswa perempuan tentang strategi guru dalam memberikan penguatan sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata siswa laki-laki. Ditinjau dari aspek jurusan bahwa skor rata-rata pendapat siswa jurusan IPS tentang strategi guru dalam memberikan penguatan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata jurusan IPA. Ditinjau dari aspek kelas bahwa skor rata-rata pendapat siswa kelas XII tentang strategi guru dalam memberikan penguatan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata kelas XI. Masing-masing perbedaan tersebut tidak signifikan. Skor rata-rata dampak penguatan yang diberikan oleh Guru MP/BK-K berada pada kategori cukup.
4. Skor rata-rata siswa perempuan tentang dampak penguatan yang diberikan oleh guru sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata siswa laki-laki. Ditinjau dari aspek jurusan bahwa skor rata-rata jurusan IPS tentang dampak penguatan yang diberikan oleh guru sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata jurusan IPA. Ditinjau dari aspek kelas bahwa skor rata-rata kelas XII tentang dampak penguatan yang diberikan oleh guru sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata kelas XI. Masing-masing perbedaan tersebut tidak signifikan.
5. Menurut guru pengaplikasian penguatan kepada siswa dalam kategori baik, sedangkan pendapat siswa bahwa pemberian penguatan oleh guru masih dalam kategori cukup. Hampir dua pertiga guru menyatakan telah paham dan memberikan penguatan dalam kategori baik sekali dan baik, sedangkan pendapat siswa baru satu pertiga menganggap guru memberikan penguatan dalam kategori baik sekali dan baik. Dua pertiga siswa menganggap masih dalam kategori cukup pada penguatan yang diberikan oleh guru. Artinya bahwa terdapat perbedaan antara apa yang menurut guru
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 berikan dengan apa yang diterima oleh
siswa.
SARAN
Menindaklanjuti temuan penelitian dan sekaligus berharap penelitian dapat memberikan konstribusi terhadap peningkatan proses pembelajaran, peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak sebagai berikut: mengingat kemampuan guru dalam mengaplikasikan penguatan masih belum optimal atau belum bervariasi, diharapkan kepala sekolah untuk menfasilitasi guru melalui kegiatan seminar, lokakarya tentang penguatan, workshop, kepada Guru MP/BK-K untuk selalu meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pengaplikasian penguatan dengan memanfaatkan wadah diskusi profesional dengan teman sejawat, atau diskusi dengan ahli universitas di samping ikut serta secara aktif dalam pelatihan, seminar, dan lokakarya yang diselenggarakan organisasi profesi, bagi guru MP disarankan untuk meningkatkan bekerjasama dengan guru BK untuk mengetahui jenis-jenis penguatan yang dibutuhkan oleh siswa, gaya belajar siswa, dan hobi siswa, sehingga pengaplikasian penguatan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Selain itu, kepada guru BK disarankan untuk aktif bekerjasama dan berdiskusi dengan guru MP, untuk mengetahui masalah siswa terkait dengan motivasi belajar dan pengaplikasian penguatan. Dengan kerjasama yang intensif dan professional, guru BK dapat meningkatkan peranannya dalam membantu siswa mencapai tujuan belajarnya. Sedangkan bagi peneliti lain diharapkan bisa melanjutkan penelitian ini dengan subjek penelitian yang berbeda serta variabel yang lebih spesifik dan dikaitkan dengan variabel-variabel lain yaitu karakteristik siswa (intelegensi, motivasi, kelas sosial, kelas aspirasi, persepsi, sikap), karakteristik guru (gaya dan cara mengajar), performance guru dalam mengajar (keterampilan mengajar), yang diperkirakan berkontribusi pada peningkatan potensi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, M. (2007). Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Barnawi, & Arifin, M. (2012). Kinerja
Guru Profesional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Brown, D. (1999). mproving academic achievement: What school counselors can do. ERIC Clearinghouse on Counseling and Student Services. Darmadi, H. (2010). Kemampuan dasar
mengajar. Bandung: Alfabeta. Djaali. (2012). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Elliott, S. N., & Travers, J. F. (1996). Educational psychology: Effective teaching, effective learning. Madison, Wis: Brown & Benchmark.
Gino, H. J., Suwarni, S. H., & Maryanto, S. (2000). Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta: UNS Perss.
Hannurofik. (2016). Penguatan Guru dalam Pembelajaran (Studi pada SMA Negeri Kota Jambi). Universitas Negeri Padang, Padang.
Hasibuan, J. J., & Moedjiono. (2009). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Misra. (2012). Reinforcement Skill dalam Pembelajaran PAI. Jurnal Al-Ta’lim, 1(1), 38–54.
Neviyarni. (2009). Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berorientasi Khalifah Fil Ard. Bandung: Alfabeta.
Pohan, R. A. (2016). Kontribusi
Kepercayaan Diri dan Persepsi Siswa Terhadap Kegiatan Merespon dalam Pembelajaran serta Implikasinya dalam Bimbingan dan Konseling. Jurnal Penelitian Bimbingan Dan Konseling, 1(2), 146–161.
Prayitno. (2004). Layanan Konseling. Padang: UNP Press.
Prayitno. (2009). Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Insight: Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(1) Juni 2019 Prayitno, Wibowo, M. E., Marjohan,
Mugiarso, H., & Ifdil. (2014).
Pembelajaran Melalui Pelayanan BK di Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Paramitra.
Purwanto, N. (2008). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ronald, L. P. (2012). Kiat Nyaman
Mengajar di dalam Kelas. Jakarta: Indeks.
Santrock, J. W. (2011). Life Span Development (5th ed.). Jakarta: Erlangga.
Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
Skinner, B. F. (1953). Science and Human Behavior. New York: MacMillan. Soemanto, W. (2006). Psikologi
pendidikan: Landasan kerja pemimpin pendidikan (Cetakan ke 5). Jakarta: Rineka Cipta.
Supriyono, W., & Ahmadi, A. (2004). Psikologi Belajar. PT Reneka Cipta. Suyanto, & Djihad, A. (2012). Bagaimana
Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta: Muti Pressindo.
Taufik, & Karneli, Y. (2012). Teknik dan Laboratorium Konseling. Padang: Universitas Negeri Padang.
Wena, M. (2014). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu pendekatan konseptual operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Yusuf, S. (2003). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.