• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LATIHAN BENCH PRESS DAN BERAT BADAN TERHADAP HASIL TOLAK PELURU GAYA O’BRIEN PADA PESERTA DIDIK PUTRA KELAS II SMK NEGERI 1 WANAREJA KABUPATEN CILACAP TAHUN PELAJARAN 2006/2007.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH LATIHAN BENCH PRESS DAN BERAT BADAN TERHADAP HASIL TOLAK PELURU GAYA O’BRIEN PADA PESERTA DIDIK PUTRA KELAS II SMK NEGERI 1 WANAREJA KABUPATEN CILACAP TAHUN PELAJARAN 2006/2007."

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

O’BRIEN PADA PESERTA DIDIK PUTRA KELAS II

SMK NEGERI 1 WANAREJA KABUPATEN

CILACAP TAHUN PELAJARAN 2006/2007

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Muhlisin

NIM 6301505005

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM PENDIDIKAN OLAHRAGA

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam tesis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini di kutip atau di rujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 22 Februari 2007

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

1.

Laailaahaillallah

2.

Muhammadurrasuulullah

PERSEMBAHAN:

1.

Untuk almamater PPs UNNES

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul ”Pengaruh Latihan Bench Press dan Berat Badan terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien pada Peserta Didik Kelas II SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2006/2007” ini dapat penulis selesaikan. Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan rendah hati dan tulus ikhlas penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan apapun bentuknya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Rektor Universitas Negeri Semarang, Direktur, Asisten Direktur, Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga yang telah memberikan kesempatan yang luas kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

Terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Dumadi selaku pembimbing I, dan Drs. Mugiyo Hartono, M.Pd. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Terima kasih kepada Bapak Kepala SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap yang telah memberikan izin penelitian.

(6)

vi

membantu dalam menyelesaikan administrasi sehingga dapat memperlancar penyelesaian penulisan tesis.

Kepada teman-teman satu angkatan senasib dan seperjuangan, penulis ucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang baik selama ini serta atas dukungannya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak pengelola fitness center ” Singapore ” Majenang Kabupaten Cilacap yang telah menyediakan sarana dan prasarana selama penelitian ini berlangsung.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga besar SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap, khususnya bapak Basro’i, S.Pd. dan Drs. Kasno selaku guru Pendidikan Jasmani, dan para peserta didik yang telah menjadi sampel dalam penelitian ini.

Kepada teman-temanku di kost ” Afdhol ” dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada anak dan istriku yang selalu memberi motivasi hingga selesainya penulisan tesis ini.

Semoga amal baik dari berbagai pihak yang telah penulis sebutkan di atas, Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Amin.

Semarang, 22 Februari 2007

(7)

vii

SARI

Muhlisin. 2007. Pengaruh Latihan Bench Press dan Berat Badan terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien pada Peserta Didik Kelas II SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2006/2007. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Prof. Dr. Dumadi, dan Drs. Mugiyo Hartono, M.Pd.

Kata Kunci: Latihan Bench Press, Berat Badan, Tolak Peluru Gaya O’Brien. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan pengaruh antara latihan bench press sudut 45° dan latihan bench press sudut 135° terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien, 2) perbedaan pengaruh antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien, 3) interaksi antara latihan bench press dan berat badan terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas II putra SMK Negeri 1 Wanareja Kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2006/2007 berjumlah 193 orang, sedangkan jumlah sampel 40 orang diambil berdasarkan hasil tes tinggi dan berat badan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah disain faktorial 2 x 2. Instrumen yang digunakan adalah: 1) instrumen untuk tes tinggi badan, 2) instrumen untuk tes berat badan, 3) instrumen untuk latihan bench press sudut 45°, 4) instrumen untuk latihan bench press sudut 135°, dan 5) instrumen untuk tes kemampuan tolak peluru.

Hasil pengujian hipotesis penelitian menggunakan Analisis Varians (Anava) dua jalan dengan taraf signifikansi 95% (α = 0,05). Diperoleh hasil: hipotesis pertama menunjukkan harga F hitung sebesar 30,43 lebih besar dari F tabel α = 0,05 dk (1); (36) yaitu 4,11 (Fo = 30,43 > Ft = 4,11). Kesimpulannya terdapat pengaruh yang berbeda antara latihan bench press sudut 45° dan latihan bench press sudut 135°. Hipotesis kedua menunjukkan harga F hitung sebesar 59,71 lebih besar dari F tabel α = 0,05 dk (1); (36) yaitu 4,11 (Fo = 59,71 > Ft = 4,11). Kesimpulannya terdapat pengaruh yang berbeda antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien. Hipotesis ketiga menunjukkan harga F hitung sebesar 4,01 lebih kecil dari F tabel α = 0,05 dk (1); (36) yaitu 4,11 (Fo = 4,01 > Ft = 4,11). Kesimpulannya Tidak terdapat interaksi antara latihan bench press dan berat badan terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

(8)

viii

(9)

ix

ABSTRACT

Muhlisin. 2007. The Effect of Bench Press Exercise and Body Weight to the O’Brien Style Student Shot Put Performance. Theses. Semarang Postgraduate Studies of Semarang State University. Supervisor: Prof. Dr. Dumadi, and Drs. Mugiyo Hartono, M.Pd.

Key word: Bench Press Exercise, Body Weight, O’Brien Style Shot Put.

The aims of this research was to investigate: 1) the difference of bench press exercise effect between 45° and 135° benches to the O’Brien Style Performance, 2) the difference between body weight thin normal and fat normal to the O’Brien Style Performance, 3) the interaction between the bench press exercise and the body weight to the O’Brien Style Performance.

The research population were 193 male students in grade 2 of SMK Negeri 1 Wanareja, Cilacap during the academic year 2006/2007. There were 40 male students as the sample by using high and body weight test.

The factorial 2x2 design was used in this research. Five instruments were used in this research, i.e,: 1) body high test, 2) body weight test, 3) 45° angle of bench press instrumen, 4) 135° angle of bench press instrumen, 5) shot put performance test.

The result of the research hypothesis test was analysis using two ways Analysis of Variance (ANOVA) with significance degree 95% (α = 0,05), the result i.e,: the first hypotesis test show the value of count is 30,43 higher than the F table α = 0,05 dk (1); (36) as amount of 4,11 (Fo = 30,43 > Ft = 4,11). The summary: there is different effect bench press exercise effect between 45° and 135° benches the result of O’Brien style shot put. The second hypotesis test show the value of count is 59,71 higher than the F table α = 0,05 dk (1); (36) as amount of 4,11 (Fo = 59,71 > Ft = 4,11). The summary: there is different effect between body weight thin normal and fat normal the result of O’Brien style shot put. The third hypotesis test show the value of count is 4,01 lower than the F table α = 0,05 dk (1); (36) as amount of 4,11 (Fo = 4,01 > Ft = 4,11). The summary: there is no effect interaction between bench press exercise and body weight the result of O’Brien style shot put.

(10)

x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

(11)

xi

2.1.6 Perkembangan Fisik Adolesensi ... 57

2.2 Kerangka Teori ………...……... 59

2.2.1 Kerangka Teori Relasi Latihan Bench Press dengan Tolak Peluru ... 59

2.2.2 Kerangka Relasi Teori Berat Badan dengan Tolak Peluru ... 64

2.2.3 Kerangka Teori Relasi Interaksi Antara Latihan Bench Press dan Berat Badan Terhadap Hasil Tolak Peluru ... 67

2.3 Rumusan Hipotesis.………... 71

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subyek Penelitian ...………... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data ... 86

4.2 Pengujian Persyaratan Analisis ... 89

4.3 Pengujian Hipotesis ... 91

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 94

(12)

xii BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan ... 99

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

LAMPIRAN ... 104

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Hasil Tolak Peluru POPDA Kabupaten Cilacap dan Jateng 2006 ... 3 2. Ukuran Intensitas untuk Latihan Power...... 34 3. Ukuran Intensitas Berdasarkan Sistem Energi yang Digunakan dalam

Kegiatan Tertentu ...………. 34 4. Ukuran Intensitas Berdasarkan Denyut Jantung terhadap Beban Latihan .. 35 5. Tingkat Intensitas Latihan ... 6. Kelebihan dan Kekurangan Bench Press Sudut 45° dan 135° …………. 63 7. Pengelompokkan Sampel Eksperimen ………... 75 8. Disain Faktorial 2 x 2 ……… 76 9. Deskripsi Data Hasil Penelitian ………...…. 86 10. Deskripsi Hasil Uji Normalitas Sampel pada Taraf Signifikansi

α = 0,05 ………. 90

11. Deskripsi Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi pada Taraf

Signifikansi α = 0,05 ... 91 12. Deskripsi Hasil Uji Anava Dua Jalan pada Taraf Signifikansi

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sikap Persiapan Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ………….. 19

2. Sikap Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ……….. 21

3. Sikap Badan Menolakkan Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien .... 22

4. Sikap Melepas Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ... 23

5. Sikap Gerakan Lanjutan atau Memelihara Keseimbangan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ………. 24

6. Rangkaian Gerakan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien ………... 24

7. Persentase Pembebanan Latihan Sesuai Kebutuhan ... 42

8. Jumlah Ulangan Latihan Sesuai Kebutuhan ... 44

9. Latihan Bench Press ………. 51

10. Latihan Bench Press Sudut 45° ……….. 52

11. Latihan Bench Press Sudut 135° ……… 53

12. Otot-otot Pectoralis ………..……….. 54

13. Otot-otot Deltoid, Trapezius, Latissimus Dorsi, dan Tricep ………. 55

14. Kurva Normal Standar ……….... 56

15. Latihan-latihan Khusus yang Sangat Penting dalam Nomor Tolak Peluru ………... 60

(15)

xv

antara Latihan Bench Press (A) dan Berat Badan (B)

terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien” ... 70 18. Grafik yang Menunjukkan Bahwa “Tidak Terdapat Interaksi

antara Latihan Bench Press (A) dan Berat Badan (B)

terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’Brien” ... 71 19. Pelaksanaan Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kriteria Berat Badan Normal Gemuk ... 178 20. Pelaksanaan Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kriteria Berat Badan Normal Kurus ... 178 21. Pelaksanaan Program Latihan Bench Press sudut 135° dan 45° ... 179 22. Tes Kemampuan Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kelompok Sampel Berat Badan Normal Gemuk ...………... 179 23. Tes Kemampuan Tolak Peluru Gaya O’Brien

Kelompok Sampel Berat Badan Normal Kurus ...………. 180 24. Pelaksanaan Pengambilan Data Hasil Tolak Peluru Gaya

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Peserta Didik Kelas II Putra dan Hasil

Pengukuran Tinggi dan Berat Badan ... 104

2. Daftar Urutan Peserta Didik Kelas II Putra Berdasarkan Kategori ... 108

3. Daftar Nama Peserta Didik Kategori Normal Kurus ... 113

4. Daftar Nama Peserta Didik Kategori Normal Gemuk ... 115

5. Urutan Peserta Didik Kategori Normal Kurus ... 116

6. Urutan Peserta Didik Kategori Normal Gemuk ...………. 118

7. Kelompok Sampel Kategori Normal Gemuk Setelah di Lakukan Acak ...………... 119

8. Kelompok Sampel Kategori Normal Kurus Setelah di Lakukan Acak ...………... 120

9. Pembagian Kelompok Latihan Bench Press dengan Pedoman a b b a ……… 121

10. Data Hasil Tes Tolak Peluru Gaya O’Brien ……….. 122

11. Pengujian Normalitas Sampel Kelompok Berat Badan Normal Gemuk Dan Latihan Bench Press Sudut 135° Dengan Uji Lilliefors Taraf Kepercayaan 95% ………... 123

(17)

xvii

13. Pengujian Normalitas Sampel Kelompok Berat Badan Normal Kurus Dan Latihan Bench Press Sudut 135°

Dengan Uji Lilliefors Taraf Kepercayaan 95% ……… 125

14. Pengujian Normalitas Sampel Kelompok Berat Badan Normal Kurus Dan Latihan Bench Press Sudut 45° Dengan Uji Lilliefors Taraf Kepercayaan 95% ……… 126

15. Perhitungan Homogenitas Varians Populasi Dengan Menggunakan Uji Bartlett ... 127

16. Perhitungan Data Hasil Penelitian Dengan Analisis Varians (ANAVA) Dua Jalan Pada Taraf Signifikansi α = 0,05 ... 128

17. Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien ditambah Latihan Bench Press Sudut 135° Kriteria Berat Badan Normal Gemuk dan Normal Kurus ... 134

18. Satuan Pelajaran Tolak Peluru Gaya O’Brien ditambah Latihan Bench Press Sudut 135° Kriteria Berat Badan Normal Gemuk dan Normal Kurus ... 144

19. Instrumen untuk Perlakuan Latihan Bench Press Sudut 135° ……… 154

20. Instrumen untuk Perlakuan Latihan Bench Press Sudut 45° ……….. 156

21. Instrumen Tes untuk Mengukur Berat Badan ... 158

22. Instrumen Tes untuk Mengukur Tinggi Badan ... 159

23. Instrumen Tes untuk Mengukur Kemampuan Tolak Peluru ... 160

24. Program Latihan ... 163

(18)

xviii

26. Surat Izin Penelitian ... 166

27. Sertifikasi Kalibrasi Timbangan Badan dan Tinggi Badan ... 167

28. Sertifikasi Kalibrasi Massa (Peluru) ... 170

29. Sertifikasi Kalibrasi Stop Watch ... 172

30. Sertifikasi Kalibrasi Roll Meter ... 174

31. Nilai Kritis L untuk Uji Lilliefors ... 176

32. Nilai Persentil untuk Distribusi F ... 177

(19)

1

1.1

Latar Belakang Masalah

(20)

kebiasaan hidup sehat, dan memiliki pengetahuan serta pemahaman terhadap gerak manusia.

Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani guru diharapkan mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan dan olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) serta pembiasaan pola hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik, mental, intelektual, emosional, dan sosial. Aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pembelajaran (Depdiknas. 2003:5-6). Salah satu tujuan Pendidikan Jasmani adalah meningkatkan keterampilan gerak dasar dalam berbagai cabang olahraga. Pendidikan Jasmani dalam pelaksanaannya dibedakan ke dalam 2 program, yaitu: 1) program kurikuler, yang lebih menekankan pada perbaikan gerak dasar dan pengenalan keterampilan dasar cabang-cabang olahraga, 2) program ekstrakurikuler, diperuntukkan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan bakat dan kegemarannya dalam cabang olahraga.

(21)

diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang dicapai atlet-atlet Kabupaten Cilacap bila dibandingkan dengan hasil POPDA Jateng, ternyata prestasinya masih jauh dibanding atlet dari daerah lain. Ketertinggalan atlet-atlet tersebut di nomor tolak peluru dapat digambarkan dengan melihat hasil tolak peluru pada POPDA 2006 (lihat tabel 1).

Tabel 1. Hasil Tolak Peluru POPDA Kabupaten Cilacap dan Jateng 2006

(Sumber: Laporan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) 2006. Binmudora Depdiknas Kabupaten Cilacap dan Laporan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) Jawa Tengah XII 2006. Koni Propinsi Jawa Tengah).

Gambaran yang dihasilkan oleh atlet tingkat pelajar dari Kabupaten Cilacap pada nomor tolak peluru yang belum mampu bersaing dengan atlet

(22)
(23)

Pencapaian prestasi yang baik di suatu cabang olahraga ada hubungannya dengan tipe tubuh. Tipe tubuh tertentu cenderung cocok untuk mencapai prestasi di cabang olahraga tertentu. Hal ini disebabkan karena tipe tubuh tertentu mempunyai sifat kemampuan tertentu, sedangkan setiap cabang olahraga juga mempunyai sifat tertentu yang memerlukan sifat kemampuan tertentu pula agar bisa menguasai dengan baik. Tipe tubuh yang mendekati tipe mesomorph baik untuk mencapai prestasi pada cabang olahraga berat seperti tolak peluru, tipe tubuh yang mendekati tipe ectomorph baik untuk lari marathon, tipe tubuh yang berada antara tipe mesomorph dan endomorph baik untuk renang jarak jauh, dan sebagainya (Sugiyanto dan Sudjarwo. 1991:109-110).

Dari beberapa faktor penentu prestasi tersebut, faktor fisik merupakan salah satu faktor penting dan mutlak untuk dikembangkan secara optimal pada diri setiap atlet, termasuk atlet tolak peluru. Karena tanpa kondisi fisik yang prima sulit bagi atlet untuk berprestasi secara maksimal.

Dalam pengembangan kondisi fisik atlet tolak peluru belum banyak pilihan metode latihan yang digunakan, khususnya dalam pengembangan

(24)

olahraga melalui pendekatan ilmiah. Hal ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang ada di Depdiknas daerah, yang pada umumnya masih sangat kurang.

Program olahraga ekstrakurikuler di sekolah bagi peserta didik pada umumya belum menunjukkan suatu program yang diatur secara rapi dan terpisah. Penyebabnya mungkin adalah karena kurang didukungnya sarana dan prasarana yang memadai dan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu program latihan yang dibuat oleh guru Pendidikan Jasmani belum seluruhnya mengacu pada informasi ilmiah. Dengan melihat kenyataan tersebut, jelas akan terus mengalami kesulitan untuk menghasilkan calon atlet yang potensial bila tidak segera dicarikan jalan keluarnya, terutama yang terkait dengan pembinaan kondisi atlet.

(25)

Dengan kata lain: kekuatan yang lebih besar memungkinkan terjadinya kerja lebih banyak dalam setiap satuan waktu. Kecuali itu produksi kerja otot secara eksplosif menambahkan satu unsur baru, yaitu hubungan antara otot dengan sistem saraf, maka penentu-penentu tenaga-ledak otot (muscular power)

adalah kekuatan otot dan kecepatan rangsang saraf serta kecepatan kontraksi otot (Bouchard, Claude; Brunelle, Jean dan Godbout, Paul. 1975:34).

(26)

olahraga yang memerlukan power ini tidak merangsang kapasitas anaerobik (karena tanpa hutang oksigen) atau kapasitas aerobik, karena sistem transportasi baru terpakai dalam mengembalikan hutang pada akhir kegiatan. Sebenarnya ”bahan bakar” yang diperlukan dalam olahraga kelompok ini telah ada di otot sehingga tidak memerlukan pelibatan sistem penyaluran energi lain (Bouchard, Claude; Brunelle, Jean dan Godbout, Paul. 1975:95).

Dengan melihat karakter komponen kondisi fisik yang diperlukan seorang petolak peluru adalah power otot tersebut, maka dalam pemilihan metode latihan tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu metode latihan yang dapat mengembangkan kekuatan dan kecepatan secara bersama-sama.

Menurut Sajoto, M (1993:10) dinyatakan bahwa perpaduan atau kombinasi antara kekuatan dan kecepatan yang disebut sebagai power adalah faktor utama dalam pelaksanaan segala macam keterampilan gerak berbagai macam keterampilan olahraga. Walaupun power terdiri dari komponen kekuatan dan kecepatan, pendekatan yang paling baik untuk meningkatkan

(27)

keterampilan motorik khusus. Ini berarti bahwa latihan peningkatan kekuatan hendaknya melibatkan gerakan yang langsung menuju nomor-nomor gerakan cabang olahraga yang bersangkutan (Sajoto, M. 1995:32-33).

Dari berbagai masalah-masalah yang dihadapi dalam pembinaan prestasi olahraga, yang antara lain adalah masih terbatasnya bentuk-bentuk latihan yang digunakan pelatih, maka tampaknya perlu diupayakan untuk mencari alternatif bentuk latihan yang lebih efektif dan efisien. Untuk mengembangkan power otot lengan bagi seorang atlet tolak peluru dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menggunakan latihan beban. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: 1) pengaruh latihan beban, ada dua taraf, yaitu latihan beban bench press sudut 45°dan latihan beban bench press sudut 135°, 2) pengaruh berat badan, ada dua taraf, yaitu: berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk, 3) interaksi antara latihan beban bench press dan berat badan terhadap hasil belajar tolak peluru gaya O’Brien.

1.2Identifikasi Masalah

(28)

meningkatkan power, dalam penelitian ini ada dua program latihan beban yang dipakai, pertama adalah program latihan bench press sudut 45° dan

bench press sudut 135°. Kedua program latihan di atas diberikan kepada subyek yang mempunyai berat badan normal kurus dan kepada subyek yang mempunyai berat badan normal gemuk.

Dari hal-hal yang telah disebut di atas, timbul pertanyaan-pertanyaan yang merupakan permasalahan dari upaya untuk meningkatkan prestasi tolak peluru, yaitu :

a. Apakah latihan untuk meningkatkan power otot berpengaruh terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien

b. Bagaimanakah bentuk latihan yang tepat untuk meningkatkan power otot c. Latihan apakah yang tepat untuk meningkatkan power otot lengan d. Apakah penggunaan latihan yang berbeda menyebabkan perbedaan hasil e. Apakah power lengan dapat mempengaruhi prestasi tolak peluru

f. Apakah latihan beban dengan menggunakan badan sendiri sebagai beban dapat meningkatkan power otot lengan

g. Apakah latihan beban dengan menggunakan beban dari luar dapat meningkatkan power otot lengan

h. Apakah latihan beban bench press sudut 135° dapat meningkatkan power

otot lengan

(29)

j. Apakah latihan beban bench press sudut 135° memberi pengaruh terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien

k. Apakah latihan beban bench press sudut 45° memberi pengaruh yang berbeda terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien

l. Apakah berat badan mempengaruhi hasil tolak peluru

m. Apakah berat badan normal gemuk memberi pengaruh yang berbeda dibanding dengan berat badan normal kurus terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien

n. Apakah terdapat interaksi antara latihan beban dan berat badan terhadap hasil tolak peluru

o. Bagaimanakah cara melatih koordinasi saat melakukan keseluruhan gerakan dalam tolak peluru

p. Bagaimanakah cara menjaga keseimbangan badan setelah melakukan gerakan menolakkan peluru .

q. Apakah ada perubahan hasil variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat menurut tarafnya terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

1.3Pembatasan Masalah

(30)

latihan. Dalam penelitian ini, perhatian lebih diarahkan pada masalah pengelolaan proses peningkatan prestasi olahraga, dengan mengambil materi peningkatan kondisi fisik. Khususnya terhadap proses peningkatan kemampuan power otot bagian atas, yang meliputi otot-otot bahu, lengan, dan dada.

Power, sebagaimana telah dikemukakan di depan adalah merupakan bagian penting bagi pelaksanaan segala macam keterampilan gerak berbagai cabang olahraga, lebih-lebih bagi olahraga prestasi, yang antara lain tolak peluru. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dalam penulisan ini, perlu diberi batasan, sehingga ruang lingkup penelitian ini menjadi cukup jelas dan terkontrol. Pembatasan masalah yang dimaksud meliputi:

1.3.1 Metode latihan untuk pengembangan power otot lengan, bahu, dan dada dibatasi pada latihan beban bench press sudut 45° dan latihan beban bench press sudut 135°.

1.3.2 Berat badan, yang terdiri dari berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk, sebagai variabel atribut.

1.3.3 Prestasi tolak peluru sebagai variabel terikat.

(31)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dicari pemecahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.4.1 Adakah perbedaan pengaruh antara latihan beban bench press sudut 45° dan latihan beban bench press sudut 135° terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien ?

1.4.2 Adakah perbedaan pengaruh antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien ? 1.4.3 Adakah interaksi antara latihan beban dan berat badan terhadap

prestasi tolak peluru gaya O’Brien ?

1.5Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui:

1.5 1 Perbedaan pengaruh latihan beban antara latihan beban bench press

sudut 45° dan latihan beban bench press sudut 135° terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien.

1.5.2 Perbedaan pengaruh antara berat badan normal kurus dan berat badan normal gemuk terhadap prestasi tolak peluru gaya O’Brien.

(32)

1.6 Manfaat Penelitian

(33)

15

2.1 Landasan Teori

2.

1.1 Pengertian Atletik

Atletik merupakan cabang olahraga yang terdiri dari empat nomor, yaitu: jalan, lari, lempar, dan lompat. Istilah atletik berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu athlon yang berarti berlomba atau bertanding. Kalau kita mengatakan lomba atletik, pengertiannya adalah meliputi perlombaan jalan cepat, lari, lempar, dan lompat yang dalam bahasa Inggris digunakan istilah track and field atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah: perlombaan yang dilakukan di atas lintasan (track) dan di lapangan (field) (Syaifuddin, Aip. 1992:2).

(34)

yang tertua, yang telah dilakukan oleh manusia sejak zaman purba sampai dewasa ini. Bahkan boleh dikatakan sejak adanya manusia dimuka bumi ini atletik sudah ada, karena gerakan-gerakannya yang terdapat dalam cabang olahraga atletik, seperti berjalan, berlari, melompat, dan melempar adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia di dalam kehidupannya sehari-hari (Syaifuddin, Aip.1992:1).

2.1.2 Tolak Peluru

(35)

2.1.3 Tolak Peluru Gaya O’Brien

(36)

kekuatan. Kekuatan ini digerakkan oleh satu bagian badan terbentuk oleh kekuatan dari sendi-sendi berikutnya. Dalam tolak peluru yang tepat, gerakan pinggul dimulai pada saat pelurusan tungkai memperlambatnya. Gerakan bahu dimulai pada saat putaran pinggang memperlambat dan seterusnya. Kecepatan lepasnya alat/peluru tergantung pada kecepatan bagian terakhir badan pada saat lepas. Urutan (gerakan) yang benar dan ketepatan waktu memungkinkan si atlet/pelontar mencapai kecepatan maksimal lepasnya peluru.

Secara lebih rinci teknik dasar tolak peluru gaya O’Brien dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Persiapan Awalan

Atlet memasuki lingkaran bagian belakang. Peluru dibawa dengan tangan kiri, tangan kanan masih bebas.

1) Mengatur posisi kaki: kaki kanan ditempatkan di muka batas belakang lingkaran, kaki kiri diletakkan di samping kiri selebar badan segaris dengan arah lemparan.

2) Peluru dipegang dengan tangan kanan dengan pegangan yang serasi.

(37)

5) Kaki kanan sedikit ditekuk dan berat badan berada pada kaki kanan.

6) Badan membungkuk dan sedikit condong ke depan, pandangan mata ditujukan kira-kira empat meter di depannya.

7) Mengadakan pemusatan pikiran. Jika dirasa bersifat psikologis untuk menenangkan dan merasa apakah kaki kanan telah memperoleh posisi yang kokoh (Basuki, Sunaryo 1979:133). (Lihat gambar 1).

Gambar 1: Sikap Persiapan Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

b. Awalan

1) Setelah ayunan kaki kiri yang merupakan persiapan awalan dirasa sudah cukup, kaki kanan ditekuk lebih rendah.

(38)

3) Bersama dengan ayunan kaki kiri, kaki kanan menolak ke arah lemparan dan mendarat di pertengahan lingkaran. Sewaktu mendarat kaki ditekuk lebih rendah, berat badan seluruhnya berada pada kaki kanan ini. Pemindahan kaki kanan ini dilakukan dengan meluncur (glinding), tidak dengan melompat. Mendaratkan kaki kanan ini segera diikuti dengan mendaratkan kaki kiri yang semula diayun lebih dulu. Diperlukan kecepatan yang tinggi untuk meluncurkan kaki kanan dan mendaratkan kaki kiri agar dapat memberikan daya eksplosif yang tinggi pula. Sewaktu kaki kanan mendarat berat badan dalam keadaan makin condong ke samping kanan. Bahu kanan lebih rendah dari bahu kiri. Lengan kiri masih pada sikap seperti semula. Pegangan peluru jangan sampai bergeser pada waktu melakukan gerakan meluncur ke arah lemparan. Posisi ini adalah posisi siap melakukan tolak peluru (Basuki, Sunaryo. 1979:134). (Lihat gambar 2 halaman 21).

Pada fase awalan ini, otot yang berfungsi adalah: 1)

quadriceps group, diantaranya adalah rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, dan vastus intermedius, 2) tibialis

posterior, penomeus longus, penomius brevis, 3)

gastrocnemius, soleus, tibialis anterior. 4). erector spinae

(39)

Gambar 2: Sikap Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

c. Tolakan pada Peluru

Dari sikap menolakkan peluru itu, tanpa saat berhenti harus segera diikuti dengan gerakan menolakkan peluru.

1). Tolakan kaki kanan dimulai, sampai kaki teregang lurus, panggul didorong ke atas depan disertai badan diputar ke kiri, dilanjutkan dengan dorongan atau tolakan pada peluru, mulai dari gerakan bahu dan lengan, dan yang terakhir dorongan jari-jari. Kaki kiri ikut membantu tolakan kaki kanan.

2). Lengan kiri digerakkan untuk membantu memutar badan. 3). Pandangan mata diarahkan pada lemparan.

(40)

Gambar 3: Sikap Badan Menolakkan Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

Pada fase menolakkan peluru ini, otot yang berfungsi adalah: deltoid, trapezius, latissimus dorsi dan pectoralis.

(Beachle, Thomas R. 2002:8-9).

d. Lepasnya Peluru

(41)

Gambar 4: Sikap Melepas Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Dumadi. 1986. Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan Kemampuan Strength terhadap Hasil Belajar Tolak Peluru Mahasiswa. Disertasi. IKIP Jakarta:286).

Pada fase menolakkan peluru ini, otot yang berfungsi adalah: bracioradialis dan flexor of the wrist and fingers

(Beachle, Thomas R. 2002:8-9).

e. Gerak Lanjutan atau Memelihara Keseimbangan

(42)

dan vastus intermedius, 2) tibialis posterior, penomeus longus, penomius brevis, 3) gastrocnemius, soleus, tibialis anterior. 4).

erector spinae (Beachle, Thomas R. 2002:8-9).

Gambar 5: Sikap Gerakan Lanjutan atau Memelihara Keseimbangan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Basuki, Sunaryo. 1979. Atletik I. PT ”PERTJA OFFSET”. Jakarta:132).

Urutan gerak tolak peluru gaya O’Brien seperti terlihat pada gambar 6.

(43)

Pada saat jatuh dan yuri memberi tanda bahwa tolakan sah, atlet meninggalkan lingkaran melalui bagian belakang. Jika keluarnya lingkaran dengan melompat sebelum tolakan dinyatakan atau tidak melalui lingkaran bagian belakang, tolakan dinyatakan gagal (Basuki, Sunaryo. 1979:136). Hasil pengukuran yang diperoleh dari tolakan yang dilakukan adalah merupakan prestasi tolak peluru. Pada Peraturan Perlombaan Atletik (PASI. 1992:228-229) disebutkan bahwa pengukuran setiap tolakan-peluru harus dilakukan segera, diukur dari bekas jatuhnya peluru terdekat ke sisi dalam garis lingkaran-tolak dengan alat pita (baja/fiber) pengukur yang ditarik dari bekas jatuhnya peluru menuju ke titik pusat lingkaran-tolak. Di sebutkan pula bahwa suatu tolakan peluru yang sah, peluru harus jatuh utuh di dalam sektor tolak peluru.

Tolak peluru memerlukan banyak latihan agar dapat mengembangkan gaya teknik yang sesuai. Perbedaan gaya yang ada menimbulkan banyak perdebatan, karena tiap atlet merasa bahwa gaya atau teknik yang digunakannya adalah yang paling baik dan benar memenuhi prinsip-prinsip biomekanis yang diperlukan untuk menghasilkan prestasi maksimum. Power

(44)

atau tolakan, seberapa tinggi mereka melompat, seberapa cepat mereka berlari dalam sprint maupun berlari cepat dengan mengubah arah dan lain-lain.

Seperti telah dikemukakan pada bab pertama, bahwa rumus yang menyatakan besarnya power, oleh para ahli fisiologi dan ilmu gerak adalah: power = Force (strength) x Velocity (speed), atau

power = kekuatan x kecepatan. Power menghasilkan momentum, dan momentum merupakan power apabila kontak terjadi. Jadi

power memiliki banyak kegunaan dalam aktivitas gerak berbagai macam cabang olahraga. Dalam melaksanakan aktivitas olahraga, seseorang akan menggerakkan suatu obyek dengan melempar, memukul, menyepak, dan menendang, atau menggerakkan badan sendiri sebagai obyek, seperti dalam berlari, berenang, dan melompat. Gerak suatu obyek ini akan dicapai dengan baik apabila penerapan kekuatan maksimal dilakukan dalam waktu yang sependek-pendeknya.

(45)

macam pelaksanaan power otot, yang keduanya bertumpu atas beberapa besar kemampuan kombinasi komponen kekuatan dan kecepatan kontraksi otot-otot tungkai dan pinggul masing-masing, yaitu power asiklik (acyclic power) seperti dalam melempar, menolak, dan melontar pada nomor-nomor olahraga atletik, elemen-elemen gerak dalam senam, anggar, loncat indah, dan semua cabang olahraga yang memerlukan lompatan-lompatan, yaitu dalam permainan bolavoli, bola basket, bulu tangkis, tenis lapangan, dan lainnya. Kemudian power lain yaitu yang bersifat siklik (cyclic power) ialah power otot yang diperlukan dalam cabang atletik nomor sprint, berenang, dan balap sepeda. Peningkatan power asiklik dan siklik secara benar dan teratur perlu diberikan bagi para peserta didik di sekolah-sekolah dalam proses belajar gerak, terutama berbagai macam gerak olahraga sesuai dengan yang tercantum pada kurikulum. Hal ini perlu dilaksanakan supaya para peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari dan meningkatkan keterampilan gerakannya.

(46)

menekankan pada beban, tetapi harus pula pada kecepatan mengangkat, mendorong, atau menarik beban. Akan tetapi juga tidak boleh terlalu ringan, sehingga otot tidak merasakan rangsangan beban. Bebannya juga tidak boleh terlalu berat sehingga transfer optimal dari strength ke power tidak terjadi. Jadi bebannya adalah sedemikian rupa sehingga masih memungkinkan atlet untuk mengangkat beban dengan cepat (Harsono. 1988:200).

Latihan beban bench press dibedakan menjadi 3 posisi: 1)

bench press sudut 45°, 2) bench press sudut 90°, dan 3) bench press sudut 135° (Baechle, Thomas R. 2003:177). Dalam penelitian ini bentuk latihan yang digunakan adalah bench press,

(47)

peningkatan prestasi tolak peluru, setelah menjalankan latihan beban terhadap otot-otot bahu dan lengan.

2.1.4 Pengertian Latihan Bench Press

a. Latihan

Banyak pengertian arti dari istilah latihan. Para ahli di bidang olahraga yang telah menyampaikan pengertian tentang latihan. Dalam olahraga “latihan” atau “training” dapat di artikan sebagai: “suatu proses penyesuaian tubuh terhadap tuntutan kerja yang lebih berat dalam mempersiapkan diri menghadapi situasi pertandingan dan meningkatkan keterampilan, skill atlet untuk nomor-nomor tertentu atau cabang olahraga tertentu” (Basuki, Sunaryo. 1979:13). Latihan adalah merupakan aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, Tudor O. 1986:4).

(48)

latihan. Hal ini sangat penting demi tercapainya tujuan latihan baik bagi pelatih maupun atlet. Selanjutnya dikatakan bahwa latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai olahragawan atau olahragawati tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi (Nossek, Joseph. 1982:13). Nossek, Joseph (1982:12) yang memodifikasi istilah latihan menyatakan bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur dengan prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip yang bersifat paedagogis. Proses ini yang direncanakan dan sistematis, meningkatkan kesiapan untuk tampil dari seorang olahragawan atau olahragawati.

Prestasi olahraga sekarang ini menjadi ciri khusus tujuan utama serta merupakan tolok ukur keberhasilan pembinaan olahraga. Untuk mencapai prestasi olahraga yang baik diperlukan sistem pembinaan olahraga yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dalam pembinaaan prestasi olahraga, latihan yang merupakan proses persiapan bagi para atlet menuju ke arah tingkat keterampilan yang paling tinggi perlu direncanakan secara matang.

(49)

dilakukan secara teoritik maupun praktik. Faktor-faktor latihan tersebut berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya, dan agar persiapan menuju prestasi puncak dapat dicapai dengan tepat, latihan fisik dan teknik yang lebih kompleks perlu mendapat prioritas yang harus didahulukan dibanding faktor-faktor lainnya.

Latihan yang modern harus secara hati-hati direncanakan. Sebuah rencana latihan mencakup semua tindakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran latihan. Ada rencana jenis jangka pendek, jangka menengah, dan rencana jangka panjang. Rencana-rencana latihan demikian disusun khusus untuk satu sesi latihan mingguan, bulanan, tahunan, dan jangka waktu yang lebih panjang.

b. Intensitas Latihan

(50)
(51)

fisik yang rendah (menembak, panahan, catur) juga memiliki komponen intensitas.

Tingkat intensitas dapat diukur sesuai dengan jenis latihannya. Untuk latihan yang melibatkan kecepatan, diukur dalam meter perdetik tentang rata-rata gerakan yang dilakukan untuk setiap menitnya. Intensitas kegiatan yang dilakukan untuk melawan tahanan, dapat diukur dalam kg atau kgm (1 kg diangkat setinggi 1 m melawan gaya berat), sedang untuk olahraga beregu, irama permainan dapat membantu mengukur intensitasnya. Intensitas latihan berbeda satu dengan yang lainnya tergantung dari kekhususan cabang olahraga yang bersangkutan. Oleh karena tingkatan variasi intensitas semua cabang olahraga atau pertandingan, disarankan untuk memberlakukan dan mempergunakan tingkatan intensitas latihan yang berbeda. Ada beberapa cara untuk mengukur besarnya rangsangan terhadap kekuatan dan intensitasnya. Sebagai contoh, latihan melawan tahanan atau bentuk latihan yang akan mengembangkan kecepatannya, adalah dengan melalui prosentase dari intensitas maksimalnya, dimana 100% merupakan intensitas tertinggi (Bompa, Tudor O. 1983:79).

(52)

1. Ukuran intensitas untuk latihan power dengan penambahan, menurut (Harre, D. 1982:32). (Lihat tabel 2).

2. Ukuran intensitas berdasarkan atas sistem energi yang dipakai dalam kegiatan tertentu. Klasifikasi ini (berdasarkan petunjuk dari Farfel, 1960, Astrand dan Saltin, 1961, Margaria dkk, 1963, dan Mathews dan Fox, 1971) seperti yang dikutip Bompa, Tudor O (1983:80) yang lebih tepat untuk cabang olahraga yang siklik seperti pada tabel 3.

Tabel 2. Ukuran Intensitas untuk Latihan Power

Nomor (Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training.

Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:80).

Tabel 3. Ukuran Intensitas Berdasarkan Sistem Energi yang Digunakan dalam Kegiatan Tertentu

No. (Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque

(53)

3. Ukuran intensitas berdasarkan reaksi denyut jantung terhadap beban latihan (menurut Nikiforov, 1974) yang dikutip Bompa, Tudor O (1983:83) seperti yang ditunjukkan tabel 4.

Tabel 4. Ukuran Intensitas Berdasarkan Denyut Jantung terhadap Beban Latihan

Daerah Jenis Intensitas Denyut Jantung/Menit 1

(Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:83).

Selama berlatih si atlet dipaksa untuk merasakan berbagai tingkatan intensitas. Organisme menyesuaikan fungsi fisiologinya untuk memenuhi tuntutan latihan. Berdasarkan atas perubahan fisiologis ini khususnya denyut jantung (Heart Rate), pelatih harus mendeteksi serta memantau intensitas program latihannya. Untuk mengembangkan kemampuan biomotorik, intensitas rangsangan harus mencapai atau melebihi ambang rangsang (trheshold) dimana pengaruh latihan secara nyata berada (Bompa, Tudor O. 1983:83).

(54)

per detik (m/dt), 4) langkah dari latihan (pelan-pelan, cepat, eksplosif, optimal).

Sedangkan tingkat intensitas latihan adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Tingkat Intensitas Latihan

Angka % Prestasi terbaik

Kualitas Intensitas Denyut Nadi Per Menit

(Sumber: Nossek, Joseph. 1982. General Theory of Training. Lagos. Pan African Ltd:27)

Dijelaskan bahwa seseorang boleh saja meningkatkan intensitas latihan dengan cara: 1) meningkatkan kecepatan dalam jarak tertentu atau meningkatkan berat beban matinya, 2) meningkatkan rasio antara intensitas mutlak dan intensitas nisbi, sehingga intensitas absolutnya dapat dipakai, 3) mempersingkat istirahat interval di antara masing-masing pengulangan atau set, 4) menigkatkan densitas latihan, dan 5) meningkatkan jumlah pertandingan (Bompa, Tudor O. 1983:85).

(55)

c. Penambahan Beban Latihan

Program latihan peningkatan kekuatan otot yang paling efektif adalah progra latihan memakai beban. Beban yang digunakan dapat berupa berat badan sendiri, latihan bersama teman, bola karet, tali elastis, dumbel, barbel, latihan menahan/menentang alat tertentu, dan menentang alat permanen seperti dalam latihan isometrik (Bompa, Tudor O. 1983:275). Ahli fisiologi olahraga yang lain menyatakan bahwa peningkatan kekuatan terbukti positif sangat menguntungkan bagi penampilan bermain berbagai cabang olahraga, serta latihan berbeban adalah latihan metode yang paling tepat guna meningkatkan kekuatan otot (O’Shea, P.J. 1976:1).

(56)

secara maksimum. Pertama, bahwa semua program latihan harus berdasarkan SAID, yaitu: Spesific Adaptation Impose Demands.

Prinsip tersebut menyatakan bahwa latihan bersifat khusus sesuai dengan sasaran yang akan dicapai. Maksudnya adalah apabila akan meningkatkan power, maka program latihan harus memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang memenuhi syarat-syarat sesuai untuk meningkatkan power (O’Shea, P.J. 1976:1-2).

Dengan berprinsip pada SAID tersebut diharapkan agar pengaruh latihan dapat dirasakan hasilnya secara maksimum. Oleh karena itu maka besar beban latihan yang diberikan harus dapat diberikan oleh tubuh. Kedua, bahwa latihan haruslah diberikan dengan prinsip beban berlebih (overload). Prinsip ini akan menjamin agar sistem dalam tubuh mendapat beban yang besarnya makin ditingkatkan, serta diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Apabila tidak diberikan secara bertahap, maka komponen kekuatan tidak akan dapat mencapai tahap potensi sesuai fungsi kekuatan secara maksimal.

Dikemukakan secara lebih rinci oleh Harsono (1988:187-195) bahwa prinsip-prinsip latihan beban yang harus dipenuhi, agar program latihan menjamin tambahnya power tahap demi tahap, serta mengurangi resiko cedera pada serabut otot. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

(57)

tempat atau lari keliling, loncat-loncat, squat thrust, push ups, pull ups, bungkuk dan tegakkan badan, putar-putar tubuh dan sebagainya.

2. Prinsip overload harus diterapkan, oleh karena perkembangan otot hanyalah mungkin apabila otot tersebut dibebani dengan tahanan yang kian bertambah berat.

3. Sebagai patokan dianjurkan untuk melakukan tidak lebih dari 12 dan tidak kurang dari 8 RM (Repetisi Maksimal) unuk setiap bentuk latihan (exercise). Artinya, pada permulaan latihan tentukanlah suatu beban yang cukup berat sehingga 8 repetisi merupakan jumlah yang maksimal dapat kita lakukan untuk mengangkat beban tersebut. Perlu diperhatikan bahwa kedelapan ulangan angkatan tersebut haruslah dilakukan tanpa ketegangan yang berarti.

4. Agar hasil perkembangan otot efektif, setiap bentuk latihan dilakukan dalam 3 set, dengan istirahat diantara setiap set sekitar 3-5 menit.

5. Setiap mengangkat, mendorong atau menarik beban haruslah dilaksanakan dengan teknik yang benar. Bila dengan suatu bentuk latihan kita bermaksud untuk melatih suatu gumpalan otot tertentu, maka latihannya juga harus ditekankan dan dikonsentrasikan pada otot tersebut, dan keterlibatan otot-otot lain sejauh mungkin dihindari, sehingga otot-otot-otot-otot tersebut benar-benar mengeluarkan usaha maksimalnya.

6. Repetisi sedikit dengan beban berat akan menghasilkan adaptasi terhadap strenght, artinya akan membentuk kekuatan, sedang repetisi banyak dengan beban ringan akan menghasilkan perkembangan dalam kecepatan dan daya tahan.

7. Setiap bentuk latihan haruslah dilakukan dalam ruang gerak (range of motion) yang seluas-lasnya, yatu dari ekstensi sampai kontraksi penuh. Kalau ruang geraknya tidak maksimal, maka otot tidak akan terlatih secara maksimal. Pada waktu melakukan ekstensi (gerak eksentrik), lakukan sampai batas atau sedikit melebihi batas gerak sendi, sehingga otot-otot agak tertarik sedikit. Dengan demikian fleksibilitas juga akan terlatih. Kebiasaan berlatih dengan melakukan gerakan-gerakan dalam ruang gerak yang sempit dan terbatas akan menghasilkan pemendekan otot yang permanen.

8. Agar perkembangan otot tidak berat sebelah, latihlah agonis dan antagonisnya. Misal, pada umumnya atlet tidak seimbang kekuatan otot lengannya. Umumnya otot bisep lebih berkembang daripada antagonisnya, yaitu otot tricepnya.

(58)

teringan (relaksasi) dari latihan. Pada waktu melakukan press

misalnya, keluarkan napas pada waktu mengangkat beban ke atas kepala, dan tarik napas pada waktu menurunkan kembali. 10. Setelah melakukan suatu bentuk latihan, atlet harus berada

dalam keadaan lelah otot lokal yang berlangsung hanya sementara saja. Sedang pada waktu menyelesaikan keseluruhan latihan isotonik (suatu rangkaian bentuk-bentuk latihan), dia harus merasa agak lelah dalam otot keseluruhan (general muskular fatique). Lelah lokal harus sudah hilang dalam waktu satu atau dua jam. Kalau ternyata lelah ini masih terasa setelah jangka waktu cukup lama, maka hal ini menandakan bahwa latihan mungkin terlalu berat dan melelahkan.

11. Latihan beban sebaiknya dilakukan tiga kali seminggu, misalnya hari Senin, Rabu, dan Jumat dan diselingi dengan waktu istirahat satu hari di antara setiap hari latihan untuk memberikan kesempatan bagi otot untuk berkembang dan mengadaptasi diri pada waktu hari istirahat tersebut.

12. Latihan beban harus diawasi oleh seorang pelatih yang mengerti betul masalah latihan beban. Hal ini penting agar petunjuk-petunjuk dan pengawasan dapat diberikan dengan teliti. Selain itu pengawasan yang teliti akan menghindarkan dari kemungkinan-kemungkinan sedera.

(59)

Dikemukakan bahwa jumlah beban awal, jumlah ulangan, jumlah rangkaian, dan jumlah latihan setiap minggu terutama untuk menentukan beban awal tidak ada rumus yang pasti (O’Shea, P.J. 1976:36). Cara yang paling baik untuk menetapka berat beban adalah dengan berdasarkan kemampuan masing-masing. Untuk menentukan jumlah ulangan dalam setiap rangkaian dan berapa rangkaian latihan dilakukan, dikemukakan bahwa dengan beban yang relatif ringan maka dapat dilakukan antara 6-12 ulangan, tetapi apabila memakai beban 90% dari beban maksimum, maka ulangan cukup 1-3, sedang untuk beban medium yang kira-kira 70-80 persen beban maksimum, maka dapat dilakukan ulangan 5-6 kali. Sedang jumlah rangkaian yang disarankan antara 2-6 rangkaian untuk latihan tiap jenis otot yang terlatih.

(60)

persen dari maksimum. Membahas tentang jumlah ulangan, terdapat kaitan dengan masalah irama atau kecepatan melakukan angkatan waktu latihan (Bompa, Tudor O. 1983:278-279). Dikemukakan bahwa makin berat beban, makin sedikit jumlah ulangan dan makin pelan pelaksanaan angkatanya. Gambar 7 menunjukkan persentase pembebanan latihan.

Gambar 7. Persentase Pembebanan Latihan Sesuai Kebutuhan

(Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:277).

(61)

akan meningkatkan daya tahan otot, seseorang dapat melakukan sejumlah ulangan sampai kelelahan sangat terasa (kira-kira sampai 250 kali atau lebih) dan dilakukan dengan irama pelan atau sedang. Apabila untuk tujuan daya tahan dalam gerak berulang dalam waktu tertentu atau cyclic (seperti dalam sprint, berenang dan bersepeda), maka jumlah ulangan mendekati batas kelelahan yang cukup terasa. Tentang banyaknya rangkaian setiap latihan, tergantung pada faktor intensitas dan potensi kemampuan latihan. Disarankan agar jumlah rangkaian berkisar antara 3-0 set dalam satu latihan (Bompa, Tudor O. 1983:279). (Lihat gambar 8 halaman 44).

(62)

Gambar 8. Jumlah Ulangan Latihan Beban Sesuai Kebutuhan

(Sumber: Bompa, Tudor O. 1983. Theoty and Methodology of Training. Dubuque IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company:278).

(63)

diberikan: 0-20% berat badan, 4) untuk latihan kekuatan otot bahu, lengan, dan dada beban awal yang diberikan: 50-100% berat badan (Sajoto, M. 1995:34).

Tentang jumlah ulangan dan rangkaian, berikutnya dijelaskan bahwa dalam tingkat awal suatu latihan hendaknya diberikan dengan jumlah ulangan banyak, beban ringan. Misalnya dengan ulangan 10 kali dalam satu rangkaian, yang kemudian berat beban bertambah, jumlah ulangan menjadi enam kali dan banyaknya rangkaian menjadi tiga rangkaian (Fox, E. L. 1988:154). Terhadap masalah jumlah berat beban awal, ulangan dan rangkaian tersebut, para ahli kesehatan olahraga mengemukakan pendapatnya antara lain, bahwa para pemula pada latihan minggu pertama sebaiknya berat beban cukup ringan dengan dengan jumlah ulangan 8-12 kali, dan jumlah rangkaian sebanyak tiga (Jackson, S.A dan Ross, M.R. 1986:74). Apabila secara teknis melakukannya sudah benar, maka program berikutnya dapat dilaksanakan sebagai berikut, misal kalau jumlah berat beban 65-75%, dari 1-RM, jumlah ulangan dilakukan sebanyak tiga rangkaian.

(64)

waktu istirahat antar rangkaian tergantung tipe latihan kekuatan, irama, dan lama pelaksanaan serta jenis otot yang terlibat (Bompa, Tudor O. 1983:279). Ozolin seperti yang dikutip Bompa, Tudor O (1983:29) menyatakan agar dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan maksimum, maka interval waktu antar rangkaian adalah 2-5 menit. Dan apabila latihan dilakukan secara habis-habisan (all out), maka disarankan agar waktu interval adalah 5-10 menit.

(65)

Jumat, dan seterusnya, akan mengakibatkan jaringan-jaringan otot telah pulih kembali (recovery) dari rasa lelah serta bertambah kuat karena secara fisiologis otot-otot telah beradaptasi terhadap beban latihan yang dilakukannya, dibanding dengan latihan yang lebih banyak dari itu.

Pada suatu saat pada keadaan tertentu, otot tidak lagi bertambah kekuatannya, apabila kepadanya diberikan tekanan yang tidak menyebabkan rangsang yang cukup beratnya, yaitu beban yang lebih berat lagi. Dalam kondisi seperti ini, sesuai dengan prinsip

overload, otot perlu memperoleh beban baru yang lebih berat sebagai rangsangan yang cukup mampu memberi tekanan kontraksi lebih kuat. Karena secara fisiologis beban yang ringan tidak lagi dapat memberikan rangsang terhadap enzim otot untuk berkontraksi maksimal yang ditimbulkan adanya rangsang dari beban lebih besar daripada normal.

(66)

squat adalah sepuluh pon (O’Shea, P.J. 1976:36). Dengan alasan untuk mencegah terjadinya cedera dan timbulnya rasa frustasi serta untuk menjamin kenaikan beban yang cukup sensitif secara progresif, dikemukakan bahwa tambahan beban baru hendaknya tidak lebih dari lima persen dari berat beban sebelumnya (Sajoto, M. 1995:71).

(67)
(68)

d. Latihan Bench Press

Latihan bench press adalah merupakan salah satu bentuk latihan dengan menggunakan beban. Latihan ini berfungsi untuk mengembangkan power otot-otot tubuh bagian atas, yaitu otot bahu, lengan, dan dada dengan menggunakan beban eksternal ialah barbel. Latihan benchpress dilakukan dengan cara memberikan beban pada tubuh berupa barbel, untuk peningkatan kekuatan, power, dan daya tahan otot. Hasil yang diperoleh dari latihan dengan menggunakan beban adalah kemampuan otot menjadi lebih baik daripada sebelum latihan dilakukan. Tujuan latihan bench press dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan power otot-otot tubuh bagian atas, yaitu:

deltoid, upper pectoralis mayor, trapezius, latissimus dorsi, dan

(69)

e. Latihan Bench Press Sudut 45°

Latihan ini dilakukan dengan sudut 45° pada sebuah bangku yang miring ke arah atas (kepala posisi miring ke arah atas). Penentuan sudut 135° diambil dari posisi bangku. Barbel diletakkan di atas dada dengan kedua tangan memegang tangkai (bar) barbel selebar bahu, sikap kedua kaki segaris dan terbuka kira-kira selebar bahu, kemudian kedua tangan mendorong barbel ke atas sampai tangan lurus, dan terakhir adalah menurunkan kembali barbel di dada. (lihat gambar 10 halaman 52).

(70)

Gambar 10. Latihan Bench Press Sudut 45° (Sumber: Baechle, Thomas R. 2003. Latihan Beban. Terjemahan Razi Siregar. Jakarta. PT Raja Grafindo:177)

f. Latihan Bench Press Sudut 135°

(71)

Gambar 11. Latihan Bench Press Sudut 135° (Sumber: Baechle, Thomas R.2003.Latihan beban.Terjemahan Razi Siregar.Jakarta. PT Raja Grafindo:177)

2.1.5 Pengertian Berat Badan

(72)
(73)

Gambar 13. Otot-otot Deltoid, Trapezius, Latissimus Dorsi, dan Tricep. (Beachle, Thomas R. 2002. Bugar dengan Latihan Beban.

(74)

Seseorang dikatakan mempunyai ukuran ideal apabila bentuk tubuhnya tidak terlalu kurus maupun terlalu gemuk dan terlihat serasi antara berat dan tinggi badan (Wirakusumah, Emma S. 2001:3). Banyak definisi untuk menyatakan berat badan ideal, kelebihan berat badan, dan kegemukan. Standar atau baku untuk menentukannya ternyata banyak ragamnya. Beberapa cara yang dapat dipakai antara lain: 1) Standar Brocca, 2) Harvard, 3) Metropolitan Life Insurance Company 4) Indeks Massa Tubuh (IMT) (Wirakusumah, Emma S. 2001:4-12). Kategori berat badan dihitung dari baku Harvard : gemuk 100%, ideal 90%, dan kurus 80%. Berdasarkan teori tersebut dapat kita simpulkan bahwa rentang untuk katagori berat badan adalah 10 % dari tinggi badan (cm) – 100 (Wirakusumah, Emma S. 2001:8). Berdasarkan sejumlah landasan teori tersebut dapat kita ambil kesimpulan untuk menentukan kategori berat badan dengan menggunakan Kurva Normal Standar dari Sudjana (Sudjana. 2002:139). (Lihat gambar 14 ).

(75)

Mengacu pada Kurva Normal Stardar tersebut, Peserta didik dikatakan mempunyai berat badan ideal apabila berat badan ada pada titik 0. Kemudian peserta didik yang mempunyai berat badan lebih dan kurang dari berat badan ideal sampai dengan 10% dikategorikan normal. Peserta didik yang mempunyai berat badan melebihi dari berat badan ideal sampai dengan 10% dikategorikan normal dengan sebutan berat badan normal gemuk, dan peserta didik yang mempunyai berat badan kurang dari berat badan ideal sampai dengan 10 % dikategorikan normal dengan sebutan berat badan normal kurus. Peserta didik yang mempunyai berat badan melebihi berat badan ideal sampai dengan 20% dikategorikan gemuk, dan peserta didik yang mempunyai berat badan kurang dari berat badan ideal sampai dengan 20 % dikategorikan kurus. Peserta didik yang mempunyai berat badan melebihi berat badan ideal sampai dengan 30% dikategorikan gemuk sekali, dan peserta didik yang mempunyai berat badan kurang dari berat badan ideal sampai dengan 30 % dikategorikan kurus sekali.

2.1.6 Pertumbuhan Fisik Adolesensi

(76)

ciri-ciri seks primer dan sekunder, perubahan pada sistem pernapasan dan kerja jantung, dan perubahan sistem syaraf dan endokrin yang memprakarsai dan mengkoordinasikan perubahan-perubahan tubuh, seksual dan fisiologis.

Secara biologis dalam masa adolesensi ini adalah perkembangan sistem reproduksi mencapai taraf kematangan. Masa ini berlangsung antara umur 12 sampai 18 tahun. Anak laki-laki mengejar dan mengungguli tinggi dan berat badan anak perempuan, demikian pula ukuran-ukuran yang lain, seperti tinggi togok, panjang tungkai, lebar pundak, lebar pinggul, ukuran lengan dan sebagaiya mengikuti pertumbuhan tinggi dan berat badan yang berlangsung dengan cepat (Sugiyanto dan Sudjarwo. 1993:137). Perubahan secara proporsional terjadi pada tulang otot dan jaringan lemak pada masa adolesensi. Pertumbuhan tulang dan otot sejalan dengan peningkatan tinggi dan berat badan. Adolesensi ditandai oleh berbagai macam perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan dengan masa pubertas dan berpengaruh terhadap penampilan fisik (Sugiyanto dan Sudjarwo. 1993:139).

(77)

Umumnya terjadi kira-kira satu tahun antara pencapaian ukuran berat badan secara penuh dengan pengembangan power otot secara penuh untuk anak laki-laki. Hal tersebut berpengaruh terhadap timbulnya hormon, protein dan enzym pada elastisitas otot. Dalam hal perkembangan power otot yang berhubungan dengan pertumbuhan tubuh dapat dinyatakan bahwa power otot dicapai secara penuh kira-kira satu tahun sesudah pencapaian pertumbuhan tubuh sepenuhnya (Sugiyanto dan Sudjarwo. 1993:142).

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan kelas 2 dan berumur antara 16 – 17 tahun. Jadi secara fisiologis dan psikis sampel dalam penelitian ini tidak ada masalah bahkan tepat sekali, karena menurut Thompson, Peter J.L (1993:78) bahwa pengembangan latihan umum khusus untuk even atau grup dan latihan beban dapat dimulai.

2.2 Kerangka Teori

Atas dasar sejumlah teori yang telah di kaji pada awal bab ini, maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut:

2.2.1 Kerangka Teori Relasi Latihan Bench Press dengan Tolak Peluru

(78)

untuk meningkatkan power otot bahu, lengan, dan dada yang sangat berpengaruh terhadap hasil tolak peluru. Tujuan utama latihan bench press adalah untuk meningkatkan power otot-otot bahu, lengan, dan dada. Hal ini sesuai dengan pendapat Ballesteros, J.M (1979:68) yang menyatakan bahwa latihan bench press merupakan salah satu bentuk latihan dari beberapa bentuk latihan beban yang sangat penting untuk

power otot bahu, lengan, dan dada dalam menolak dalam nomor tolak peluru. (Lihat gambar 15). Masih sama dengan pendapat Ballesteros, J.M adalah Basuki, Sunaryo (1979:19-20) yang mengemukakan latihan untuk power otot-otot lengan, bahu, dan dada diantaranya adalah berbaring terlentang, barbel dipegang dengan telapak tangan menghadap ke atas di muka dada. Angkat barbel ke atas, lalu kembali turun (angkatan press) (Lihat gambar 16 halaman 61).

(79)

Gambar 16. Latihan-latihan untuk Power Otot-otot Lengan, Bahu, dan Dada (Sumber: Basuki, Sunaryo. 1979. Atletik I. PT ”PERTJA OFFSET”: Jakarta :20).

(80)

Gerakan yang dilakukan adalah dengan mengangkat dan menurunkan beban dengan kedua tangan. Dalam latihan ini gerak persendian kurang luas bila dibandingkan dengan sudut 135°, karena pada saat mengangkat beban posisi badan miring ke atas, sehingga beban yang dirasakan lebih ringan daripada sudut 135°. Dalam hal ini otot akan menerima rangsang lebih kecil atau ringan, karena sudut yang khusus dimana satu otot dipanggil untuk beraksi menentukan seberapa jauh otot atau otot-otot akan dirangsang (Baechle, Thomas R.2003:176).

Latihan bench press sudut 135° adalah suatu bentuk latihan beban, dengan posisi menurun (miring ke bawah). Gerakan yang dilakukan adalah dengan menaik-turunkan beban di tangan dalam keadaan posisi menurun. Dengan posisi menurun, maka akan terjadi ruang gerak yang lebih berat pada otot-otot bahu, lengan, dan dada pada saat tangan mengangkat dan menurunkan beban, sehingga otot akan menerima rangsang yang lebih besar. Sudut yang khusus dimana satu otot dipanggil untuk beraksi menentukan seberapa jauh otot atau otot-otot akan dirangsang (Baechle, Thomas R.2003:176). Hal ini berarti bahwa latihan bench press sudut 135° akan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan power otot bahu dan lengan, karena pada latihan ini otot-otot bahu, lengan, dan dada akan bekerja lebih keras pada saat mengangkat dan menurunkan beban yang berupa barbel.

(81)

Tabel 6. Kelebihan dan Kekurangan Bench Press Sudut 45° dan 135°

No Bench Press Kelebihan Kekurangan

1 2 3 4

1 Bench Press

Sudut 45°

a. Otot dada bagian atas dan pundak lebih terkena (Baechle, Thomas R.2003.:177)

b. Stabilitas tinggi (letak berat badan, makin rendah letak titik berat, makin stabil posisi badan (Muryono, Sigit. 2001:107-108).

a. Sudut sedang, titik berat badan kurang lebih

b. Sudut yang kurang besar menghasilkan kurang

a Sudut besar akan mengakibatkan titik berat badan naik yang akan menaikkan gravitasi yang menyebabkan berat beban akan bertambah berat. Gravitasi ini memberi pengaruh pada saat badan bergerak (Muryono, Sigit. 2001:106)

b. Sudut yang besar akan menentukan besarnya otot-otot yang akan dirangsang

(Baechle, Thomas R.2003:176)

.

a. Otot dada bagian bawah lebih terkena (Baechle, Thomas R.2003.:177). b. Stabilitas rendah (letak

berat badan, makin tinggi letak titik berat, maka labil posisi badan) (Muryono, Sigit. 2001:107-108).

(82)

akan lebih meningkatkan unsur power karena otot-otot bahu, lengan, dan dada bekerja lebih keras untuk menolakkan peluru. Sedangkan latihan bench press sudut 45° dimana gerakan bahu, lengan, dan dada saat menaik-turunkan beban hanya dengan sudut yang ringan, dengan demikian beban yang ditanggung lebih ringan karena sudut yang khusus dimana satu otot dipanggil untuk beraksi yang menentukan seberapa jauh otot atau otot-otot akan dirangsang lebih kecil, sehingga unsur kecepatannya lebih berkembang dari pada unsur

powernya. Hal ini berarti bahwa latihan bench press sudut 135° akan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada latihan bench press

sudut 45° terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

2.2.2 Kerangka Teori Relasi Berat Badan dengan Tolak Peluru

(83)

1982:3). Mengenai bentuk tubuh, Siregar, M.F (1982:4) lebih lanjut menyatakan: hubungan antara bentuk tubuh dan prestasi semenjak zaman dahulu sampai dengan sekarang masih tetap merupakan persoalan yang unik dibidang olahraga. Selain daripada itu terdapat perbedaan penting didalam tinggi dan berat badan antara kelompok-kelompok olahragawan yang berprestasi dengan kelompok-kelompok lainnya didalam Olympic Games. Oleh karena itu pada dewasa ini para ahli dibidang masing-masing cabang olahraga sudah dapat menentukan apa yang dimaksud dengan tinggi optimal dan minimal. Hal ini sangat penting didalam rangka pembibitan (talent scouting).

Dari beberapa faktor penentu prestasi tersebut, faktor fisik merupakan salah satu faktor penting dan mutlak untuk dikembangkan secara optimal pada diri setiap atlet, termasuk atlet tolak peluru. Karena tanpa kondisi fisik yang prima sulit bagi atlet untuk berprestasi secara maksimal. Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh erat kaitannya dengan keterbentukan setiap individu kearah tipe bentuk tubuh tertentu. Bentuk tubuh seseorang merupakan wujud dari perpaduan antara tinggi badan, berat badan, serta berbagai ukuran anthropometrik lainnya yang ada pada diri seseorang. Untuk mencapai prestasi dalam olahraga, diperlukan usaha upaya yang harus diperhitungkan dengan suatu pembinaan melalui suatu pembibitan yang dilakukan dengan baik.

(84)

dibawa oleh kita kemanapun. Semakin banyak jumlah massa dalam tubuh akan semakin berat. Sajoto, M (1995:2-3) menyatakan bahwa struktur dan postur tubuh, termasuk ukuran tinggi dan panjang tubuh, ukuran besar, lebar, dan berat badan serta bentuk tubuh merupakan salah satu faktor penentu pencapaian prestasi dalam olahraga. Dengan demikian berat tubuh sangat dibutuhkan dalam olahraga berat seperti tolak peluru, karena dengan berat badan disitulah ditentukan jumlah massa tubuh yang terdiri dari tulang, otot, lemak, jaringan, dan lain-lain. Semakin besar tulang, kuatnya otot-otot yang diperlukan semakin cemerlang pula prestasi olahraga khususnya olahraga yang membutuhkan kekuatan. Sebagaimana diutarakan Syaifuddin, Aip (1992:145) bahwa persyaratan untuk menjadi seorang pelempar umumnya dan seorang penolak peluru yang baik, antara lain sebagai berikut: a) harus memiliki pemahaman dan penguasaan terhadap prosedur gerakan untuk melakukan tolak peluru, serta konsep cara untuk melakukannya, b) harus memiliki power, daya ledak, kecepatan, daya tahan, kelentukan, dan koordinasi gerakan, c) harus memiliki badan yang tinggi dan besar, serta lincah dalam melakukan gerakan, d) harus memiliki semangat yang besar untuk selalu melakukan latihan secara teratur dan terus menerus. Hal ini berarti bahwa berat badan normal gemuk akan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada berat badan normal kurus terhadap hasil tolak peluru gaya O’Brien.

(85)

2.2.3 Kerangka Teori Interaksi Antara Latihan Bench Press dan Berat Badan terhadap Hasil Tolak Peluru

Gambar

Gambar 1: Sikap Persiapan Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien Pengaruh Jumlah Latihan, Interval
Gambar 2: Sikap Awalan dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien (Sumber: Pengaruh Jumlah Latihan, Interval Waktu dan
Gambar 3: Sikap Badan Menolakkan Peluru dalam Tolak Peluru Gaya Pengaruh Jumlah Latihan,
Gambar  4:  Sikap Melepas  Peluru dalam Tolak Peluru Gaya O’Brien Pengaruh Jumlah Latihan, Interval
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) terhadap pemahaman konsep fisika siswa. Teknik analisis data uji-t ini dihitung dengan bantuan programSPSSversi 16.0

Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan pupuk nitrogen dan kalium berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy pada variabel jumlah stomata

Hasil penelitian kadar natrium serum pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2010 didapatkan data seluruh responden dalam penelitian memiliki

Penentuan daerah penelitian dan petani peternak contoh atau responden dilakukan melalui pengambilan Sampel Acak Klaster ( Cluster Random Sampling ) dengan alasan

Abstrak: Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang: 1) penyelenggaraan Pos PAUD di lingkungan masyarakat; 2) peran PKK

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta.. untuk memberikan suasana yang akan dibangun, selain kepada penari, musik ilustratif akan membawa penonton pada suasana Dugderan dan

Perubahan sosial budaya yang terjadi di Kampung Ampel Surabaya dikarenakan beberapa etnis khususnya etnis Madura dan etnis Arab yang memiliki latar belakang

Dengan selesainya penulisan skripsi dengan judul "Pengaruh Latihan Squat Terhadap Peningkatan Kemampuan Tolak Peluru Gaya Ortodok pada Siswa Putra SMP Negeri 4