• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ASOSIASI MEREK TERHADAP RESPON PELANGGAN KOPI NESCAFE (Studi Pada Pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH ASOSIASI MEREK TERHADAP RESPON PELANGGAN KOPI NESCAFE (Studi Pada Pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono Surabaya."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

i

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Asosiasi Merek Terhadap Respon Pelanggan (Studi Pada Pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono Surabaya)”.

Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Atas bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak berperan guna terselesaikannya penelitian ini, penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, Msi, Selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(2)

ii

5. Ayah dan Bunda serta saudara-saudaraku tercinta, menyampaikan terima kasih atas do’a yang tulus, segala jerih payah serta pengorbanannya dalam mendidik penulis hingga saat ini, dan atas segala nasehat serta dukungan penuh, baik materiil maupun spiritual.

6. Semua pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih semuanya.

Semoga Allah Yang Maha Agung berkenan memberikan balasan, limpahan, berkah, rahmat, dan karunia-Nya, Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam isi maupun penulisannya. Oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca baik sebagai bahan kajian maupun sumber informasi, serta bermanfaat bagi semua pihak.

(3)

iii

KATA PENGANTAR………...……….... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR RUMUS... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABTRAKSI... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 9

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.4 Manfaat Penelitian... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... 11

2.2 Landasan teori... 14

2.2.1 Pemasaran……… 14

(4)

iv

2.2.3 Merek... 17

2.2.3.1 Ekuitas Merek ………... 20

2.2.3.2 Asosiasi Merek ... 22

2.2.4 PerilakuKonsumen... 26

2.2.4.1 Persepsi Pengguna (Pelanggan)...……... 27

2.2.4.2 Sikap Pengguna (Pelanggan)... 27

2.2.4.3 Respon Pengguna (Pelanggan)... 29

2.2.5 Pengaruh Asosiasi Merek Terhadap Respon Pengguna... 32

2.3 Kerangka Konseptual………. 33

2.4 Hipotesis……….. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional... 35

3.2 Pengukuran Variabel... 38

3.3 Tehnik Penentuan Sampel... 39

3.3.1 Populasi... 39

3.3.2 Sampel... 40

3.4 Teknik Pengumpulan Data………....……...……... 41

3.4.1 Jenis Data…………...………...……...…… 41

3.4.2 Metode Pengumpulan Data………...………...… 42

3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis……… 42

3.5.1. Teknik Analisis SEM………. 42

(5)

v

3.5.4. Pengujian Model dengan One – Step Approach... 47

3.5.5. Asumsi Model... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian………….……….. 53

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan... 52

4.1.2 Lokasi Perusahaan... 54

4.1.3 Struktur Organisasi PT. Nokia... 55

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian……….……… 57

4.2.1 Penyebaran Responden...……… 57

4.2.2 Keadaan Responden...……….. 58

4.2.2.1 Jenis Kelamin ………...….. 58

4.2.2.2 Usia Responden………...….. 59

4.2.2.3 Pekerjaan Responden... 59

4.2.3 Deskripsi Variabel Jaminan………..…... 60

4.2.4 Deskripsi Variabel Identifikasi Personal……… 62

4.2.5 Deskripsi Variabel Identifikasi Sosial……… 64

4.2.6 Deskripsi Variabel Status... 66

(6)

vi

4.3 Analisis Data... 70

4.3.1 Evaluasi Outlier………..…...………... 70

4.3.2. Evaluasi Realibilitas ……...……….……….. 72

4.3.3. Evaluasi Validitas………. 73

4.3.4. Evaluasi Construct Reliability dan Variance Extracted………... 74

4.3.5 Evaluasi Normalitas………...……….……….. 75

4.3.6. Analisis Model One – Step Approach to SEM………..…….. 76

4.3.7. Uji Kausalitas……… 80

4.3.8. Analisi Unidimensi First Order……… 81

4.3.9. Analisis Unidimensi Second Order………. 81

4.4. Pembahasan……….……...…… 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….………... 85

5.2 Saran……….………... 86 DAFTAR PUSTAKA

(7)

vii

Tabel : Hal :

1. Realisasi Data Keluhan Pengguna ponsel Nokia Nseries... 6

2. Realisasi Data Penjualan Ponsel Nokia Nseriers tahun 2008... 7

3. Hasil Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 59

4. Hasil Jumlah Responden Berdasarkan Usia... 60

5. Hasil Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan... 60

6. Hasil Jawaban Responden Untuk Variabel Jaminan... 60

7. Hasil Jawaban Responden Untuk Variabel Identifikasi Personal... 62.

8. Hasil Jawaban Responden Untuk Variabel Identifikasi Sosial... 64

9. Hasil Jawaban Responden Untuk Variabel Identifikasi Status... 66

10. Hasil Jawaban Responden Untuk Variabel Respon Pengguna...68

11. Outlier Data... 71

12. Reabilitas Data... 72

13. Validitas Data./... 73

14. Construct Reability dan Variance Extracted... 74

15. Normalisasi Data... 76

16. Model One-Step Approach-Base Model... 78

(8)

viii

18. Hasil Uji Kausalitas... 80

19. Unidimensi First Order... 81

20. Unidimensi Second Order... 81

(9)

ix

(10)

x

LAMPIRAN

Lampiran :

1. Tabulasi Jawaban Responden 2. Hasil Data Uji Outlier

(11)

Oleh :

Hendrik Eka Prasetya Asmoro

ABSTRAKSI

Setiap perusahaan diharapkan mampu untuk mengembangkan produknya agar lebih berkualitas, mempunyai harga yang bersaing, saluran distribusi yang baik dan kelebihan lainnya agar produk yang ditawarkan benar-benar produk yang memenuhi kebutuhan yang diinginkan konsumen. Dalam hal ini PT. Nestle Indonesia (NI) selaku produsen kopi bubuk merek Nescafe menghadapi masalah yaitu penurunan Top Brand Index. Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui pengaruh Asosiasi Merek terhadap Respon Pelanggan kopi nescafe di Surabaya Timur.

Penelitian dilakukan di wilayah Surabaya Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelanggan Kopi Nescafe di Giant Hypermarket Mayjend Sungkono dimana pelanggan tersebut adalah orang yang menggunakan (Pelanggan) Kopi Nescafe. Teknik analisis yang digunakan (SEM) dengan AMOS 4,0 program.

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh asosiasi merekk terhadap respon pelanggan maka dapat diambil kesimpulan bahwa variabel Asosiasi Merek berpengaruh positif terhadap Respon Pelanggan dapat diterima.

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan dunia usaha di Indonesia semakin pesat.

Seiring dengan era globalisasi dan pasar bebas, dunia usaha secara

otomnatis akan diahdapkan pada persaingan yang sangat ketat

(hypercompetitive),sehingga menuntut manajemen perusahaan untuk lebih

cermat dalam menentukan strategi bersaing, agar dapat memenangkan

persaingan maka perusahaan dituntut untuk dapat mendesain dan

mengimplementasaikan strategi pemasaran yang mampu menciptakan,

mempertahankan, dan meningkatkan kepuasan konsumennya, sehingga

pada akhirnya dapat tercipta ekuitas merek yang tinggi.

Kemajuan teknologi di era globalisasi memberikan peluang kepada

setiap pihak untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang sama baik

dan dengan harga yang sama kompetitifnya, sehingga produk yang beredar

di pasar umumnya relative mirip dan sulit untuk dibedakan. Agar dapat

memenuhi tuntutan pasar dan memenangkan persaingan para perusahaan

berupaya mendeferensiasikan produknya melalui pengembangan dan

perbaikan standar kualitas produk secara terus-menerus dan berusaha

menekan biaya produksi sedapat mungkin, sehingga harga jual produk bisa

(13)

Namun ditengah situasi persaingan yang ketat dan sifat pasar yang

telah berubah, tidak cukup mengandalkan diferensiasi kualitas dan harga

sebagai modal keunggulan kompetitif, apalagi kedua strategi tersebut

mudah ditiru oleh pesaing. Oleh karena itu dibutuhkan strategi lain yang

tidak bisa ditiru dan dapat mendukung keduanya.

Merek, memang merupakan komponen kecil dari kebijakan produk

dan seringkali hanya dianggap sebagai sekedar nama atau tanda untuk

mengidentifikasi suatu produk, yang mungkin dapat dijadikan atribut

kompetitif yang cukup tangguh apabila dikelola secara tepat dan

sungguh-sungguh. Merek mengandung nilai-nilai yang bersifat intangible,

emosional, keyakinan, harapan, serta sarat dengan persepsi pelanggan,

sehingga sulit untuk ditiru oleh pesaing. Oleh karena itu beberapa merek

terkenal di dunia memanfaatkan karakteristik manusia ke dalam

produknya agar memudahkan konsumen mengingat merek tersebut

sehingga diharapkan dapat meningkatkan preferensi mereka dalam

memilih suatu produk.

Agar produk dari suatu perusahaan dapat dikenal dengan baik oleh

konsumen dan dilihat berbeda dari produk yang disajikan oleh perusahaan,

perlu diberikan suatu ada pada satu kategori pasar. Dengan kenalnya

konsumen pada merek suatu produk, akan mempengaruhi kepercayaan

konsumen pada merek tersebut, yang selanjutnya akan mempengaruhi

(14)

3

Suatu merek dapat dikatakan sebagai merek yang berekuitas, jika

merek memiliki 5 dimensi, yaitu kesadaran merek (brand awareness),

kualitas yang dirasakan (perceived quality), asosiasi merek (brand

association), loyalitas merek (brand loyalty),dan aset merek lainnya (other

proprietary asset) (Aaker ,1991,dalam Durianto et al (2001:40).

Asosiasi merek merupakan salah satu elemen penting dari

pembentukan ekuitas merek, bahkan Keller menyatakan bahwa ekuitas

merek terjadi ketika konsumen mengenali merek tersebut dengan baik dan

mempunyai asosiasi merek yang kuat, layak, dan unik dalam benaknya

(Keller, 1993:2).

Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2001:69) mendefinisikan asosiasi

merek merupakan segala kesan muncul di benak seseorang yang terkait

dengan ingatannya mengenai suatu merek. Definisi lain, menurut Aaker

(1997:160) suatu asosiasi merek adalah segala hal yang “berkaitan”

dengan ingatan mengenai sebuah merek.

Fungsi merek terdiri dari jaminan, identifikasi personal,

identifikasi sosial, dan status (Rio, et al, 2001:414). Fungsi jaminan dapat

dipahami sebagai janji atau garansi terhadap kualitas. Fungsi identifikasi

personal berhubungan dengan identitas diri konsumen dengan beberapa

merek yang dibangun atas dasar daya tarik suatu merek. Fungsi

identifikasi sosial didasarkan pada kemampuan merek sebagai sarana

komunikasi dalam mewujudkan keinginan konsumen untuk berintegrasi

(15)

sosialnya. Terakhir, fungsi status diekspresikan melalui rasa bangga atau

kagum serta prestise (wibawa) konsumen selama menggunakan merek

(Rio, et al, 2001:412).

Assael (1995:22) mengatakan bahwa respon konsumen merupakan

hasil dari proses keputusan konsumen. Keller (1998:45) berpendapat

bahwa respon konsumen terhadap merek direfleksikan melalui persepsi,

preferensi, dan semua perilaku atau tindakan yang berhubungan dengan

aspek pemasaran sebuah merek.

Respon konsumen terhadap suatu merek telah diteliti oleh sejumlah

peneliti, hasilnya menunjukkan adanya pengaruh positif antara asosiasi

merek dengan pilihan konsumen, preferensi dan niat membeli, kesediaan

untuk membayar harga premium, merekomendasikan merek pada pihak

lain, dan menerima perluasan merek (Park dan Srinivasan, 1994;

Cobb-Walgren et al, 1995, Agarwal dan Rao, 1996; Hutton, 1997; Yoo et al,

2000, dalam Rio et al, 2001;413).

Pengaruh asosiasi merek pada respon konsumen merupakan

subyek penting, ketika menganalisa nilai merek bagi perusahaan maupun

konsumen. Rio et al, (2001:414) mengemukakan bahwa konsumen

cenderung lebih meyakinkan dirinya dengan cara merekomendasikan

merek pada orang lain, bahwa merek yang mereka asosiasikan mempunyai

jaminan kualitas yang tinggi. Persepsi tertinggi atas jaminan sebuah merek

akan lebih menguntungkan dalam mengevaluasi merek, sehingga

(16)

5

premium, merekomendasikan merek pada orang lain, dan menerima

perluasan merek.

Setiap perusahaan diharapkan mampu untuk mengembangkan

produknya agar lebih berkualitas, mempunyai harga yang bersaing, saluran

distribusi yang baik dan kelebihan lainnya agar produk yang ditawarkan

benar-benar produk yang memenuhi kebutuhan yang diinginkan konsumen.

Dalam hal ini PT. Nestle Indonesia (NI) selaku produsen kopi bubuk merek

Nescafe menghadapi masalah yaitu penurunan Top Brand Index. Nescafe

telah gagal menjadi top brand oleh pesaingnya yaitu kopi Kapal Api hal ini

terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.2. Top Brand Kopi Bubuk 2009

Sumber : majalah marketing edisi khusus 2009

Pada tahun 1999 hanya terdapat tiga merek kopi instant yang

beredar di pasaran yaitu Nescafe, Indocafe, dan Torabika. Pada

(17)

tidak lama kemudian kedua merek tersebut menghilang dari pasaran

(Palupi, 1999). Persaingan penjualan kopi Nescafe : Indocafe : Torabika

sangat ketat. Hal ini dapat dilihat pada nilai TBI diantara ketiga kopi

tersebut, tahun 2007 nescafe menjadi peringkat pertama dengan 8.45%,

dan direbut Indocafe pada tahun 2009 sebesar 9,9%. Tingginya penjualan

Nescafe saat itu adalah karena Nescafe merupakan Pioneer kopi instant.

A. Belen del Rio (2001), Hutton (1997), Yoo et al. (2000)

menyatakan bahwa “Brand Associations have a positive influence on

consumer choice, preferences and intention of purchase, their willingness

to pay a price premium for the brand, accept brand extentions, and

recommend the brand to others “, yang berarti bahwa merek positif

mempengaruhi pilihan atau kegemaran dan minat konsumen untuk

membeli, serta kemauan untuk membayar harga premium, menerima

perluasan merek dan merekomendasikan merek ke orang lain.

Dalam penelitian A. Belen del Rio (2001) tidak memasukkan

consumer choice, preferences, and intention of purchase sebagai dimensi

penelitiannya karena responden yang diteliti merupakan responden yang

sudah pernah membeli produk dan tidak membutuhkan tahap consumer

choice, preferences and intention of purchase dalam menentukan

pembeliaannya (bukan lagi di tahap memilih produk melainkan dibeli).

Dengan fenomena tersebut menyadarkan perusahaan kopi nescafe

perlu menciptakan strategi yang lebih baik, sehingga memberikan manfaat

(18)

7

tidak beralih ke merek lain dan pelanggan bersedia menerima perluasan

merek. Dengan demikian perusahaan perlu membangun asosiasi merek

berdasarkan fungsi merek yang baik bagi pelanggan, sehingga pelanggan

diharapkan mampu meningkatkan respon pelanggan yang lebih baik

terhadap produk kopi nescafe dalam bentuk merekomendasikan pada

orang lain, membayar dengan harga premium, dan menerima perluasan

merek.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti ingin mengetahui

Pengaruh Asosiasi Merek Terhadap Respon Pelanggan (Studi Pada Pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono Surabaya).

1.2 Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah diungkapkan pada latar belakang, respon

pelanggan dipengaruhi oleh asosiasi merek, maka dapat disusun suatu

perumusan masalah sebagai berikut:

Apakah Asosiasi Merek mempunyai pengaruh terhadap Respon Pelanggan

kopi nescafe di Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan diatas, maka tujuan

yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

Untuk membuktikan pengaruh Asosiasi Merek terhadap Respon

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan memperhatikan tujuan penelitian yang hendak dicapai,

maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut;

Sebagai masukan bagi perusahaan produsen kopi nescafe di Surabaya

sehingga dapat diketahui bahwa Asosiasi Merek dapat dipersepsikan

(20)

9

PENGARUH ASOSIASI MEREK TERHADAP

RESPON PELANGGAN KOPI NESCAFE

(Studi Pada Pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono Surabaya)

SKRIPSI

Oleh :

HENDRIK EKA PRASETYA ASMORO

0612010272 / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR

(21)

USULAN PENELITIAN

PENGARUH ASOSIASI MEREK TERHADAP

RESPON PELANGGAN KOPI NESCAFE

(Studi Pada Pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono Surabaya)

Yang diajukan

HENDRIK EKA PRASETYA ASMORO

0612010272 / EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Dra. Ec. Nuruni Ika K. MM Tanggal………

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen

(22)

11

SKRIPSI

PENGARUH ASOSIASI MEREK TERHADAP

RESPON PELANGGAN KOPI NESCAFE

(Studi Pada Pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono Surabaya)

Yang diajukan

HENDRIK EKA PRASETYA ASMORO

0612010272 / EM

disetujui untuk Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

Dra. Ec. Nuruni Ika K. MM Tanggal………

Mengetahui Wakil Dekan I

(23)
(24)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian ini berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Belen

del Rio, Rodolfo Vasques Iglesias, dengan judul “The Effect of Brand

Assosiation on Consumer Response”, 2001. Penelitian tersebut

menganalisis pengaruh asosiasi-asosiasi merek berdasarkan fungsi merek

yang terdiri dari jaminan, identifikasi personal, identifikasi social, dan

status terhadap respon pelanggan. Respon pelanggan ini meliputi

kesediaan konsumen untuk membayar dengan harga premium, kesediaan

pelanggan merekomendasikan merek pada orange lain, dan kesediaan

pelanggan untuk menerima perluasan merek. Penelitian ini mengambil

obyek beberapa sepatu olahraga yaitu Adidas, Fila, Kelme, J”hayber, Nike,

dan Reebok dengan tempat penelitian yaitu di beberapa kota di Spanyol

dan menggunakan metode path analysis. Hasil penelitian yaitu keempat

fungsi merek menunjukkan adanya pengaruh yang positif terhadap respon

pelanggan berupa perluasan merek, rekomendasi merek, harga premium.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas terdapat perbedaan dan

persamaan penelitian yang akan dilakukan, perbedaannya terdapat pada uji

hipótesis, waktu, obyek penelitian yang digunakan. Sedangkan

persamaannya adalah sama – sama membahas mengenai Respon

(25)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang

dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan

hidupnya, untukberkembang dan mendapatkan laba. Berhasil tidaknya

dalam pencapaian tujuan bisnis tegantung pada keahlian dan kemampuan

mereka dibidang pemasaran, produksi, keuangan, maupun bidang lain.

Marketing berasal dari kata market yang berarti pasar, dan pasar

disini bukan dalam arti kongkret, tetapi ditujukan pada pengertian pasar

secara abstrak. Banyak definisi yang diberikan para ahli, namun pada

umumnya berpendapat bahwa kegitan atau aktivitas pemasaran bukan

hanya sekedar menjual barang atau jasa, melainkan mempunyai arti yang

lebih luas.

Adapun pengertian pemasaran menurut Kotler (2002:9) pemasaran

adalah suatu proses sosial didalamnya individu dan kelompok

mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk

yang bernilai dengan pihak lain.

Menurut America Marketing Association (AMA) dalm bukunya

Buchari Alma (2004:3) menyatakan pemasaran adalah proses perencanaan

dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi dan pendistribusian

barang, jasa dan ide serta dapat memuaskan pelanggan dan tujuan

(26)

11

Warren. J. Keegan (1996:4) menyatakan pemasaran merupakan

proses mengkonsentrasikan berbagai sumber daya dan sasaran dari sebuah

organisasi pada kesempatan dan kebutuhan lingkungan.

Pemasaran terdiri dari kegiatan-kegiatan para individu dan

organisasi yang dilakukan untuk memudahkan atau mendukung pertukaran

yang memuaskan dalam sebuah lingkungan yang dinamis melalui

penciptaan distribusi, promosi, dan penetapan harga. Pemasaran dilakukan

untuk mengembangkan dan memperoleh laba dengan mencoba memahami

kebutuhan dan keinginan akan suatu produk dalam suatu proses transaksi.

Ilmu pemasaran sekarang ini telah dipraktekan secara luas oleh organisasi

bisnis maupun non bisnis. Hal ini dimungkinkan oleh adanya manfaat

besar diperoleh dalam mengelolah suatu organisasi.

2.2.2 Konsep Pemasaran

Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai

tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus

menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan,

menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar

sasaran yang terpilih (Kotler, 2004:9).

Menurut Kotler & Amstrong (1997:15) konsep pemasaran adalah

manajemen pemasaran yang berkeyakinan bahwa penacapaian sasaran

(27)

sasaran dan penyampaian kepuasan yang didambakan itu lebih efektif dan

efisien ketimbang pesaing.

Menurut Swastha (1996:17) konsep pemasaran adalah sebuah

falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen

merupakan syarat ekonomi dansosial bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Cravens, (1996:10) menyatakan pada dasarnya konsep pemasaran

adalah sederhana, jika orang-orang tidak ingin atau tidak butuh terhadap

produk yang perusahaan pasarkan, maka mereka tidak akan membelinya.

2.2.3 Merek

Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan, desain atau

kombinasi keseluruhannya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan

barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan sekaligus sebagai

diferensiasi produk (Kotler dan Amstrong 1999:244 dan Keller 2001

dalam Erna Ferrinadewi, 2008:137).

Menurut Tjiptono (1997:104) merek merupakan nama, istilah,

tanda, symbol/lambing, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut

produk lainnya yang diharapkan dapat memberi identitas dan diferensiasi

terhadap produk pesaing.

Menurut Aaker (1997:9) mendefinisikan merek adalah nama dan

(28)

13

kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang

penjual atau kelompok penjual.

Kotler (2002:460) menyatakan merek sebenarnya merupakan janji

penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan

jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan

mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekedar symbol. Merek dapat

memiliki enam level pengertian:

1. Atribut: merek memgingatkan pada atribut-atribut tertentu.

Blackberry member kesan sebagai ponsel yang mahal, dibuat dan

dirancang dengan baik, dan bergengsi tinggi.

2. Manfaat: suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Pelanggan

tidak membeli atribut, tetapi mereka membeli manfaat dari produk

tersebut. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat

fungsional dan emosional. Atribut “mahal” diterjemahkan menjadi

manfaat emosional, yaitu “ponsel ini membuat saya merasa lebih

penting dan berkelas”.

3. Nilai: merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi,

Blackberrry berarti kinerja tinngi, kemewahan, gengsi, style, dan

lain-lain.

4. Budaya: merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya mobil

Mercedes yang mewakili budaya Jerman, yaitu terorganisasi,

(29)

5. Kepribadian: merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.

Mercedes menunjukkan sebuah citra elegan, mewah dan

terhormat.\

6. Pemakai: merek menunjukkan jenis pelanggan yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Manfaat merek bagi perusahaan (Rangkuti, 2002:139) adalah

sebagai berikut:

a. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan

dan memperkecil timbulnya permasalahan.

b. Nama merek dan tanda dagang secara hukum melindungi penjualan dan

pemalsuan ciri-ciri produk, karena bila tidak setiap pesaing akan meniru

produk yang telah berhasil di pasaran.

c. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar ke dalam

segmen-segmen tertentu.

d. Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan

kesetiaan konsumen terhadap produknya.

e. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama merek yang baik.

Dengan membawa nama perusahaan, merek ini sekaligus mengiklankan

kualitas dan besarnya perusahaan.

Manfaat merek bagi para distributor adalah:

a. Memudahkan penanganan produk.

b. Mengidentifikasi pendistribusian produk.

(30)

15

d. Meningkatkan pilihan para pembeli.

Sedangkan manfaat merek bagi konsumen adalah:

a. Memudahkan untuk mengenali mutu suatu produk.

b. Dapat berjalan dengan mudah dan efisien terutama ketika membeli

kembali produk yang sama.

c. Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengkaitkan status dan

prestisenya.

Tujuan digunakannya merek menurut Tjiptono (1997:104) adalah:

1. Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau

membedakan produk suatu

perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan

pelanggan untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan

pembeli ulang.

2. Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.

3. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan

kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen.

4. Untuk mengendalikan pasar.

2.2.3.1 Ekuitas Merek

Definisi ekuitas merek, menurut Aaker (1991 dalam Fandy

Tjiptono 2005:39) adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang

terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau

mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada

(31)

Menurut Durianto et al (2001:6) menyatakan ekuitas merek

merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri di mata

pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam

menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan

produk dan merek tersebut.

Aaker, 1991,1995 dalam Fandy Tjiptono (2005:40) menjabarkan

aset merek dibagi kedalam lima kategori :

a. Brand Awareness (kesadaran merek)

Kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa

sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.

b. Perceived Quality (persepsi kualitas)

Merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas

produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan

pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap

kualitas produk.

c. Brand Associations (asosiasi merek)

Segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sebuah merek.

Brand Associations berkaitan erat dengan brand image, yang didefinisikan

sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna tertentu. Asosiasi

merek memiliki tingkat kekuatan tertentu dan akan semakin kuat seiring

dengan bertambahnya pengalaman konsumsi atau eksposur dengan merek

spesifik.

(32)

17

Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek

produk.

2.2.3.2 Asosiasi Merek

Asosiasi merek adalah salah satu bagian dari ekuitas merek,

dimana asosiasi merek mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap

kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat,

atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan lain-lain (Aaker, 1991,

dalam Durianto et al, 2001:4).

Menurut Keller (1993:2) asosiasi merek adalah salah satu elemen

pembentuk ekuitas yang penting, bahkan Keller menyatakan bahwa

ekuiatas merek terjadi ketika konsumen familiar terhadap merek dan

mempunyai asosiasi merek yang kuat, layak dan unik dalam benaknya.

Aaker (1997:160) mendefinisikan asosiasi merek adalah segala hal

yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek.

Sedangkan menurut Rangkuti (2002) asosiasi merek dapat

menciptakan suatu nikai bagi suatu perusahaan dan para pelanggan, karena

asosiasi merek dapat membantu penyusunan informasi untuk membedakan

merek yang satu dengan merek yang lain.

Asosiasi merek memiliki empat dimensi yaitu :

1. Jaminan

Fungsi jaminan sebagai kemampuan merek memberikan jaminan

(33)

kualitas dan kinerja serta memenuhi harapan pelanggan (Ambler,

1997, dalam Rio et al, 2001:411) yang terdiri dari :

a)Kepercayaan yang diinginkan

Kepercayaan yang dimaksud adalah sebagai kepercayaan

pelanggan terhadap produk, perusahaan asal produk, reputasi dan

kredibilitasnya, serta tindakan perusahaan yang sesuai dengan

keinginan pelanggan. (Lassar, Mittal dan Sharma, 1995:13).

b) Kualitas kinerja

Lassar, Mittal dan Sharma (1995:13) kualitas merupakan istilah

lebih tertuju pada totalitas dari suatu pekerjaan fisik sebuah produk.

Kualitas merupakan penilaian dari pelanggan mengenai merek

yang bebas cacat, tahan lama dan kesempurnaan fisik dari sebuah

produk.

c) Memenuhi harapan pelanggan

Merek harus mampu memberikan manfaat lebih dari manfaat

ekonomis dari sejumlah uang yang dibayar (Ambler, 1997:172).

2. Identifikasi Sosial

Menurut Long dan Schiffman, 2000, dalam Rio, et al, (2001:412)

fungsi identifikasi sosial didasarkan pada kemampuan merek yang

sebagai alat komunikasi yang mengikuti harapan kebutuhan

(34)

19

dari kelompko individu dan membuat lingkungan sosial yang dekat

dengan dirinya sendiri.

Lassar, Mittal dan Sharma, 1995 dalam Rio et al, 2001:417 fungsi

identifikasi sosial terdiri dari:

a) Reputasi sosial suatu merek

Reputasi sosial suatu merek adalah persepsi penghargaan

yang ditujukan dan di berikan oleh kelompok sosial di

sekitar trehadap suatu merek (Lassar, Mittal dan Sharma,

1995:13).

b) Penerimaan lingkungan terdekat

Penerimaan lingkungan terdekat yaitu penerimaan atas

seseorang oleh kelompok sosial disekitar pelanggan (teman,

kerabat, dan orang disekitar pelanggan), sesuai keinginan

seseorang untuk diterima oleh orang lain atau merasa

menjadi anggota suatu kelompok (Rio et al, 2001:412).

3. Identifikasi Personal

Fungsi identifikasi personal didasarkan dari kemampuan merek

untuk mengekspresikan konsep diri pelanggan dan kemampuan

merek membangun hubungan emosional yang kuat (Lassar et al,

(35)

a) Gaya Hidup

Engel, Blackwell dan Minard, (1995:446) gaya hidup

didefinisikan sebagai pola yang digunakan orang untuk

hidup dan menghabiskan waktu dan uang.

b) Kepribadian

Sumarwan (2004:47) merupakan perbedaan karakteristik

yang paling dalam pada diri manusia, perbedaan

karakteristik tersebut menggambarkan cirri unik dari

masing-masing individu.

4. Status

Solomon, (1999), dalam Rio et al, (2001:412) fungsi status merupakan

fungsi yang mampu mengekspresikan perasaan penghargaan dan

gengsi yang dialami pelanggan ketika menggunakan merek tersebut.

Bhat dan Reddy, (1998) dalam Rio et al, (2001:417) fungsi status

terdiri dari:

a) Gengsi

Kehormatan atau pengaruh yang diperoleh dari suatu

perbuatan.

b) Kelas Sosial

Pembagian di dalam masyarakat yang terdiri atas

individu-individu yang berbagai nilai-nilai, kepentingan, dan

(36)

21

2.2.4 Perilaku Konsumen

Tujuan perusahaan adalah memenuhi dan melayani kebutuhan dan

keinginan pelanggan sasaran. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, maka

perusahaan tentunya harus mengetahui factor-faktor apa yang

mempengaruhi pelanggan dalam membeli suatu produk. Perusahaan juga

perlu memahami perilaku pelanggan agar dapat menyusun strategi

pemasaran yang tepat bagi pasar sasarannya.

Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang

diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

mengevaluasi, dan mengahabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan

akan memuaskan kebutuhan mereka. Definisi lain, menurut Engel,

Blackwell dan Miniard, 1993, dalam Sumarwan (2004:25) perilaku

konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,

mengkonsumsi, dan menhabiskan produk dan jasa, termasuk proses

keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.

Schiffman dan Kanuk, 1994, dalam Sumarwan (2004:25) perilaku

konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumers do what

they do”. Bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai

bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan

(37)

2.2.4.1 Persepsi Pelanggan (Pelanggan)

Persepsi pelanggan merupakan suatu proses yang timbul akibat

adannya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah aktivitas meraskan atau

penyebab keadaan emosi yang mengembirakan. Dengan adanya itu semua

maka kan timbul persepsi. Setiadi (2003:160) persepsi adalah proses

bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasikan, dan

diinterpretasikan.

Sedangkan menurut Stanton dalam Setiadi (2003:160) persepsi

dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan

pengalaman masa lalu, stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima

melalui lima indera.

2.2.4.2 Sikap Pelanggan (Pelanggan)

Sikap merupakan salah satu konsep yang paling penting yang

digunakan pemasar untuk memahami pelanggan. Sikap sebagai salah satu

konsep yang cukup sederhana yaitu jumlah pengaruh yang dimiliki

pelanggan atas atau menentang suatu objek. Sikap konsumen trhadap suatu

merek berarti sikap terhadap merek yaitu mempelajari kecenderungan

pelanggan untuk mengevaluasi merek tertentu secara konsisten. Dengan

demikian, pelanggan mengevaluasi merek tertentu secara keseluruhan dari

yang paling jelek sampai yang paling baik (Setiadi, 2003:214).

Menurut Sumarwan (2004:136) sikap merupakan ungkapan

(38)

23

sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai

atribut dan manfaat dari objek tersebut.

Sutisna (2003:100) menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga

komponen yang terkait yaitu:

1. Kepercayaan terhadap merek

2. Evaluasi merek

3. Maksud untuk membeli

Kepercayaan merek adalah komponen kognitif dari sikap, evaluasi

merek adalah komponen afektif atau perasaan, maksud untuk membeli

adalah komponen konatif atau tindakan. Hubungan antara tiga komponen

itu mengilustrasikan hirarki pengaruh keterlibatan tinggi yaitu kepercayaan

merek mempengaruhi evaluasi merek dan evaluasi merek mempengaruhi

maksud untuk membeli.

Dalam pengukuran sikap, pemasar juga perlu memperhatikan sikap

merek pelanggan. Sikap merek (brand attitude) adalah aspek penting dari

ekuitas merek. Ekuitas merek menyangkut nilai suatu merek bagi pemasar

dan pelanggan. Dari sudut pandang pemasar, ekuitas merek menyiratkan

keuntungan, arus kas, dan pangsa pasar yang lebih beasr. Dari sudut

pandang pelanggan, ekuitas merek melibatkan suatu sikap merek positif

yang kuat (evaluasi yang baik terhadap suatu merek) didasarkan pada

kepercayaan dan arti baik yang dapat diakses dari dalam ingatan (Peter dan

(39)

2.2.4.3 Respon Pelanggan (Pelanggan)

Asri (1986:153) respon pelanggan adalah memberikan tanggapan

terhadap suatu faktor (pendorong, stimuli) berdasarkan “kedudukanya”.

Dengan kata lain respon yang diberikan seseorang akan sangat tergantung

pada posisi yang menjadi latar belakang mengapa ia member respon

tersebut.

Rio, Vasques dan Iglesias (2001:413) dalam hal ini memfokuskan

ada tiga aspek respon pelanggan yang secara umum memberikan

keuntungan kompetitif pada perusahaan yaitu kesediaan menerima

perluasan merek, merekomendasikan merek pada orang lain, kesediaan

membayar merek dengan harga premium.

1. Kesediaan menerima perluasan merek

Rangkuti (2002:113) perluasan merek dapat dilakukan apabila

perusahaan menggunakan merek yang sudah ada kepada produk

baru yang akan diluncurkan. Kotler (2002:472) menyatakan

perluasan merek adalah sebuah perusahaan mungkin memutuskan

untuk menggunakan merek yang sudah ada untuk meluncurkan

suatu produk dalam kategori baru.

Asosiasi merek yang diciptakan oleh perluasan bisa

menumbuhkan pencitraan tajam yang bisa menjadi ast penting.

Jika sebuah merek diperluas, asosiasi-asosiasi kelas produknya

melemah, namun merek tersebut mungkin juga mengembangkan

(40)

25

Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2001:103) menyatakan bahwa

suatu merek produk dengan kualitas yang dipersepsikan ileh

pelnggannya dengan kuat dapat dieksploitasi kearah perluasan

merek. Merek dengan persepsi yang kuat dapat digunakan untuk

memperkenalkan kategori produk baru, yang beraneka macam.

Produk kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan

dengan merek yang persepsi kualitasnya lemah.

2. Kesediaan merekomendasikan merek pada orang lain

Menurut Sutisna (2003:633) menyatakan pengetahuan konsumen

atas berbagai macam merek produk lebih banyak disebabkan

adanya komunikasi dari mulut ke mulut (Word of Mouth

Communication) karena informasi dari mulut ke mulut akan lebih

dipercaya, lebih bernilai dan lebih kuat serta dapat mengurangi

pencarian informasi dibandingkan dengan informasi yang

diperoleh dari iklan dan brosur.

Assael (1995:633) memberikan pengertian bahwa

rekomendasi adalah salah satu bentuk perpindahan kalimat dari

mulut ke mulut yang merupakan kesediaan pelanggan untuk

memberikan saran, opini, dan pendapat kepada pihak lain tentang

suatu hal.

Peter dan Olsen (1996:200) menambahkan komunikasi dari

mulut ke mulut (Word of Mouth Communication) dapat

(41)

pelanggan di luar dari mereka yang melakukan kontak langsung

dengan promosi.

2.2.5 Pengaruh Asosiasi Merek terhadap Respon Pelanggan (Pelanggan)

Hutton (1997 dalam Rio Vasques dan Iglesias, 2001:413)

menyatakan bahwa asosiasi merek akan memperkuat dan mampu

mendorong respon pelanggan.

Keller (1998:47) mengemukakan bahwa elemen penting dari

ekuitas merek adalah pengetahuan merek (brand knowledge) yang

merupakan simpul-simpul merek di dalam ingatan seseorang dan terdiri

dari bermacam-macam asosiasi-asosiasi yang terkait dan mampu

menentukan informasi yang dapat diingat kembali mengenai suatu merek

untuk mempengaruhi respon pelanggan.

Dari pernyataan-pernyataan diatas peran fungsi merek dengan

respon pelanggan yang telah diteliti oleh sejumlah pakar antara lain Park

dan Srinivasan (1994), Cobb-Walgren (1995), Agarwal dan Rao (1996),

Hutton (1997), Yoo et al (2000) menunjukkan adanya pengaruh positif

asosiasi merek terhadap suatu pilihan konsumen, niat pembelian,

kesediaan membayar merek dengan harga premium, kesediaan

merekomendasikan merek pada orang lain, dan kesediaan menerima

(42)

27

2.3 Kerangka Konseptual

(43)

2.4 Hipotesis

Diduga bahwa Asosiasi Merek kopi nescafe berpengaruh positif terhadap

Respon Pelanggan.

(44)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi operasional variable dan pengukuran variabel 3.1.1 Definisi operasional variabel

Variabel beserta definisi operasional yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Asosiasi Merek (X)

Asosiasi merek merupakan segala hal yang berkaitan dengan

ingatan pelanggan mengenai kopi nescafe. Asosiasi merek terdiri dari

beberapa dimensi, antara lain :

1. Jaminan (X1)

Meupakan kemampuan merek memberikan jaminan bahwa

merek tersebut dapat dipercaya, secara efektif menghasilkan

kualitas dan kinerja, serta memenuhi harapan yang dibangun

konsumen (Ambler, 1997; Lassar et al,1995 dalam Rio et

al,2001:412). Menurut Martin and Brown (1990 dalam Rio et al,

2001: 414) dan Lassar et al ( 1995 dalam Rio et al, 2001 : 441)

bahwa jaminan diindikatori oleh :

a. Kepercayaan yang diinginkan (X1.1)

Pendapat pelanggan terhadap rasa percaya akan mutu

(45)

b. Kualitas Kinerja (X1.2)

Mempunyai keunggulan yang lebih baik dari produk merek

lain.

c. Memenuhi harapan pelanggan (X1.3)

Memberikan kesesuaian manfaat yang diterima oleh

pelanggan saat membeli produk Kopi Nescafe.

2. Identifikasi Personal (X2)

Didasarkan dari kemampuan merek untuk mengekspresikan

konsep diri pelanggan dan kemampuan merek membangun

hubungan emosional yang kuat (Mittal and Lee 1989, Lassar et al,

1995 dalam Rio eyt al, 2001:417) Variable fungsi identifikasi

personal terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut:

a. Gaya Hidup (X.2.1)

Kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang yang

diekspresikan oleh produk yang dibelinya.

b. Kepribadian (X.2.2)

Keadaan manusia sebagai perseorangan, keseluruhan sifat

yang merupakan watak seseorang.

3. Identifikasi Sosial (X3)

Didasarkan pada kemampuan merek yang sebagai alat

komunikasi yang mengikuti harapan kebutuhan pelanggan untuk

(46)

31

individu dan membuat lingkungan sosial yang dekat dengan

dirinya sendiri (Long dan Schiffman, 2000 dalam Rio, et al,

2001:417). Variabel fungsi identifikasi sosial terdiri dari

indikator-indikator sebagai berikut:

a. Reputasi sosial suatu merek (X.3.1)

Nama penting bagi sebuah produk yang merupakan simbol

kualitas dari sebuah produk.

b. Penerimaan lingkungan terdekat (X.3.2)

Kopi Nescafe dapat diterima dengan baik oleh kelompok

sosial disekitar pelanggan.

4. Status (X4)

Merupakan fungsi yang mampu mengekspresikan perasaan

penghargaan dan gengsi yang dialami pelanggan ketika

menggunakan merek tersebut (Solomon, 1999 dalam Rio et al,

2001:412). Variabel fungsi status terdiri dari indikator-indikator

sebagai berikut:

a. Gengsi (X.4.1)

Kehormatan atau pengaruh yang diperoleh dari suatu

perbuatan pelanggan

b. Kelas sosial (X.4.2)

Status ekonomi dari suatu individu yang dapat

(47)

B. Respon Pelanggan (Y)

Respon pelanggan merupakan hasil dari suatu keputusan pelanggan berupa

tanggapan terhadap kopi nescafe. (Rio, Vasques, dan Iglesias, 2001:414)

variabel respon pelanggan terdiri dari indikator-indikator berikut:

a. Perluasan merek (Y1)

Kesediaan pelanggan untuk menerima produk baru dari kopi

nescafe.

b. Rekomendasi (Y2)

Kesediaan pelanggan melalui transmisi dari mulut ke mulut yang

bersedia memeberikan saran, opini, pendapat pada orang lain

dengan tujuan mempengaruhi orang lain tentang kopi nescafe.

3.1.2 Pengukuran Variabel

Variabel ini diukur dengan data yang berskala interval. sedangkan

teknik pengukurannya menggunakan semantik diferensial yaitu Skala ini

dikembangkan oleh Osgood dan biasanya digunakan untuk mengukur

obyek-obyek yang bersifat psikologikal, sosial maupun fisik. Skala ini

tersusun dalam satu garis kontinum dengan jawaban sangat positifnya

terletak di sebelah kanan, jawaban sangat negatif terletak di sebelah kiri atau

sebaliknya, yang mempunyai skala 7 poin dengan pola sebagai berikut :

1 7

(48)

33

• Jawaban dengan nilai 1 menunjukkan nilai terendah, berarti sangat tidak

membenarkan pernyataan yang diberikan

• Jawaban dengan nilai 7 menunjukkan nilai tertinggi, berarti sangat

membenarkan pernyataan yang diberikan.

3.2 Teknik Penentuan Sampel a. Populasi

Populasi adalah sekumpulan orang atau objek dan individu maupun

kelompok yang memiliki ciri / karakteristik yang sama. Yang menjadi

populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan Kopi Nescafe di Giant

Hypermarket Mayjend Sungkono.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang menjadi obyek

sesungguhnya dari suatu penelitian. Dalam penelitian ini teknik

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu sampel

yang dipilih berdasarkan atas ciri-ciri atau karakteristik yang sudah

ditetapkan untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pelanggan Kopi Nescafe di

Giant Hypermarket Mayjend Sungkono dimana pelanggan tersebut

adalah orang yang menggunakan (Pelanggan) Kopi Nescafe lebih dari

1 kali.

Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan

(49)

1. 100 – 200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation.

2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya

adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh

variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10.

Dengan rumus sebagai berikut :

n =

Karena dalam pengujian Analisis SEM dibutuhkan sampel minimal

100 - 200 responden, pada penelitian ini untuk menghindari data

(50)

35

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

Untuk menganalisa data yang baik, maka diperlukan data yang

valid agar dapat mendukung tingkat kebenarannya. Dalam penelitian ini

digunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan

cara menyebarkan kuesioner kepada pelanggan Kopi Nescafe di Giant

Hypermarket Mayjend Sungkono di Surabaya.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data merupakan asal mula data itu diperoleh yang nantinya

setelah data itu akan diolah menjadi output yang memuaskan. Jadi disini

sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah adalah jawaban

responden melalui kuisioner yang merupakan jawaban atas permasalahan

yang diteliti

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan beberapa cara berikut:

a. Wawancara

Yaitu pengumpulan data bahan-bahan keterangan dilakukan

dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan para

pelanggan Kopi Nescafe Giant Hypermarket Mayjend Sungkono

(51)

b.Kuesioner

Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan

kuesioner kepda pelanggan Kopi Nescafe di Giant Hypermarket

Mayjend Sungkono di Surabaya.

3.4 Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisis

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian

ini adalah Structural Equation Model (SEM). SEM adalah sekumpulan

teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian

hubungan yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan yang rumit itu

dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu

atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan

independen dapat berbentuk factor (konstruk) yang dibangun dari

beberapa variabel indikator. Metode ini bukan ditujukan untuk

menghasilkan teori melainkan “menginformasikan” teori. Analisis SEM

pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Asosiasi Merek terhadap Respon Pelanggan. Model pengukuran factor

perluasan merek, rekomendasi, dan harga premium menggunakan

Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran pengaruh masing-masing

variabel bebas Asosiasi Merek terhadap variabel terikatnya Respon

(52)

37

SEM model pengukuran dengan contoh factor kepercayaan dilakukan

sebagai berikut :

X.1.1= X1 Garansi = er_1

X1.2= X2 Garansi = er_2

X1.3= X3 Garansi = er_3

3.4.2 Asumsi Model (Structural Equation Modelling) a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas

1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data

atau dapat diuji dengan metode-metode statistic.

2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi

koefisien samprl dengan standard errornya dan Skweness

value yang biasanya disajikan dalam statistic deskriptif

dimana nilai statistic untuk menguji normalitas itu disebut

sebagai Z-value. Pada tingkat signifikan 1% jika nilai Z lebih

besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data

adalah tidak normal.

3. Normal Probability Plot (SPSS 10.1).

4. Linieritas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu

dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya

(53)

b. Evaluasi atas Outlier

1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara ± 3.0 non

outlier.

2. Multivariate Outlier diuij dengan criteria jarak Mahalonobis

pada tingkat ρ < 0.001. Jarak diuji dengan Chi-Square (X²)

pada df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila

Mahalonobis > dari nilai X² adalah multivariate outlier.Outlier

adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik

yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi

lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah

variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair, 1998).

c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity

Deteksi dengan mengamati determinant matriks covarians. Dengan

ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0

(kecil), maka terjadi multikolinieriti dari singularitas (Tabachnick dan

Fidell, 1998).

d. Uji Validitas dan Reliabilitas

Dimensi yang diukur melalui indicator-indikator dalam daftar

pertanyaan perlu dilihat reliabilitasnya dan validitas, dalam hal ini

(54)

39

1. Uji Validitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah

indicator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas

apa yang seharusnya diukur. Karena indicator multidimensi, maka

uji validitas dari setiap latent variable/ construct akan diuji dengan

melihat loading factor dari hubungan antara setiap observed

variable dan latent variabel.

2. Uji Realibilitas

Adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari

indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai

dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah

konstruk yang umum. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct

reliability dan variance extracted. Construct reliability dan

Variance extracted dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Construct reliability = [ ∑ Standardize Loading]²

[ ∑ Standardize Loading]² + ∑ εj ]

Variance Extracted = ∑ Standardize Loading²

∑ Standardize Loading² + εj

Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 – [Stabdardize

Loading]. Secara umum, nilai construct reliability yang dapat

(55)

al,1998). Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS

4,01, dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize

regression weights terhadap setiap butir sebagai indikatornya.

3.4.3 Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi

terstandar, dengan pengujian signifikan pembanding nilai CR (Critical

Ratio) atau ρ (probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t

hitung lebih besar dari pada t tabel berarti signifikan.

3.4.4 Pengujian model dengan One-Step Approach

One-Step Approach to Structural Equation Modeling (SEM)

digunakan untuk menguji model yang diajukan pada gambar 3.2. One-Step

Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang kecil jika

dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan (Hartline

& Ferrell, 1996) dan keakuratan realibilitas indicator-indikator terbaik

dapat dicapai dalam One-Step Approach ini. One-Step Approach bertujuan

untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan model

structural pada Two-Step Approach (Hair et al, 1998). Sampel data dalam

penelitian ini berjumlah 120, dan jumlah butir instrumentasi penelitian

berjumlah 12 butir pertanyaan.

Yang dilakukan dalam One-Step Approach to SEM adalah estimasi

terhadap measurement model dan estimasi terhadap structural model

(Anderson dan Gerbing, 1998). Cara yang dilakukan dalam menganalisis

(56)

41

1. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstruk menjadi indikator

summed-scale bagi setiap kontrak. Jika terdapat skala berbeda setiap

indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan mean = 0, deviasi

standar = 1, yang bertujuan adalah untuk mengeliminasi

pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut (Hair et at, 1998).

2. Menetapkan error [ε] dan lamda [λ] terms, error terms dapat dihitung

dengan rumus 0,1 kali σ² dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ

(Anderson dan Gerbing, 1998). Perhitungan construct reliability [α]

telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan dviasi standar [σ] dapat

dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error

[ε] dan lamda [λ] terms diketahui skor-skor tersebut dimasukkan

sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.

3.4.5 Evaluasi Model

Hair et al, 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatiry”

menunjukan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas

hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis

menggambarkan “good fit” dengan kata, maka model dianggap sebagai

yang diperkuat. Sebaliknya suatu model toeritis tidak diperkuat jika teori

tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji

apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi “good fit” model yang diuji

(57)

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai

criteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, probability, RMSEA, GFI,

TLI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data

maka model dikembangkan dengan pendekatan Two-Step Approach to

SEM.

Tabel 3. Goodness of Fit Indices

Godness of Fit Index Keterangan Cut-Off Value

X²- Chi-square Menguji apakah covariance

populasi yang di estimas sama dengan covariance sample (apakah model sesuai dengan data)

Diharapkan kecil 1 s.d 5 atau paling baik diantara 1dan 2

Probality Uji signifikan terhadap

perbedaan matriks covariance dta dan matriks covariance yang diestimasi

Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥ 0,05

RMSEA Mengkompensasi kelemahan

Chi-Square pada sampel besar

≤ 0,08

GFI Menghitung proporsi

tertimbang varians dalam matriks sampel yang dijelaskan oleh matriks covarians populasi yang diestimasi (analog) dengan R² dalam regresi berganda

≥ 0,90

AGFI GFI yang disesuaikan

terhadap DF

≥ 0.90

CMIN / DF Kesesuaian antara data dan

model

≤ 2,00

TLI Pembandingan antara model

yang diuji terhadap baseline model

≥ 0,95

CFI Uji kelayakan model yang

tidak ensitive terhadap besarnya sampel dan kerumitan model

≥ 0,94

Sumber: Hair et al (1998)

Keterangan:

1. X² CHI SQUARE STATISTIK

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood

(58)

43

yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari

200). Statistik chi-square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model

yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya

rendah. Semakin kecil X² semakin baik model itu. Karena tujuan analisis

adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan

data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai

X² yang kecil dan signifikan.

X² bersifat sangat sensitive terhadap besarnya sampel yaitu terhadap

sampel yang teralalu kecil maupun yang terlalu besar. Pelangganan

chi-square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100-200, bila ukuran luar

tentang itu, uji signifikan akan menjadi kurang reliable oleh karena itu

pengujian ini perlu dilengkapi dengan uji yang lain.

2. RMSEA-THE ROOT MEAN SQUARE ERROR OF APPROXIMATION

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi

chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan

goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila mode diestimasi alam populasi.

Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks

untuk dapat diterimanya degress of freedom.

3. GFI = GOODNESS of FIT INDEKS

GFI adalah analog dari R dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini

akan menghitung proporsi terimbang dari varians dalam matriks

(59)

terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran non-statistika yang mempunyai

rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang

tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.

4. AGFI = ADJUST GOODNESS of FIT INDEX

AGFI = GFI/df tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila

AGFI mempunyai nilai yang sama dengan atau lebih besar dari 0,09. GFI

maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang

dari varians dalam sebuah matriks covariance sampel. Nilai sebesar 0,95

dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik (good overall model

fit) sedangkan besarnya nilai antara 0,09-0,95 menunjukkan tingkatan

cukup (adequate fit).

5. CMIN / DF

Sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model.

Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi-square, X² dibagi

Df-nya sehingga disebut X² relative. Nilai X² relative ≤ 2,0 atau bahkan ≤

3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X²

relative yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara

matriks covariance yang diobservasikan dan diestimasi.

6. TLI = TUCKER LEWIS INDEX

TLI adalah sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai

yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model

adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan

(60)

45

7. CFI = COMPERATIF FIT INDEX

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin

mendekati 1, mengidentifikasikan tingkat fit yang paling tinggi (A Very

Good Fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95. Keunggulan

dari indeks ini besarnya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu

sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Aaker. A, David. 1997, Managing Brand Equity. New York : The Free Press a Division of Macmillan, inc.

Assael, H. (1992), Consumer Behavior and Marketing Action, 4th ed., Boston: PWS-KENT Publishing Company.

Belen del Rio, Rodolfo Vasques Iglesias, 2001, “The Effect of Brand Assosiation on Consumer Response” Journal Of Consumer Marketing, Vol. 18 No. 5

Ferdinand, Augusty [2002], Structural Equation Modeling Dalam Penelitian

Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.

Hair, J.F. et. al. [1998], Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell [1996], “The Management of Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of

Marketing. 60 (4) : 52-70.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen PemasaranIEdisi Kesebelas. Jakarta

__________ and Armstrong, G. 2006. Principles of marketing (11th edn), New

Jersey: Prentice Hall.

Parasuraman, A. Valerie A. Zeithmal and L.L. Berry. 1995. A Conceptual Model

of Service Quality and It’s Implications for Future Research. Journal of

Marketing Service. Vol. 49

Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance ? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM], Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN

"Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20

Prabu Mangkunegara, Anwar. 2002. Perilaku Konsumen Edisi Revisi. Bandung : PT. Refika Aditama.

Setiadi, J. 2003, Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan

Penelitian Pemasaran. Prenada Media, Jakarta.

(62)

47

Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen-Teori dan Penerapannya dalam

Pemasaran. Bogor : PT. Ghalia Indonesia

Swasta, Basu, Basu dan T. Hani Handoko. 1993. Manajemen Pemasaran. Analisis

Perilaku Konsumen, Edisi Pertama, Liberty, Yogyakarta.

______. 2002. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty, Yogyakarta.

Sutisna, 2001, Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Tabachnick B.G. and Fidel, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York.

(63)

47 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1 Sejarah Perusahaan

PT. Nestle Indonesia merupakan salah satu perusahaan investasi

asing. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Swiss, Eropa, pertama kali

didirikan oleh Henri Nestle, seorang ahli kimia Jerman yang berdomisili di

Vevey, Swiss. Awalnya Henri Nestle merasa prihatin dengan tingginya

angka mortalitas bayi di akhir abad 19. Dengan keprihatinannya itu, Henri

Nestle berhasil menciptakan makanan pendamping bagi bayi yang tidak

mendapat cukup ASI (Air Susu Ibu). Produk tersebut yang selanjutnya

diberi nama Farine Lactee, telah berhasil menyelamatkan banyak anak

pada saat itu dan Nestle pun mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Henry Nestle kemudian memanfaatkan nama keluarganya menjadi

logo perusahaannya. Dalam dialek Jerman Swiss ”Nestle” berarti sarang

burung kecil (litlle nest). Logo itu menjadi lambang rasa aman, kasih

sayang, kekeluargaan dan tradisi. Perusahaan Nestle terus

mengembangkan produk-produknya dan kemudian menjadi pelopor pada

beberapa produk seperti susu kental di Eropa pada tahun 1905, susu

cokelat pada 1929, kopi instan pada tahun 1938, dan lain-lain.

Produk-produk Nestle telah beredar di Indonesia sejak akhir abad

(64)

48

sebutan ”Tjap Nona” (sekarang ”Nestle Milkmaid”). Kantor pusat Nestle

di Swiss, Nestle S.A, bersama sejumlah mitra lokal mendirikan anak

perusahaan di Indonesia pada bulan maret 1971. Saat ini PT. Nestle

Indonesia mengoperasikan tiga pabrik yang berlokasi di daerah Tangerang

(Banten), Panjang (Lampung), dan Kejayan (Jawa Timur). Beberapa

merek produk Nestle yang dipasarkan di Indonesia antara lain : susu

bubuk Nestle Dancow, kopi instant Nescafe, Nestle Milo, Nestle bubur

bayi, Kit Kat, Polo, dan lain-lain.

Nestle Indonesia berkomitmen untuk tetap mengembangkan

produk-produk melalui inovasi dan renovasi demi memuaskan kebutuhan

konsumennya di seluruh Indonesia. Berbagai produk-produk baru sebagai

bentuk inovasi produk telah banyak di konsumsi masyarakat Indonesia.

Selain itu produk-produk dari Nestle telah menyebar hingga ke daerah

pelosok-pelosok Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan

produk-produk Nestle, seperti susu Dancow, dan kopi Nescafe yang banyak

menjual di berbagai berbagai pedagang pengecer dan warung-warung di

pinggir jalan.

Kondisi pasar untuk produk-produk Nescafe sangat bersaing. Hal

ini dapat dilihat dari adanya merek-merek lain yang memiliki kesamaan

produk dengan Nestle, seperti produk susu, kopi instant dan makanan bayi

instant. Dalam menyikapi hal tersebut, maka manajemen Nestle memiliki

(65)

bagian produk telah berhasil menciptakan berbagai varian produk baru

seperti Nescafe yang meliputi Necafe Classic, Nescafe Ice dan sebagainya.

4.1.2. Produk Nescafe

Nescafe merupakan salah satu produk kopi instan buatan Nestle.

Produk ini dikemas dengan berbagai ukuran, mulai kemasan botol hingga

sachet. Nescafe meliputi 4 macam produk, yaitu Nescafe Classic,

Nescafe Gold Blend, Nescafe Ice dan Nescafe 3 in 1.

a. Nescafe Classic

Nescafe Classic merupakan produk kopi instant pertama Nestle.

Nescafe Classic ini telah banyak dikenal masyarakat, khususnya

dari masyarakat kelompok ekonomi menengah ke atas. Hal ini

disebabkan karena karakteristik Nescafe Classic sebagai produk

kopi instan, yang merupakan produk kopi yang ditujukan untuk

konsumen kalangan menengah ke atas.

b. Nescafe Gold Blend

Nescafe Gold Blend memiliki cita rasa kopi tinggi dengan rasa

dan aroma yang kuat. Nescafe Gold Blend merupakan perpaduan

antara biji kopi Arabica dan Robusta pilihan dari seluruh dunia,

cocok untuk penggemar kopi berkualitas tinggi.

c. Nescafe Ice

Nescafe Ice merupakan salah satu hasil temuan inovasi dari para

Gambar

Tabel 1.2. Top Brand Kopi Bubuk 2009
Tabel 3. Goodness of Fit Indices
Tabel 4. Jumlah Responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 6. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Jaminan (X1)
+7

Referensi

Dokumen terkait