• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekonstruksi Cerita Adipati Onje.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rekonstruksi Cerita Adipati Onje."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

CERITA ADIPATI ONJE

DALAM NASKAH-NASKAH BABAD

SKRIPSI

Yang diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata I Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sastra

Oleh

Nama : Diana Wisnandari Nim : 2151402009 Prodi : Sastra Jawa

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii Panitia Ujian Skripsi.

Semarang, Januari 2007

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Sukadaryanto, M.Hum. Yusro Edy Nugroho, S.S, M.Hum.

(3)

iii

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

pada hari : Selasa

tanggal : 30 Januari 2007

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. Rustono Drs. Mukh Doyin, M.Si.

NIP 131281222 NIP 132106367

Penguji I,

Drs. Hardyanto NIP 131764050

Penguji II, Penguji III,

Drs. Sukadaryanto, M.Hum Yusro Edy Nugroho, S.S, M.Hum

(4)

iv

hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 30 Januari 2007

(5)

v Motto:

Pergi bertempur tidak mencari kemenangan,

tapi pulang membawa keberhasilan

Persembahan:

1. Keluargaku di Purbalingga 2. Keluargaku di Pati

3. Komandan, Staff

(6)

vi

hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Cerita Adipati Onje dalam Naskah-naskah Babad” sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana sastra di Universitas Negeri Semarang.

Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat dorongan, saran, kritik dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Negeri Semarang selaku pimpinan Universitas Negeri Semarang.

2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan izin dalam pembuatan skripsi.

3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. Sukadaryanto, M.Hum sebagai dosen pembimbing I dan Yusro Edy Nugroho, S.S, M.Hum sebagai dosen pembimbing II.

5. Bapak ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah membekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk penulisan skripsi ini. 6. Ayah dan bunda yang senantiasa memberikan doa dan restunya kepada

saya.

(7)

vii

Adil, bapak Hadi, serta bapak Maksudi yang telah memberikan banyak informasi untuk penulisan skripsi ini.

10.Sahabatku Pradnya Permanasari (nana), adik kecilku Ikasari Astarina atas kebersamaan yang indah ini.

11.Teman-teman Menwa Yudha 26 atas korsanya. 12.Teman-teman Sastra Jawa ’02 atas kerja samanya

13.Serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya nyatakan disini bahwa segala kekurangan yang ada dalam skripsi ini adalah tanggung jawab saya dan bukan kesalahan pembimbing saya.

Semarang, 30 Januari 2007

(8)

viii

Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahaha dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing II : Yusro Edy Nugroho, S.S, M. Hum, Pembimbing I Drs. Sukadaryanto, M. Hum.

Kata kunci: Naskah, Babad Onje, Rekonstruksi cerita.

Tradisi teks Babad Onje hidup dalam bentuk lisan dan tulisan. Perbedaan teks-lisan menunjukkan bahwa tradisi lisan mempunyai kecenderungan berubah sehingga melahirkan versi-versi dan variasi-variasi. Babad Onje merupakan salah satu bentuk karya sastra yang ada di masyarakat yang disimpan oleh perorangan. Babad tersebut menceritakan tentang pengangkatan bupati Onje pertama oleh Sultan Hadiwijaya beserta silsilah keturunannya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian ini.

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana rekonstruksi cerita Adipati Onje dari teks yang ada.

Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian adalah melestarikan karya sastra tradisional khususnya babad, sehingga dapat dipakai sebagai penunjang pengembangan kebudayaan nasional. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menyajikan suntingan sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya, sehingga bisa membantu memudahkan masyarakat untuk membaca dan memahami naskah Babad Onje.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode landasan, adalah metode yang diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya di bandingkan dengan yang lain diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah dan lain-lainnya dan oleh karena itu mengandung paling banyak bacaan yang baik. Maka naskah tersebut dipandang paling baik dan dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. kemudian dilengkapi dengan naskah lain yang ada hubungannya dengan isi naskah tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini adalah teks naskah ’Babad Purbalingga’ dan naskah ’Serat Sejarah Rupi Onje’. Naskah yang dijadikana landasan dalam penelitian ini adalah naskah Babad Onje yang berjudul ’ Punika Serat Sejarah

Babad Onje’. Analisis data yang digunakan adalah dengan cara mengelompokkan

naskah-naskah kemudian membaca dan menilai (resensi) semua naskah yang ada, mana yang dapat dipandang sebagai naskah objek penelitian dan mana yang tidak. Penyajian hasil analisis data menggunakan metode landasan. Hasil penelitian ini berupa penyajian rekonstruksi teks Babad Onje milik Bapak Soepeno Adi Warsito beserta aparat kritiknya.

(9)

ix

juga harus lebih dioptimalkan dan berlangsung secara terus menerus bagi usaha pemberdayaan budaya melalui rekonstruksi teks, guna menyiapkan tenaga peneliti yang terampil dan paham terhadap kebudayaan sendiri.

(10)

x

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vi

SARI... viii

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 3

1.3 Permasalahan ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat ... 4

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 5

2.1 Filologi ... 5

2.1.1 Pengertian filologi ... 5

2.1.2 Objek Filologi ... 6

2.1.2.1 Naskah ... 7

2.1.2.2 Teks ... 7

2.1.2.3 Tempat Penyimpanan Naskah ... 8

(11)

xi

mahan Teks ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Data dan Sumber Data ... 15

3.2 Metode Penelitian ... 16

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 16

3.4 Teknik Analisis ... 17

BAB IV REKONSTRUKSI CERITA ADIPATI ONJE ... 19

4.1 Deskripsi Naskah ... 19

4.2 Wujud Teks Babad Onje ... 21

4.3 Suntingan Teks... 41

4.3 Aparat Kritik ... 46

BAB V PENUTUP ... 49

5.1 Simpulan ... 49

5.2Saran ... 49

Daftar Pustaka ... 51

Glosarium... 53

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Babad Onje merupakan cikal bakal penulisan Babad Purbalingga (Sugeng

Priyadi, 2002:161). Tradisi teks Babad Onje hidup dalam bentuk lisan dan tulisan.

Perbedaan teks-lisan menunjukkan bahwa tradisi lisan mempunyai kecenderungan

berubah sehingga melahirkan versi-versi dan variasi-variasi. Hal ini terjadi karena

faktor lupa atau proses interplorasi. Namun pada dasarnya kerangka teks tetap dan

tidak berubah.

Timbulnya karya sastra dengan nama babad di Jawa diperkirakan mulai

berkembang selambat-lambatnya pada akhir abad 17 M. Pada jaman Kartasura,

Djajadiningrat (dalam Darusuprapta 1913: 301) bahkan mungkin lebih awal lagi,

pada paruh pertama 17 M. Pada masa Mataram mulai bangkit dan mekar sekitar

tahun 1635 M de Graaf (dalam Darusuprapta 1953: 11).

Bertepatan dengan perkembangan istilah nama babad di Jawa yang

diperkirakan selambat-lambatnya abad 17 M. Di sini Babad Onje pun ikut

mewarnai perkembangan babad di kawasan Banyumas. Adanya para penguasa

atau para bupati di lingkungan Banyumas, tak ketinggalan pula kekuasaan di

bagian utara yang kini menjadi Kabupaten Purwokerto, Purbalingga serta

Banjarnegara. Timbulnya kabupaten-kabupaten dapat diibaratkan seperti

tumbuhnya jamur di musim penghujan. Kabupaten-kabupaten seperti Onje,

Penisian, Cipaku, Arenan, Purbadana merupakan bekas kota Kabupaten yang

berdiri sekitar sebelum tahun 1560 (A.M Kartasoedirdja, 1941:3).

(13)

Babad berarti ’merombak atau menebang pohon-pohon yang ada dihutan

dan semak belukar’. Poerwadarminta (1939:23) membedakan kata babad yang

ditulis berakhir dengan huruf ”d” yang berarti: 1) cerita peristiwa yang telah

terjadi 2) di babadi yang berarti ’ditebang dan dibersihkan (hutan belukar,

pohon-pohon, untuk dijadikan desa’; sedangkan kata babat ditulis berakhir dengan huruf

”t” yang berarti ’isi perut, tempat menghancurkan makanan binatang pemamah

biak’. Dengan demikian baik babad maupun babat dalam segala

perkembangannya kemudian berarti ’lukisan cerita perilaku sejarah yang bertalian

dengan pembukaan hutan, atau pendirian negeri, dan peristiwa yang telah atau

dianggap terjadi yang melatarbelakangi’. Agaknya di sini dalam pengertian Babad

Onje lebih cocok jika ditulis dengan huruf ”d”, karena Babad Onje juga

menceritakan terjadinya desa Onje.

Karya tulis ini mencoba memberikan gambaran mengenai karya sastra

Babad, khususnya karya sastra yang berjudul Serat Sejarah Babad Onje. Naskah

ini memakai kertas berukuran 10,5 x 8,5 cm, 107 halaman. Teks berhuruf Arab

pegon, berbahasa Jawa krama dan ngoko. Naskah pernah dijadikan bahan

penulisan skripsi di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada. Naskah ini milik

keluarga keturunan bupati Onje, yang isinya tentang pengangkatan bupati Onje

pertama oleh Sultan Hadiwijaya beserta silsilah keturunannya. Desa Onje

sekarang terletak di daerah Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga,

(14)

1.2 Pembatasan Masalah

Karya tulis ini mempunyai obyek penelitian naskah sebagai salah satu

peninggalan masa lampau. Apabila hendak mengadakan rekonstruksi teks tersebut

maka naskah-naskah yang ada direkonstruksi secara bertahap sambil melakukan

emendasi. Yaitu salah satu bacaan salah dibetulkan menurut bacaan yang benar,

yang terdapat dalam naskah-naskah lain. Setelah itu baru dapat menentukan atau

memilih, kemudian menerapkan metode mana yang diharapkan mampu

menghasilkan teks yang mendekati asli, teks yang bersih dari

kekeliruan-kekeliruan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka maslalah yang akan dikaji dalam

skripsi ini adalah tentang rekonstruksi cerita Babad Onje yang akan dilengkapi

dengan naskah lain yang ada hubungannya dengan isi naskah tersebut. Dalam

Babad Purbalingga berisi tentang daerah Purbalingga yang menyangkut desa Onje

yang isinya demikian, Ki Tepus Rumput bertapa, di dalam tapanya beliau

mendapat firasat dapat menemukan cincin wasiat milik Kanjeng Sultan Pajang

yang telah hilang. Atas keberhasilannya menemukan cincin wasiat tersebut Ki

Tepus Rumput diberi hadiah seorang istri Sultan dan diangkat menjadi adipati di

desa Onje. Babad Purbalingga merupakan koleksi Museum Sanabudaya dengan

nomor kode PBA 271. Di samping dua naskah tersebut, di Cipaku juga ditemukan

naskah Serat Sejarah Rupi Onje. Naskah ini koleksi Baruna, Penatus Cipaku,

Kecamatan Mrebet, Purbalingga. Hal itulah yang akan dijadikan bahan untuk

(15)

1.3 Permasalahan

Karya tulis diungkapkan tak lain adalah untuk mengetahui keadaan dan

kejadian pada waktu itu, serta latar belakang yang melahirkan karya ini sebagai

hasil karya sastra. Babad Onje memang menarik untuk dikaji terutama bagi

masyarakat Purbalingga yang mengakaui kehadiran cerita tersebut. Berdasarkan

masalah di atas maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana rekonstruksi

cerita Adipati Onje dari teks-teks yang ada?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui hasil

rekonstruksi cerita Adipati Onje.

1.5 Manfaat

Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Memberikan sumbangan kepada usaha melestarikan dan menggali warisan

budaya bangsa yang berupa naskah-naskah lama.

2. Melestarikan nilai-nilai luhur tinggalan nenek moyang.

3. Manfaat yang lain adalah untuk mengantisipasi hasil-hasil kebudayaan Jawa

khususnya babad agar tidak hilang dari masyarakat akibat perkembangan ilmu

(16)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Filologi

2.1.1 Pengertian filologi

Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang

luas yang mencakup bidang kebahasan, kesastraan, dan kebudayaan. Kata

filologi menurut etimologi, filologi berasal dari kata Yunani Philos yang

berarti ’cinta’. Dan logos yang berarti ’kata’, atau senang. Arti ini kemudian

berkembang menjadi ’senang belajar’, senang ilmu’, dan ’senang kesastraan’

atau senang ’kebudayaan ’ Baried (1983:1).

Lebih lanjut Baried (1983:2) berpendapat bahwa menurut istilah

filologi mempunyai beberapa arti sebagai berikut:

1. Filologi pernah dipandang sebagai hermeneutik atau ilmu tafsir teks yang

dihubungkan dengan bahasa dan kebudayaan masyarakat yang memiliki

teks tersebut.

2. Filologi dipakai juga sebagai istilah untuk menyebut studi bahasa atau

linguistik.

3. Filologi pernah diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang segala hal

sesuai yang pernah diketahui orang.

4. Filologi ada juga yang mengartikan sebagai ilmu sastra karena yang dikaji

karya sastra. Saat ini filologi ada yang mengartikan sebagai ilmu bantu

(17)

satra karena filologi menyiapkan teks-teks sastra, khususnya sastra klasik

agar siap dikaji.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Baried, Lubis (2001:16)

menjelaskan pengertian filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra

dalam arti luas yang mencakup bidang bahasa, sastra dan kebudayaan.

Sementara itu, menurut Sudardi (2001:1) pengertian filologi adalah suatu

disiplin ilmu yang meneliti secara mendalam naskah-naskah klasik dan

kandungannya.

Jadi, menurut penulis filologi adalah ilmu yang mempelajari naskah

beserta pembahasan dan penyelidikan kebudayaan bangsa berdasarkan naskah

kuno atau klasik. Dari naskah kuno atau klasik itu orang dapat mengetahui

latar belakang kehidupan masyarakat pada zaman dahulu misalnya,

adat-istiadat, agama, kesenian, bahasa, pendidikan dan sebagainya.

2.1.2 Objek Filologi

Setiap ilmu mempunyai objek penelitain, tidak terkecuali filologi yang

bertumpu pada kajian naskah dan teks klasik. Naskah-naskah yang menjadi

objek material penelitian filologi adalah naskah yang ditulis pada kulit kayu,

bambu, lontar dan kertas. Penyebutan istilah ’klasik’ pada teks-teks Nusantara

hakekatnya lebih ditekankan pada masalah waktu dan periode masa lampau

yang di Indonesia biasanya disebut dengan ”pramodern” yaitu suatu kondisi

waktu dimana pengaruh Eropa belum masuk secara intensif (Lubis 2001:25).

Objek penelitian filologi adalah teks dari masa lampau yang tertulis di

(18)

(1985:3-4) filologi mempunyai objek naskah dan teks. Oleh karena itu, perlu

dibicarakan hal-hal mengenai seluk-beluk naskah, teks, dan tempat

penyimpanan naskah.

2.1.2.1 Naskah

Menurut Baried (1983:54) naskah merupakan benda kongkret yang

dapat dilihat atau dipegang, seperti semua bahan tulisan tangan yang disebut

naskah (handschrift). Di Indonesia bahan naskah yaitu dapat berupa lontar,

kayu, bambu, rotan, dan kertas Eropa. Naskah menurut Ikram (1994:3) adalah

wujud fisik dari teks. Tulisan-tulisan pada kertas disebut naskah, dalam bahasa

inggris naskah disebut dengan istilah manuscript, sedangkan dalam bahasa

belanda disebut handsckrift (Djamaris 1990:11).

Naskah adalah semua hasil tulisan tangan yang menyimpan berbagai

ungkapan cipta, rasa dan karsa manusia yang hasilnya disebut hasil karya

sastra, baik yang tergolong dalam arti umum maupun dalam arti khusus yang

semuanya merupakan rekaman pengetahuan masa lampau bangsa pemilik

naskah (Dipodjojo 1996:7).

2.1.2.2 Teks

Menurut Baried (1984:4) teks adalah sesuatu yang abstrak. Teks

filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan. Teks lisan yaitu suatu

penyampaian cerita turun-temurun kemudian ditulis dalam bentuk naskah.

Naskah itu kemudian mengalami penyalinan kemudian dicetak. Teks tulisan

(19)

Menurut Lubis (2001: 30) teks adalah kandungan atau isi naskah. Teks

terdiri atas isi dan bentuk. Isi teks mengandung ide-ide atau amanat yang ingin

disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Di dalam proses penurunannya,

secara garis besar dapat disebutkan ada tiga macam teks yaitu: teks lisan, teks

tulisan, dan teks cetakan.

2.1.2.3 Tempat Penyimpanan Naskah

Naskah biasanya disimpan pada berbagai perpustakaan dan museum

yang terdapat di berbagai negara. Naskah-naskah teks nusantara pada saat ini

sebagian tersimpan di museum-museum di 28 negara, yaitu Afrika Selatan,

Austria, Belanda, Belgia, Ceko, Denmark, India, Indonesia, Inggris, Irlandia,

Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Malaysia, Norwegia, Polandia, Portugal,

Prancis, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Spanyol, Swedia, Swiss, Thailand,

dan Vatikan (Chambert-lior 1999:203-243). Sebagian naskah lainnya masih

tersimpan dalam koleksi perseorangan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan objek filologi berupa

naskah dan teks. Jadi, naskah adalah hasil tulisan tangan yang berwujud fisik,

dan di dalamnya menandung nilai-nilai, sedangkan teks adalah isi dari naskah

yang di dalamnya mengandung amanat.

2.2 Kritik Teks

2.1.1 Pengertian kritik Teks

Tugas terpenting seorang filolog adalah melakukan kritik teks

(20)

fungsinya dari aspek tertentu. Melalui kerja yang dilakukan dengan

metode-metode filologi, seorang filolog dapat meruntut sejarah sebuah naskah.

Sebuah rekonstruksi teks dapat dihasilkan dari suatu karya yang ditulis oleh

seorang penulis pada kurun waktu berabad-abad yang lalu (Robson, 1994:16).

Dalam penelitian ini, dengan melihat sejumlah metode pengkajian naskah

yang lazim dipergunakan untuk meneliti naskah, maka dipilihlah metode

landasan yang menempatkan sebuah naskah Babad Onje untuk disunting

sebagai dasar kajian serta mempertimbangkan naskah Babad Purbalingga

dan naskah Serat Sejarah Rupi Onje sebagai sumber acuan.

Menurut Han (dalam Djamaris 1991:11) inti kegiatan filologi dapat

dikatakan penetapan bentuk sebuah teks yang paling autentik. Tujuan

penelitian filologi ialah mengungkapkan kembali kata-kata semurni mungkin.

Adapun pemurnian teks disebut kritik teks.

Menurut Sudjiman (dalam Djamaris 1991:1) pengertian kritiks teks

yaitu pengkajian dan analisis terhadap naskah dan karangan terbitan untuk

menetapkan umur naskah, identitas pengarang, dan keautentikan karangan.

Jika terdapat berbagai teks dalam karangan yang sama, kritiks teks berusaha

menentukan mana diantaranya yang otoriter dan yang asli. Usaha ini

dilakukan untuk merekonstruksi teks.

Sementara itu, menurut Sutrisno (dalam Djamaris 1991:12) tujuan

kritik teks adalah menghasilkan suatu teks yang paling mendekati teks asli.

Teks asli oleh peneliti filologi dari kesalahan yang terjadi selama penyalinan

(21)

dan bagian-bagian naskah yang tadinya kurang jelas dijelaskan sehingga

seluruh teks dapat dipahami sebaik-baiknya.

2.2.2 Pengertian Transliterasi

Menurut Baried (1983:65) transliterasi artinya penggantian jenis

tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Istilah ini

dipakai bersama-sama dengan istilah transkripsi dengan pengertian yang

sama yaitu penggantian jenis tulisan naskah. Penggantian jenis tulisan pada

prasasti umumnya memakai istilah transkripsi. Apabila istilah transkripsi

dibedakan dari istilah transliterasi, maka transkripsi artinya salinan atau

turunan tanpa mengganti macam tulisan, jadi hurufnya tetap sama. Mengenai

pengertian transkripsi, Pedoman Umum Pembentukan Istilah (1975)

memberikan batasan pengubahan teks dari satu ejaan yang lain (alih ejaan)

dengan tujuan menyarankan lafal bunyi unsur bahasa yang bersangkutan,

misalnya: coup d’etat menjadi ’kudeta’ psycology menjadi ’psikologi’. Dalam

hal penyalinan kata-kata asing seperti contoh di atas dapat kiranya dipakai

pedoman salinan disesuaikan dengan lafal dan ejaan dalam bahasa Indonesia.

Pendapat tersebut senada dengan Sudardi (2001:29) yang menjelaskan

pengertian transliterasi adalah pengalihan dari huruf dan dari abjad yang satu

ke abjad yang lain.

Transliterasi adalah penggantian dari huruf demi huruf dan dari satu

abjad ke abjad yang lain misalnya huruf Arab-Melayu ke huruf latin (Lubis,

(22)

aksara, penggantian jenis aksara (yang ada umumnya kurang dikenal) dengan

aksara dari abjad yang lain (yang dikenal dengan baik).

Transliterasi merupakan salah satu langkah dalam penyuntingan teks

yang ditulis dengan huruf Arab Melayu. Salah satu tugas peneliti filologi

dalam transliterasi adalah menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah,

khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan ciri ragam

bahasa lama dipertahanakan bentuk aslinya, tidak disesuaikan penulisannya

dengan penulisan kata menurut Ejaan Yang Disempurnakan supaya data

mengenai bahasa lama dalam naskah tidak hilang (Djamaris, 199: 4-5).

Transliterasi sangat penting untuk memperkenalkan teks-teks lama

yang tertulis dengan huruf daerah karena kebanyakan orang sudah tidak

mengenal atau tidak akrab lagi dengan tulisan daerah dalam hal transliterasi

perlu diikuti pedoman yang berhubungan dengan pembagian kata, ejaan dan

pungutasi (Baried, 1983:31). Yang dimaksud dengan pungutasi adalah 1)

tanda baca yang berfungsi sebagai tanda penuturan kalimat, seperti koma,

titik koma, titik, titik dua, tanda tanya, tanda seru, dan tanda petik, tanda

seperti itu biasanya digunakan untuk teks prosa; 2) tanda metra yang

berfungsi sebagai tanda pembagian puisi yaitu sebagai pembatas larik, bait,

dan tembang, tanda itu biasanya digunakan dalam teks puisi. Seperti

diketahui teks-teks lama ditulis tanpa memperhatikan unsur tata tulis yang

merupakan kelengkapan wajib untuk memahami teks. Hal ini berkaitan

dengan gaya penceritaan yang mengalir terus karena dulu teks dibawakan

(23)

bersama-sama. Penulisan kata-kata yang tidak mengindahkan pemisahannya

serta penempatan tanda baca yang tidak tepat dapat menimbulkan arti yang

berbeda, sedang pada ejaan prinsip dasarnya adalah keajegan di samping

mengikuti ejaan yang sudah dibakukan.

Dalam transliterasi naskah Babad Onje dari tulisan Arab ke tulisan

latin, di sini dicantumkan huruf-huruf arabnya sekaligus penafsirannya ke

dalam tulisan latin. Huruf-huruf arab yang tertulis di bawah ini adalah huruf

yang digunakan dalam Babad Onje.

Semua huruf-huruf Arab yang tertera di atas tersebut adalah huruf yang

digunakan dalam naskah Babad Onje, sedangkan penafsiran isi doanya diambil

dari juz’amma.

خ

پ

پ

(1)

= alif = a; (2)

ب

= bā = b; (3)

ت

= tā = t; (4)

ث

= tsa = ts;

(5)

ج

= jim = j; (6)

ح

= hā = h; (7)

خ

= khā = kh; (8)

د

= dāl = d;

(9)

ذ

= dzāl= dz; (10)

ر

= rā = r; (11)

ز

= zai = z; (12)

س

= sīn = s;

(13)

ش

= syīn = sy; (14)

ص

= shād = sh; (15)

ض

= dlād = dl;

(16)

ط

= tha = th; (17)

ظ

= zhe = zh; (18)

ع

= `ain = `; (19)

غ

= ghain =gh;

(20)

ف

= fa = f; (21)

ق

= qof = q; (22)

ك

= kaf = k ; (23)

ل

= lam = l;

(24)

م

= mim =m; (25)

ن

= nun = n; (26)

و

= wau = w; (27)

ء

= hamzah = a;

(28)

= ha = h; (29)

ي

= ya = y; (30)

ک

= ga =g; (31)

د

= dha = dh;

(24)

2.3 Metode Penyuntingan Teks

Menurut Baried (1983: 67) metode landasan merupakan metode yang

diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul

kualitasnya di bandingkan dengan yang lain diperiksa dari sudut bahasa,

kesastraan, sejarah dan lain-lainnya dan oleh karena itu mengandung paling

banyak bacaan yang baik. Maka naskah tersebut dipandang paling baik dan

dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. Metode ini disebut juga metode

induk atau legger.

Dalam penyajian ini yang akan dijadikan landasan atau induk teks adalah

Babad Onje. Kemudian ’Babad Purbalingga dan Serat Sejarah Rupi Onje’

dipakai sebagai pelengkap jika dirasa menunjang dan bila menemui kesulitan.

Dalam penyajian Babad Onje yang dianggap lebih tua, karena jika dilihat dari

sudut bahasa, kesastraan, sejarah, dan lainnya mengandung banyak bacaan yang

baik. Di samping itu juga karena Babad Onje merupakan sebuah naskah yang

belum disalin jadi masih asli tulisan tangan, sedangkan Babad Purbalingga dan

Serat Sejarah Rupi Onje sudah dalam keadaan translitersi atau salinan berupa

ketikan. Maka dari itu Babad Purbalingga dan Serat Sejarah Rupi Onje hanya

akan digunakan untuk melengkapi.

2.4 Terjemahan Teks

Terjemahan merupakan masalah tersendiri dalam penelitian teks, baik teks

klasik maupun teks sastra daerah. Jika tanpa penyajian terjemahan, setidaknya ada

(25)

isi. Pada dasarnya terjemahan adalah penggantian bahasa dari bahasa yang satu ke

bahasa yang lain atau pemindahan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Keberhasilan

terjemahan amat bergantung pada 1) pemahaman yang sebaik-baiknya terhadap

bahasa sumber, yaitu bahasa yang diterjemahkan; 2) penguasaan yang sempurna

terhadap bahasa sasaran, yaitu bahasa yang digunakan untuk menterjemahkan; 3)

pengenalan latar belakang penulisan baik tentang diri penulis maupun masyarakat

bahasanya.

Maksud dan tujuan terjemahan ini diusahakan seperti teks semula, yaitu

menggunakan penggantian kata demi kata apabila mungkin, yang disebut

terjemahan lurus. Kemudian menggunakan terjemahan isi atau makna, yaitu

kata yang diungkapkan dalam bahasa sumber diimbangi salinannya dengan

kata-kata bahasa saran yang sepadan. Setelah itu, digunakan pula terjemahan bebas

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang berupa teks

naskah Babad Onje milik Bapak Soepeno Adi Warsito anggota DPRD Golkar

Kabupaten Purbalingga, Karesidenan Banyumas Propinsi Jawa Tengah. Sumber

data penelitian ini adalah naskah Babad Purbalingga yang terdapat dalam naskah

S.144 koleksi Museum Sanabudaya Yogyakarta dalam ”Kempalan Cariyos

Legendaris Banyumasan” kumpulan naskah tersebut ditulis dalam bahasa jawa,

aksara latin, prosa. Berisi 4 buah cerita yang salah satunya adalah Babad

Purbalingga. Naskah ini disusun dari sumber lisan dan tertulis, yang disimpan

oleh ahli waris, diteliti, diadakan perbandingan dengan beberapa sumber,

kemudian disusun oleh A.M. Kartasudirdja, kepala sekolah SD (Verrolg School)

di Selanegara, Purbalingga, antara tahun 1939-1941. Alihaksara ini disalin dari

karya Kartasudirdja oleh petugas Panti Boedaja di Yogyakarta pada tahun 1941.

Di samping kedua naskah tersebut akan dicantumkan pula naskah ”Serat Sejarah

Rupi Onje” milik Baruna, penatus Cipaku, Kecamatan Mrebet, Purbalingga.

Naskah ini berisi tentang teks Serat Sejarah Rupi Onje yang sudah

ditransliterasikan oleh Drs. Riboet Darmosoetopo dari jurusan Arkeologi, Fakultas

Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1977.

(27)

3.2 Metode Penelitian

Metode landasan merupakan metode yang diterapkan apabila menurut

tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya di bandingkan

dengan yang lain diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah dan lain-lainnya

dan oleh karena itu mengandung paling banyak bacaan yang baik. Maka naskah

tersebut dipandang paling baik dan dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi.

Metode ini disebut juga metode induk atau legger.

Varian-variannya hanya dipakai sebagai pelengkap atau penunjang.

Seperti halnya pada metode atas dasar bacaan mayoritas, pada metode landasan

ini varian-varian yang terdapat dalam naskah-naskah lain seversi dimuat dalam

aparat kritik, yaitu bahan pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan cara studi pustaka. Studi pustaka dapat diartikan membaca naskah yang

berhubungan dengan penelitian ini. Penulis membaca dan memahami naskah

Babad Onje, kemudian memilih bagian-bagian mana yang sesuai dengan

(28)

3.4 Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan adalah cara kerja penelitian Djamaris

(1977: 23-29) memberikan penawaran tentang cara kerja penelitian filologi

tersebut, yaitu dengan mengerjakan beberapa langkah sebagai berikut.

1. Melakukan inventarisasi naskah dengan cara mendata semua naskah babad

yang ada hubungan dengan Babad Onje dari berbagai katalogus yang ada

di perpustakaan-perpustakaan, museum, buku-buku yang membicarakan

pernaskahan, penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pernaskahan,

maupun koleksi perorangan.

2. Melacak sejumlah naskah babad yang ada hubungannya dengan Babad

Onje berdasarkan beberapa katalogus atau buku-buku yang telah dibaca.

Selanjutnya berusaha untuk mendapatkan naskah-naskah salinan

(kopi)nya.

3. Membaca sejumlah naskah salinan (kopi) naskah Babad Onje yang telah

didapatkan.

4. Mendeskripsikan naskah, yaitu dengan menjelaskan keadaan naskah,

kertas, watermark, catatan mengenai isi naskah, dan pokok-pokok isi

naskah.

5. Membandingkan naskah, suatu teks biasanya diwakili lebih dari satu

naskah yang tidak selalu sama isi bacaannya atau bahkan beda dalam

(29)

dipertanggungjawabkan sebagai dasar suntingan, perlu melakukan

pembandingan naskah.

6. Mengetahui dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasikan

atau teks yang akan disunting.

(30)

BAB IV

REKONSTRUKSI CERITA ADIPATI ONJE

4.1 Deskripsi Naskah

1. Naskah A

Koleksi Bapak Soepeno Adi Warsito. Naskah berjudul ”Punika Serat

Sejarah Babad Onje” (137 hlm, bhs jawa krama dan ngoko, aksara Arab

pegon).

Naskah Babad Onje, naskah milik Bapak Soepeno Adi Warsito,

anggota DPRD Kabupaten Purbalingga. Judul naskah tertulis pada bagian

depan berbunyi ’Punika Serat Sejarah Babad Onje, ’Inilah Kitab Sejarah

Babad Onje’. Naskah ini ditulis pada kertas berukuran 10,5 x 8,5 tebal 137

halaman, terbagi atas 107 halaman teks dan 30 halaman kosong. Ukuran

teksnya 9 x 7,5 cm. Isi tiap-tiap halaman rata-rata 7 baris. Naskah ditulis

dengan menggunakan huruf Arab pegon, dan berbahasa Jawa krama dan

ngoko. Keadaan hurufnya agak sukar dibaca karena merupakan hasil karya

beberapa tangan atau ditulis oleh lebih dari seorang. Naskah berisi tentang

pengangkatan bupati Onje pertama oleh Sultan Hadiwijaya beserta silsilah

keturunannya.

2. Naskah B

Koleksi Museum Sanabudaya. Nomor PBA 271/ Naskah berjudul

”Kempalan Cariyos Legendaris banyumasan” (40 hlm, bhs jawa krama,

aksara latin).

(31)

Naskah Babad Purbalingga merupakan bagian ’Kempalan Cariyos

Legendaris Banyumasan’, koleksi perpustakaan Museum Sanabudaya, nomor

PBA 271. Teks diketik dengan huruf latin pada kertas berukuran 17 x 25 cm,

tebal 40 halaman. Waktu penulisannya pada tanggal 10 juni 1939, di

Selanegara, oleh Bapak A.M. Kartasoedirdja, menggunakan bahasa jawa

krama dengan huruf latin. Naskah berisi tentang Ki Tepus Rumput bertapa, di

dalam tapanya beliau mendapat firasat yaitu dapat menemukan cincin wasiat

milik Kanjeng Sultan Pajang yang hilang. Atas keberhasilannya dapat

menemukan cincin tersebut Ki tepus Rumput diberi hadiah seorang istri Sultan

dan diangkat menjadi adipati di desa Onje.

3. Naskah C

Koleksi Bapak Baruna Penatus Cipaku. Naskah berjudul ”Serat Sejarah Rupi Onje” (12 hlm, bhs Jawa krama, aksara latin).

Naskah Babad Onje, naskah milik Bapak Baruna Penatus Cipaku,

Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Karesidenan Banyumas, Propinsi

Jawa Tengah. Judul naskah tertulis pada bagian depan berbunyi ’Serat Sejarah

Rupi Onje’. Naskah ini ditulis pada kertas berukuran 11 x 9 cm tebal 12

halaman yang berisi teks Serat Sejarah Rupi Onje yang sudah

ditransliterasikan oleh Drs. Riboet Darmosoetopo Jurusan Arkeologi, Fakultas

Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1977. Isi naskah tidak jauh

beda dengan naskah-naskah sebelumnya, bedanya naskah ini berisikan

(32)

4.2 Wujud Teks Babad Onje

/1/, /2/, /3/ kosong.

/4/tidak dapat ditafsirkan karena isinya tidak jelas.

/5/punika dunga wicara ba’da adan allahumma rabbahadihi da’watittamah

wasshalatu alqaimatahu ati Sayidina muhammadi alwasilata wab’aftshu

makoma mahmudalladzi waattah innakaltuh lifud mi’ad

/6/ s.d /12/kosong.

/13/alhamduliladzi wa’adz tahu ya arhamarahimina inakaltuh lifulmi’awalu

rabbi a’idzini min kulaika lamun...adzab Allahi. Punika dunga wicara ing

antarane ...allahumma nauwir qulubana Allahu akriwalmura tibati walayina

qulubana bi taufik wallatif walhamdullillah al khabir walhidayah.

/14/ kosong.

/15/, /16/merupakan sebuah doa yang tidak lengkap jadi tidak disunting disini.

/17/ s.d /20/ kosong.

/21/Punika serat sejarah Babad Onje. Ingkang mertapa ing Onje nami Kiyai

Tepus Rumput, sampuning mertapa lajeng suwita dhateng Kanjeng Sultan

Pajang. boten antawis lami wonten dhawuh undhang: ”Sapa sira bocah

ingsun kang bisa anjuput ali-aliningsun, Socaludira wasiyat, saiki kalebu

aneng sumur jumbleng. Ingkang abdi boten wonten ingkang saguh mendhet,

(33)

/22/satuhune ora nana Pangeran aning ingsun kang abadan kang anyawa

kang anduweni nyawa kabeh urip

/23/bumi tinemu bumi yen suwunga pasahkerahe anemu bumi tinemu dening

bumi layah saking Ore-ore kang anemu kang tinemu iya awak piyambak kang

punika pakanira kawruhana yen jeneng pakanira sukma Maha Suci dadi

pakanira aja angrasa mati aja angrasa rusak kalbune

/24/ca saben-saben rahina wengi iman suci ma’lum roh tetep mulih langgeng

suci sampurna giling badan suci sarira gumilang-gilang kadi gedhah

winasuhan mulih kejatining palang kajati sampurna jat munggah kejapatu

urip salawase nuli kejapatu nanging urip kena mati langgeng tan kena owah

/25/masih sukar ditafsirkan karena tanpa tanda baca.

/26/Bismilahir rahmanir rahiim tsa pangalasan tedhak saking Pangeran

ngulang. Onje badan kabeh kawengku dening sih kanugrahaning Pangeran

tedhak saking Pangeran Gegeseng. Sutu ilang cintaning angen-angen

ilallaha. Punika pangalasan malih tedhak Pangeran Alu Dusuri lan ilang

banyu urip dzat les sukma mulya alam jati sampurna. Punika kang

pangandika Pangeran ning dhateng Pangeran Kalijaga adhi, punika

pamejang dhateng andika ing pelayaran punika wau

/27/Pagendholan, wondenten perdikan Onje inggih kalulusaken merdekanipun

nanging dipunelong ingkang kalih gerumbul: Tuwanwisa, Pesawahan,

ingkang merdika kantun Onje kemawon lan dipunelong malih kantun Onje

Pekauman kemawon, Tahun sadasa dipunbedhah dados sabin, long sewu,

ingkang punika inggih taksih mardika.

/28/kaparingan dhusun tigang grumbul: Tuwanwisa, Pesawahan lan Onje,

(34)

keparingan nami Ngabdullah ing Onje nunten seda Kiyai Ngabei Dhenok,

ketampen dhateng putra Kiyai Ngabei Gabug, nunten Kiyai Ngabei kondur,

nunten Kiyai Cakrayuda putra Toyamas, nunten Kiyai Ngabei kondur, nunten

ketampen dhateng Kiyai Ngabei Dipayuda kang saking

/29/Kanjeng Suhunan sumare ing Tegalwangi. Ketampen dhateng kang putra

kang jumeneng suhunan Mangkurat bumi Onje. Nunten ketampen dhateng

putra kang jumeneng Suhunan Mas seda ing Selong, ingkang madeg nata

Kanjeng Pakubuwana ingkang punika silep Kabupaten ing Onje. Ingkang

gumantos Kiyai Ngabei Dhenok ing Pamerden, kersanipun Kiyai Ngabei

Dhenok ing Pamerden, kersanipun Kiyai Ngabei Dhenok, Ki Pangulu Onje

Kapacak perdikan.

/30/Kersane Suhunan anjenengaken banon dhateng kawula tengahan,

kapundhutan damel kawula saleksa, aturing kawula tengahan boten nyanggi

damel kawula saleksa. Lan pamenipun Kiyai Tumenggung Pangsangangan

kalih Tumenggung Yudabangsa den pengkoni bumi tengahan lan dencacah,

Onje kabukten kawula tigang lawe, dencacah kapanggih kawanatus, kalintir

dalah tiyang Purbasari kinarya bantu dhateng kawula iya luwiyah lan

sasurude

/31/dhateng Pangeran Sayidiyah Kemuning, nunten dhateng Pangeran

Sayidiyah Krapyak nunten ketampen dhateng Kanjeng Sultan Kuwasa gugur

ing Pandomasan. Onje mantuk dhateng kotan kalihatus malih, kang jumeneng

patih ingkang putra Kiyai Wiraguna, ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking

Onje, nunten dipunprentah tiyang dhusun dhateng Kiyai Wiraguna, sasurude

Kiyai Wiraguna ketampen dhateng Pangeran Sukowati, lan sasurude Sultan

ketampen dhateng Suhunan Plered.

/32/Onje, ana dene ratune Padhomasan Timbang. Purbasari satus, Bobotsari

(35)

Mertamenggalan satus, Toyareka satus kawan dasa, Selanga Kalikajar pitung

dasa, Onje kalihatus, lan sasurude Kanjeng Sultan Pajang, ketampen dhateng

Kiyai Agung Matawis, sasurude Kiyai Agung Metawis, ketampen

/33/isinya sama dengan /30/.

/34/menawi wus kelar angembat watang iku gawanen malebu sareng sampun

dugi ing mangsa, nunten kasaosaken malebet, pangandikane Kanjeng Sultan,

ingsun darma bae ya sira kang anduweni anak iku dadi wewinih ana ing desa,

lan manira paringi bumi karya wolungatus tigang lawe sarta katandhan

upacaraning bupati, lan kaparingan nama Kiyai Dipati Anyakrapati ing Onje,

lan manira gawani sentana kami sepuh pitung somah dadia emban-embane

aning

/35/tumpangi. Inggih sakelangkung saking panuwun kula. Lan sira manira

paringi bumi karya rongatus mardika. Lan sira manira sengkakaken ing luhur

sinebut Kiyai Ageng Ore-ore. Nunten lajeng mantuk dhateng dhusun Taruka

ing Onje, sareng dugi ing mangsa zhohir ingkang putra miyos kakung, lajeng

ngunjuki uninga dhateng Kanjeng Sultan Pajang, nunten ngandika Kanjeng

Sultan: ”Iya sira reksanen bocah iku dibecik, besuk

/36/ingkang saguh mendhet, lajeng dipunpaikani dinamelan sumur ing

sandhingipun, nunten kepanggih kagungan dalem supe lajeng kapundhut kalih

Kanjeng Sultan Pajang,, dhawuhe Kanjeng Sultan: ”Ingsun ora wani

sapa-sapa kang anemokaken manira paringi bojoningsun bocah desa asal Menoreh

putrane Kiyai Menoreh, uga dipati Menoreh iya reksanaken ananging iya wus

meteng oleh kapat tengah iki, iki poma-poma aja ko

(36)

/38/Punika serat sejarah Babad Onje. Ingkang mertapa ing Onje nama Kiyai

Tepus Rumput, sampuning tapa lajeng suwita dhateng Kanjeng Sultan

Pajang, boten antawis lami wonten dhawuh undhang: ”Sapa bocah ingsun

kang bisa anjuput ali-aliningsun, socaludira wasiyat, saiki kalebu ning sumur

jumbleng”. Ingkang abdi sami boten wonten ingkang saguh mendhet, amung

Kiyai Tepus Rumput

/39/sumur jumbeleng, ingkang abdi boten wonten ingkang saged mendhet

amung Kiyai Tepus Rumput

/40/ingsun ora wani-wani sapa kang anemokaken manira paringi bojoningsun

bocah desa asal putrane Kiyai Dipati Menoreh iya rawatana ananging iya

wus meteng olih kapat tengah iya iku poma-poma aja kowe tumpangi, inggih

sakelangkung saking panuwun

/41/kula lan sira manira paringi bumi karya rongatus mardika lan sira

manira sengkakaken ing luhur sinebut Kiyai Ageng Ore-ore, nunten lajeng

mantuk dhateng dhusun Teruka ing Onje, sareng dugi ing mangsa zhohir

ingkang putra miyos kakung lajeng ngunjuki uninga dhateng

/42/Kanjeng Sultan Pajang, nunten angendika Kanjeng Sultan iya sira

reksanen bocah iku dibecik, besuk

/43/ ...cicing mohing ikilah ngilmu panglepasan tedhak saking Pangeran

Bismillahir rahmanir rahiim osik sirnaning badan kabeh kawengku dening

asih kanugerahaning Pangeran. Punika panglepasan tedhak saking Pangeran

Geseng. Sirullah edzat ciptaning

/44/angen-angen illallahu. Ikilah panglepasan malih dus urip dinusah ing

(37)

pangandikane Pangeran Benang dhateng Pangeran Kalijaga adhi punika

pamejang manira dhateng andika ing Paleran, punika budi

/45/bumi tinemu yen suwunga pasangkerane bumi tinemu dening bumi liyan

saking awak piyambak kang anemu kang tinemu punika iya awak piyambak

kang anemu punika palairan kawruhana yen jeneng pakanira iya sukma Maha

suci dadi pakanira aja angrasa mati aja angrasa rusak kalbune

/46/ana patining sukma tan ana patining sukma punika ngalam kesampurnan

iki lafazhe bismillahir rahmanir rahiim asyhadu kahanan ingsun ilahi

rupaningsun, illallahu Pangeran ingsun, satuhune ora ana Pangeran

ananging ingsun kang abadan kang anyawa kang anduweni nyawa kabeh urip

/47/tan kenang pati langgeng tan kenang owah mulya langgeng tan

kawor-kaworan ilang tan kena ing lali jenenging manira iki nuwallan. Punika

panglepasan malih asyhadu welasaning tauhid nyata sampurna kang lesah

syahadat nyata sampurna kang ilang onine rahina wengi jenenge sukma

arabe Allahu

/48/akbar iya iki sejatining Islam. Punika pujine wong arep mati derapon

sampurna wicara saben-saben rahina wengi iman suci badan ma’lum roh

tetep mulya langgeng badan suci sampurna gilang-gilang badan suci sarira

gemilang-gilang kadi gedhan winasuhan mulih

/49/kejatining suci pulang kejatining sampurna dat munggah kejapatu

ananging urip salawase mulih kejapatu nanging urip tan kenang mati

langgeng tan kenang owah mulih maring qudsaqullahu illallahu

/50/Punika dunga hasyah. Bismillahir rahmanir rahiim Bismillahinnuri,

(38)

zhulumati wanuri waanzala tahurata ’ala jabalithuri kitabi masthuri

walhamdullillahi alladi huwa bilghinai madzkurun

/51/wabil’izzi waljalali masyhurun walhamdullilahi alladzi halaqa

assamawati walarda waja’ala athulumatin wannuri tsumma aladzdzi yakafaru

birabbihim ya’diluna ka ha ya ’asha ha mim ’in syin qa iyakana’budu wa iya

kanasta’in ya huya ya qayumu. Allahu lathifun bi’ibadini

/52/yarzuku man yasyau wahuwal qawiyul ’azizu ya kafi kulla syaiin aklii

washrif’ani kulla syaiin inaka qadirun ’ala kulli syaiin biyadikal hairun

innaka ’ala kulli syaiin qadirun allahumma ya katsirunnawali wa ya

daimalwishalli wa ya husnul fa’ali wa ya razaqal’ibadi ’ala kulli halin

allahumma indahala saku

/53/fi imanibika walam a’lam bini lubtu ’annu wa aqulu la ilaha illallahu

muhammadu rasullahi allahumma in dahalasysyaku walkulru fi tahuhidi

iyyaka walam a’lam bihi tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu

rasulullahi allahumma asyabhatu fi ma’rifati iyyaka

/54/walam a’lam bini tubhu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu

rasullahi allahuma in dahala al’ujbu warriyau walkibriyau fi qalbi walam

a’lam bihi tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi

allahuma in jara

/55/alkadzibu ’ala lisani walam ’alam bini tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha

illallahu muhammadu rasulullahu allahumma in dahalanhifaqu fi qalbi min

adzunubi al’aghairi walkabalri walam a’lam bihi tubu ’anhu wa aqulu la

ilaha illallahu

/56/muhammadu rasulullahi allahumma ma asydaita ilaiya min hairin walam

(39)

allahumma bima qadar ta li min amrin walam ardlihi walam a’lam bihi tubhu

’anhu wa aqulu

/57/la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi allahumma ma an’amta ’ala

iyam min ni’matin fa ’ashaituka wagnafaltu ’an syukrika walam a’lam bihi

tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi allahumma

ma manahtu

/58/bihi ’ala iyya min hairin falam ahmad hu ’alaihi walam a’lam bihi tubtu

’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi Allahumma

madlaya’tu mihi’umuri walam tardla bihi tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha

illallahu muhammadu rasullihi allahumma bima auhaina aujubta

/59/ajma’ina wa anittabi’ina lahun biinsahin ila yaumidihi wansurha

warhamaa ’ahum birahmatika ya arhamarrahimina. Ya Allah. ya hayyu ya

qayumu ya la ilaha illa anta. ya Allah. Ya wasi’u maghfiratun ma’ahum ya

arhamarrahimin.

/60/jami’il ambiyai walmursalina wa’alal malaikatil muqarabina wa’ala

‘ibadillahi asyyalihina, min anlissamawati walardli waradlillahu tabaraka

wata’ala dawilqadir ajaliyi abi bakrin wa’ umuri wa’usmani wa’aliyi wa’an

airi ashabi rasulullahi

/61/allahumma salli wasalim ‘ala sayidina muhammadin fil auwalina washalli

wasalim ‘ala sayidina muhammadin fil ahirin washalli wasalim ‘ala sayidina

fi kulli waqtin wahina washalli wasalim ‘ala sayidina muhammadin

filamalailla a’la illa yaumidina washali wasalim ‘ala

/62/allahu lahu rubani rutib waila hadlarati habiyil mushthafa shallallahu

‘alaihi wasalam syaiun lillahi alfatihati waila rawani abanaa adama

(40)

/63/warazaqta wa amitta wa ahyaita ila yaumi tub’atsu man afhaita wasyalla

tasliman katsiran walhamdullillahi rabbil ‘alamina

TAMAT

/64/ s.d /69/do’a yang tidak dapat ditafsirkan karena isinya tidak jelas.

/70/wa syufqatini wabihaqi wa hilatihi wabihaqi ishaqa wadiyah yahatini

wabihaqi isma’il wafidzatini wabihaqi yusufa wahura batihi wabihaqi musa

wa ayatihi wabihaqi haruna wahurmatihi wabihaqi nudin wahaiatihi

wabihaqi luthin

/71/wajiratihi yunusa wada’watihi wabihaqi wa ainalin wakara amatihi

wabihaqi zakariya awathaha ratihi wabihaqi ‘isa wasaya hatihi wabihaqi

muhammadin shalla allaha ‘alaihi wasalam wasyafa ‘atihi antagfirlaha

walidaina wali ‘ulama ina waanta hudzabiyadi

/72/wata’thiyani suali watablughuni amali waan tasrifa ‘anni kulla man

‘adani birahmatika ya arhammarrahimina la ilaha illa anta subhanaka la

ilaha illa anta aina kuntu min atzalimin allahumma ya hayu ya qayumu la

ilaha illa anta ya allahu

/73/astaqfiruka waatubu ilaika fastajabna lahu wannajaina minalghami

wakadalika hunjlalmu’minina wahasbuna allahu wani’malwakil la haula

walaquwata hasbi allahu la ilaha illallahu ’alaihi tawakaltu wahuwa rabbil

’arsyi al’ithim walahaula

/74/wala quwwata illa billahil ’azhiim washalla allahu ’ala sayidina

muhammadin wa’ala alihi washabihi ajma’in subhana wabbika rabbil ’izati

(41)

/75/ Ikilah ayat pitu.

1. Bismillahir rahmanir rahiimqul lan yudlibana illa ama kataba allahu

laha huwa maulana wa’ala allahi faltawakal almu’minuna

2. Bismillaahir rahmanir rahiim wain yamsaka allahu bidluri fala

/76/Kasyifa lahu ila huwa waniyurdika bihairin fala rada lifadlihi yushibu

bihi man yashu min ’ibadihi wahuwa al gafururrahim.

3. Bismillahir rahmaanir rahiim wama min dabatin fi ardli ila ’ala

allahi rizqona waya’lamu

/77/ mustaqarraha wamustawuda ’aha kullum fi kitabi mubihin

4. Bismillahir rahmannir rahiim inni tawakaltu ’ala allahi rabbil

warabbukumma min dabatin illa huwa amhidzu biha shiyatika ina

rabbi

5. Bismillahir rahmannir rahim

/78/ wakayin min dabatin lahu latahmilu razaqaha allahu yarzu quha

waiyakum wahuwa assami’u al’alimu.

6. Bismillahir rahmanir rahiim mayaftani allahu lihnasi min rahmatin

fala mumsika lahawama yumsika fala mursala lahu min ba’dihi

/79/ wahuwa al’azizu alhakimi.

7. Bismillaahir rahmaanir rahiim walaina saatahum min mahqi

assamawati walardli layaqu luha allaha qul afara altum matad’una

min duni allahi in uridhi bidlurin nai hunnaka syifatin auridhin

birahmati

/80/hal huna mumsikatin rahmati qul nabiya allahu ’alaihi yatawakali

almutawakiluna allahuma inhi as’aluka almanah daimah waqalbah nasyi’an

wanasaluka ghilama na fi’an wanasaluka yaqihan shadiqah wanasaluka

(42)

/81/qaiman wanasaluka al’aliyatan min kulli baitin wanasaluka dawamah

al’afiyatan wanasaluka tamami al’afiyati wanasaluka allusyakara ’ala

al’afiyati wanasaluka alghaniu ’an ilyasi ya rabbal ’alamina

/82/ikilah dunga shalawat barkah saking Syayid Ahmad Albadawi radlilahu

’anhu ing jerone dunga iki pirang-pirang rahsa ing dalem bab olihe

anggampangaken rizqi zhohir lan bathin mangka liyane iku akeh malih

faidahe

/83/mangka nuli amaca Bismillahir rahmaanir rahiim nuli amacaa qulhu

sakuwasane tumeka maring surat fatihah lan tumeka maring surat Baqorah

alif lam mim lan maring ayat ulaika ’alahudan lan ayat kursi ikilah rupane

wailaihukum ilahu wahidu la ilaha illa huwa hayul qayum lata’ buduhu

/84/Sinatun wala naumu lahu ma fissamawati wama filardli man dalladzi

yasfa’u ’indahu illa biidnihi ya’lamuna baina aidihim wama khalfahum waia

yunithuna bisyaiin min ’alimini illa bimasyaa wasi’a kursihussamawati wal

ardli walla ya ’uduhu fizhuma wahuwa

/85/’aliyul ’zhim. La ikrahafidihi qad tabayana lakum arrasdu minalghayi

faman yakfu bithaghutiu wayumiti billahi faqadzi asatamsaka bil’urwatil

usyqa la inafisalana wallahu assami’u ’alimun (Q.S. Al Baqarah: 256) allahu

walahuddzina

/86/amanu yuhri juhum minazhulumatin ila anhari waladzina kafaru auli

ya’uhum atha ghutu yuhri jihum minahnuri ila zhulumatin ulaika ashabul hari

hum fiha haliduna (Q.S. Al Baqarah: 257) lillahi ma fissamawati wama

filardli wa in tubtu ma fi anfusikum autuhluhu yuhasikum

/87/bihilu fayaghfiru limayasyau wayu’adzibu man wallahu ‘ala kulli syaiin

(43)

walmu’minun kullun amana billahi wamalaikatihi wakutubihi warusulihi la

anufariqu baina ahadin min rusulini waqalu sami’ana waatha’ana

ghufrahaka

/88/rabbana wailaika almadlirun (Q.S.Al Baqarah: 285) layukallifullahu

nafsan illa wus’aha lana ma kasabat wa ’alaiha maktasabat rabbana

latu’ahidana ina siha auahthana rabbana wala tahmil ’alaina isron kamma

namaltahu ’ala aladina min qablina rabbana wala tunamilha malatha

thamaqata lana bihi wa’fu’ana waghfirlana

/89/warhamma anta maulana fahsurna ’alalqaumil kafirina. (Q.S. Al

Baqarah: 286) irhamna ya arhamarrahimina. rahmatu allahi wabarakatuhu

’alaikum ahlu albaiti innahu amilu majidun innama yuridu allahu liyud niba

’anakumul rahman ahlu albaiti wayuthanirukum tathhira

/90/inallaha wamalaikatahu yushaluna ’ala annabiyi ya ayuhaladina

amanushalu’alaihi wasalimu tasliman allahumma shalli wasalim afdlala

asshalati ’ala as’adi mahlufatika sayidina muhammadin wa’ala ali sayidina

muhammad ’adada am’alumatika

/91/wamida adakalimatika kullama dakaraka aladda kiruna waghafala ’an

dikrika alghafiluna. Allahumma shalli wasalim afdlala ashalati ’ala asa’li

mahlu qatika murilhudal ma’a ’lumatika wamida dakalimatika

/92/kulama dakaraka. addzakiruna waghafala ’an dikrika alghafiluna

allahumma shalli wasalim afdlala asshalati ’ala as’adi mahfuqatika assyamsi

addluna muhammadin wa’ala ali muhammad ’ada wama’lumatika

wamidakalimatika dakaraka

/93/addzakiruna waghafala ’an dikrika alghafiluna. Allahumma shalli

(44)

muhammadin wa’ala ali muhammad ’adada ma’lumatika wamidada

kalimatika kulama dakaraka dakiruna waghafala

/94/’an dikrika alghafiluna. Allahumma shalli wasalim ’ala sayidina

muhammadin wa’ala ali muhammad, kamma barakta ’ala ibrahim wa’ala ali

ibrahim, wabarik ’ala muhammad wa’ala ali muhammad, kamma barakta

’ala ibrahim wa’ala ali ibrahim, fil’alamina rabbana innaka hamidumajidu

/95/allahumma shalli wasalim ’ala sayidina muhammadin wa’ala ali

muhammad nisabiqi lilhalqi wanuruhu rahmatan allaha lil’alamina.

zhunuruhu ’adada man madla min halqina waman baqiya waman sa ’ida

waman saqiya minhum shalatan tastaghriqul ’ada watuhitnu

/96/bilhadi shalatan laghayatanlaha wala intinaa wala amada wala inqidlaa

lana shalawatuka allai shalaita ‘alaihi shalatan daimatan bihi waamka

wabaqiyatan bibaqaika wa’ala alihi waashlabihi kadalika wasalim tsaaliman

katsiran mitsla dalika walhamdulillahi

/97/‘aladalika wasalim waradli allahu ta’ala ‘an kulli syahadatina waashabi

sayidina rasulullahi ajma’in wahasbuha allaha wani’mal wakila la haula

wala quwwata illabillahil ‘aliyil ‘azhiim. astagfirullahil ‘azhiim. alladzi la

ilaha alla huwal hayul qayumu waatubu

/98/illahi tahubatan wamaghfiratan tahubatan ‘abdi musi’in zhalimin

laamliku anafsin naf’an waladlaran walamautan walahayatan walanusyuran

musta syafi’an ila allahi bikalimati manfilataini ‘alal lisani saqilatain filmizan

habibataini illa rahmat subhana allahi al’izhiim. subhana

/99/allahi wabihamdihi. a’udzubillahiminas syaithanirrahiim wamatuqali

(45)

ajran wastaghfiru allahi anallahu ghafururrahiim. nawaetu taqarubaillallahi

ta’ala bikalimatika attahuhidi afdlalu bidrika fa’alam

/100/annahu la illaha illallahu. Punika partingkahe shalat hajat iki patang

raka’at rong salam ikilah lafazhe: ushali sunatan lilqadlai nujahati rak’ataini

’ala lillahi ta’ala allahu akbar.

/101/sangka wacane ba’da patihan amaca surat ihlash kaping sapuluh sangka

raka’at kapindho amaca surat ihlash kaping rong puluh lan raka’at kaping

telu kaping telungpuluh lan raka’at kaping pat iya patangpuluh sangka

sawuse tutug

/102/saka amacaa yahanahu kaping satus lan amacaa yamanahu kaping satus

lan amacaa yadayanu kaping satus lan amacaa ing lapazh astaghfirullahi

al’azhiim aladdzi la ilaha illa huwalhayyul qoyyumu kaping satus.

TAMAT

/103/lan sayogya wong kang amaca shalawat iki kudu eling ing shifate

Kanjeng Nabi Muhammad lan malih kudu suci saking hadats lan waqtune

olihe amaca ba’da maghrib ping telu, ba’da shubuh ping telu. Ikilah dungane

shalawat

/104/allahumma shalli wasalim wabarik ’ala sayidina wamolana syajaratil

ashli annura niyati walam ati alqabdlati arrahmaniyati waaddlali alhilmiqati

alinsaniyati waasyrofashshuroti aljismaniyati wama’dani al asrori

arrabaniyati wahazaihil ’uluwi

/105/bae iya sira kang aduwe anak iki dadi wewinih ana ing desa lan manira

(46)

bupati lan keparingan nama Kiyai Dipati Anyakrapati ing Onje, lan manira

gawani sentana kami sepuh pitung somah dadia embah-embahe aning

/106/desa Onje anadene ratune pandhomasan Timbang Purbasari satus,

Bobotsari Kertanegari satus, Kadipaten satus, Kontawijayan satus, Bodhas

Mertasaran Mertamenggalan satus, Toyareka satus kawan dasa, Selanga Kali

/107/Kajar pitung dasa. Onje kalih-atus lan sasurude Kanjeng Sultan Pajang

ketampen dhateng Kiyai Agung Metawis lan sasurude Kiyai Agung Metawis

ketampi dhateng Pangeran Sayidiyah Kemuning nunten ketampen dhateng

Pangeran Sayidiyah Krapyak. Nunten ketampen dhateng Kanjeng

/108/Sultan Kuwasa gugur ing Padhomasan. Onje mantuk dhateng kotan

kalih-atus malih. Kang jumeneng patih ingkang putra Kiyai Wiraguna

ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking Onje nunten dipun-prentah tiyang

dhusun dhateng Kiyai Wiraguna. Sasurude Kiyai

/109/Wiraguna ketampen dhateng Pangeran Sokawati lan sasurude Sultan

ketampen dhateng Suhunan Plered. Kersane Suhunan anjenengaken banon

dhateng kawula tengahan kapundhutan damel kawula saleksa aturing kawula

tengahan boten nyanggi damel kawula saleksa

/110/lan pamehipun Kiyai Tumenggung Pangsengangan kalih Tumenggung

Yudabangsa denpengkoni bumi tengahan lan dencacah Onje kabukten kawula

tigang lawe dencacah kepanggih kawanatus. kelintir dalah tiyang Purbasari

kinarya bantu

/111/dhateng kawula iya luwiyah lan sasurude Kanjeng Suhunan sumare ing

Tegal Wangi, ketampen dhateng ingkang putra kang jumeneng Suhunan Emas

seda ing Selong ingkang madeg nata Kanjeng Suhunan Paku Buwana ingkang

(47)

/112/ing Onje. Ingkang gumatos Kiyai Ngabei Dhenok ing Pamerden

kersanipun Kiyai Ngabei Dhenok Ki Pangulu Onje kepacek perdikan

keparingan dhusun tigang gerombol: Tuwanwisa, Pesawahan, Onje,

kapitados angreksa pepundhen sarta ekon angadegaken jumngah keparingan

/113/nami Kiyai Ngabdullah ing Onje nunten seda Kiyai Ngabei Dhenok

ketampen dhateng putra Kiyai Ngabei Gabug nunten Kiyai Ngabei kondur,

nunten ketampen Kiyai Ngabei Cakrayuda asal saking Toyamas. Nunten kiyai

Ngabei Cakrayuda kondur ketampen

/114/dhateng Kiyai Ngabei Dipayuda kang saking Pagendholan. Wondenten

perdikan Onje inggih kalulusaken mardikanipun nanging dipun-elong ingkang

kalih gerombol: Tuwanwisa, Pesawahan, ingkang merdika kantun Onje

kemawon lan dipun-elong malih kantun Onje

/115/ pekauman kemawon. Tahun sadasa dipun-bedhal dados sabin, elong

sewu, ingkang punika inggih mardika. kiyai embah Dipati Anyakrapati putra

embah Antinegari. Antinegari aputra embah Jawangsa. Jawangsa aputra

embah Ngabdullah ngabdullah aputra embah

/116/ Sutarudin. Sutarudin aputra Kiyai Samirudin. Kiyai Samirudin aputra

Kiyai Nur Muhammad. Kiyai Nur Muhammad aputra Kiyai Wiryabatsari.

Kiyai Wiryabatsari saka aputra Kiyai Yudantaka sampun dumugi turun

kaping sanga dugine dhateng Kiyai Yuda.

/117/Kiyai Dipati anedhakaken Kiyai Antinegari. Kiyai Antinegari

anedhakaken Kiyai Jawangsa. Kiyai Jawangsa anedhakaken Kiyai

Ngabdullah. Kiyai Ngabdullah anurunaken Kiyai Sutarudin. Kiyai Sutarudin

anurunaken Kiyai Samirudin.

(48)

/119/kosong.

/120/terdapat 2 baris catatan yang tak jelas.

/121/ s.d /131/kosong.

/132/terdapat tulisan dengan menggunakan huruf jawa tetapi tulisannya tidak

jelas.

/133/kosong.

/134/merupakan rangkaian dari halaman 13.

/135/tidak dapat ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca.

/136/tidak dapat ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca.

/137/ kosong.

Catatan Babad Onje

1. hal. 4 merupakan rangkaian dari halaman 136 namun belum dapat

ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca atau sakl, ada 7 baris.

2. hal. 5 merupakan rangkaian dari halaman 135, juga masih sukar

ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca, ada 4 baris. Lalu di bagian

bawah yang belum dapat ditafsirkan ada 4 baris lagi yang berbunyi:

punika dunga wicara ba’da adan

(49)

3. hal. 13 merupakan rangkaian dari halaman 134 yang penulisannya terbalik

(sesuai dalam naskah) dan itu merupakan sambungan dari hal. 5 sebagai

berikut:

alhamduliladzi wa’adz tahu ya arhamarahimina inakaltuh lifulmi’awalu rabbi a’idzini min kulaika lamun...adzab Allahi. Punika dunga wicara ing antarane ...allahumma nauwir qulubana Allahu akriwalmura tibati walayina qulubana bitaufik wallatif walhamdullillah al khabir walhidayah.

4. hal. 15, 16 merupakan sebuah doa yang tidak lengkap jadi tidak disunting

disini.

5. hal. 21, 27, s.d 32, 34, s.d 36 adalah berisi teks Babad Onje, kemudian

pada halaman 38 s.d 42, 105 s.d 118 juga berisi teks Babad Onje, jadi

kesimpulannya bahwa dalam sebuah naskah terdapat dua teks yang sama

dengan bentuk tulisan yang berbeda.

6. hal. 22 ternyata sama dengan hal. 46 larik 6, 7 dan hal. 47, dan hal. 48

larik 1, 2.

7. hal. 23 sama dengan hal. 45 dan hal. 46 larik 1 s.d 4.

8. hal. 24 sama dengan hal. 48 larik 3 s.d 7 dan hal. 49 larik 1 s.d 4.

9. hal. 25 dan 37 tulisannya sejenis, tanpa tanda baca atau sakl yang masih

sukar ditafsirkan.

10.hal. 26 sama dengan hal. 41 dan 42.

11.hal. 33 merupakan catatan yang ada dalam selembar kertas bergaris tetapi

ikut difoto karena terdapat dalam naskah Onje namun ternyata isinya sama

dengan hal. 30 larik 1 s.d selesai dan hal. 29 larik 1.

12.hal. 39 sama dengan hal. 38 larik 8 s.d 10 dan hal. 36 larik 1 s.d 5.

(50)

14.hal. 41 sama dengan hal. 35 larik 2 s.d 8.

15.hal. 42 sama dengan hal. 35 larik 8 s.d 11 dan hal. 34 larik 1 s.d 4.

16.hal. 43 s.d 49 tidak ada hubungannya dengan Babad Onje.

17.hal. 50 s.d 63 adalah do’a hasyah dengan bahasa arab yaitu do’a yang

terdapat di dalam naskah.

18.hal. 64 s.d 74 juga do’a-do’a berbahasa arab yang juga tidak ada

hubungannya dengan babad Onje.

19.hal. 75 s.d 81 berisi ayat-ayat al-Quran yaitu Surat Hud: 6, 56; Surat Al’

ankabuut: 60; Surat Faathir: 2.

20.hal. 82 s.d 104 adalah do’a sholawat, Surat Al-baqarah: 255 atau ayat

kursi, 256, 257, 284, 285, 286; cara sholat hajat dan do’a yang dibaca

selama sholat tersebut sampai selesai.

21.hal. 105 sama dengan hal. 34 larik 4 s.d 10 dan merupakan sambungan

dari hal. 42.

22.hal. 106 sama dengan hal. 32 larik 1 s.d 6.

23.hal. 107 sama dengan hal. 32 larik 7 s.d 10 dan hal. 31 larik 1 s.d 3.

24.hal. 108 sama dengan hal. 31 larik 3 s.d 8.

25.hal. 109 sama dengan hal. 31 larik 8 s.d 10.

26.hal. 111 sama dengan hal. 30 larik 9, 10 dan hal. 29 larik 1 s.d 4.

27.hal. 112 sama dengan hal. 29 larik 7 s.d 10 dan hal. 28 larik 1 s.d 4.

28.hal. 113 sama dengan hal. 28 larik 4 s.d 9

(51)

30.hal. 115 sama dengan hal. 27 larik 6 s.d 9 dan masih disambung lagi

seperti berikut ini:

Kyai embah Dipati Anyakrapati aputra embah Antinegari. Antinegari aputra embah Jawangsa. Jawangsa aputra embah Ngabdullah. Ngabdullah aputra embah (hal. 115) Sutarudin. Sutarudin aputra Kyai Samirudin. Kyai Samirudin aputra Kyai Nur Muhammad. Kyai Nur Muhammad aputra Kyai Wiryabetsari. Kyai Wiryabetsari saka aputra Kyai Yudantaka sampun dumugi turun kaping sangan dugine dhateng Kyai Yuda (hal. 116).

31.hal. 117 mirip dengan hal. 115 larik 5 s.d 7 dan hal. 116 larik 1, 2. untuk

lebih jelasnya seperti berikut:

Kyai Dipati anendhakaken Kyai Antinegari. Kyai Antinegari anendhakaken Kyai Jawangsa. Kyai Jawangsa anendhakaken Kyai Ngabdullah. Kyai Ngabdullah anurunaken Kyai Sutarudin. Kyai Sutarudin anurunaken Kyai Samirudin. Kyai (hal. 117).

32.hal. 118 mirip dengan hal. 116 larik 2 s.d 6 sebagai berikut:

Samirudin anurunaken Kyai Nur Muhammad. Kyai Nur Muhammad anurunaken Kyai Wiryabetsari. Kyai Wiryabetsari aputra Kyai Yudantaka (hal. 118).

33.hal. 120 terdapat 2 baris catatan yang tidak jelas.

34.hal. 132 terdapat tulisan dengan menggunakan huruf jawa yang masih

sukar ditafsirkan.

35.hal. 134 merupakan rangkaian dari halaman 13.

36.hal. 135 merupakan rangkaian dari halaman 5 yang masih sukar

ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca, ada 4 baris. Kemudian di

bawahnya ini ada 4 baris yang telah ditransliterasikan di catatan nomor 3.

37. hal. 136 merupakan rangkaian dari halaman 4 namun belum dapat

ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca, ada 7 baris.

(52)

4.3 Suntingan Teks

Setelah diadakan perbandingan dari ketiga naskah yang ada, maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat kesamaan pada teks A, teks B dan teks C yang

tersimpan di beberapa tempat penyimpanan naskah yang berbeda.

Naskah A dipilih untuk ditransliterasikan dan diterjemahkan dengan

pertimbangan bahwa naskah tersebut merupakan naskah yang lengkap dan

merupakan naskah yang masih asli. Pertimbangan lain untuk menentukan naskah

A sebagai teks yang disunting adalah perkiraan bahwa secara fisik kondisi

kertasnya jauh lebih tua dari naskah-naskah yang lain. Di samping itu naskah A

juga tersimpan di perorangan (masih merupakan koleksi pribadi).

Di bawah ini disajikan teks yang bersih dari kekeliruan dari bentuk tulisan

yang keempat pada halaman 38 dan bentuk tulisan kelima pada halaman 39 s.d 42

dan halaman 105 s.d 116.

Punika serat sejarah Badad Onje. Ingkang mertapa ing Onje nama Kyai

Tepus Rumput. Sampuning tapa lajeng suwita dhateng Kanjeng Sultan Pajang.

Boten antawis lami wonten dhawuh undhang, ” Sapa bocah ingsun kang bisa

anjuput ali-aliningsun, Socaludira wasiyat, saiki kalebu ning sumur jumbleng”.

Ingkang abdi sami boten wonten ingkang saguh mendhet, amung Kyai

Tepus Rumput /38/ ingkang saged mendhet. Lajeng dipunpaikani dinamelan

sumur ing sandhingipun, nunten kepanggih kagungan dalem supe, lajeng

kapundhut kalih Kanjeng Sultan Pajang, dhawuhe Kanjeng Sultan, /39/ ” ingsun

ora wani-wani, sapa kang anemokaken manira paringi bojoningsun bocah desa

asal Menoreh, Putrane Kyai Dipati Menoreh, iya rawatana, ananging iya wus

meteng olih kapat tengah, iya iku poma-poma aja kowe tumpangi”.

”inggih sakelangkung saking panuwun /40/ kula”

”lan sira manira paringi bumi karya rongatus mardika, lan sira manira

Referensi

Dokumen terkait

Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori strukturalisme model Chatman untuk mengetahui unit-unit naratif sebagai dasar merekonstruksi cerita rakyat Asal-usul

Dalam penelitian kali ini, penelitian akan menjabarkan hal-hal yang akan berkaitan dengan cerita rakyat sebagai objek kajian yang akan diteliti diantaranya adalah

Salah satu cara mendapatkan bibit unggul pada hewan ternak adalah dengan menyilangkan ternak jantan yang kualitasnya sudah diketahui dengan ternak betina setempat..

Untuk penyuntingan naskah jamak juga terdapat tiga metode; (1) metode gabungan ini digunakan apabila naskah hampir sama, tidak ada yang lebih baik daripada yang

Pengarahan untuk membandingkan hasil tafsiran dengan teori yang ada melalui eksperimen dengan metode ilmiah dapat diterapkan melalui pendekatan saintifik dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan keluarga dalam menghadapi pandemi covid -19, materi ajar yang diberikan, metode pembelajaran yang diterapkan guru, dan kendala

Adapun persamaan yang ditemukan pada cerita Puspakrema dan Hikayat Indraputra adalah 1 merupakan naskah lama, 2 naskah ini bercerita tentang seorang pangeran kecil yang diterbangkan

Naskah Sesuai namanya, metode naskah adalah metode berpidato dengan cara membacakan teks yang telah disiapkan pada saat berpidato.. Ekstemporan Bedanya dengan metode naskah, metode