• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DEEP BREATHING MENGGUNAKAN AROMATERAPI KENANGA TERHADAP TEKANAN DARAH LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYANGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH DEEP BREATHING MENGGUNAKAN AROMATERAPI KENANGA TERHADAP TEKANAN DARAH LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYANGAN."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH

DEEP BREATHING

MENGGUNAKAN AROMATERAPI

KENANGA TERHADAP TEKANAN DARAH LANSIA YANG

MENGALAMI HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PAYANGAN

Oleh:

I WAYAN FAJAR GUSTIKA

NIM. 1102105054

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

PENGARUH

DEEP BREATHING

MENGGUNAKAN AROMATERAPI

KENANGA TERHADAP TEKANAN DARAH LANSIA YANG

MENGALAMI HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PAYANGAN

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

I WAYAN FAJAR GUSTIKA

NIM. 1102105054

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : I Wayan Fajar Gustika NIM : 1102105054

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan ataupun pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari ini dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, 2015 Yang membuat pernyataan,

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

PENGARUH

DEEP BREATHING

MENGGUNAKAN AROMATERAPI

KENANGA TERHADAP TEKANAN DARAH LANSIA YANG

MENGALAMI HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PAYANGAN

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

I WAYAN FAJAR GUSTIKA

NIM. 1102105054

TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(5)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH

DEEP BREATHING

MENGGUNAKAN AROMATERAPI

KENANGA TERHADAP TEKANAN DARAH LANSIA YANG

MENGALAMI HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PAYANGAN

OLEH:

I WAYAN FAJAR GUSTIKA

NIM. 1102105054

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI

PADA HARI: ……….

TANGGAL: ………

TIM PENGUJI

1. Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep, M. Kep (Ketua) ……….. 2. Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep, M.Kep (Sekretaris) ……….. 3. Ns. Made Sukarja, S. Kep, M.Kep (Pembahas) ………..

MENGETAHUI

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul

Pengaruh Deep Breathing Menggunakan Aromaterapi Kenanga terhadap Tekanan Darah Lansia yang Mengalami Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan”.

Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana. Penulis menyadari dalam penyusunan penelitian ini tidak lepas dari peran pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis diberikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M. Kes., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep., M. Kep. sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan ini tepat waktu.

(7)

5. Kepala Puskesmas Payangan yang telah memberikan kesempatan untuk pengambilan data pada instansi yang dipimpin.

6. Ibu Desak Jegjeg dan Ns. Made Raharja S.Kep sebagai salah satu pengurus di Posyandu Lansia Puskesmas Payangan yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian ini.

7. Nyoman Agus Jagat Raya, S.Kep yang telah memberikan masukan-masukan dalam penyusunan Penelitian ini.

8. Kedua orang tua saya Bapak (I Wayan Suastika, S. Pd), Ibu (Ni Kadek Astiti), dan adik laki-laki saya satu-satunya (I Kadek Gaga Astika) sudah memberikan semangat dan dukungannya.

9. Teman-teman angkatan 2011 PSIK A (Achillessextavortouz/Chivor) yang memberikan motivasi kepada penulis, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Penelitian ini.

10.Terima kasih kepada peneliti pendamping yang setia dalam membantu saya dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun. Akhirnya, semoga Penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, 14 Juni 2015 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……….. 1

1.2Rumusan Masalah………. 6

1.3Tujuan Penelitian………... 6

1.4Manfaat Penelitian………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lansia ... 8

2.2 Konsep Hipertensi ... 14

2.3 Konsep Deep Breathing ... 29

2.4 Konsep Aromaterapi ... 32

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 40

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41

3.3 Hipotesis ... 43

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 45

4.2 Kerangka Kerja ... 47

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian, dan Sampel... 48

4.5 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data ... 50

(9)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian. ... 57 5.2 Pembahasan Hasil Penelitian. ... 71 5.3 Keterbatasan Penelitian. ... 73

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan. ... 74 6.2 Saran. ... 75 Daftar Pustaka

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Grade ... 15

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Umur ... 15

Tabel 3. Jenis Minyak Esensial dan Manfaatnya ... 33

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. ... 59

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur. ... 59

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. ... 60

Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah. ... 61

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol. . 63

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 41 Gambar 2. Design Penelitian... 46 Gambar 3. Kerangka Kerja Pengaruh Deep Breathing

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. Rancangan Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 3. Penjelasan Penelitian

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 5. Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 6. Lembar Observasi

Lampiran 7. Langkah-Langkah Pengukuran Tekanan Darah

Lampiran 8. Langkah-Langkah Deep Breathing Dengan Aromaterapi Kenanga Lampiran 9. Master Tabel

(13)

DAFTAR SINGKATAN

1. Lansia = Lanjut Usia

2. MDGs = Millenium Development Goals

3. JNC = Joint National Committe

(14)
(15)
(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

sendiri dan masyarakat global yang merupakan suatu kesepakatan dan kemitraan global untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat ditunjukkan oleh paket berisi tujuan yang mempunyai batas waktu dan target terukur (diformulasikan di UN

Milennium Summit, New York September, 2000). Salah satu isu dari pembahasan

MDGs adalah perkembangan lansia yang semakin banyak (Zwi, 2013).

Data National Geographic Indonesia dalam Pramesti (2014) jumlah lansia di kawasan Asia Tenggara diperkirakan mencapai kira-kira 142 juta orang. Jumlah lansia akan meningkat menjadi dua kali lipat di tahun 2025 dan tiga kali lipat di tahun 2050. Perbandingan penduduk dunia dengan lansia yaitu 1 : 9 (United Nations

Fund for Population Activities, 2014). Menurut Badan Pusat Statistik (2014), perkembangan lansia di Indonesia mengalami peningkatan jumlah yang signifikan seperti yang terjadi pada lansia di seluruh dunia. Peningkatan jumlah lansia di Indonesia terjadi karena adanya peningkatan usia harapan hidup lansia. Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2014 usia harapan hidup rata – rata lansia di Indonesia yaitu 72 tahun dengan jumlah lansia 28,823 juta orang lansia (11,34%) dari jumlah penduduk Indonesia.

(17)

2

baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut akan mengalami penurunan. Lansia lebih rentan terkena berbagai macam penyakit karena semakin bertambahnya usia maka akan mengalami penurunan fungsi organ. Penurunan kondisi fisik lansia berpengaruh pada kondisi mental dan psikososial pada lansia (Mangoenprasojo, 2005).

Hipertensi menempati urutan kedua untuk permasalahan umum lansia setelah penyakit sendi dengan persentase kejadian hipertensi 53,7% terjadi pada rentang usia 55-65 tahun, 63,5% terjadi pada rentang usia 65-74 tahun dan 67,3% terjadi pada usia >75 tahun (Riskesdas, 2007). Data Kemenkes RI (2013) menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten yang tekanan sistoliknya 140 mmHg keatas dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Sheps, 2005). Tekanan darah yang dianggap optimal adalah kurang dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik, sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik (Corwin, 2007).

(18)

3

peningkatan, tercatat jumlah kasus hipertensi pada lansia yang terdeteksi pada tahun 2011 sebanyak 15.843 kasus, pada tahun 2012 sebanyak 22.837 kasus, dan pada tahun 2013 sebanyak 29.867 kasus, sedangkan di Kabupaten Gianyar jumlah kasus hipertensi pada lansia tahun 2011 sebanyak 925 kasus, pada tahun 2012 sebanyak 1826 kasus, dan pada tahun 2013 sebanyak 2407 kasus. Data Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien hipertensi yaitu 812 orang, pada tahun 2013 naik menjadi 1277 kunjungan. Data pada Januari sampai September 2014 jumlah kunjungan 350 orang.

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu Kabupaten di Bali dengan penderita hipertensi terbanyak. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar tahun 2013 hipertensi menempati urutan pertama kejadian penyakit degeneratif tidak menular dengan angka kejadian yaitu 8772 kasus sepanjang tahun 2013. Pada tahun 2014 dari bulan Januari sampai dengan Agustus, kejadian hipertensi dengan kasus terbanyak di Kabupaten Gianyar terjadi di wilayah kerja Puskesmas Payangan dengan angka kejadian 415 kasus (Dinkes Kabupaten Gianyar, 2014). Penderita hipertensi di daerah Payangan bertambah banyak karena lansia didaerah tersebut yang kurang mengetahui cara mengkontrol hipertensi yang dialami.

(19)

4

inaktivitas/jarang olah raga, merokok, stress, dan obat-obatan (Purwandhono, 2013; Setiawati, 2007).

Penatalaksanaan hipertensi bisa dibagi menjadi dua yaitu terapi farmakologi dan non farmakologi. Golongan obat farmakologi yang banyak digunakan untuk hipertensi adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), golongan obat yang bersifat simpatolitik, vasodilator, ACE inhibitor dan blocker calcium antagonis

(Muttaqin, 2009). Kategori yang jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi (Beth, 2007). Menurut Davey (2006) penggunaan obat antihipertensi dalam jangka waktu yang lama menyebabkan komplikasi untuk lansia seperti pusing, vertigo, sesak nafas dan gagal ginjal kronis.

Selain terapi farmakologis untuk antihipertensi, terdapat terapi non farmakologis untuk penurun tekanan darah pasien hipertensi seperti teknik relaksasi, aktivitas fisik dan diet nutrisi. Teknik relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan (Muttaqin, 2009). Salah satu jenis relaksasi yang dapat dilakukan yaitu

deep breathing. Deep breathing adalah latihan nafas dengan perlahan

(20)

5

yang ditulis oleh Suwardianto dan Kurnia (2011), tentang pengaruh deep breathing

terhadap tekanan darah menunjukkan ada pengaruh yang signifikan pemberian deep breathing untuk menurunkan tekanan darah rata-rata sebesar 10 mmHg.

Terapi modalitas lain untuk menurunkan tekanan darah adalah aromaterapi. Aromaterapi sejak lama digunakan untuk perawatan kulit dan tubuh. Aromanya memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap manusia, baik secara psikologis maupun fisik (Hutasoit, 2002). Menghirup aromaterapi molekul minyak tertahan pada bulu-bulu ini suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan emosional lewat hipotalamus dengan bekerja sebagai regulator yang menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak dan bagian tubuh lainnya. Tubuh akan merespon dengan mengeluarkan zat eurofik yg bersifat relaksan dan dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah (Djilani & Dicko, 2012). Aromaterapi kenanga merupakan salah satu jenis aromaterapi yang mempunyai efek relaksasi, meredakan ketegangan, stres, menurunkan denyut nadi yang cepat, pernapasan cepat, dan bermanfaat untuk tekanan darah tinggi (Sharma, 2009). Penelitian yang ditulis oleh Majidi dan Juanita (2013) tentang pengaruh aromaterapi kenanga terhadap penurunan tekanan darah menunjukkan hasil yang signifikan dengan penurunan tekanan darah rata-rata 10 mmHg.

Terapi non farmakologi untuk lansia hipertensi seperti pemberian deep breathing

(21)

6

dari itu peneliti memiliki asumsi bahwa dengan diberikannya deep breathing

menggunakan aromaterapi kenanga lebih efektif menurunkan tekanan darah pada lansia.

Lansia di wilayah kerja Puskesmas Payangan belum menggunakan terapi non farmakologi untuk penatalaksanaan hipertensi. Maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian pengaruh pemberian deep breathing menggunakan aromaterapi kenanga terhadap tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Payangan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh deep breathing menggunakan aromaterapi kenanga terhadap tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Payangan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh deep breathing

menggunakan aromaterapi kenanga terhadap tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Payangan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi karakteristik responden yang mengalami hipertensi

b. Mengidentifikasi tekanan darah pada kelompok perlakuan pre test dan post test

(22)

7

c. Mengidentifikasi tekanan darah pre test dan post test pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan deep breathing menggunakan aromaterapi kenanga. d. Menganalisis adanya perbedaan tekanan darah pada kelompok perlakuan dan

kelompok perlakuan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan untuk ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan pasien hipertensi khususnya dengan terapi non farmakologis yaitu deep breathing menggunakan aromaterapi kenanga dan sebagai bahan penelitian selanjutnya dalam mencari pengaruh deep breathing

menggunakan aromaterapi kenanga dibandingkan dengan terapi hipertensi lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan masukan untuk Puskesmas Payangan dalam memberikan perawatan pada pasien hipertensi khususnya dalam hal penatalaksanaan terapi non farmakologi dengan menggunakan deep brathing dengan aromaterapi kenanga

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengurangi penggunaan obat-obatan antihipertensi dan menghindari efek samping dari obat hipertensi.

(23)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia

Perkembangan akhir dari kehidupan manusia disebut dengan usia lanjut. Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan yang menerangkan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Lanjut usia dikategorikan menjadi empat, antara lain usia pertengahan (middle age), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly), seseorang yang berusia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old), seseorang yang berusia antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old), seseorang yang berusia diatas 90 tahun (WHO, 2012).

(24)

9

2.1.2 Teori Penuaan

Menjadi tua adalah proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu dan dapat berjalan terus menerus serta berkelanjutan. Akibat dari penuaan tersebut akan menimbulkan perubahan – perubahan seperti perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh sehingga dapat menyebabkan perubahan fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2008).

Webster’s New World Dictionary mendefinisikan aging sebagai dua konsep yang

berbeda yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis terjadi pada saat seseorang merayakan hari ulang tahun sedangkan usia biologis terjadi ketika ada perubahan penampilan sistem tubuh seseorang, dari fungsi mental hingga penampilan seksual sampai kekuatan fisik, lebih baik atau lebih buruk dari yang diperkirakan jika dibandingkan dengan orang yang seusianya (Goldman dan Klatz, 2007).

(25)

10

a. Teori biologi

Pada teori ini menjelaskan adanya peerubahan-perubahan pada tingkat seluler yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi biologis pada tubuh. Teori penuaan secara biologis dapat dijelaskan dalam teori-teori berikut:

1) Teori genetic clock

Teori ini menjelaskan bahwa penuaan merupakan suatu proses yang sudah terprogram secara genetik yang terjadi pada spesies tertentu. Pada inti sel setiap spesies memiliki satu jam genetik yang telah diputar menurut replikasi tertentu dan jika putaran jam genetik yang dimaksud sudah berhenti maka proses replikasi sel akan berganti (Nugroho, 2008).

2) Teori error castastrophe (Mutilasi somatik)

Teori ini menyebutkan penuaan diakibatkan oleh terjadinya kesalahan-kesalahan yang terjadi terus menerus dalam proses transkripsi ataupun translasi sepanjang kehidupan yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Terjadinya kesalahan tersebut menyebabkan terjadinya kesalahan dalam reaksi metabolisme sehingga dapat menyebabkan pengurangan fungsional sel (Nugroho, 2008).

3) Rusaknya sistem imun tubuh

(26)

11

tersebut sebagai sel asing karena menurunnya fungsi dari sel-sel tubuh untuk beradaptasi dengan hal baru (Nugroho, 2008).

b. Teori penuaan akibat metabolisme

Teori ini menjelaskan bahwa perpanjangan umur dapat dihubungkan dengan tertundanya proses degeneratif. Perpanjangan umur disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme tubuh (Nugroho, 2008).

c. Kerusakan akibat radikal bebas

Terpaparnya radikal bebas dalam setiap individu dapat bersifat merusak karena sangat reaktif dan dapat bereaksi bersamaan dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Meskipun tubuh mempunyai sistem imun yang dapat memblok radikal tersebut tetapi sebagian radikal bebas tetap lolos bahkan pada lansia semakin banyak terpapar radikal bebas maka terjadi proses penuaan dengan cepat (Nugroho, 2008).

d. Teori psikologi

Keadaan psikologis individu sangat berpengaruh terhadap fungsi, aktivitas neurohormonal, dan seluler. Teori Psikologis tersebut antara lain:

1) Teori kebutuhan maslow

(27)

12

2) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Teori aktivitas ini menjelaskan bahwa manusia yang aktif dimasa muda harus tetap aktif dimasa tuanya. Sense of Integrity yang dibangun dimasa mudanya akan tetap dibawa dan tertanam pada masa tua (Azizah, 2011).

3) Teori pembebasan (pisengagement theory)

Teori ini menjelaskan dengan bertambahnya usia seseorang, menyebabkan secara pelan-pelan seseorang melepaskan diri dari pergaulan sekitar dan lingkungan sosialnya (Azizah, 2011).

2.1.3 Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Proses menua akan diikuti oleh perubahan yang terjadi baik fisik, psikologis, perubahan mental dan spiritual (Ismayadi, 2004).

a. Perubahan mental

Masalah kesehatan lansia berasal dari empat aspek yaitu fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Gangguan dan penurunan fungsi tersebut dapat menyebabkan berbagai perubahan seperti emosi yang labil, mudah tersinggung, mudah merasa dilecehkan, kecewa, perasaan tidak bahagia, perasaan kehilangan dan tidak berguna. Pada keadaan lansia yang mengalami hal tersebut rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti, depresi, ansietas, dan psikosis atau kecanduan obat (Ismayadi, 2004). b. Perubahan psikososial

(28)

13

Masa pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang dapat menyebabkan stress psikososial. Seseorang yang mengalami masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan seperti kehilangan aspek finansial, kehilangan pada aspek status (dari dulu yang mempunyai jabatan tinggi dan dengan segala fasilitasnya), selain itu pensiun dapat menyebabkan orang kehilangan teman atau relasinya dan pekerjaannya (Ismayadi, 2004).

c. Perubahan biologis

(29)

14

2.2 Konsep Hipertensi 2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg. Hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Hipertensi primer adalah hipertensi yang terjadi tanpa penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).

Hipertensi merupakan keadaan tekanan darah seseorang yang abnormal yaitu tekanan darahnya lebih tinggi dari tekanan darah normal. Joint National Committtee (JNC) On Prevention, Detection, Evaluasi, And Treatment Of High Blood Pressure

yang ke-tujuh mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik yang optimal yaitu kurang dari 120 MmHg dan tekanan darah diastolik yang optimal yaitu 80 MmHg. Tekanan darah dikatakan sebagai hipertensi adalah ≥140 MmHg

untuk sistolik dan ≥90 MmHg untuk yang diastolik (Corwin, 2009).

The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and

(30)

15

persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah (Bakri, 2008).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

[image:30.595.113.511.418.490.2]

Keadaan tekanan darah pada seseorang sangat bervariasi tergantung dari kondisi fisik dan emosional yang sedang dialami. Tekanan darah seseorang cenderung naik ketika sedang beraktivitas, emosi dan mengalami stress dan sebaliknya ketika tidur dan relaksasi tekanan darah seseorang menjadi menurun. Keadaan seperti ini berpotensi terjadi hipertensi dan risiko penyakit jantung jika dari hasil pemeriksaan awal berulang kembali keadaan seperti itu (Huwon, 2002).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Grade

Klasifikasi umur ≥ 18 tahun Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal < 120 <80

Pre hipertensi 120 – 139 80 – 89 Stadium I 140 – 159 90 – 99

Stadium II ≥160 ≥100

Sumber: (The seventh committee on detection, evaluation and treatment of high blood pressure) dalam Rosalina, 2008.

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan umur

Kelompok usia Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)

Bayi 80/40 90/60

Anak 7-11 tahun 100/60 120/80 Remaja 12-17 tahun 115/70 130/80 Dewasa 20-45 tahun 120-125/75-80 135/90

45-65 tahun 135-140/85 140/90-160/95 >65 tahun 150/85 160/95

[image:30.595.113.513.573.686.2]
(31)

16

2.2.3 Mekanisme Terjadinya Hipertensi pada Lansia

Mekanisme peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia seiring dengan terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri. Tekanan meningkat sangat tinggi pada aorta dengan terjadinya pembuluh darah kaku dikarenakan penambahan volume intravaskuler yang sedikit pada pasien lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai dengan penurunan kelenturan pembuluh arteri besar, resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik abnormal, dan bertambah masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Perubahan aktivitas sistem saraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Ferdinand, 2008). Lanjut usia akan mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang membawa darah dari jantung dan menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).

2.2.4 Penegakan Diagnosis Hipertensi

(32)

17

mmHg atau lebih dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami hipertensi (Rosalina, 2007).

a. Metode auskultasi

Metode auskultasi merupakan metode yang menggunakan indra pendengaran seseorang dengan dan dibantu oleh alat yang disebut stetoskop. Pengukuran tekanan darah bisa dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Pengukuran tekanan darah dengan metode langsung yaitu dengan memasukan kateter arteri dimasukan langsung ke arteri dengan prosedur tertentu. Pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan auskultasi menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop dan spygnomanometer. Sphygnomanometer

(33)

18

manset turun dibawah tekanan diastolik pada titik tersebut bunyi akan hilang (Potter & Perry, 2006).

b. Metode palpasi

Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan dan membiarkan tekanan turun kemudian tentukan tekanan pada saat denyut radialis pertama kali teraba. Oleh karena kesukaran dalam menentukan secara pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang diperoleh dengan metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan yang diukur menggunakan metode auskultasi. Melakukan kebiasaan meraba denyut nadi radialis sangat dianjurkan ketika memompa manset selama pengukuran tekanan darah dengan metode auskultasi. Bila tekanan manset diturunkan, bunyi Korotkoff kadang-kadang menghilang pada tekanan diatas tekanan diastolik, kemudian muncul lagi pada tekanan yang lebih rendah. Pada saat manset dimulai untuk dipompa sampai denyut radialis menghilang, memeriksa dapat yakin bahwa tekanan manset diatas tekanan sistolik dan nilai tekanan rendah palsu dapat dihindari.

c. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter digital

Menurut Rikesdas (2013) pengukuran tekanan darah juga dapat menggunakan tensimeter digital. Penggunaan tensimeter digital diperuntukkan untuk responden yang berusia diatas 15 tahun. Berikut merupakan ketentuan cara menggunakan tensimeter digital :

(34)

19

minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran.

2. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam kondisi tenang dan posisi duduk.

3. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan responden di atas meja sehinga manset yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden.

4. Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak berbicara pada saat pengukuran. Apabila responden menggunakan baju berlengan panjang, singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat aliran darah di lengan.

5. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa manset.

6. Persiapkan manset. Perlu diperhatikan bahwa manset hendaknya diambil dari kotaknya secara benar dengan mengangkat secara keseluruhan (tidak ditarik salah satu bagiannya).

(35)

20

manset harus terletak sejajar dengan lengan kanan responden dalam posisi lurus dan relaks.

8. Tarik manset dan kencangkan melingkari lengan kanan responden. Tekan kain perekat secara benar pada kain bagian luar manset. Pastikan manset terpasang secara nyaman pada lengan kanan responden.

9. Tekan tombol ’start’, pada layar akan muncul angka 888 dan semua simbol.

10. Selanjutnya semua simbol gambar hati “♥” akan berkedip-kedip. sampai

denyut tidak terdeteksi dan tekanan udara dalam manset berkurang, angka sistolik, diastolik dan penyut nadi akan muncul.

11. Catat angka sistolik, diastolik dan denyut nadi hasil pengukuran tersebut pada formulir hasil pengukuran dan pemeriksaan.

12. Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya antara 2 menit dengan melepaskan manset pada lengan.

13. Apabila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih > 10 mmHg, ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat selama 10 menit dengan melepaskan manset pada lengan.

14. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.

2.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Corwin (2009), antara lain:

(36)

21

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.

c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan pada penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

2.2.6 Faktor Risiko Hipertensi

(37)

22

darah yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Tekanan darah laik-laki cenderung lebih tinggi pada masa pubertas dan perempuan lebih tinggi ketika sudah memasuki masa manopouse dikarenakan produksi hormon tubuh yang menurun (Potter & Perry, 2006).

Menurut Dalimartha, dkk(2008) terdapat dua faktor penyebab hipertensi, yaitu faktor yang dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol yaitu sebagai berikut:

a. Faktor yang tidak dapat dikontrol 1. Faktor genetik/keturunan

Sekitar 70-80% penderita hipertensi ditemukan memang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya. Riwayat hipertensi yang ditemukan pada kedua orang tuanya memiliki risiko besar akan dialami oleh anaknya. Hipertensi juga banyak terjadi pada anak kembar apabila salah satu mengalami hipertensi. Dugaan tersebut menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi.

2. Usia

(38)

23

3. Jenis kelamin

Orang yang memasuki usia dewasa dan setengah baya ternyata kaum laki-laki lebih banyak yang menderita hipertensi. Namun hal ini akan terjadi sebaliknya setelah berumur 55 tahun ketika sebagian wanita mengalami menopause, hipertensi lebih banyak dijumpai pada wanita (Corwin, 2007). b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Intake garam

(39)

24

mendorong cairan garam itu melalui penyaring - penyaring yang terdapat pada ginjal (Diehl, 2004).

2. Indeks masa tubuh (IMT)

Kelebihan berat badan meningkatkan risiko seseorang terserang penyakit hipertensi. Semakin besar masa tubuh maka semakin banyak pula darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat sehingga akan memberi tekanan lebih besar ke dinding arteri. Obesitas juga dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah (Martuti, 2009).

3. Merokok

(40)

25

4. Alkohol

Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor risiko hipertensi, meski belum diketahui secara pasti mekanisme terjadinya peningkatan tekanan darah terkadang alkohol bisa meningkatkan tekanan darah (Puddey & Beilin, 2006).

5. Aktivitas fisik

Beraktivitas dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran tenaga dan energi dengan beraktivitas seperti olahraga. Olahraga dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot tubuh sehingga terjadi pelepasan energi tubuh. Akibat dari pengeluaran energi yang banyak, tubuh akan mengkompensasi energi melalui pernafasan sehingga pernafasan semakin cepat, peningkatan

heart rate dan aliran darah (Fatmah & Ruhayati, 2011). 6. Stres

Stres dari tingkat ringan sampai berat dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, insomnia, dan sulit tidur. Jika tidak memilik koping stres yang bagus, efek dari stres yang terus-menerus menyebabkan peningkatan tekanan darah (Mumpuni & Wulandari, 2010).

7. Kafein

(41)

26

berdampak pada vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi perifer. Hal tersebut dapat memicu naiknya tekanan darah (Martiani, 2012).

2.2.6 Komplikasi Hipertensi

Menurut Corwin (2009) komplikasi dari hipertensi yang bisa terjadi antara lain sebagai berikut:

a. Stroke merupakan salah satu komplikasi dari hipertensi. Stroke disebabkan oleh tekanan hemoragik tinggi pada otak atau akibat dari embolus yang terlepas dari pembuluh otak. Selain itu stroke juga disebabkan oleh hipertrofi dan penebalan pembuluh darah pada otak sehingga aliran darah ke otak berkurang.

b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami aterosklerosis dan tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau terbentuknya trombus yang menghambat aliran darah.

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Glomerulus yang rusak mengakibatkan aliran darah ke unit fungsional ginjal (nefron) akan terganggu dan terjadi hipoksik. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, edema sering dijumpai pada penderita hipertensi kronis.

(42)

27

2.2.7 Penatalaksanaan Hipertensi

a. Terapi farmakologi

Menurut Rahardojo (2009) terapi hipertensi umumnya merupakan terapi obat seumur hidup sehingga harus hati-hati dalam menentukan diagnosa hipertensi. Hal ini melibatkan pengukuruan tekanan darah dan obat berikutnya yang dapat ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok tergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai berikut:

1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi. 2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan

darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang timbulnya komplikasi.

3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan cara menggunakan obat antihipertensi.

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan pengobatan seumur hidup.

(43)

28

dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua yaitu penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan vasodilator (Nafrialdi, 2009).

b. Terapi nonfarmakologi

Menurut Corwin (2009), pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup. Intervensi

nonfarmakologis yang dapat membantu individu untuk mengurangi tekanan darah sebagai berikut:

1. Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.

2. Olahraga ringan setiap hari dapat membantu meningkatkan kadar HDL yang dapat mengurangi terbentuknya aterosklerosis akibat hipertensi.

3. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dengan cara menghambat respons stres saraf parasimpatis.

4. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

(44)

29

2.3 Konsep Deep Breathing 2.3.1 Pengertian Deep Breathing

Deep breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Smeltzer, et al, 2008).

2.3.2 Teknik Deep Breathing

Menurut Priyanto (2010) deep breathing merupakan salah satu latihan pernafasan dengan menggunakan pernafasan diafragma dan kontraksi otot abdomen. Deep

breathing banyak dikembangkan dalam kajian keperawatan sebagai terapi

penunjang. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan otot-otot pernafasan yang berguna untuk meningkatkan compliance paru, meningkatkan fungsi ventilasi, dan memperbaiki oksigenasi. Teknik deep breathing diantaranya: a. Mengatur posisi klien dengan posisi duduk, semi fowler/fowler di tempat

tidur/kursi

b. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas

c. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik

(45)

30

e. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit

f. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit.

2.3.3Frekuensi Pemberian Deep Breathing

Pemberian teknik deep breathing dituliskan dalam penelitian Suwardianto pada tahun 2011 yang memberikan deep breathing kepada responden lansia selama 15 menit dalam satu kali intervensi. Setelah intervensi tersebut didapatkan penurunan tekanan sistolik sebanyak 9.00 mmHg dan diastolik 10.00 mmHg.

Pada penelitian yang ditulis oleh Santoso tahun 2012, pemberian latihan deep breathing adalah sebanyak 1 kali/hari. Hasil dari penelitian ini yaitu latihan deep

breathing dapat menurukan tekanan darah secara signifikan sebanyak 10 mmHg.

Penelitian yang dilakukan oleh Pinto pada tahun 2013 menyatakan pemberian deep breathing kepada wanita dewasa lanjut yang mengalami hipertensi dengan frekuensi 2-3 kali/hari dalam 14 hari intervensi. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada hari ke-4, ke-8 dan hari ke-14. Hasil yang didapat adalah terjadi penurunan tekanan darah yang signifikan pada hari ke empat intervensi dan mencapai hasil maksimal pada hari ke 14. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Silva pada tahun 2014 yang meneliti tentang efektivitas deep breathing

terhadap pasien penderta CAD (Crhonic Artery Disease). Frekuensi pemberian

(46)

31

Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemberian deep breathing pada pasien yang mengalami hipertensi bisa dilakukan sebanyak 1-3 kali/hari selama 2 minggu dengan memerlukan waktu satu kali intervensi yaitu 10-15 menit.

2.3.4 Pengaruh Deep Breathing Terhadap Tekanan Darah

Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008). Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat regulasi kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks baroreseptor (Gohde, 2010). Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioakselerator) sehingga menyebabkan vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi jantung. Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat kecepatan depolarisasi

(47)

32

Deep breathing mengubah energi dari tegangan menjadi relaksasi dengan cara menghambat sistem saraf simpatis dan meningkatkan kerja sistem saraf parasimpatis, yang dapat menghambat hormon stres serta menurunkan tekanan darah, penurunan denyut jantung dan nadi (Lynch, 2012).

2.4 Konsep Aromaterapi 2.4.1 Pengertian Aromaterapi

Aromaterapi berasal dari dua kata yaitu aroma dan terapi. Aroma memiliki pengertian harum atau wangi dan terapi memiliki pengertian penyembuhan atau pengobatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aromaterapi merupakan salah satu perawatan tubuh atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (Jaelani, 2009).

(48)

33

aromaterapi salah satunya yaitu dengan cara inhalasi. Dosis yang dianjurkan yaitu melarutkan 10-15 tetes minyak esensial murni kedalam 1 liter air untuk sekali pemakaian. Konsentrasinya dapat memakai pengenceran 1% sampai 2,5%. Campuran ini dapat digunakan dalam terapi pengobatan yang dibantu dengan menggunakan peralatan aromaterapi (Jaelani, 2009). Penggunaan dosis aromaterapi lainnya yang dapat dilakukan dengan melarutkan 3-5 tetes ke dalam 20 cc air (Wilkinson et al, 2007).

2.4.2 Jenis-Jenis Aromaterapi

[image:48.595.117.508.425.706.2]

Berbagai jenis minyak esensial yang berpotensi digunakan untuk ruangan yang dapat mempengaruhi emosi dan pikiran manusia adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Jenis Minyak Esensial dan Manfaatnya

Jenis Manfaat

Cendana/Sandal wood

Membantu mengurangi depresi, mengatasi sulit tidur, stress atau perasaan sedih dan sangat bermanfaat untuk meditasi.

Jasmine Mengatasi stress, gelisah, perasaan berdebar-debar, serta menciptakan suasana yang tenang dan rileks.

Greentea Merangsang semangat, menenangkan serta menyegarkan pikiran.

Lemon Menenangkan suasana, aromanya dapat menimbulkan rasa percaya diri, merasa lebih santai dan menenangkan saraf tanpa menghilangkan kesadaran.

Lavender Membantu terciptanya keseimbangan tubuh serta pikiran dan membantu menghilangkan insomnia.

Lotus Menyejukkan, memberi rasa nyaman, membantu penyembuhan, mengurangi depresi dan sangat disarankan untuk relaksasi.

Rose Mengurangi rasa marah, stress dan cemas.

Papermint Aroma yang begitu menyegarkan, membangkitkan suasana dan mengurangi ketegangan.

Frangipani Semangat kerja, gembira, percaya diri, mengatasi depresi dan relaksasi.

Cempaka Menambah semangat, suasana gembira, kehangatan dan relaksasi.

(49)

34

2.4.3 Aromaterapi Kenanga

Indonesia merupakan negara beriklim tropis kaya akan beraneka ragam flora, berbagai jenis tanaman yang memiliki banyak manfaat dapat tumbuh dengan mudah, salah satu diantaranya adalah tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Tanaman kenanga (Cananga odorata) merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Bunga kenanga merupakan bunga yang berasal dari beberapa negara di Asia Tenggara khususnya Filipina, Thailand dan Indonesia. Bunga kenanga yang berasal dari Indonesia khususnya Jawa adalah bunga kenanga spesies Cananga odorata forma macrophylla yang dapat menghasilkan minyak kenanga. Sementara itu bunga kenanga yang berasal dari Filipina dan Thailand adalah bunga kenanga spesies Cananga odorataforma genuine dan Cananga odorata forma fruticosa yang dapat menghasilkan minyak ylangylang. Bunga kenanga yang berwarna kuning kehijauan dan kuning dapat menghasilkan minyak dengan kualitas yang baik (Rachmawati et al. 2013). Kandungan dari aromaterapi kenanga yaitu terdiri atas Methyl benzoate 34.00%

4-methylanisole 19.82 Benzyl benzoate 18.97%, Iso-caryophyllene 9.28%,

(50)

35

2.4.4Cara Penggunaan Aromaterapi

a. Penyerapan melalui kulit

Minyak esensial merupakan senyawa yang diapakai dalam banyak pengobatan penunjang karena kerutannya dalam lipid yang ditemukan di dalam stratum korneum sehingga minyak essensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa ini terjadi saat senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan masuk ke dalam saluran limfe, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke dalam aliran darah dan menuju ke setiap sel tubuh untuk bereaksi (Djilani & Dicko, 2012). b. Melalui inhalasi

Proses inhalasi aromaterapi akan menyebabkan molekul-molekul yang ada pada minyak esensial yang terhirup akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit hidung. Pada langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus yang menjulur dari sel-sel reseptor ke dalam saluran hidung. Molekul minyak yang tertahan pada bulu-bulu ini suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan emosional lewat hipotalamus bekerja sebagai regulator yang menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut keperluan tubuh (Djilani & Dicko, 2012).

(51)

36

alat penguap/steamer, rendaman, botol penyemprot dan vaporizer/diffuser

(Siahaan, 2013).

Beberapa cara pemberian yang disebutkan diatas, pemberian aromaterapi secara inhalasi dengan cara Vaporizer atau diffuser merupakan cara paling disukai. Cara kerja Vaporizer yaitu dengan membebaskan molekul – molekul pada aromaterapi yang paling ringan selanjutnya dihirup oleh hidung mesuk ke pusat penciuman (Siahaan, 2013). Terdapat banyak jenis alat vaporizer, akan tetapi jenis vaporizer elektrik paling aman ditinjau dari sudut pasien. Penggunaan

vaporizer yang terlalu panas dapat menimbulkan bau hangus dan tidak nyaman untuk indra penciuman. Alat diffuser dikatakan lebih efisien dikarenakan dapat menyemprotkan semua molekul yang berbeda-beda pada waktu relatif bersamaan. Pemakaian diffuser tidak akan membakar residu aromaterapi seperti pada vaporizer. Sehingga inhalasi menggunakan diffuser sangat ideal untuk efek relaksasi (Rice, 2000).

(52)

37

c. Pijat

Aromaterapi apabila digunakan melalui pijat dilakukan dengan langsung mengoleskan minyak essensial yang telah dipilih di atas kulit. Minyak esensial baru bisa digunakan setelah dilarutkan dengan minyak dasar seperti minyak zaitun, minyak kedelai, dan minyak tertentu lainnya (Departement of Health, 2007).

2.4.5Pengaruh Pemberian Aromaterapi Kenanga terhadap Tekanan Darah

Aromaterapi kenanga merupakan salah satu teknik penyembuhan alternatif yang sebenarnya berasal dari sistem pengetahuan kuno. Aromaterapi kenanga merupakan metode pengobatan yang menggunakan minyak esensial dalam penyembuhan holistik untuk memperbaiki kesehatan dan kenyamanan emosional serta mengembalikan keseimbangan badan serta tidak memberikan efek samping yang bahaya terhadap tubuh. Minyak esensial kenanga mengandung zat flavonoid yang berperan sebagai sebagai anti depresan, anti-inflamasi, analgesik dan anti-oksidan. Menghirup aromaterapi kenanga akan meningkatkan gelombang alfa di dalam otak dan gelombang inilah yang membantu kita untuk rileks, hal tersebut dapat menurunkan aktivitas vasokonstriksi pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar sehingga menurunkan tekanan darah (Sharma, 2009).

2.5 Pengaruh deep breathing menggunakan aromaterapi kenanga terhadap tekanan darah

(53)

38

saat proses inhalasi dan ekshalasi deep breathing molekul-molekul yang terdapat pada aromaterapi akan menempel di dinding – dinding hidung dan merangsang reseptor yang ditransmisikan ke bulbus ofalktorius dan traktur olfaktorius. Proses ini akan memicu memori dan emosional lewat hipotalamus selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh. Adanya zat neurokimia yang bersifat eurofonik akan mengakibatkan tubuh menjadi rileks, vasokontriksi pembuluh darah, dan tekanan darah menjadi turun (Djilani & Dicko, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Vikian & Keramat pada tahun 2013 dengan judul

penelitian “ The Effect of the Breathing Technique With and Without Aromatherapy

(54)

39

relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik. Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing

juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak.

Gambar

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan umur
Tabel 3. Jenis Minyak Esensial dan Manfaatnya

Referensi

Dokumen terkait

Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Sebelum dan Sesudah Pemberian Ekstrak Bawang Putih Allium Sativum Linn di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Peureulak Berdasarkan bahwa hasil

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh senam yoga terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandanwangi Kota Malang..

Selain itu kalium jua mengatur ekuilibrium cairan tubuh beserta natrium, merusak pengeluaran renin, berperan pada vasodilatasi arteriol, dan mengurangi respon vasokontriksi endogen,