67 BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan.
Kasus pindah agama yang terjadi di tengah masyarakat merupakan fenomena keagamaan, yang muncul karena adanya pengaruh faktor sosial, psikologis dan pengaruh faktor ilahi. Dari hasil penelitian di GKJW Jemaat Ponorogo menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pindah agama adalah faktor sosial dan faktor psikologis, sedangkan faktor pengaruh ilahi sulit dibuktikan secara sosial.Kedua faktor tersebut saling memberikan pengaruh, yang mengakibatkan seseorang secara psikologis mengalami tekanan batin. Di sisi yang lain pada kasus pindah agama di GKJW Jemaat Ponorogo, tidak ditemukan kasus pindah agama yang dipengaruhi oleh faktor ketertarikan pada ajaran agama, atau dogma.
Secara sosiologis seseorang yang pindah agama disebabkan karena adanya pengaruh sosial, seperti pengaruh teman baik, ajakan keluarga, pergantian status dan sebagainya, sedangkan secara psikologis seseorang yang pindah agama, berawal dari adanya tekanan yang menyebabkan krisis, krisis teresebut mendorong seseorang untuk mencari jalan keluar dengan cara masuk agama. Dalam situasi tersebut seseorang mengalami krisis, sehingga secara pastoral merekamemerlukan kehadiran seseorang untuk memberikan pertolongan dalam bentuk konseling pastoral. pada sisi yang lain secara sosiologis keberadaan seseorang yang pindah agama merupakan perwujudan aktualisasi diri, sehingga membutuhkan pengakuan dari lingkungan sosial. Melalui pengkajian teori konversi keagamaan, maka kasus pindah agama yang terjadi di GKJW Jemaat Ponorogo, tidak sepenuhnya sesuai dengan teori konversi sebagai pertobatan dan transformasi, seperti yang dikemukakan William James, tetapi lebih dekat pada teori konversi sebagai proses sosial yang berkelanjutan seperti teori yang dikemukakan oleh Thomas F. O’Dea.
68
Memperhatikan penanganan kasus pindah agama di GKJW Ponorogo, yang proses pendekatan konseling pastoralnya mengacu pada Tata dan Pranata Gereja terkesan bersifat legalistik formal, pendekatan tersebut menempatkan konseli sebagai obyek, sehingga kurang memberi ruang dan kesempatan kepada konseli untuk berdialog dan bertumbuh dengan potensi yang ada dalam diri konseli. Pendekatan yang legalistik formal yang mengacu pada Tata Pranata Gereja tidak sesuai dengan esensi konseling pastoral, karena ada tendensi menghakimi konseli, di sisi lain pendekatan yang legalistik tidak memperhatikan fungsi-fungsi konseling pastoral, karena waktu penangannya terbatas dan tidak dilakukan oleh tenaga yang professional, karena itu kedepannya perlu berbenah diri untuk memberikan pelayanan pastoral yang efektif, profesional, dan humanis, khususnya untuk penanganan kasus pindah agama.
Adanya kasus pindah agama di jemaat menandakan bahwa ada persoalan-persoalan yang terabaikan, yang perlu mendapat perhatian secara serius, apalagi faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi pindah agama adalah faktor sosial dan psikologis. Sehubungan dengan adanya kasus pindah agama, maka gereja perlu mengadakan evaluasi diri terhadap pelayananannya selama ini, juga perlu berbenah diri untuk mengembangkan pelayananan yang bersifat antisipatif terhadap persoalan pindah agama yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Gereja perlu belajar dari persoalan yang sudah terjadi untuk melakukan perbaikan pelayanan, yang menaruh kepedulian terhadap persoalan-persoalan sosial dan psikologis, salah satunya dengan mengembangkan pelayanan pendampingan pastoral yang humanis dan professional, dengan menyediakan tenaga-tenaga pastoral yang kompeten dalam bidangnya, sehingga mampu membantu menangani kasus-kasus pastoral yang terjadi di tengah jemaat GKJW.
B. Saran
1. Mempertimbangkan adanya kasus pindah agama adalah sebuah fakta yang terjadi di tengah jemaat, dan masyarakat maka GKJW perlu melakukan kajian dan analisa sosial tentang peluang dan tantangan pelayanan gereja di tengah masyarakat, selanjutnya hasil kajian dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk membuat kebijakan mengenai program pembinaan warga gereja.
69
bidang konseling pastoral, dan akan baik bila ada tenaga konseling pastoral penuh waktu.
3. Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), sebagai lembaga gereja, perlu melakukan pengkajian dan pengembangan metode pelayanan konseling pastoral yang sesuai dengan konteks, tidak semata-mata mengandalkan pendekatan yang mengacu pada Tata Pranata Gereja yang bersifat legalistik, tetapi perlu didukung dengan dasar-dasar konseling pastoral yang kontekstual dan humanis. Berkaitan dengan itu perlu dibuat buku panduan umum tentang pelaksanaan konseling pastoral yang menjawab dinamika persoalan pastoral di Jemaat GKJW. Misalnya untuk menangani kasus pindah agama alternatifnya adalah menugaskan tenaga konseling pastoral yang menguasai berbagai pendekatan konseling pastoral, seperti konseling lintas budaya, metodePerson Centered, dan mengembangkan metode konseling pastoral konversi.