EKSPERI DAN PR
DITINJA
IMENTASI
ROBLEM SO
AU DARI M SEK Untuk Mem Magist PROGRAM UN PENDEKA
OLVING PA
MOTIVASI B KECAMATA TAHUN A menuhi Seba ter Program AR S
M STUDI P PROGRAM NIVERSITA SU TAN PEMB ADA PEMBE BELAJAR S AN KUNDU AJARAN 20 TESIS agai Persyara Studi Pendid RI INDRIAN 850 809 302
PENDIDIKA M PASCAS
AS SEBELA URAKARTA
2 0 1 1
BELAJARAN ELAJARAN SISWA KEL URAN BLOR 010/2011 atan Mencap dikan Matem NI 2 AN MATEM SARJANA AS MARET A N KONTEK N MATEMA LAS V SD N
commit to user
ii
EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
DAN
PROBLEM SOLVING
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI
SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Disusun oleh:
ARI INDRIANI
S850809302
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Pada tanggal : ………
Pembimbing II
Triyanto, S.Si. M.Si.
NIP. 19720508 199802 1 001
Pembimbing I
Dr. Mardiyana, M.Si.
NIP. 19660225 199302 1 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
commit to user
iii
EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
DAN
PROBLEM SOLVING
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI
SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Disusun oleh:
ARI INDRIANI
S850809302
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Pada tanggal : ………
Jabatan
Nama
Tanda
Tangan
Ketua
Dr. Riyadi, M.Si.
………
Sekretaris
Dr. Imam Sujadi, M.Si.
………
Anggota Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si.
………
2. Triyanto, S.Si. M.Si. ………....
Surakarta, Februari 2011
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D.
NIP 19570820 198503 1 004
Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika
commit to user
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Sekolah Dasar merupakan titik awal dari pendidikan formal di
Indonesia. Diharapkan dari tempat ini nantinya akan dihasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas sebagai generasi penerus untuk mewujudkan tujuan
luhur bangsa yaitu meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia
sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
Mengingat begitu pentingnya keberadaan Sekolah Dasar, maka
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah (Dirjen
Dikdasmen) terus-menerus menekankan peningkatan kualitas pendidikan di
Sekolah Dasar. Mengenai pelaksanaan pendidikan Sekolah Dasar, Dirjen
Dikdasmen melalui surat edaran No. 2931/C/1/1993 menyerukan untuk
meningkatkan kualitas pengajaran tiga kemampuan dasar yaitu membaca,
menulis dan berhitung di mana semua itu telah termuat pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia dan Matematika.
Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting
dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Hampir semua bidang studi
menggunakan materi pelajaran matematika, contohnya persamaan phytagoras
dan trigonemetri digunakan untuk mengukur tinggi sebuah benda yang tidak
bisa diukur secara langsung seperti gunung, pohon dan lain-lain, matriks
digunakan pada teknik sipil yakni untuk mengkontruksi jembatan, barisan dan
deret digunakan pada pelajaran manajemen perbankan yakni untuk
menghitung bunga tunggal dan majemuk, serta masih banyak lagi peranan
matematika yang sangat bermanfaat dibidang lain.
Pada mata pelajaran matematika, sepatasnya kita perlu prihatin.
Matematika yang posisinya sebagai “ratu” sekaligus “pelayan” dari ilmu
pengetahuan dan teknologi justru menjadi mata pelajaran yang dianggap
paling sulit bahkan menjadi momok dalam setiap kegiatan belajar mengajar.
Akhirnya apa yang diharapkan dari prestasi belajar matematika, ternyata
masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata nilai ujian
akhir sekolah bidang studi matematika siswa SD se-Kecamatan Kunduran
Blora adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Rata-rata UAS Matematika Siswa SD Kecamatan Kunduran Blora
Mata Pelajaran 2007/2008 2008/2009 2009/2010
Matematika 4,23 5,91 4,68
Selain itu, prestasi belajar siswa SD pada pokok bahasan operasi
bilangan bulat juga masih rendah. Mungkin dikarenakan siswa SD kurang
paham atas penjelasan guru tentang cara mempelajari operasi bilangan bulat
di mana guru masih menggunakan metode ceramah, kurangnya guru
menggunakan alat peraga yang ada di lingkungan sekitar dalam menjelaskan
operasi bilangan bulat, misalnya manik-manik, guru kurang mengaitkan
pembelajaran operasi bilangan bulat ini dengan kehidupan sehari-hari dan lain
commit to user
menjawab 5 – (-4) = 1, sedangkan untuk -3 – (-6) = -3, banyak siswa yang
menjawab -3 – (-6) = -9. Siswa juga kurang paham dalam mengerjakan soal
cerita. Contohnya: suhu udara di kutub utara C, karena hujan salju
suhunya menjadi C. Berapa derajat celcius perubahan suhu di kutub?
Jawabnya: -5 – 10 = -15. Jadi perubahan suhu yang terjadi di daerah kutub
tersebut adalah C.
Kenyataan di atas menunjukkan masih rendahnya prestasi belajar
matematika siswa Sekolah Dasar. Diduga banyak faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar matematika, yang secara garis besar faktor-faktor tersebut
dibedakan menjadi faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi
jasmaniah dan psikologis serta faktor yang berasal dari luar diri siswa yang
meliputi faktor keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dari luar diri siswa
diantaranya: masih banyak guru yang menggunakan pola pembelajaran di
mana cenderung “text book oriented” dalam arti menyampaikan materi sesuai
dengan apa yang tertulis di dalam buku dan tidak dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari siswa. Cara pembelajaran yang monoton dengan menggunakan
metode ceramah, serta kurikulum yang belum sesuai dengan kebutuhan serta
perkembangan jaman.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru mempunyai
peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan
pendekatan pembelajaran yang tepat akan menentukan keefektifan dan
memilih dan menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan
pokok bahasan yang diajarkan. Pendekaran pembelajaran yang telah lama
digunakan oleh para guru adalah pendekatan pembelajaran dengan tradisional
yang berpusat pada guru.
Sedangkan faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi prestasi
belajar antara lain: intelegensi, aktivitas, motivasi, minat, dan lain sebagainya.
Motivasi belajar siswa untuk mengikuti proses pembelajaran terutama
pelajaran matematika sangatlah kurang. Hal ini mungkin dikarenakan siswa
belum hafal perkalian dan pembagian, rasa ingin tahu tentang matematika
masih rendah, kurang percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya,
merasa kesulitan terhadap pelajaran matematika dan lain sebagainya. Tidak
hanya itu, faktor motivasi juga dipengaruhi oleh dirinya sendiri, teman, orang
tua maupun lingkungan masyarakat.
Sedangkan harapan yang ingin dicapai dalam tujuan pendidikan
matematika seperti yang diamanatkan kurikulum adalah pengelolaan
pembelajaran matematika di sekolah dapat bermakna dan dapat membuat
siswa mampu menerapkan pengetahuan matematikanya dalam kehidupan
sehari-hari dan bidang lain. Kegiatan pembelajaran matematika juga
diharapkan mampu membuat siswa terampil menyelesaikan masalah yang
dihadapinya, baik dalam bidang matematika maupun dalam bidang yang lain.
Kegiatan pembelajaran matematika juga diharapkan mampu membuat siswa
commit to user
dan pada akhirnya siswa diharapkan mampu bersikap obyektif, jujur dan
disiplin.
Menurut Pao-Nan Chou dan HO-Huan Chen dalam Partono (2009: 3)
bahwa pembelajaran seorang guru harus mampu menciptakan kondisi
pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa, sehingga
siswa mempunyai keterampilan, keberanian serta mempunyai kemampuan
akademik. Penekanan pembelajaran matematika di sekolah harus relevan
dengan kehidupan sehari-hari, supaya pelajaran matematika yang diperolah
akan bermanfaat. Dengan demikian matematika akan mempunyai peran yang
penting bagi siswa untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya hal ini akan berdampak dalam menciptakan sumber daya manusia
yang bermutu.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena pendekatan
pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar kurang tepat.
Apakah dengan mengubah pendekatan pembelajaran prestasi belajar
matematika siswa dapat berubah?
2. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena fasilitas yang
menyediakan fasilitas yang mendukung pembelajaran prestasi belajar
matematika siswa dapat berubah?
3. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena motivasi siswa untuk
mengikuti pembelajaran matematika masih rendah. Apakah jika kategori
motivasi belajar berbeda prestasi belajar matematika juga berbeda?
4. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena kurikulum yang belum
sesuai dengan kebutuhan. Apakah dengan perbaikan kurikulum, prestasi
belajar matematika siswa dapat meningkat?
C. Pemilihan Masalah
Dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti melakukan
penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama dan ketiga, yaitu
pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar matematika siswa. Adapun
pendekatan pembelajaran yang akan digunakan adalah kontekstual dan
problem solving.
Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Adapun alasan peneliti memilih
masalah ini adalah penggunaan pembelajaran kontekstual dikarenakan siswa
SD menurut tahap perkembangan kognitif Piaget adalah tahap
pra-operasional (usia 7 – 11 tahun) di mana siswa pada saat ini akan dapat
berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan
mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
commit to user
digunakan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini digunakan agar
siswa mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya sejak dini.
Prestasi belajar matematika juga dipengaruhi oleh motivasi belajar.
Hal ini digunakan untuk membangun sistem pembelajaran lebih bermakna
dan mendorong terjadinya perilaku belajar siswa.
D. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih
mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan
masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Materi yang diteliti yaitu operasi bilangan bulat.
2. Prestasi belajar matematika yang dicapai: Kompetensi Dasar (KD) operasi
bilangan bulat.
3. Motivasi belajar matematika baik di rumah maupun di sekolah.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, pemilihan masalah dan pembatasan
masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh pendekatan pembelajaran yang dilakukan terhadap
prestasi belajar matematika?
2. Apakah ada pengaruh motivasi belajar matematika terhadap prestasi
belajar matematika?
siswa terhadap prestasi belajar matematika ?
F. Tujuan Penelitian
Dengan mengingat tujuan yang merupakan arahan dari suatu kegiatan
untuk mencapai hasil yang diharapkan dan dapat terlaksana dengan baik dan
teratur, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap prestasi
belajar matematika.
2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi
belajar matematika.
3. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran dan motivasi
belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas
pendidikan matematika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran
Blora, manfaat lain dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran dengan kontekstual dan problem solving dalam upaya
commit to user
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi calon guru matematika dalam menentukan
pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi alternatif lain selain
pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika
dalam pengajaran matematika.
b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk
lebih meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mencapai prestasi
belajar.
c. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah
untuk penelitian selanjutnya.
commit to user
BAB IILANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Pengertian Prestasi
Menurut Tu’u dalam Otong Kardisaputra (2004: 75) “prestasi
merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau
kegiatan”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:
895) prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan,
dikerjakan dan sebagainya). Selain itu, menurut Sutratinah Tirtonegoro
(2001: 43) “prestasi adalah hasil pengukuran serta penilaian dari usaha
belajar”.
Dari ketiga pengertian prestasi tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah proses
belajar mengajar berlangsung.
b. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2003:2) “belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut
Witherington dalam Nanang dan Cucu Suhana (2009: 7) “belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan
commit to user
sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah
segala kekurangan yang ada dalam diri yang dilakukan dengan berlatih
sungguh-sungguh serta membutuhkan waktu. Dalam hal ini, waktu
yang yang digunakan berlansung relatif lama karena terjadi dalam
interaksi dengan lingkungannya, artinya siswa berinteraksi dengan
seseorang yang mempunyai kemampuan yang lebih dari dirinya.
c. Pengertian Matematika
Menurut James dan James dalam Maswins (2010), “matematika
adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
jumlah yang banyak dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar,
analisis, dan geometri”. Sedangkan juga dalam Maswins, Johnson dan
Rising (2010) mengatakan matematika adalah pola pikir, pola
mengorganisasikan pembuktian yang logik.
Menurut Hamzah dalam Fitri Nur Rohmah “matematika adalah
sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, komunikasi, alat
untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya
logika dan intuisi, analisa dan konstruksi, generalitas dan individualitas,
serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar,
ilmu yang bersifat abstrak, asiomatik, dan dedukatif. Sedangkan
menurut beberapa pakar pendidikan matematika dalam Partono (2009:
15) bahwa matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan ide-ide,
gagasan, konsep dan tersusun secara sistematis untuk memperoleh
kemampuan pola pikir yang baik. Selain itu matematika merupakan
induk dari ilmu pasti yang kemudian berkembang menjadi ilmu terapan
untuk kemajuan teknologi dan kebaikan hidup manusia.
d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Berdasarkan pengertian prestasi, belajar dan matematika yang
telah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar
matematika adalah hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti pelajaran
matematika yang mengakibatkan perubahan pada diri seseorang siswa
berupa penguasaan dan kecakapan baru yang ditunjukkan dengan hasil
yang berupa nilai. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
siswa banyak jenisnya, tetapai dapat digolongkan menjadi dua golongan
saja, yaitu:
1) Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), meliputi:
a) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini adalah panca indera
yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti sakit, cacat
tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya
commit to user
b) Faktor psikologi, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang
tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi
belajar. Faktor-faktor itu antara lain: intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.
2) Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal), meliputi:
a) Faktor keluarga
Faktor keluarga yang meliputi: cara orang tua mendidik, relasi
antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan
ekonomi keluarga.
b) Faktor sekolah
Adapun faktor-faktor yang berasal dari sekolah antara lain:
model pembelajaran, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan
waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, model
belajar siswa, dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat
Sedangkan faktor yang berasal dari masyarakat antara lain:
kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,
dan bentuk kehidupan masyarakat.
(Slameto, 2003 : 54-72)
2. Pendekatan Pembelajaran
Menurut Akhmad Sudrajat (2008) “pendekatan pembelajaran dapat
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoritis tertentu ”. Dengan kata lain, pendekatan pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu strategi
pembelajaran, metode pembelajaran dan teknik pembelajaran. Adapun
pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga
yaitu kontekstual, problem solving dan konvensional. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran matematika kontekstual telah berkembang di
negara-negara lain dengan berbagai nama. Di Belanda dengan nama
RME (Realistic Mathematics Education), di Amerika berkembang
dengan nama CTL (Mathematics in Contextual Teaching Learning)
atau CME (Contextual Mathematics Education). Di Belanda RME telah
berkembang sejak tahun 1970-an, namun usaha pengembangannya
masih terus berlangsung hingga kini. Penggagas RME adalah Hans
Freudenthal dari Belanda. Gagasan RME muncul sebagai jawaban
terhadap adanya gerakan matematika modern di Amerika Serikat dan
praktek pembelajaran matematika yang terlalu mekanistik di Belanda.
Freudenthal menyatakan bahwa pembelajaran matematika konvensional
terlalu berorientasi pada sistem formal matematika sehingga anti
commit to user
teori belajar pada pembelajaran matematika behavioris dan strukturalis
ke arah kognitif dan kontruktivis realistik (Partono, 2009: 20).
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual
teaching and learning (CTL) oleh Triyanto (2007: 101) merupakan
suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran
dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan
antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Sedangkan
pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni:
1) Konstruktivisme (constructivism)
Pembelajaran kontekstual dibangun dalam landasan kostruktivisme
yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun siswa secara
sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui
konteks terbatas.
2) Menemukan (inquiry)
Pembelajaran yang dilakukan oleh siswa merupakan proses
menemukan (inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan dan
3) Bertanya (questioning)
Pembelajaran yang dilakukan siswa diawali dengan proses bertanya.
Proses bertanya yang dilakukan siswa sebenarnya merupakan proses
berpikir yang dilakukan siswa dalam rangka memecahkan masalah
dalam kehidupannya.
4) Masyarakat Belajar (learning community)
Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara siswa dengan
siswa, antara siswa dengan gurunya, dan antara siswa dengan
lingkungannya.
5) Pemodelan (modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, siswa,
atau dengan cara mendatangkan nara sumber dari luar (outsourcing),
yang terpenting dapat membantu ketuntasan dalam belajar sehingga
siswa dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.
6) Refleksi (reflection)
Refleksi pembelajaran merupakan respons terhadap pengetahuan dan
keterampilan yang baru diterima dari proses pembelajaran. Siswa
dituntut untuk mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan dan keterampilan yang baru sebagai wujud
pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan
sebelumnya.
7) Penilaian yang Sebenarnya (authentic assessment)
commit to user
diperoleh siswa di mana penilai tidak hanya guru, tetapi juga teman
siswa atau pun orang lain.
Pendekatan pembelajaran ini mengasumsikan bahwa secara
natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata
lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan
yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan
konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan
menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam di mana siswa
kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya.
Siswa mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta
memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan
peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.
Adapun landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus membangun pengetahuan
di benak mereka. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan
menjadi fakta-fakta yang terpisah tetapi mencerminkan keterampilan
yang dapat diterapkan. Menurut Supardi (2006: 14), ada beberapa teori
atau pendapat yang menjadi acuan pembelajaran matematika yang
kontekstual, dan pada dasarnya pembelajaran matematika yang
kontekstual mengacu pada kontrukstivisme dan teori belajar bermakna.
that incorporates much of the most recent research in cognitive science. It is also a reaction to the essentially behaviorist theories that have dominated American education for many decades. The contextual approach recognizes that learning is a complex and multifaceted process that goes far beyond drill-oriented, stimulus-and-response methodologies.
Pembelajaran secara kontekstual merupakan suatu konsep
pembuktian bahwa hampir semua penelitian digabungkan dalam ilmu
pengetahuan. Hal ini juga merupakan suatu reaksi terhadap teori
perilaku dasar yang sudah mendominasi di Amerika selama beberapa
dekade. Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses
kompleks dan dari berbagai sudut pandang dapat berjalan kearah yang
lebih jauh, meliputi orientasi gerakan serta metode stimulasi dan umpan
balik.
Sedangkan menurut Clemente Charles Hudson dan Vesta R. Whisler Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations; and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers; and engage in the hard work that learning
requires[1].
Dalam konteks belajar dengan pendekatan kontekstual, siswa
perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka dan bagaimana mencapainya. Siswa harus menyadari bahwa
apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti. Dalam
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi
dara pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru
bagi siswa. Sedangkan dalam Teachers’ Beliefs And Intentions
commit to user
different approaches to teaching. Prosser and Trigwell (1997) devised
an additional instrument, the Perceptions of the Teaching Environment
Inventory, to measure various aspects of the perceived teaching
context”. Yaitu variabel kontekstual dapat menjelaskan perbedaan cara
guru dalam mengajar. Prosser dan Trigwell (1997) menambah
rancangan instrumen tambahan, persepsi persediaan pengajaran, untuk
mengukur berbagai aspek konteks pengajaran.
Menurut Triyanto (2007: 106), secara garis besar
langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan konvensional untuk semua
topik.
3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya.
b. Pembelajaran Problem Solving
Pembelajaran dengan problem solving (pemecahan masalah)
dipandang sebagai pembelajaran yang meningkatakan kemampuan
siswa dalam berpikir tinggi. Karena siswa setiap harinya selalu
dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Karena itu
dapat menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam pembelajaran
matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Ini
dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis,
berpola, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki pembuktian.
Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang
ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem
solving dalam matematika memiliki kekhasan tersendiri. Secara garis
besar terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving menurut
Branca, N. A.dalam Krulik, S. & Reys, R. E. (1980: 3-6) dalam
pembelajaran matematika, yaitu:
1) Problem solving sebagai tujuan
Para pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian
pada pendidikan matematika seringkali menetapkan problem solving
sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika. Bila problem
solving ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia
tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau
metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal
ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan
masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary
reason) belajar matematika.
2) Problem solving sebagai proses
Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah
commit to user
diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang
dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi
ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan
heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.
Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan
yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum
matematika. Sebenarnya, bagaimana seseorang melakukan proses
problem solving dan bagaimana seseorang mengajarkannya tidak
sepenuhnya dapat dimengerti. Tetapi usaha untuk membuat dan
menguji beberapa teori tentang pemrosesan informasi atau proses
problem solving telah banyak dilakukan. Dan semua ini memberikan
beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam belajar problem solving
dan aplikasi dalam pengajaran.
3) Problem solving sebagai keterampilan dasar
Pengertian problem solving sebagai keterampilan dasar lebih dari
sekedar menjawab tentang pertanyaan: apa itu problem solving?
Problem solving adalah suatu pendekatan pembelajaran dalam
menghadapi masalah. Problem solving juga merupakan suatu prosedur
yang didalamnya terdapat langkah-langkah yang harus diikuti dalam
memecahkan sebuah masalah yang dihadapi seseorang sebagai
perorangan atau seseorang bagai pemimpin organisasi atau anggota
organisasi. Sedangkan menurut Dr.Marlow Ediger ”problem solving is
of diffuculty, pupils must be able to solve personal mathematics
problems”. Yaitu pemecahan masalah adalah suatu keterampilan yang
penting untuk berkembang. Saat perkembangan dan meningkatnya
tingkat kesulitan, siswa harus mampu memecahkan masalah
matematika secara pribadi.
Sedangkan menurut Polya (1945) ”defines problem-solving as
the process used to solve a problem that does not have obvious
solutions” yaitu polya mendefinisikan problem solving adalah proses
untuk menyelesaikan masalah yang tidak mempunyai jawaban yang
jelas. Adapun empat langkah cara menyelesaikan masalah menurut
Polya (1971), yaitu:
1) Understand the problem (memahami masalah).
2) Devise a plan (buat sebuah rencana).
3) Carry out the plan (terapkan rencana tadi).
4) Look back (periksa kembali).
(Sumardyono, 2006: 24)
Pentingnya problem solving juga dapat dilihat pada perannya
dalam pembelajaran. Stanic & Kilpatrick seperti dikutip McIntosh, R. &
Jarret, D. (2000:8) dalam buku ”Tips dalam Penerapan Pembelajaran
Problem Solving” (Suyadi, 2009:27), membagi peran problem solving
sebagai konteks menjadi beberapa hal:
commit to user
2) Untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang
berkaitan dengan masalah kehidupan nyata.
3) Untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik
atau prosedur khusus dalam matematika dengan menyediakan
kegunaan kontekstualnya (dalam kehidupan nyata).
4) Untuk rekreasi, sebagai sebuah aktivitas menyenangkan yang
memecah suasana belajar rutin.
5) Sebagai latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah
diajarkan secara langsung (mungkin ini peran yang paling banyak
dilakukan oleh kita selama ini).
Suatu soal dapat dijadikan sebagai sarana dalam pembelajaran
dengan problem solving, jika dipenuhi syarat-syarat antara lain: siswa
memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal yang
diberikan, siswa belum tahu algoritma/cara pemecahan soal, soal
terjangkau oleh siswa, siswa mau dan berkehendak untuk
menyelesaikan soal. Sedangkan ciri-ciri suatu soal disebut ”problem”
dalam perspektif ini paling tidak memuat dua hal yaitu: soal tersebut
menantang pikiran (challenging) dan soal tersebut tidak otomatis
diketahui cara penyelesaiannya (non routine).
Jika problem solving ini diterapkan, maka langkah-langkah yang
1) Guru mengajarkan materi pelajaran seperti biasanya, pemanfaatan
alat peraga atau media masih dimungkinkan, apalagi untuk anak
Sekolah Dasar.
2) Guru dengan tanya jawab memberikan contoh soal.
3) Guru memberikan satu atau dua soal yang harus dipecahkan siswa
berdasarkan persyaratan soal sebagai sebuah problem solving.
4) Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai
sebagai bahan ajar dalam pembelajaran dengan problem solving.
(Suyadi, 2009: 30)
c. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah salah satu pembelajaran yang
sudah lama dikenal dan merupakan suatu pengajaran di mana dalam
proses belajar mengajar, penyampaian pelajaran masih mengandalkan
metode ceramah yaitu suatu metode mengajar dengan menyampaikan
informasi atau pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada
umumnya mengikuti secara pasif.
Dalam pembelajaran ini guru berperan sangat aktif, dan siswa
berkesan pasif, hanya mendengarkan guru secara teliti serat mencatat
hal-hal penting yang dikemukakan oleh guru. Guru memegang peranan
yang penting dalam menentukan urutan-urutan langkah-langkah dalam
menyampaikan isi atau materi pelajaran kepada siswa. Hal ini
mengakibatkan siswa menjadi jenuh, kurang kreatif, kurang inisiatif,
commit to user
dalam belajar. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menetukan konsep
yang diajarkan, sehingga siswa tidak mampu menguasai bahan yang
diajarkan.
Adapun ciri-ciri dari pembelajaran antara lain:
1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai
keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.
2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis,
dan media lain menurut pertimbangan guru.
3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama mendengarkan
uraian guru.
4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.
5. Keberhasilan belajar siswa umunya dinilai guru secara subyektif.
6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan
(sebagai sumber informasi/pengetahuan).
Belajar dengan pembelajaran konvensional menyebabkan siswa
menjadi belajar menghafal (rote learning) yang kurang mengakibatkan
timbulnya pengertian. Siswa menjadi pasif dan daya kritis siswa akan
terhambat. Untuk itu diperlukan suatu pembaharuan metode
pembelajaran yang dapat mengarah pada peningkatan prestasi belajar
siswa. Suatu metode yang dapat membuat siswa aktif dalam belajar,
membentuk siswa yang kreatif, berpikir logis, kritis, dan inovatif.
Adapun keuntungan atau kebaikan konvensional adalah:
2) Organisasi kelas sederhana.
Sedangkan keburukannya adalah:
1) Guru sukar mengetahui sampai di mana murid-murid telah mengerti
pembicaraannya.
2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang
dimaksudkan guru.
3. Motivasi
Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya daya upaya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan
sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subyek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata
“motif”, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah
menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu bila kebutuhan
untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.
Menurut Gambrell (2001) motivation theory has been discussed as an important aspect of students’ success in schools. Research has shown that motivation influences students’ involvement and academic achievement. There also is a growing interest in understanding the relationships between motivation and teacher-students’ relationship. This study seeks to investigate the nature and magnitude of relationship between students’-faculty interactions, students’ critical thingking skills,
students’-to-students’ relations and students’ motivation.
Teori motivasi membicarakan tentang aspek yang penting bagi
kesuksesan siswa di sekolah. Dalam penelitian mengatakan motivasi
mempengaruhi keterlibatan dan prestasi akademik siswa. Penelitian ini
menumbuhkan minat untuk mengerti hubungan antara motivasi dan
commit to user
hubungan antara siswa, kemampuan berinteraksi, keahlian berpikir kritis
siswa pada hubungan siswa dan motivasi siswa.
Menurut Sartain dalam Ngalim Purwanto (1990: 61), “motivasi
adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organism yang
mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang
(incentive)”. Tujuan (goal) adalah yang menentukan atau membatasi
tingkah laku organism itu. Jika yang kita tekankan ialah faktanya atau
objeknya, yang menarik organism itu, maka kita pergunakan istilah
“perangsang (incentive)”. Sedangkan menurut Merrian dan Brockett
(1997) dan Knowles (1990) “motivation is particularly crucial in adult
learning because a higher degree of autonomy is desirable and
appropriate for adults”yaitu motivasi merupakan penelitian yang penting
dalam pembelajaran pendewasaan seseorang karena dianggap berderajat
tinggi yang layak diharapkan dalam pendewasaan seseorang.
Dari beberapa definisi motivasi tersebut, pada dasarnya
mengandung arti atau maksud yang sama yaitu bahwa motivasi adalah
dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan guna mencapai
suatu tujuan. Yang dimaksud motivasi dalam hal ini adalah motivasi
belajar, yaitu suatu dorongan atau kemauan seseorang untuk melakukan
aktivitas belajar agar prestasi belajar dapat dicapai. Atau motivasi belajar
merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force),
atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta
menyenangkan dalam rangka perubahan tingkah laku, baik dalam aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Motivasi mempunyai tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan,
mengarahkan dan menopang tingkah lakuk manusia. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu,
memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya
kekuatan dalam hal ingatan, respons-respons efektif, dan
kecenderungan mendapat kesenangan.
b. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan
demikian individu menyediakan suatu orientasi tujuan.
c. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus
menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan serta kekuatan
individu.
(Ngalim Purwanto, 1990: 72)
Menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah
motivasi/dorongan yang dikarenakan orang tersebut senang
melakukannya. Sebagai contoh orang yang senang membaca, tidak usah
ada yang menyuruh atau mendorong, ia sudah rajin mencari buku-buku
untuk dibacanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap
perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Sebagai
commit to user
harapan mendapat nilai baik, sehingga akan dipuji pacar atau temannya.
Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 28-29) tinggi
rendahnya motivasi belajar siswa dapat terlihat dari indikator motivasi itu
sendiri. Mengukur motivasi belajar dapat diamati dari sisi-sisi, antara lain:
durasi belajar, sikap terhadap belajar, frekuensi belajar, konsistensi
terhadap belajar, kegigihan dalam belajar, loyalitas terhadap belajar, visi
dalam belajar, achievement dalam belajar.
B. Penelitian yang Relevan
Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang akan mendukung
teori dan konsep penelitian yang akan dilakukan, diantaranya oleh Fitri Nur
Rohmah (2005) yang menyimpulkan bahwa adanya perbedaan prestasi belajar
matematika siswa ditinjau dari penggunaan model pengajaran dan motivasi
pada pokok bahasan bilangan bulat, dan tidak ada interaksi antara model
pengajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika
pada pokok bahasan bilangan bulat.
Disamping penelitian di atas peneliti juga mengambil tinjauan pustaka
dari penelitian yang dilakukan oleh Wigig Waskito (2008), Tri Andari (2010),
Setiawan (2003) dan Wahyu Wijayanti (2009). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Wigig Waskito (2008) menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika
siswa yang bermotivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang
bermotivasi belajar sedang, tetapi keduanya lebih baik daripada siswa yang
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Andari (2010)
menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
kontekstual pada materi pokok bangun datar menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik disbanding dengan menggunakan pendekatan
konvensional. Penelitian yang dilakukan Setiawan (2003) menyimpulkan
pembelajaran efektif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kemampuan problem solving pada matematika terutama taraf keefektifan
kategori “cukup tinggi” dan “kurang tinggi”, lainnya tidak signifikan. Dan
menurut Wahyu Wijayanti (2009) menyimpulkan siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual
bermedia VCD pada pokok bahasan geometri dan pengukuran bangun ruang
mempunyai kompetensi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan
siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
pembelajaran kontekstual yang bermedia LKS.
C. Kerangka Berpikir
Prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
penelitian ini antara lain pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang
diteliti adalah pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), problem solving
dan konvensional, sebagai usaha dalam kegiatan belajar mengajar sehingga
commit to user
pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar
matematika siswa.
Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Sehingga penerapan pendekatan pembelajaran
kontekstual menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik.
Sedangkan pembelajaran matematika yang menggunakan problem
solving akan lebih efektif dan lebih baik, jika dibandingkan dengan
pembelajaran dengan konvensional. Karena dengan problem solving dapat
memotivasi siswa untuk mengembangkan keterampilan siswa, meningkatkan
kemampuan siswa dalam berpikir tinggi, akan lebih merangsang indera siswa
dan akan membawa kesan yang mendalam sehingga lebih lama tersimpan
dalam diri siswa. Dengan demikian dapat diduga prestasi belajar matematika
siswa yang pembelajarannya menggunakan problem solving lebih baik
daripada menggunakan konvensional.
Selain pendekatan pembelajaran, prestasi belajar matematika juga
dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa. Karena jika tidak ada motivasi dari
pelajaran matematika dan tidak memperoleh kepuasan dari belajar
matematika dan belajar menjadi tidak bermakna. Siswa yang mempunyai
motivasi tinggi dalam proses belajar mengajar akan lebih cepat memahami
konsep yang dipelajarinya dan menguasai materi matematika yang diberikan.
Jadi, dalam mempelajari materi pelajaran matematika siswa yang mempunyai
motivasi belajar tinggi kemungkinan besar prestasi belajarnya akan lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajarnya rendah. Dengan
demikian motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap peningkatan prestasi
belajar matematika.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa, pendekatan pembelajaran
dan motivasi belajar siswa adalah faktor penting yang harus diperhatikan oleh
guru dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang digunakan
adalah dalam penelitian in adalah kontekstual, problem solving, dan
konvensional. Di mana pendekatan pembelajaran merupakan faktor dari luar
siswa sedangkan motivasi belajar siswa merupakan faktor dari dalam siswa.
Untuk siswa yang mempunyai motivasi tinggi, jika diberikan
pembelajaran dengan problem solving akan mempunyai prestasi belajar
matematika lebih baik karena dengan problem solving siswa dapat
memecahkan problematika kehidupannya dan meningkatkan kemampuan
siswa untuk berpikir tinggi sehingga memberikan kesan yang mendalam dan
tersimpan lama dalam diri siswa. Sedangkan untuk siswa yang mempunyai
motivasi sedang, jika diberikan pembelajaran dengan kontekstual dan
commit to user
Untuk siswa yang mempunyai motivasi rendah, jika diberikan pembelajaran
dengan kontekstual akan mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik
karena siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhana skema
kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
A : Penggunaan Pendekatan Pembelajaran
1. Kelompok Eksperimen (Pembelajaran Matematika dengan kontekstual
dan problem solving)
2. Kelompok Kontrol (Pembelajaran Matematika Konvensional)
B : Motivasi Belajar Siswa
[image:36.612.148.477.208.478.2]Y : Prestasi Belajar Siswa
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
Prestasi belajar Matematika (Y)
Motivasi Belajar Siswa (B) Pendekatan Pembelajaran
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan prestasi belajar
matematika lebih baik daripada pendekatan pembelajaran problem solving,
pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan prestasi belajar
matematika lebih baik daripada konvensional, dan pendekatan
pembelajaran problem solving memberikan prestasi belajar matematika
lebih baik daripada konvensional.
2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi lebih tinggi
lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi lebih rendah.
3. Pada motivasi tinggi prestasi belajar matematika dengan problem solving
lebih baik daripada kontekstual, dan keduanya lebih baik daripada
konvensional, sedangkan untuk motivasi sedang prestasi belajar
matematika dengan kontekstual dan problem solving sama dan keduanya
lebih baik daripada konvensional dan untuk motivasi rendah prestasi
belajar matematika dengan kontekstual lebih baik daripada problem
commit to user
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah SD
Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun ajaran
2010/2011, adapun pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
a. Tahap perencanaan dimulai pada bulan Juli 2010 sampai dengan
September 2010. Dalam tahap perencanaan meliputi: penyusunan
usulan penelitian, instrumen, skenario pembelajaran, pengajuan ijin
penelitian, konsultasi instrumen dan skenario pembelajaran dengan
guru dan kepala sekolah tempat penelitian.
b. Tahap pelaksanaan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan
November 2010. Dalam tahap ini meliputi: uji coba instrumen,
melaksanakan proses penelitian dan mengumpulkan data.
c. Tahap penyelesaian pada bulan November 2010 sampai dengan
Februari 2011. Tahap ini meliputi proses analisis data, penyusunan
laporan penelitian.
B. Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian semu (quasi experimental). Tujuan
eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan
perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang
sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan
atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Manipulasi variabel dalam
penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu model pembelajaran
dengan kontekstual dan problem solving untuk kelas eksperimen dan
konvensional untuk kelas kontrol. Sedangkan variabel lain yang ikut
mempengaruhi variabel terikat adalah motivasi belajar siswa.
C. Populasi, Sampel, dan Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:130).
Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Suharsimi Arikunto, 2006:131). Pada penelitian ini ada 9 SD Negeri
yang dijadikan sampel, yaitu 3 SD Negeri untuk kelas eksperimen dengan
pembelajaran kontekstual, 3 SD Negeri untuk kelas eksperimen dengan
commit to user
penelitian terhadap sampel ini akan digunakan untuk melakukan
generalisasi terhadap populasi yang ada.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah stratified cluster random sampling. Adapun langkah-langkah yang
ditempuh dalam pengambilan sampel adalah: dari populasi, seluruh siswa
kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora yang berjumlah 44 SD
Negeri, dibagi berdasarkan peringkat nilai UAN,yaitu :
1) SD Negeri peringkat atas ( 14 SD)
2) SD Negeri peringkat tengah ( 14 SD )
3) SD Negeri peringkat bawah ( 16 SD)
Dari masing – masing peringkat dipilih secara random 3 SD Negeri
melalui teknik random sampling. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Kontekstual Problem Solving Konvensional
SD Negeri Sendangwates SD Negeri Gagaan SD Negeri Kunduran 3
SD Negeri Jagong 1 SD Negeri Jagong 2 SD Negeri Kunduran 2
SD Negeri Ngilen 1 SD Negeri Sambiroto SD Negeri Bejirejo
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini ada dua variabel yang penulis amati yaitu
a. Variabel Bebas
1) Pendekatan Pembelajaran
a) Definisi operasional: pendekatan pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang didalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran,
yang meliputi kelas eksperimen dengan menggunakan konteksual
dan problem solving, sedangkan kelas kontrol dengan
konvensional.
b) Indikator: berupa langkah-langkah dari masing-masing model
pembelajaran.
c) Skala pengukuran: skala nominal dengan tiga kategori
d) Simbol: , i = 1,2,3
2) Motivasi
a) Definisi operasional: motivasi belajar matematika adalah suatu
dorongan atau kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas
belajar matematika.
b) Indikator: hasil skor angket yang dikerjakan siswa.
c) Skala pengukuran: skala interval diubah ke skala ordinal dengan
tiga kategori yaitu motivasi tinggi, sedang, rendah.
i. Kelompok tinggi: X X SD
2 1 2
2 > +
ii. Kelompok sedang: X SD X X SD
2 1 2
1
2 2
commit to user
iii. Kelompok rendah: X X SD
2 1 2
2 < −
Dengan X2 =skor motivasi siswa.
= 2
X rata-rata skor motivasi siswa.
SD=standar deviasi skor motivasi siswa.
d) Simbol: , j = 1, 2, 3
b. Variabel Terikat
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar
matematika siswa.
1) Definisi operasional: prestasi belajar matematika adalah hasil
kegiatan belajar matematika yang dinyatakan dalam bentuk angka,
huruf maupun kalimat dan merupakan pencerminan hasil belajar
yang dicapai dalam periode tertentu.
2) Indikator: nilai tes matematika dengan simbol (AB)
3) Skala pengukuran: skala interval.
4) Simbol: Xij, i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Metode Angket
Angket atau yang juga dikenal sebagai kuesioner merupakan
cara pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan
jawabannya diberikan secara tertulis. Alat pengumpul data dengan
kuesioner adalah berupa daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti
untuk disampaikan kepada responden yang jawabannya diisi oleh
responden sendiri.
Dalam penelitian ini, metode angket (kuesioner) digunakan
untuk mengumpulkan data tentang motivasi belajar siswa dalam
pelajaran matematika. Angket yang digunakan adalah pilihan ganda
yaitu suatu bentuk angket dimana siswa memilih jawaban yang
disediakan. Bentuk angket yang digunakan yaitu angket langsung
tutup. Langsung artinya angket tersebut diisi secara langsung oleh
subjek penelitian. Tertutup artinya alternatif jawaban sudah ada dan
subjek diminta untuk memilih satu alternatif saja.
b. Metode Tes
Tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan
sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subjek
peneliti. Dalam mengukur ada atau tidaknya serta besarnya
kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes. Untuk manusia,
instrumen yang berupa tes ini dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi.
Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui prestasi
belajar matematika siswa. Tes tersebut berbentuk soal-soal obyektif
commit to user
c. Metode Dokumentasi
Penelitian ini menggunakan metode bantu dokumentasi.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:158) dokumentasi di sini yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda,
dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data nilai
ulangan pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan yang digunakan
untuk uji keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Uji Instrumen
Sebelum angket dan tes digunakan pada penelitian terlebih
dahulu diujicobakan pada siswa-siswa sekolah lain yang memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan tempat penelitian. Uji coba
dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan valid,
reliabel dan juga untuk mengetahui tingkat kesukaran dan daya pembeda
soal.
a. Validitas Isi
Suatu instrumen dikatakan valid menurut validitas isi apabila
isi instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari
keseluruhan isi hal yang akan diukur. Validitas tidak dapat ditentukan
dengan mengkorelasikan instrumen dengan suatu kriteria sebab tes itu
adalah kriteria dari suatu kinerja. Agar memiliki validitas isi,
instrumen tes prestasi belajar menurut Budiyono (2003: 58) harus
1) Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang representatif
untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran
tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari sudut
proses belajar.
2) Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik
berat bahan yang telah diajarkan.
3) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum
diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar.
Sedangkan untuk angket motivasi belajar siswa dapat
mempunyai validitas isi jika memenuhi:
1) Butir-butir angket sudah sesuai dengan kisi-kisi angket.
2) Kesesuaian kalimat dengan Ejaan Yang Disempurnakan.
3) Kalimat pada butir-butir angket merupakan kalimat yang mudah
dipahami oleh siswa sebagai responden.
4) Ketepatan dan kejelasan perumusan petunjuk pengisian angket.
5) Kalimat pada butir angket tidak menimbulkan makna ganda.
6) Butir angket tidak memerlukan pengetahuan yang lain dalam
menjawab.
Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi
yang valid, biasanya dilakukan melalui experts judgement atau
penelitian yang dilakukan oleh para pakar dan semua kriteria
commit to user
b. Konsistensi Internal
Tujuan uji konsistensi internal ini adalah untuk mengetahui
apakah instrumen tes prestasi telah konsisten, yaitu kesemuaan butir
harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang
sama pula. Konsistensi internal tiap butir soal dapat dilihat dari
korelasi antara skor tiap butirnya dengan skor total.
Untuk menghitung konsistensi internal butir ke-i, rumus yang
digunakan adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson,
sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
=
xy
r indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
=
n banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen)
=
X skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)
=
Y total skor (dari subyek uji coba)
Jika terdapat n buah butir, maka akan dilakukan perhitungan
sebanyak n kali. Jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
kurang dari 0,3 maka butir tersebut harus dibuang.
(Budiyono, 2003: 65)
c. Reliabilitas
Suatu instrumen disebut reliabel, menurut Budiyono (2003:
65), jika seseorang melakukan pengukuran instrumen yang sama pada
jika dilakukan oleh orang yang berbeda tetapi dengan kondisi yang
sama, maka pengukuran dengan instrumen yang sama akan memberi
hasil yang sama.
Tes prestasi belajar dalam penelitian ini menggunakan tes
pilihan ganda, dengan setiap jawaban benar akan diberi skor 1 dan
setiap jawaban salah akan diberi skor 0. Sehingga untuk mengukur
reliabilitas dari tes prestasi belajar menggunakan teknik
Kuder-Richardson atau biasa disebut dengan KR-20 yaitu:
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −
=
∑
22 11 1 t i i t s q p s n n r Dengan: = 11
r indeks reliabilitas instrumen
=
n banyaknya butir instrumen
=
i
p proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar pada butir ke-i
i i p
q =1−
=
2 t
s variansi total
(Budiyono, 2003: 69)
Sedangkan uji reliabilitas yang dilakukan untuk mengetahui
apakah instrumen angket reliabel atau tidak, dengan menggunakan
Rumus Alpha. Suharsimi arikunto (2006: 196) berpendapat bahwa
”Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang
skornya bukan 1 adan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian”.
commit to user
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −=
∑
22 11 1 1 t i s s n n r Dengan:
indeks reliabilitas instrumen
banyaknya butir instrumen
=
2 i
s variansi belahan ke-i, i= 1, 2, 3, ...,k
(
k≤ n)
Atau variansi butir ke-i, i= 1, 2, 3, 4, ..., n
=
2 t
s variansi skor-skor yang diperoleh subyek uji coba
(Budiyono, 2003: 70)
Instrumen dengan indeks reliabilitas lebih dari 0,7 atau r11 >0,7 saja
yang dapat dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya
dengan uji reliabilitas.
(Budiyono, 2003: 72)
d. Tingkat Kesukaran
Sebuah butir mempunyai tingkat kesukaran baik, dalam arti
dapat memberikan distribusi yang menyebar, tidak terlalu sukar dan
tidak terlalu mudah. Tingkat kesukaran didapat dengan menggunakan
rumus:
JS B
TK =
TK = indeks kesukaran setiap butir soal
B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
Setelah diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut: 00 , 1 70 ,
0 <TK ≤ : butir soal mudah
70 , 0 30
,
0 <TK ≤ : butir soal sedang
30 , 0 00
,
0 <TK ≤ : butir soal sukar
Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika tingkat kesukarannya
adalah , , . Butir soal yang tidak memiliki indeks
kesukaran baik harus dihitung atau diperbaiki.
e. Daya Pembeda
Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok
siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada
kelompok siswa tidak pandai. Untuk menghitung daya pembeda
digunakan rumus, yaitu:
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
=
d indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
=
n banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen)
=
X skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)
=
Y total skor (dari subyek uji coba)
Setelah diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut:
30 , 0 ≥
d : butir digunakan
30 , 0 <
d : butir disisihkan
commit to user
E. Teknik Analisis Data1. Uji Prasyarat
Uji prasyarat di sini menggunakan uji normalitas dengan metode
Lilliefors dan uji homogenitas dengan metode Bartlett. Uji prasyarat
digunakan untuk uji keseimbangan dan uji hipotesis. Adapun pengujian
datanya adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal
atau tidak maka dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini uji
normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors yaitu:
a. Menentukan Hipotesis
: 0
H sampel berasal dari populasi normal.
: 1
H sampel tidak berasal dari populasi normal.
b. Tingkat Signifikansi, α =0,05
c. Statistik Uji
( ) ( )
zi S ziF Maks
L= −
Dengan:
; ~ ,
) (zi
S = proporsi cacah Z≤zi terhadap seluruh z.
i
z = skor standar untuk
(
)
S X X
zi = i −
S = standar deviasi sampel
=
d. Daerah Kritik
{
L L L n}
DK = / > α,
n
Lα, diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi
α
danderajat bebas n (ukuran sampel).
e. Keputusan Uji
0
H ditolak jika L∈DK atau H0 tidak ditolak jika L∉DK.
(Budiyono, 2009:170)
b. Uji Homogenitas
Sebelum data yang diperoleh dianalisis, maka terlebih dahulu
diuji homogenitasnya untuk mengetahui bahwa populasi-populasi
homogen. Dalam uji homogenitas ini penulis menggunakan ujiBartlett.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam uji Bartlett adalah:
a. Hipotesis : 0 H : 1
H paling sedikit ada dua yang tidak sama
b. Tingkat Signifikansi, α =0,05
c. Statistik Uji
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − =
∑
= 2 12 2,303 log log
j k j j s f RKG f c χ Dengan: 2 1 , 2
~
χ
αk−χ
commit to user
k = cacah populasi
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
fj = nj -1 = derajat kebebasan untuk sj2; j = 1, 2, ...,k
f = N – k = ∑ = derajat kebebasan untuk RKG
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ =
∑
∑
j j f SSRKG ;
(
)
j j j j n X X SS 2 2
∑
∑
− ==
(
nj −1)
sj2(
)
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − + =∑
f f k c j 1 1 1 3 1 1d. Daerah Kritik
{
2/ 2 > 2 ;−1}
= k
DK χ χ χ α
Untuk beberapa α dan (k-1), nilai
χ
α2,k−1dapat dilihat pada tabel nilaichi-kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).
e. Keputusan Uji
0
H ditolak jika χ2∈DKatau tidak ditolak jika χ2∉DK.
(Budiyono, 2009:176)
2. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan pada saat sebelum ketiga kelompok
dikenai perlakuan yang berbeda. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ketiga kelompok tersebut dalam keadaan seimbang. Dengan kata
populasi yang independen. Statistik uji yang digunakan adalah anava satu
jalan dengan sel tak sama. Adapun model untuk data pada populasi pada
analisis anava satu jalan dengan sel tak sama adalah:
Dengan :
=
ij
X data ke-i pada perlakuan ke-j
=
µ rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)
= −
=µ µ
αj j efek perlakukan ke-j pada variabel terikat
= −
= ij j
ij X µ
ε deviasi data terhadap rerata populasinya yang
berdistribusi normal dengan rerata 0.
i = 1, 2, 3, …, ; j = 1, 2, 3, …, k
[image:53.612.150.505.182.695.2]k = cacah populasi (cacah perlakuan, cacah klasifikasi)
Tabel 3.1
Tata Letak Data Anava Satu jalan Sel Tak Sama
.... Total
Data Amatan
… …
… … … …
…
Cacah Data Jumlah Data Rerata
Jumlah Kuadrat
Suku Koreksi
Variasi
… … … …
…
commit to user
Dari tabel di atas, perlu diketahui bahwa:
k
T T
T T
G =
∑
= 1+ 2 +...+N G X = j j j j j n T X SS 2 2− =
∑
Adapun langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis
3 2 1
0:µ = µ =µ
H
: 1
H paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama
b. Tingkat Signifikansi: α = 0, 05
c. Statistik Uji
( )
N G2 1 =(