• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA TAHUN AJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA TAHUN AJARAN 2010 2011"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPERI DAN PR

DITINJA

IMENTASI

ROBLEM SO

AU DARI M SEK Untuk Mem Magist PROGRAM UN PENDEKA

OLVING PA

MOTIVASI B KECAMATA TAHUN A menuhi Seba ter Program AR S

M STUDI P PROGRAM NIVERSITA SU TAN PEMB ADA PEMBE BELAJAR S AN KUNDU AJARAN 20 TESIS agai Persyara Studi Pendid RI INDRIAN 850 809 302

PENDIDIKA M PASCAS

AS SEBELA URAKARTA

2 0 1 1

BELAJARAN ELAJARAN SISWA KEL URAN BLOR 010/2011 atan Mencap dikan Matem NI 2 AN MATEM SARJANA AS MARET A N KONTEK N MATEMA LAS V SD N

(2)

commit to user

ii

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

DAN

PROBLEM SOLVING

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI

SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Disusun oleh:

ARI INDRIANI

S850809302

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Pada tanggal : ………

Pembimbing II

Triyanto, S.Si. M.Si.

NIP. 19720508 199802 1 001

Pembimbing I

Dr. Mardiyana, M.Si.

NIP. 19660225 199302 1 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(3)

commit to user

iii

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

DAN

PROBLEM SOLVING

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI

SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Disusun oleh:

ARI INDRIANI

S850809302

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Pada tanggal : ………

Jabatan

Nama

Tanda

Tangan

Ketua

Dr. Riyadi, M.Si.

………

Sekretaris

Dr. Imam Sujadi, M.Si.

………

Anggota Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si.

………

2. Triyanto, S.Si. M.Si. ………....

Surakarta, Februari 2011

Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D.

NIP 19570820 198503 1 004

Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika

(4)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Dasar merupakan titik awal dari pendidikan formal di

Indonesia. Diharapkan dari tempat ini nantinya akan dihasilkan sumber daya

manusia yang berkualitas sebagai generasi penerus untuk mewujudkan tujuan

luhur bangsa yaitu meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia

sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945.

Mengingat begitu pentingnya keberadaan Sekolah Dasar, maka

pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah (Dirjen

Dikdasmen) terus-menerus menekankan peningkatan kualitas pendidikan di

Sekolah Dasar. Mengenai pelaksanaan pendidikan Sekolah Dasar, Dirjen

Dikdasmen melalui surat edaran No. 2931/C/1/1993 menyerukan untuk

meningkatkan kualitas pengajaran tiga kemampuan dasar yaitu membaca,

menulis dan berhitung di mana semua itu telah termuat pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia dan Matematika.

Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting

dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Hampir semua bidang studi

menggunakan materi pelajaran matematika, contohnya persamaan phytagoras

dan trigonemetri digunakan untuk mengukur tinggi sebuah benda yang tidak

bisa diukur secara langsung seperti gunung, pohon dan lain-lain, matriks

(5)

digunakan pada teknik sipil yakni untuk mengkontruksi jembatan, barisan dan

deret digunakan pada pelajaran manajemen perbankan yakni untuk

menghitung bunga tunggal dan majemuk, serta masih banyak lagi peranan

matematika yang sangat bermanfaat dibidang lain.

Pada mata pelajaran matematika, sepatasnya kita perlu prihatin.

Matematika yang posisinya sebagai “ratu” sekaligus “pelayan” dari ilmu

pengetahuan dan teknologi justru menjadi mata pelajaran yang dianggap

paling sulit bahkan menjadi momok dalam setiap kegiatan belajar mengajar.

Akhirnya apa yang diharapkan dari prestasi belajar matematika, ternyata

masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata nilai ujian

akhir sekolah bidang studi matematika siswa SD se-Kecamatan Kunduran

Blora adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Rata-rata UAS Matematika Siswa SD Kecamatan Kunduran Blora

Mata Pelajaran 2007/2008 2008/2009 2009/2010

Matematika 4,23 5,91 4,68

Selain itu, prestasi belajar siswa SD pada pokok bahasan operasi

bilangan bulat juga masih rendah. Mungkin dikarenakan siswa SD kurang

paham atas penjelasan guru tentang cara mempelajari operasi bilangan bulat

di mana guru masih menggunakan metode ceramah, kurangnya guru

menggunakan alat peraga yang ada di lingkungan sekitar dalam menjelaskan

operasi bilangan bulat, misalnya manik-manik, guru kurang mengaitkan

pembelajaran operasi bilangan bulat ini dengan kehidupan sehari-hari dan lain

(6)

commit to user

menjawab 5 – (-4) = 1, sedangkan untuk -3 – (-6) = -3, banyak siswa yang

menjawab -3 – (-6) = -9. Siswa juga kurang paham dalam mengerjakan soal

cerita. Contohnya: suhu udara di kutub utara C, karena hujan salju

suhunya menjadi C. Berapa derajat celcius perubahan suhu di kutub?

Jawabnya: -5 – 10 = -15. Jadi perubahan suhu yang terjadi di daerah kutub

tersebut adalah C.

Kenyataan di atas menunjukkan masih rendahnya prestasi belajar

matematika siswa Sekolah Dasar. Diduga banyak faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar matematika, yang secara garis besar faktor-faktor tersebut

dibedakan menjadi faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi

jasmaniah dan psikologis serta faktor yang berasal dari luar diri siswa yang

meliputi faktor keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dari luar diri siswa

diantaranya: masih banyak guru yang menggunakan pola pembelajaran di

mana cenderung “text book oriented” dalam arti menyampaikan materi sesuai

dengan apa yang tertulis di dalam buku dan tidak dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari siswa. Cara pembelajaran yang monoton dengan menggunakan

metode ceramah, serta kurikulum yang belum sesuai dengan kebutuhan serta

perkembangan jaman.

Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru mempunyai

peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan

pendekatan pembelajaran yang tepat akan menentukan keefektifan dan

(7)

memilih dan menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan

pokok bahasan yang diajarkan. Pendekaran pembelajaran yang telah lama

digunakan oleh para guru adalah pendekatan pembelajaran dengan tradisional

yang berpusat pada guru.

Sedangkan faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi prestasi

belajar antara lain: intelegensi, aktivitas, motivasi, minat, dan lain sebagainya.

Motivasi belajar siswa untuk mengikuti proses pembelajaran terutama

pelajaran matematika sangatlah kurang. Hal ini mungkin dikarenakan siswa

belum hafal perkalian dan pembagian, rasa ingin tahu tentang matematika

masih rendah, kurang percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya,

merasa kesulitan terhadap pelajaran matematika dan lain sebagainya. Tidak

hanya itu, faktor motivasi juga dipengaruhi oleh dirinya sendiri, teman, orang

tua maupun lingkungan masyarakat.

Sedangkan harapan yang ingin dicapai dalam tujuan pendidikan

matematika seperti yang diamanatkan kurikulum adalah pengelolaan

pembelajaran matematika di sekolah dapat bermakna dan dapat membuat

siswa mampu menerapkan pengetahuan matematikanya dalam kehidupan

sehari-hari dan bidang lain. Kegiatan pembelajaran matematika juga

diharapkan mampu membuat siswa terampil menyelesaikan masalah yang

dihadapinya, baik dalam bidang matematika maupun dalam bidang yang lain.

Kegiatan pembelajaran matematika juga diharapkan mampu membuat siswa

(8)

commit to user

dan pada akhirnya siswa diharapkan mampu bersikap obyektif, jujur dan

disiplin.

Menurut Pao-Nan Chou dan HO-Huan Chen dalam Partono (2009: 3)

bahwa pembelajaran seorang guru harus mampu menciptakan kondisi

pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa, sehingga

siswa mempunyai keterampilan, keberanian serta mempunyai kemampuan

akademik. Penekanan pembelajaran matematika di sekolah harus relevan

dengan kehidupan sehari-hari, supaya pelajaran matematika yang diperolah

akan bermanfaat. Dengan demikian matematika akan mempunyai peran yang

penting bagi siswa untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya hal ini akan berdampak dalam menciptakan sumber daya manusia

yang bermutu.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena pendekatan

pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar kurang tepat.

Apakah dengan mengubah pendekatan pembelajaran prestasi belajar

matematika siswa dapat berubah?

2. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena fasilitas yang

(9)

menyediakan fasilitas yang mendukung pembelajaran prestasi belajar

matematika siswa dapat berubah?

3. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena motivasi siswa untuk

mengikuti pembelajaran matematika masih rendah. Apakah jika kategori

motivasi belajar berbeda prestasi belajar matematika juga berbeda?

4. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena kurikulum yang belum

sesuai dengan kebutuhan. Apakah dengan perbaikan kurikulum, prestasi

belajar matematika siswa dapat meningkat?

C. Pemilihan Masalah

Dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti melakukan

penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama dan ketiga, yaitu

pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar matematika siswa. Adapun

pendekatan pembelajaran yang akan digunakan adalah kontekstual dan

problem solving.

Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang

mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Adapun alasan peneliti memilih

masalah ini adalah penggunaan pembelajaran kontekstual dikarenakan siswa

SD menurut tahap perkembangan kognitif Piaget adalah tahap

pra-operasional (usia 7 – 11 tahun) di mana siswa pada saat ini akan dapat

berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan

mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

(10)

commit to user

digunakan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini digunakan agar

siswa mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya sejak dini.

Prestasi belajar matematika juga dipengaruhi oleh motivasi belajar.

Hal ini digunakan untuk membangun sistem pembelajaran lebih bermakna

dan mendorong terjadinya perilaku belajar siswa.

D. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih

mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan

masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Materi yang diteliti yaitu operasi bilangan bulat.

2. Prestasi belajar matematika yang dicapai: Kompetensi Dasar (KD) operasi

bilangan bulat.

3. Motivasi belajar matematika baik di rumah maupun di sekolah.

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, pemilihan masalah dan pembatasan

masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh pendekatan pembelajaran yang dilakukan terhadap

prestasi belajar matematika?

2. Apakah ada pengaruh motivasi belajar matematika terhadap prestasi

belajar matematika?

(11)

siswa terhadap prestasi belajar matematika ?

F. Tujuan Penelitian

Dengan mengingat tujuan yang merupakan arahan dari suatu kegiatan

untuk mencapai hasil yang diharapkan dan dapat terlaksana dengan baik dan

teratur, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap prestasi

belajar matematika.

2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi

belajar matematika.

3. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran dan motivasi

belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas

pendidikan matematika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran

Blora, manfaat lain dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk

meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan pendekatan

pembelajaran dengan kontekstual dan problem solving dalam upaya

(12)

commit to user

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi calon guru matematika dalam menentukan

pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi alternatif lain selain

pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika

dalam pengajaran matematika.

b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk

lebih meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mencapai prestasi

belajar.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah

untuk penelitian selanjutnya.

 

(13)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika

a. Pengertian Prestasi

Menurut Tu’u dalam Otong Kardisaputra (2004: 75) “prestasi

merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau

kegiatan”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:

895) prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan,

dikerjakan dan sebagainya). Selain itu, menurut Sutratinah Tirtonegoro

(2001: 43) “prestasi adalah hasil pengukuran serta penilaian dari usaha

belajar”.

Dari ketiga pengertian prestasi tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah proses

belajar mengajar berlangsung.

b. Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2003:2) “belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut

Witherington dalam Nanang dan Cucu Suhana (2009: 7) “belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan

(14)

commit to user

sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap,

kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah

segala kekurangan yang ada dalam diri yang dilakukan dengan berlatih

sungguh-sungguh serta membutuhkan waktu. Dalam hal ini, waktu

yang yang digunakan berlansung relatif lama karena terjadi dalam

interaksi dengan lingkungannya, artinya siswa berinteraksi dengan

seseorang yang mempunyai kemampuan yang lebih dari dirinya.

c. Pengertian Matematika

Menurut James dan James dalam Maswins (2010), “matematika

adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan

konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan

jumlah yang banyak dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar,

analisis, dan geometri”. Sedangkan juga dalam Maswins, Johnson dan

Rising (2010) mengatakan matematika adalah pola pikir, pola

mengorganisasikan pembuktian yang logik.

Menurut Hamzah dalam Fitri Nur Rohmah “matematika adalah

sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, komunikasi, alat

untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya

logika dan intuisi, analisa dan konstruksi, generalitas dan individualitas,

serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar,

(15)

ilmu yang bersifat abstrak, asiomatik, dan dedukatif. Sedangkan

menurut beberapa pakar pendidikan matematika dalam Partono (2009:

15) bahwa matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan ide-ide,

gagasan, konsep dan tersusun secara sistematis untuk memperoleh

kemampuan pola pikir yang baik. Selain itu matematika merupakan

induk dari ilmu pasti yang kemudian berkembang menjadi ilmu terapan

untuk kemajuan teknologi dan kebaikan hidup manusia.

d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar dan matematika yang

telah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar

matematika adalah hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti pelajaran

matematika yang mengakibatkan perubahan pada diri seseorang siswa

berupa penguasaan dan kecakapan baru yang ditunjukkan dengan hasil

yang berupa nilai. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

siswa banyak jenisnya, tetapai dapat digolongkan menjadi dua golongan

saja, yaitu:

1) Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), meliputi:

a) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun

yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini adalah panca indera

yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti sakit, cacat

tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya

(16)

commit to user

b) Faktor psikologi, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang

tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi

belajar. Faktor-faktor itu antara lain: intelegensi, perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.

2) Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal), meliputi:

a) Faktor keluarga

Faktor keluarga yang meliputi: cara orang tua mendidik, relasi

antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan

ekonomi keluarga.

b) Faktor sekolah

Adapun faktor-faktor yang berasal dari sekolah antara lain:

model pembelajaran, kurikulum, relasi guru dengan siswa,

relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan

waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, model

belajar siswa, dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat

Sedangkan faktor yang berasal dari masyarakat antara lain:

kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,

dan bentuk kehidupan masyarakat.

(Slameto, 2003 : 54-72)

2. Pendekatan Pembelajaran

Menurut Akhmad Sudrajat (2008) “pendekatan pembelajaran dapat

(17)

pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu

proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamya mewadahi,

menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan

cakupan teoritis tertentu ”. Dengan kata lain, pendekatan pembelajaran

merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu strategi

pembelajaran, metode pembelajaran dan teknik pembelajaran. Adapun

pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga

yaitu kontekstual, problem solving dan konvensional. Adapun

penjelasannya sebagai berikut:

a. Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran matematika kontekstual telah berkembang di

negara-negara lain dengan berbagai nama. Di Belanda dengan nama

RME (Realistic Mathematics Education), di Amerika berkembang

dengan nama CTL (Mathematics in Contextual Teaching Learning)

atau CME (Contextual Mathematics Education). Di Belanda RME telah

berkembang sejak tahun 1970-an, namun usaha pengembangannya

masih terus berlangsung hingga kini. Penggagas RME adalah Hans

Freudenthal dari Belanda. Gagasan RME muncul sebagai jawaban

terhadap adanya gerakan matematika modern di Amerika Serikat dan

praktek pembelajaran matematika yang terlalu mekanistik di Belanda.

Freudenthal menyatakan bahwa pembelajaran matematika konvensional

terlalu berorientasi pada sistem formal matematika sehingga anti

(18)

commit to user

teori belajar pada pembelajaran matematika behavioris dan strukturalis

ke arah kognitif dan kontruktivis realistik (Partono, 2009: 20).

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual

teaching and learning (CTL) oleh Triyanto (2007: 101) merupakan

suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran

dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan

antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai

anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Sedangkan

pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni:

1) Konstruktivisme (constructivism)

Pembelajaran kontekstual dibangun dalam landasan kostruktivisme

yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun siswa secara

sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui

konteks terbatas.

2) Menemukan (inquiry)

Pembelajaran yang dilakukan oleh siswa merupakan proses

menemukan (inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan dan

(19)

3) Bertanya (questioning)

Pembelajaran yang dilakukan siswa diawali dengan proses bertanya.

Proses bertanya yang dilakukan siswa sebenarnya merupakan proses

berpikir yang dilakukan siswa dalam rangka memecahkan masalah

dalam kehidupannya.

4) Masyarakat Belajar (learning community)

Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara siswa dengan

siswa, antara siswa dengan gurunya, dan antara siswa dengan

lingkungannya.

5) Pemodelan (modeling)

Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, siswa,

atau dengan cara mendatangkan nara sumber dari luar (outsourcing),

yang terpenting dapat membantu ketuntasan dalam belajar sehingga

siswa dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.

6) Refleksi (reflection)

Refleksi pembelajaran merupakan respons terhadap pengetahuan dan

keterampilan yang baru diterima dari proses pembelajaran. Siswa

dituntut untuk mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai

struktur pengetahuan dan keterampilan yang baru sebagai wujud

pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan

sebelumnya.

7) Penilaian yang Sebenarnya (authentic assessment)

(20)

commit to user

diperoleh siswa di mana penilai tidak hanya guru, tetapi juga teman

siswa atau pun orang lain.

Pendekatan pembelajaran ini mengasumsikan bahwa secara

natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata

lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan

yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan

konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan

menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam di mana siswa

kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya.

Siswa mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk

menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta

memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan

peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.

Adapun landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah

konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar

tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus membangun pengetahuan

di benak mereka. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan

menjadi fakta-fakta yang terpisah tetapi mencerminkan keterampilan

yang dapat diterapkan. Menurut Supardi (2006: 14), ada beberapa teori

atau pendapat yang menjadi acuan pembelajaran matematika yang

kontekstual, dan pada dasarnya pembelajaran matematika yang

kontekstual mengacu pada kontrukstivisme dan teori belajar bermakna.

(21)

that incorporates much of the most recent research in cognitive science. It is also a reaction to the essentially behaviorist theories that have dominated American education for many decades. The contextual approach recognizes that learning is a complex and multifaceted process that goes far beyond drill-oriented, stimulus-and-response methodologies.

Pembelajaran secara kontekstual merupakan suatu konsep

pembuktian bahwa hampir semua penelitian digabungkan dalam ilmu

pengetahuan. Hal ini juga merupakan suatu reaksi terhadap teori

perilaku dasar yang sudah mendominasi di Amerika selama beberapa

dekade. Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses

kompleks dan dari berbagai sudut pandang dapat berjalan kearah yang

lebih jauh, meliputi orientasi gerakan serta metode stimulasi dan umpan

balik.

Sedangkan menurut Clemente Charles Hudson dan Vesta R. Whisler Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations; and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers; and engage in the hard work that learning

requires[1].

Dalam konteks belajar dengan pendekatan kontekstual, siswa

perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa

mereka dan bagaimana mencapainya. Siswa harus menyadari bahwa

apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti. Dalam

kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai

tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi

dara pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai

sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru

bagi siswa. Sedangkan dalam Teachers’ Beliefs And Intentions

(22)

commit to user

different approaches to teaching. Prosser and Trigwell (1997) devised

an additional instrument, the Perceptions of the Teaching Environment

Inventory, to measure various aspects of the perceived teaching

context”. Yaitu variabel kontekstual dapat menjelaskan perbedaan cara

guru dalam mengajar. Prosser dan Trigwell (1997) menambah

rancangan instrumen tambahan, persepsi persediaan pengajaran, untuk

mengukur berbagai aspek konteks pengajaran.

Menurut Triyanto (2007: 106), secara garis besar

langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan konvensional untuk semua

topik.

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya.

b. Pembelajaran Problem Solving

Pembelajaran dengan problem solving (pemecahan masalah)

dipandang sebagai pembelajaran yang meningkatakan kemampuan

siswa dalam berpikir tinggi. Karena siswa setiap harinya selalu

dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Karena itu

(23)

dapat menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam pembelajaran

matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Ini

dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis,

berpola, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki pembuktian.

Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang

ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem

solving dalam matematika memiliki kekhasan tersendiri. Secara garis

besar terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving menurut

Branca, N. A.dalam Krulik, S. & Reys, R. E. (1980: 3-6) dalam

pembelajaran matematika, yaitu:

1) Problem solving sebagai tujuan

Para pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian

pada pendidikan matematika seringkali menetapkan problem solving

sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika. Bila problem

solving ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia

tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau

metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal

ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan

masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary

reason) belajar matematika.

2) Problem solving sebagai proses

Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah

(24)

commit to user

diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang

dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi

ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan

heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.

Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan

yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum

matematika. Sebenarnya, bagaimana seseorang melakukan proses

problem solving dan bagaimana seseorang mengajarkannya tidak

sepenuhnya dapat dimengerti. Tetapi usaha untuk membuat dan

menguji beberapa teori tentang pemrosesan informasi atau proses

problem solving telah banyak dilakukan. Dan semua ini memberikan

beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam belajar problem solving

dan aplikasi dalam pengajaran.

3) Problem solving sebagai keterampilan dasar

Pengertian problem solving sebagai keterampilan dasar lebih dari

sekedar menjawab tentang pertanyaan: apa itu problem solving?

Problem solving adalah suatu pendekatan pembelajaran dalam

menghadapi masalah. Problem solving juga merupakan suatu prosedur

yang didalamnya terdapat langkah-langkah yang harus diikuti dalam

memecahkan sebuah masalah yang dihadapi seseorang sebagai

perorangan atau seseorang bagai pemimpin organisasi atau anggota

organisasi. Sedangkan menurut Dr.Marlow Ediger ”problem solving is

(25)

of diffuculty, pupils must be able to solve personal mathematics

problems”. Yaitu pemecahan masalah adalah suatu keterampilan yang

penting untuk berkembang. Saat perkembangan dan meningkatnya

tingkat kesulitan, siswa harus mampu memecahkan masalah

matematika secara pribadi.

Sedangkan menurut Polya (1945) ”defines problem-solving as

the process used to solve a problem that does not have obvious

solutions” yaitu polya mendefinisikan problem solving adalah proses

untuk menyelesaikan masalah yang tidak mempunyai jawaban yang

jelas. Adapun empat langkah cara menyelesaikan masalah menurut

Polya (1971), yaitu:

1) Understand the problem (memahami masalah).

2) Devise a plan (buat sebuah rencana).

3) Carry out the plan (terapkan rencana tadi).

4) Look back (periksa kembali).

(Sumardyono, 2006: 24)

Pentingnya problem solving juga dapat dilihat pada perannya

dalam pembelajaran. Stanic & Kilpatrick seperti dikutip McIntosh, R. &

Jarret, D. (2000:8) dalam buku ”Tips dalam Penerapan Pembelajaran

Problem Solving” (Suyadi, 2009:27), membagi peran problem solving

sebagai konteks menjadi beberapa hal:

(26)

commit to user

2) Untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang

berkaitan dengan masalah kehidupan nyata.

3) Untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik

atau prosedur khusus dalam matematika dengan menyediakan

kegunaan kontekstualnya (dalam kehidupan nyata).

4) Untuk rekreasi, sebagai sebuah aktivitas menyenangkan yang

memecah suasana belajar rutin.

5) Sebagai latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah

diajarkan secara langsung (mungkin ini peran yang paling banyak

dilakukan oleh kita selama ini).

Suatu soal dapat dijadikan sebagai sarana dalam pembelajaran

dengan problem solving, jika dipenuhi syarat-syarat antara lain: siswa

memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal yang

diberikan, siswa belum tahu algoritma/cara pemecahan soal, soal

terjangkau oleh siswa, siswa mau dan berkehendak untuk

menyelesaikan soal. Sedangkan ciri-ciri suatu soal disebut ”problem

dalam perspektif ini paling tidak memuat dua hal yaitu: soal tersebut

menantang pikiran (challenging) dan soal tersebut tidak otomatis

diketahui cara penyelesaiannya (non routine).

Jika problem solving ini diterapkan, maka langkah-langkah yang

(27)

1) Guru mengajarkan materi pelajaran seperti biasanya, pemanfaatan

alat peraga atau media masih dimungkinkan, apalagi untuk anak

Sekolah Dasar.

2) Guru dengan tanya jawab memberikan contoh soal.

3) Guru memberikan satu atau dua soal yang harus dipecahkan siswa

berdasarkan persyaratan soal sebagai sebuah problem solving.

4) Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai

sebagai bahan ajar dalam pembelajaran dengan problem solving.

(Suyadi, 2009: 30)

c. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah salah satu pembelajaran yang

sudah lama dikenal dan merupakan suatu pengajaran di mana dalam

proses belajar mengajar, penyampaian pelajaran masih mengandalkan

metode ceramah yaitu suatu metode mengajar dengan menyampaikan

informasi atau pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada

umumnya mengikuti secara pasif.

Dalam pembelajaran ini guru berperan sangat aktif, dan siswa

berkesan pasif, hanya mendengarkan guru secara teliti serat mencatat

hal-hal penting yang dikemukakan oleh guru. Guru memegang peranan

yang penting dalam menentukan urutan-urutan langkah-langkah dalam

menyampaikan isi atau materi pelajaran kepada siswa. Hal ini

mengakibatkan siswa menjadi jenuh, kurang kreatif, kurang inisiatif,

(28)

commit to user

dalam belajar. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menetukan konsep

yang diajarkan, sehingga siswa tidak mampu menguasai bahan yang

diajarkan.

Adapun ciri-ciri dari pembelajaran antara lain:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai

keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.

2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis,

dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama mendengarkan

uraian guru.

4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.

5. Keberhasilan belajar siswa umunya dinilai guru secara subyektif.

6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan

(sebagai sumber informasi/pengetahuan).

Belajar dengan pembelajaran konvensional menyebabkan siswa

menjadi belajar menghafal (rote learning) yang kurang mengakibatkan

timbulnya pengertian. Siswa menjadi pasif dan daya kritis siswa akan

terhambat. Untuk itu diperlukan suatu pembaharuan metode

pembelajaran yang dapat mengarah pada peningkatan prestasi belajar

siswa. Suatu metode yang dapat membuat siswa aktif dalam belajar,

membentuk siswa yang kreatif, berpikir logis, kritis, dan inovatif.

Adapun keuntungan atau kebaikan konvensional adalah:

(29)

2) Organisasi kelas sederhana.

Sedangkan keburukannya adalah:

1) Guru sukar mengetahui sampai di mana murid-murid telah mengerti

pembicaraannya.

2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang

dimaksudkan guru.

3. Motivasi

Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya daya upaya yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subyek untuk melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata

“motif”, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah

menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu bila kebutuhan

untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Menurut Gambrell (2001) motivation theory has been discussed as an important aspect of students’ success in schools. Research has shown that motivation influences students’ involvement and academic achievement. There also is a growing interest in understanding the relationships between motivation and teacher-students’ relationship. This study seeks to investigate the nature and magnitude of relationship between students’-faculty interactions, students’ critical thingking skills,

students’-to-students’ relations and students’ motivation.

Teori motivasi membicarakan tentang aspek yang penting bagi

kesuksesan siswa di sekolah. Dalam penelitian mengatakan motivasi

mempengaruhi keterlibatan dan prestasi akademik siswa. Penelitian ini

menumbuhkan minat untuk mengerti hubungan antara motivasi dan

(30)

commit to user

hubungan antara siswa, kemampuan berinteraksi, keahlian berpikir kritis

siswa pada hubungan siswa dan motivasi siswa.

Menurut Sartain dalam Ngalim Purwanto (1990: 61), “motivasi

adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organism yang

mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang

(incentive)”. Tujuan (goal) adalah yang menentukan atau membatasi

tingkah laku organism itu. Jika yang kita tekankan ialah faktanya atau

objeknya, yang menarik organism itu, maka kita pergunakan istilah

“perangsang (incentive)”. Sedangkan menurut Merrian dan Brockett

(1997) dan Knowles (1990) “motivation is particularly crucial in adult

learning because a higher degree of autonomy is desirable and

appropriate for adults”yaitu motivasi merupakan penelitian yang penting

dalam pembelajaran pendewasaan seseorang karena dianggap berderajat

tinggi yang layak diharapkan dalam pendewasaan seseorang.

Dari beberapa definisi motivasi tersebut, pada dasarnya

mengandung arti atau maksud yang sama yaitu bahwa motivasi adalah

dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan guna mencapai

suatu tujuan. Yang dimaksud motivasi dalam hal ini adalah motivasi

belajar, yaitu suatu dorongan atau kemauan seseorang untuk melakukan

aktivitas belajar agar prestasi belajar dapat dicapai. Atau motivasi belajar

merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force),

atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta

(31)

menyenangkan dalam rangka perubahan tingkah laku, baik dalam aspek

kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Motivasi mempunyai tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan,

mengarahkan dan menopang tingkah lakuk manusia. Adapun

penjelasannya sebagai berikut:

a. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu,

memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya

kekuatan dalam hal ingatan, respons-respons efektif, dan

kecenderungan mendapat kesenangan.

b. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan

demikian individu menyediakan suatu orientasi tujuan.

c. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus

menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan serta kekuatan

individu.

(Ngalim Purwanto, 1990: 72)

Menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah

motivasi/dorongan yang dikarenakan orang tersebut senang

melakukannya. Sebagai contoh orang yang senang membaca, tidak usah

ada yang menyuruh atau mendorong, ia sudah rajin mencari buku-buku

untuk dibacanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap

perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Sebagai

(32)

commit to user

harapan mendapat nilai baik, sehingga akan dipuji pacar atau temannya.

Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 28-29) tinggi

rendahnya motivasi belajar siswa dapat terlihat dari indikator motivasi itu

sendiri. Mengukur motivasi belajar dapat diamati dari sisi-sisi, antara lain:

durasi belajar, sikap terhadap belajar, frekuensi belajar, konsistensi

terhadap belajar, kegigihan dalam belajar, loyalitas terhadap belajar, visi

dalam belajar, achievement dalam belajar.

B. Penelitian yang Relevan

Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang akan mendukung

teori dan konsep penelitian yang akan dilakukan, diantaranya oleh Fitri Nur

Rohmah (2005) yang menyimpulkan bahwa adanya perbedaan prestasi belajar

matematika siswa ditinjau dari penggunaan model pengajaran dan motivasi

pada pokok bahasan bilangan bulat, dan tidak ada interaksi antara model

pengajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika

pada pokok bahasan bilangan bulat.

Disamping penelitian di atas peneliti juga mengambil tinjauan pustaka

dari penelitian yang dilakukan oleh Wigig Waskito (2008), Tri Andari (2010),

Setiawan (2003) dan Wahyu Wijayanti (2009). Pada penelitian yang dilakukan

oleh Wigig Waskito (2008) menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika

siswa yang bermotivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang

bermotivasi belajar sedang, tetapi keduanya lebih baik daripada siswa yang

(33)

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Andari (2010)

menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan

kontekstual pada materi pokok bangun datar menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik disbanding dengan menggunakan pendekatan

konvensional. Penelitian yang dilakukan Setiawan (2003) menyimpulkan

pembelajaran efektif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kemampuan problem solving pada matematika terutama taraf keefektifan

kategori “cukup tinggi” dan “kurang tinggi”, lainnya tidak signifikan. Dan

menurut Wahyu Wijayanti (2009) menyimpulkan siswa yang mengikuti

pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual

bermedia VCD pada pokok bahasan geometri dan pengukuran bangun ruang

mempunyai kompetensi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan

siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan

pembelajaran kontekstual yang bermedia LKS.

C. Kerangka Berpikir

Prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam

penelitian ini antara lain pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa

yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang

diteliti adalah pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), problem solving

dan konvensional, sebagai usaha dalam kegiatan belajar mengajar sehingga

(34)

commit to user

pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar

matematika siswa.

Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and Learning) adalah

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan

dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sehari-hari. Sehingga penerapan pendekatan pembelajaran

kontekstual menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan

pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik.

Sedangkan pembelajaran matematika yang menggunakan problem

solving akan lebih efektif dan lebih baik, jika dibandingkan dengan

pembelajaran dengan konvensional. Karena dengan problem solving dapat

memotivasi siswa untuk mengembangkan keterampilan siswa, meningkatkan

kemampuan siswa dalam berpikir tinggi, akan lebih merangsang indera siswa

dan akan membawa kesan yang mendalam sehingga lebih lama tersimpan

dalam diri siswa. Dengan demikian dapat diduga prestasi belajar matematika

siswa yang pembelajarannya menggunakan problem solving lebih baik

daripada menggunakan konvensional.

Selain pendekatan pembelajaran, prestasi belajar matematika juga

dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa. Karena jika tidak ada motivasi dari

(35)

pelajaran matematika dan tidak memperoleh kepuasan dari belajar

matematika dan belajar menjadi tidak bermakna. Siswa yang mempunyai

motivasi tinggi dalam proses belajar mengajar akan lebih cepat memahami

konsep yang dipelajarinya dan menguasai materi matematika yang diberikan.

Jadi, dalam mempelajari materi pelajaran matematika siswa yang mempunyai

motivasi belajar tinggi kemungkinan besar prestasi belajarnya akan lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajarnya rendah. Dengan

demikian motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap peningkatan prestasi

belajar matematika.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa, pendekatan pembelajaran

dan motivasi belajar siswa adalah faktor penting yang harus diperhatikan oleh

guru dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang digunakan

adalah dalam penelitian in adalah kontekstual, problem solving, dan

konvensional. Di mana pendekatan pembelajaran merupakan faktor dari luar

siswa sedangkan motivasi belajar siswa merupakan faktor dari dalam siswa.

Untuk siswa yang mempunyai motivasi tinggi, jika diberikan

pembelajaran dengan problem solving akan mempunyai prestasi belajar

matematika lebih baik karena dengan problem solving siswa dapat

memecahkan problematika kehidupannya dan meningkatkan kemampuan

siswa untuk berpikir tinggi sehingga memberikan kesan yang mendalam dan

tersimpan lama dalam diri siswa. Sedangkan untuk siswa yang mempunyai

motivasi sedang, jika diberikan pembelajaran dengan kontekstual dan

(36)

commit to user

Untuk siswa yang mempunyai motivasi rendah, jika diberikan pembelajaran

dengan kontekstual akan mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik

karena siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhana skema

kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

A : Penggunaan Pendekatan Pembelajaran

1. Kelompok Eksperimen (Pembelajaran Matematika dengan kontekstual

dan problem solving)

2. Kelompok Kontrol (Pembelajaran Matematika Konvensional)

B : Motivasi Belajar Siswa

[image:36.612.148.477.208.478.2]

Y : Prestasi Belajar Siswa

Gambar 2.1

Paradigma Penelitian

Prestasi belajar Matematika (Y)

Motivasi Belajar Siswa (B) Pendekatan Pembelajaran

(37)

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan prestasi belajar

matematika lebih baik daripada pendekatan pembelajaran problem solving,

pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan prestasi belajar

matematika lebih baik daripada konvensional, dan pendekatan

pembelajaran problem solving memberikan prestasi belajar matematika

lebih baik daripada konvensional.

2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi lebih tinggi

lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi lebih rendah.

3. Pada motivasi tinggi prestasi belajar matematika dengan problem solving

lebih baik daripada kontekstual, dan keduanya lebih baik daripada

konvensional, sedangkan untuk motivasi sedang prestasi belajar

matematika dengan kontekstual dan problem solving sama dan keduanya

lebih baik daripada konvensional dan untuk motivasi rendah prestasi

belajar matematika dengan kontekstual lebih baik daripada problem

(38)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah SD

Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun ajaran

2010/2011, adapun pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

a. Tahap perencanaan dimulai pada bulan Juli 2010 sampai dengan

September 2010. Dalam tahap perencanaan meliputi: penyusunan

usulan penelitian, instrumen, skenario pembelajaran, pengajuan ijin

penelitian, konsultasi instrumen dan skenario pembelajaran dengan

guru dan kepala sekolah tempat penelitian.

b. Tahap pelaksanaan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan

November 2010. Dalam tahap ini meliputi: uji coba instrumen,

melaksanakan proses penelitian dan mengumpulkan data.

c. Tahap penyelesaian pada bulan November 2010 sampai dengan

Februari 2011. Tahap ini meliputi proses analisis data, penyusunan

laporan penelitian.

(39)

B. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian semu (quasi experimental). Tujuan

eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan

perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang

sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan

atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Manipulasi variabel dalam

penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu model pembelajaran

dengan kontekstual dan problem solving untuk kelas eksperimen dan

konvensional untuk kelas kontrol. Sedangkan variabel lain yang ikut

mempengaruhi variabel terikat adalah motivasi belajar siswa.

C. Populasi, Sampel, dan Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:130).

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Suharsimi Arikunto, 2006:131). Pada penelitian ini ada 9 SD Negeri

yang dijadikan sampel, yaitu 3 SD Negeri untuk kelas eksperimen dengan

pembelajaran kontekstual, 3 SD Negeri untuk kelas eksperimen dengan

(40)

commit to user

penelitian terhadap sampel ini akan digunakan untuk melakukan

generalisasi terhadap populasi yang ada.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah stratified cluster random sampling. Adapun langkah-langkah yang

ditempuh dalam pengambilan sampel adalah: dari populasi, seluruh siswa

kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora yang berjumlah 44 SD

Negeri, dibagi berdasarkan peringkat nilai UAN,yaitu :

1) SD Negeri peringkat atas ( 14 SD)

2) SD Negeri peringkat tengah ( 14 SD )

3) SD Negeri peringkat bawah ( 16 SD)

Dari masing – masing peringkat dipilih secara random 3 SD Negeri

melalui teknik random sampling. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Kontekstual Problem Solving Konvensional

SD Negeri Sendangwates SD Negeri Gagaan SD Negeri Kunduran 3

SD Negeri Jagong 1 SD Negeri Jagong 2 SD Negeri Kunduran 2

SD Negeri Ngilen 1 SD Negeri Sambiroto SD Negeri Bejirejo

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang penulis amati yaitu

(41)

a. Variabel Bebas

1) Pendekatan Pembelajaran

a) Definisi operasional: pendekatan pembelajaran pada dasarnya

merupakan bentuk pembelajaran yang didalamnya mewadahi,

menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran,

yang meliputi kelas eksperimen dengan menggunakan konteksual

dan problem solving, sedangkan kelas kontrol dengan

konvensional.

b) Indikator: berupa langkah-langkah dari masing-masing model

pembelajaran.

c) Skala pengukuran: skala nominal dengan tiga kategori

d) Simbol: , i = 1,2,3

2) Motivasi

a) Definisi operasional: motivasi belajar matematika adalah suatu

dorongan atau kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas

belajar matematika.

b) Indikator: hasil skor angket yang dikerjakan siswa.

c) Skala pengukuran: skala interval diubah ke skala ordinal dengan

tiga kategori yaitu motivasi tinggi, sedang, rendah.

i. Kelompok tinggi: X X SD

2 1 2

2 > +

ii. Kelompok sedang: X SD X X SD

2 1 2

1

2 2

(42)

commit to user

iii. Kelompok rendah: X X SD

2 1 2

2 < −

Dengan X2 =skor motivasi siswa.

= 2

X rata-rata skor motivasi siswa.

SD=standar deviasi skor motivasi siswa.

d) Simbol: , j = 1, 2, 3

b. Variabel Terikat

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar

matematika siswa.

1) Definisi operasional: prestasi belajar matematika adalah hasil

kegiatan belajar matematika yang dinyatakan dalam bentuk angka,

huruf maupun kalimat dan merupakan pencerminan hasil belajar

yang dicapai dalam periode tertentu.

2) Indikator: nilai tes matematika dengan simbol (AB)

3) Skala pengukuran: skala interval.

4) Simbol: Xij, i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Metode Angket

Angket atau yang juga dikenal sebagai kuesioner merupakan

cara pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan

(43)

jawabannya diberikan secara tertulis. Alat pengumpul data dengan

kuesioner adalah berupa daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti

untuk disampaikan kepada responden yang jawabannya diisi oleh

responden sendiri.

Dalam penelitian ini, metode angket (kuesioner) digunakan

untuk mengumpulkan data tentang motivasi belajar siswa dalam

pelajaran matematika. Angket yang digunakan adalah pilihan ganda

yaitu suatu bentuk angket dimana siswa memilih jawaban yang

disediakan. Bentuk angket yang digunakan yaitu angket langsung

tutup. Langsung artinya angket tersebut diisi secara langsung oleh

subjek penelitian. Tertutup artinya alternatif jawaban sudah ada dan

subjek diminta untuk memilih satu alternatif saja.

b. Metode Tes

Tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan

sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subjek

peneliti. Dalam mengukur ada atau tidaknya serta besarnya

kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes. Untuk manusia,

instrumen yang berupa tes ini dapat digunakan untuk mengukur

kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi.

Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui prestasi

belajar matematika siswa. Tes tersebut berbentuk soal-soal obyektif

(44)

commit to user

c. Metode Dokumentasi

Penelitian ini menggunakan metode bantu dokumentasi.

Menurut Suharsimi Arikunto (2006:158) dokumentasi di sini yaitu

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda,

dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data nilai

ulangan pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan yang digunakan

untuk uji keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Uji Instrumen

Sebelum angket dan tes digunakan pada penelitian terlebih

dahulu diujicobakan pada siswa-siswa sekolah lain yang memiliki

karakteristik yang hampir sama dengan tempat penelitian. Uji coba

dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan valid,

reliabel dan juga untuk mengetahui tingkat kesukaran dan daya pembeda

soal.

a. Validitas Isi

Suatu instrumen dikatakan valid menurut validitas isi apabila

isi instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari

keseluruhan isi hal yang akan diukur. Validitas tidak dapat ditentukan

dengan mengkorelasikan instrumen dengan suatu kriteria sebab tes itu

adalah kriteria dari suatu kinerja. Agar memiliki validitas isi,

instrumen tes prestasi belajar menurut Budiyono (2003: 58) harus

(45)

1) Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang representatif

untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran

tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari sudut

proses belajar.

2) Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik

berat bahan yang telah diajarkan.

3) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum

diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar.

Sedangkan untuk angket motivasi belajar siswa dapat

mempunyai validitas isi jika memenuhi:

1) Butir-butir angket sudah sesuai dengan kisi-kisi angket.

2) Kesesuaian kalimat dengan Ejaan Yang Disempurnakan.

3) Kalimat pada butir-butir angket merupakan kalimat yang mudah

dipahami oleh siswa sebagai responden.

4) Ketepatan dan kejelasan perumusan petunjuk pengisian angket.

5) Kalimat pada butir angket tidak menimbulkan makna ganda.

6) Butir angket tidak memerlukan pengetahuan yang lain dalam

menjawab.

Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi

yang valid, biasanya dilakukan melalui experts judgement atau

penelitian yang dilakukan oleh para pakar dan semua kriteria

(46)

commit to user

b. Konsistensi Internal

Tujuan uji konsistensi internal ini adalah untuk mengetahui

apakah instrumen tes prestasi telah konsisten, yaitu kesemuaan butir

harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang

sama pula. Konsistensi internal tiap butir soal dapat dilihat dari

korelasi antara skor tiap butirnya dengan skor total.

Untuk menghitung konsistensi internal butir ke-i, rumus yang

digunakan adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson,

sebagai berikut: 

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑  

Keterangan:

=

xy

r indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

=

n banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen)

=

X skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)

=

Y total skor (dari subyek uji coba)

Jika terdapat n buah butir, maka akan dilakukan perhitungan

sebanyak n kali. Jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

kurang dari 0,3 maka butir tersebut harus dibuang.

(Budiyono, 2003: 65)

c. Reliabilitas

Suatu instrumen disebut reliabel, menurut Budiyono (2003:

65), jika seseorang melakukan pengukuran instrumen yang sama pada

(47)

jika dilakukan oleh orang yang berbeda tetapi dengan kondisi yang

sama, maka pengukuran dengan instrumen yang sama akan memberi

hasil yang sama.

Tes prestasi belajar dalam penelitian ini menggunakan tes

pilihan ganda, dengan setiap jawaban benar akan diberi skor 1 dan

setiap jawaban salah akan diberi skor 0. Sehingga untuk mengukur

reliabilitas dari tes prestasi belajar menggunakan teknik

Kuder-Richardson atau biasa disebut dengan KR-20 yaitu:

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −

=

2

2 11 1 t i i t s q p s n n r Dengan: = 11

r indeks reliabilitas instrumen

=

n banyaknya butir instrumen

=

i

p proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar pada butir ke-i

i i p

q =1−

=

2 t

s variansi total

(Budiyono, 2003: 69)

Sedangkan uji reliabilitas yang dilakukan untuk mengetahui

apakah instrumen angket reliabel atau tidak, dengan menggunakan

Rumus Alpha. Suharsimi arikunto (2006: 196) berpendapat bahwa

”Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang

skornya bukan 1 adan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian”.

(48)

commit to user

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −

=

2

2 11 1 1 t i s s n n r Dengan:

indeks reliabilitas instrumen

banyaknya butir instrumen

=

2 i

s variansi belahan ke-i, i= 1, 2, 3, ...,k

(

kn

)

Atau variansi butir ke-i, i= 1, 2, 3, 4, ..., n

=

2 t

s variansi skor-skor yang diperoleh subyek uji coba

(Budiyono, 2003: 70)

Instrumen dengan indeks reliabilitas lebih dari 0,7 atau r11 >0,7 saja

yang dapat dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya

dengan uji reliabilitas.

(Budiyono, 2003: 72)

d. Tingkat Kesukaran

Sebuah butir mempunyai tingkat kesukaran baik, dalam arti

dapat memberikan distribusi yang menyebar, tidak terlalu sukar dan

tidak terlalu mudah. Tingkat kesukaran didapat dengan menggunakan

rumus:

JS B

TK =

TK = indeks kesukaran setiap butir soal

B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

(49)

Setelah diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut: 00 , 1 70 ,

0 <TK ≤ : butir soal mudah

70 , 0 30

,

0 <TK ≤ : butir soal sedang

30 , 0 00

,

0 <TK ≤ : butir soal sukar

Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika tingkat kesukarannya

adalah , , . Butir soal yang tidak memiliki indeks

kesukaran baik harus dihitung atau diperbaiki.

e. Daya Pembeda

Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok

siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada

kelompok siswa tidak pandai. Untuk menghitung daya pembeda

digunakan rumus, yaitu:

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

=

d indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

=

n banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen)

=

X skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)

=

Y total skor (dari subyek uji coba)

Setelah diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut:

30 , 0 ≥

d : butir digunakan

30 , 0 <

d : butir disisihkan

(50)

commit to user

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat

Uji prasyarat di sini menggunakan uji normalitas dengan metode

Lilliefors dan uji homogenitas dengan metode Bartlett. Uji prasyarat

digunakan untuk uji keseimbangan dan uji hipotesis. Adapun pengujian

datanya adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal

atau tidak maka dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini uji

normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors yaitu:

a. Menentukan Hipotesis

: 0

H sampel berasal dari populasi normal.

: 1

H sampel tidak berasal dari populasi normal.

b. Tingkat Signifikansi, α =0,05

c. Statistik Uji

( ) ( )

zi S zi

F Maks

L= −

Dengan:

; ~ ,

) (zi

S = proporsi cacah Zzi terhadap seluruh z.

i

z = skor standar untuk

(

)

S X X

zi = i

S = standar deviasi sampel

=

(51)

d. Daerah Kritik

{

L L L n

}

DK = / > α,

n

Lα, diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi

α

dan

derajat bebas n (ukuran sampel).

e. Keputusan Uji

0

H ditolak jika LDK atau H0 tidak ditolak jika LDK.

(Budiyono, 2009:170)

b. Uji Homogenitas

Sebelum data yang diperoleh dianalisis, maka terlebih dahulu

diuji homogenitasnya untuk mengetahui bahwa populasi-populasi

homogen. Dalam uji homogenitas ini penulis menggunakan ujiBartlett.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam uji Bartlett adalah:

a. Hipotesis : 0 H   : 1

H  paling sedikit ada dua yang tidak sama

b. Tingkat Signifikansi, α =0,05

c. Statistik Uji

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − =

= 2 1

2 2,303 log log

j k j j s f RKG f c χ Dengan: 2 1 , 2

~

χ

αk

χ

(52)

commit to user

k = cacah populasi

N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)

nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j

fj = nj -1 = derajat kebebasan untuk sj2; j = 1, 2, ...,k

f = N – k = ∑ = derajat kebebasan untuk RKG

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ =

j j f SS

RKG ;

(

)

j j j j n X X SS 2 2

− =

=

(

nj −1

)

sj2

(

)

⎟⎟ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − + =

f f k c j 1 1 1 3 1 1

d. Daerah Kritik

{

2/ 2 > 2 ;−1

}

= k

DK χ χ χ α

Untuk beberapa α dan (k-1), nilai

χ

α2,k1dapat dilihat pada tabel nilai

chi-kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).

e. Keputusan Uji

0

H ditolak jika χ2∈DKatau tidak ditolak jika χ2∉DK.

(Budiyono, 2009:176)

2. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan dilakukan pada saat sebelum ketiga kelompok

dikenai perlakuan yang berbeda. Uji ini bertujuan untuk mengetahui

apakah ketiga kelompok tersebut dalam keadaan seimbang. Dengan kata

(53)

populasi yang independen. Statistik uji yang digunakan adalah anava satu

jalan dengan sel tak sama. Adapun model untuk data pada populasi pada

analisis anava satu jalan dengan sel tak sama adalah:

Dengan :

=

ij

X data ke-i pada perlakuan ke-j

=

µ rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)

= −

=µ µ

αj j efek perlakukan ke-j pada variabel terikat

= −

= ij j

ij X µ

ε deviasi data terhadap rerata populasinya yang

berdistribusi normal dengan rerata 0.

i = 1, 2, 3, …, ; j = 1, 2, 3, …, k

[image:53.612.150.505.182.695.2]

k = cacah populasi (cacah perlakuan, cacah klasifikasi)

Tabel 3.1

Tata Letak Data Anava Satu jalan Sel Tak Sama

    .... Total

Data Amatan

… …

… … … …

Cacah Data Jumlah Data Rerata

Jumlah Kuadrat

Suku Koreksi

Variasi

… … … …

(54)

commit to user

Dari tabel di atas, perlu diketahui bahwa:

k

T T

T T

G =

= 1+ 2 +...+

N G X = j j j j j n T X SS 2 2 =

Adapun langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis

3 2 1

0:µ = µ =µ

H

: 1

H paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama

b. Tingkat Signifikansi: α = 0, 05

c. Statistik Uji

( )

N G2 1 =

(

Gambar

Tabel 1.1 Rata-rata UAS Matematika Siswa SD
 Gambar 2.1
Tabel 3.1 Tata Letak Data Anava Satu jalan Sel Tak Sama
Tabel 3.2 Tata Letak Data Anava Dua jalan Sel Tak Sama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh

Metode Problem Solving merupakan metode pembelajaran yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan kurikulum yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena dengan pendidikan akan menghasilkan masyarakat yang berkualitas sehingga masyarakat pada

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji, (1) perbedaan efek antara strategi pembelajaran penemuan dan problem solving terhadap hasil belajar matematika,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji, (1) perbedaan efek antara strategi pembelajaran penemuan dan problem solving terhadap hasil belajar matematika, (2)

Fokus penelitian ini yaitu; pertama, bagaimana praktik bahtsul masail sebagai problem solving method dalam pembelajaran Fikih kontekstual di LBM HM Al-Mahrusiyah putra,

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Prestasi belajar matematika siswa dengan strategi pembelajaran problem solving lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar

(3) Apakah guru pernah memamfaatkan tutor teman sebaya. 2) Mengkaji kurikulum, konsep matematika yang penting dan strategis. Dalam tahap kegiatan yang dilakukan