• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah banyak terjadi perubahan dalam tatanan pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan yang sebelumnya begitu sentralistik, secara perlahan mulai menuju ke arah yang lebih desentralistik. Satu persatu kewenangan pemerintah pusat ditanggalkan dan harus direlakan menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Satu hal yang paling berubah secara signifikan dengan berlakunya Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 ini adalah mengenai pemilihan kepala daerah. Agenda reformasi digulirkan dengan tujuan mewujudkan iklim yang lebih demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Selama ini yang terjadi adalah kedaulatan seakan-akan berada di tangan partai politik. Satu-satunya hak politik yang dimiliki oleh rakyat adalah pada saat memilih orang yang akan mewakili mereka di Dewan Perwakilan Rakyat, baik pusat maupun daerah, melalui Pemilihan Umum.

Bahkan yang dipilih rakyat itu hanya gambar, bukan langsung orang yang mereka percayai.

Pemilihan secara langsung bukanlah hal yang baru bagi rakyat Indonesia, karena sebelumnya telah dilaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara

(2)

langsung juga. Namun pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan hal yang berbeda, mengingat besarnya kewenangan daerah sejak bergulirnya otonomi daerah.

Kepala daerahlah yang paling berperan dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu daerah. Dengan kata lain masyarakat lebih banyak berharap kepada kepala daerah dalam memperbaiki kondisi yang telah ada.

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) langsung diharapkan akan menghasilkan figure kepemimpinan yang aspiratif, berkualitas dan legitimate.

Pemilukada langsung akan mendekatkan pemerintah dengan yang diperintah dan akuntabilitas kepala daerah benar-benar tertuju kepada rakyat. Disamping itu pemilukada langsung merupakan tuntutan dan desakan rakyat yang menghendaki bahwa kepala daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD tetapi rakyat dapat menggunakan hak politiknya secara langsung seperti pada pemilihan presiden. Dengan demikian suara rakyat tidak lagi digadaikan kepada politisi di DPRD dan anggota Dewan tidak dapat sepenuhnya memainkan dan memonopoli suara rakyat di daerah. Sehubungan dengan hal ini maka wacana mengenai pemilukada langsung terus bergulir.

Agar pemilihan kepala daerah dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan kepala daerah yang berkualitas sesuai dengan harapan masyarakat, dibutuhkan sistem, prosedur dan perangkat yang tepat. Keberhasilan pelaksanaan pemilihan kepala daerah tidak terlepas dari peranan aparat pelaksananya, yaitu KPUD beserta jajarannya, mulai dari Sekretariat, Panwas, PPK sampai pada PPS. Aparat yang profesional, kompeten dan netral akan dapat mewujudkan pemilihan kepala daerah secara jujur dan adil.

(3)

Keberadaan aparatur birokrasi pemerintah (PNS) adalah satu bagian dari masyarakat yang mempunyai hak yang sama untuk memilih dalam pemilukada dan dipilih sebagai calon kepala daerah. Artinya tidak ada larangan bagi aparat birokrasi untuk ikut dalam kompetisi politik digelanggang pemilukada. Namun keikutsertaan aparatur birokrasi dalam upaya memenangkan salah satu calon yang ikut berlaga dalam Pemilukada tentu saja dilarang. Keterkaitan antara Pemilu dan Birokrasi (usable bureaucracy) diantaranya secara jelas tampak dari adanya larangan bagi aparatur birokrasi untuk menjadi anggota dan pengurus Partai Politik serta keharusan mengundurkan diri dari PNS. Larangan ini mengimplikasikan netralitas birokrasi dalam Pemilu, sehingga birokrasi tidak terpolitisasi dan terpolarisasi oleh kepentingan politik tertentu. Dengan demikian birokrasi dapat berkembang menjadi lembaga profesional dan secara efektif dapat digunakan oleh pemerintah demokratis yang baru untuk mengatur dan melayani masyarakat.

Namun menjelang pelaksanaan Pemilukada netralitas aparat birokrasi (PNS) justru banyak dipertanyakan. Hal itu bisa dimaklumi mengingat sejarah birokrasi Indonesia yang selama lebih dari 32 tahun dijadikan tunggangan politik oleh golongan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Pada satu sisi, Pegawai Negeri Sipil adalah aparat pemerintah yang dituntut untuk bersikap netral dalam pelaksanaan tugasnya, sedangkan di sisi lain mereka juga anggota masyarakat yang memiliki kepentingan-kepentingan politis maupun ekonomis tersendiri menyangkut siapa yang akan terpilih. Seringkali terjadi kepentingan-kepentingan tersebut lebih

(4)

dominan sehingga apa yang diharapkan sebagai pemilihan yang jujur dan adil bisa terancam.

Cerita tentang keterlibatan birokrasi dalam kegiatan Pemilukada sesungguhnya terjadi hampir di semua daerah yang melaksanakan Pemilukada. Setelah rangkaian pilkada 2005, sejumlah studi mengidentifikasi fakta-fakta keterlibatan politik birokrasi dalam pilkada dan pemilu legislatif. Salah satunya studi Indonesia Corruption Watch (ICW). Bersama jaringan kerja di empat daerah (Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Jogjakarta), ICW menemukan 54 indikasi pelanggaran ketentuan tentang fasilitas jabatan selama Pemilu 2009. Pelibatan politik birokrasi terjadi dalam bentuk mobilisasi Pengawai Negeri Sipil (PNS) (Lihat http://kangnawar.com/politik-pemilu/netralitas-birokrasi diakses pada 16 Agustus 2010). Modus tersebut paling sering ditemukan. Modus lain berupa penggunaan kendaraan dinas, pelibatan pejabat daerah, penggunaan rumah ibadah, penggunaan rumah dinas, dan penggunaan program populer pemerintah (raskin). Lebih dramatis lagi merujuk pada temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hingga awal Mei, lembaga pengawas tersebut menemukan 1.599 pelanggaran pilkada 2010. Semua dihimpun berdasar temuan pada 16 pilkada yang telah dilangsungkan. Di antara sekian banyak kasus tersebut, ditemukan keterlibatan birokrasi. Yakni, berupa penyalahgunaan fasilitas negara dan mobilisasi PNS.

(5)

Cerita tentang keterlibatan birokrasi di atas juga terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan laporan Rekapitulasi dari Panwaslu setidaknya terdapat dua temuan pelanggaran yang melibatkan aparat birokrasi (PNS) dalam pemilukada di Kabupaten Serdang Bedagai 2010. (Laporan Rekapitulasi Penanganan Pelanggaran dan Registrasi Temuan Pelanggaran Panwaslukada Kab. Serdang Bedagai 2010). Hal ini menunjukkan bahwa ada keterlibatan aparatur birokrasi dalam proses pemilukada di Kabupaten Serdang Bedagai. Pelanggaran pertama ditemukan pelanggaran yang melibatkan aparatur birokrasi dalam hal kampanye dengan Tanggal laporan hari Senin tanggal 26 April 2010 dengan nomor Registrasi Laporan No.

06/TP/Panwaslukada SB/IV/2010 yakni pada saat Kampanye Pendeklarasian FKMM, di alun-alun Perbaungan, ada oknum PNS dari Pemkab Serdang Bedagai yang turut serta dalam acara itu dan mendukung salah satu pasangan calon nomor urut 3 yakni pasangan T. Erry Nuradi- Soekirman. Sedangkan pelanggaran kedua dugaan mengenai money politics dengan tanggal laporan 17 Mei 2010 Nomor 11/Lap/Panwaslukada-SB/V/2010 pada tanggal 12 Mei 2010 dilaporkan telah tertangkap basahnya dua Oknum Kepala Dinas Kabupaten Serdang Bedagai, yakni Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala dinas Kehutanan serta Oknum Camat Pantai Cermin keliling desa pada pukul 02.30. sebelum pencoblosan di rumah Kepala Desa, Desa Kampung Besar.

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan Kabupaten asli hasil pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang berdasarkan UU No.36 Tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang

(6)

Bedagai di Provinsi Sumatera Utara diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 7 Januari 2004.

Sebagai Kabupaten yang baru dimekarkan, Kabupaten Serdang Bedagai dinilai merupakan salah satu daerah pemekaran baru yang cukup berhasil di Indonesia. Sebagai daerah pemekaran yang baru diresmikan pada tahun 2004 silam, Kabupaten Serdang Bedagai tercatat memiliki kinerja sangat tinggi untuk memajukan daerahnya sehingga berhasil masuk dalam deretan 10 besar kabupaten pemekaran terbaik di Indonesia (Lihat Harian Seputar Indonesia, 9 Austus 2010).

Berkenaan dengan pelaksanaan pemilukada, sejak dimekarkan pada tahun 2004 silam Kabupaten Serdang Bedagai telah melaksanakan Pemilu legislatif dan Pemilukada sebanyak dua kali. Pada masing-masing pemilukada yang dilaksanakan pada tahun 2005 dan 2010 H.T. Erry Nuradi, M.Si dan Ir. H. Soekirman dapat memenangkan dan mempertahankan kekuasaannya sebagai Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai.

Pada pemilukada yang diselenggarakan di 24 daerah di Sumatera Utara pada tahun 2010, hanya ada dua daerah yang dimenangkan kembali oleh calon incumbent, yang salah satunya adalah Kabupaten Serdang Bedagai. Pada pemilukada di Kabupaten Serdang Bedagai tersebut partisipasi pemilih masyarakat dalam Pemilukada 2010 di Kabupaten Serdang Bedagai juga meningkat signifikan daripada pemilu legislatif 2010. Apabila kita perhatikan hasil pemilu legislatif 2010 di

(7)

Kabupaten Serdang Bedagai maka partisipasi politik masyarakatnya adalah 56 persen, sedangkan pada pemilukada 2010 Serdang Bedagai adalah 68 persen maka terjadi kenaikan sekitar 12 persen antara pemilu legislatif dengan pemilukada di Kabupaten Serdang Bedagai. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat lebih antusias terhadap pelaksanaan pemilukada Serdang Bedagai daripada pemilu legislatif. (Lihat Harian Sumut Pos 18 Mei 2010).

Dalam perspektif demokrasi dan politik kekinian, kemampuan memilih memungkinkan setiap warga untuk terlibat dalam proses politik. Sehingga perilaku memilih merupakan perilaku yang unik dan sangat penting untuk diamati (Evans, 2004:1).

1.2. Perumusan Masalah

Serdang Bedagai adalah salah satu kabupaten yang pada tanggal 12 Mei 2010 untuk kedua kali menyelenggarakan pemilukada untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati secara langsung. Berdasarkan nomor urut pencalonan, urutan pertama adalah Pasangan calon perseorangan Dr. H. Idham, SH, MKn dan Benhard Sihotang, urutan kedua Drs. H. Chairullah, S.IP, M.AP dan H. Helfizar Purba, S.Sos, urutan ketiga Ir.

H.T.Erry Nuradi, M.Si dan Ir. H. Soekirman, dan urutan keempat adalah pasangan calon perseorangan Ir. H. Aliman Saragih, M.Si dan Syamsul Bahri, S.Ag.

Pasangan-pasangan calon kepala daerah yang dicalonkan itu diharapkan mampu membawa dan mewujudkan visi dan misi kabupaten Serdang Bedagai dan mampu mensinergikan potensi yang dimiliki sehingga dapat dibentuk suatu pasangan

(8)

yang solid yang bisa seiring sejalan dan merupakan figur yang marketable di Serdang Bedagai. Artinya karena masyarakat memilih langsung maka figur yang dipilih adalah sosok yang bisa menjual dirinya sendiri kepada masyarakat Serdang Bedagai sehingga calon dengan segala karakteristiknya akan menjadi unsur yang sangat penting. Diantara keempat pasangan calon kepala daerah, pasangan calon Ir.

H.T.Erry Nuradi, M.Si dan Ir. H. Soekirman merupakan incumbent atau mantan Bupati dan Wakil Bupati periode sebelumnya.

Sebagai kabupaten baru, Serdang Bedagai sering dijadikan acuan bagi daerah pemekaran yang dianggap berhasil, sehingga pengamatan publik terhadap proses politik di daerah ini juga besar, apalagi pada Pemilukada yang dilaksanakan pada tahun 2010 tersebut berhasil dimenangkan oleh pasangan incumbent.

Pada berbagai daerah dimana salah satu pasangan calon yang ikut dalam pemilukada adalah pasangan incumbent, biasanya dapat dengan mudah memenangkan persaingan. Meski sulit untuk dibuktikan, namun dengan mesin politik yang masih dikuasai yaitu birokrasi pemerintahan dari tingkat kabupaten /kota sampai dengan tingkat lingkungan akan dengan mudah melakukan mobilisasi dukungan guna memenangkan calon incumbent tersebut.

Dengan kondisi tersebut maka aktifitas politik termasuk Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi perhatian banyak pihak, apalagi yang ikut dalam Pemilukada tersebut adalah pasangan Bupati dan Wakil Bupati yang telah berkuasa lima tahun sebelumnya. Keberadaan aparatur birokrasi yang selama ini merupakan bawahan dari pasangan incumbent berada dalam situasi dilematis, karena dianggap

(9)

mendapat intervensi baik dari pimpinan maupun dari oknum lain dari pasangan calon. Hal ini mengundang asumsi apakah kemenangan tersebut salah satunya disebabkan intervensi politik terhadap aparatur birokrasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, seperti yang dituduhkan pada gugatan para calon yang kalah dalam pemilukada Kabupaten Serdang Bedagai, seperti adanya sejumlah pelanggaran yang bersifat masif, terstrukur dan sistematis, money politics, mobilisasi masyarakat dan pengadaan atribut kampanye yang menggunakan dana dari sumber APBD (Gugatan Pemilukada Serdang Bedagai, Jakarta, 19 Mei 2010 oleh HSN &

ASSOCIATES, dapat dilihat juga di EKSPOSNews, Kamis, 30 September 2010) ataukah karena alasan lain yang membuat pasangan ini lebih dipilih rakyat Serdang Bedagai dibandingkan calon yang lain.

Proses prilaku dalam menentukan pilihan bagi aparatur birokrasi inilah yang cukup menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan Pemilukada Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2010. Adapun alasan mengapa penulis mengambil studi kasus di Kabupaten Serdang Bedagai adalah karena dalam pemilihan kepala daerah tersebut dimenangkan oleh incumbent.

Berpijak pada uraian tersebut di atas, maka pertayaan penelitian yang hendak dijawab dan dianalisis adalah bagaimana aparatur birokrasi di Kabupaten Serdang Bedagai menentukan pilihan pada Pemilukada Serdang Bedagai Tahun 2010?

(10)

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap kajian ilmiah senantiasa diupayakan ke arah terwujudnya tujuan yang diinginkan. Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan- alasan apa yang mendasari aparatur birokrasi/PNS di Kabupaten Serdang Bedagai dalam menentukan pilihannya pada saat pemilihan umum kepala daerah secara langsung di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

Kajian ini diharapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat kepada semua pihak secara umum yaitu :

1. Bagi pengembangan ilmu, kajian ini diharapkan mampu memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang studi pembangunan terutama pembangunan politik.

2. Bagi instansi terutama Pemerintah Daerah, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum kajian ini dapat menjadi bahan acuan untuk mengetahui bagaimana prilaku memilih birokrat dalam bidang politik terutama dalam pemilihan umum kepala daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Sungai yang menjadi fokus penelitian ini adalah sungai di sepanjang jalan Veteran yang juga di kenal sebagai sungai Tapekong, sungai ini berfungsi sebagai saluran drainase

Jenis penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen bentuk Pre Test Post Test Design yaitu sebuah eksperimen yang dalam pelaksanaannya hanya melibatkan satu

Adanya komitmen nasional untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) mendorong Pemerintah untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada

Berdasarkan hasil penelitian, 5 variabel dinyatakan mempengaruhi Unmet Need KB di Jawa Timur yaitu persentase wanita pendidikan tidak tamat SD, persentase wanita

Hal ini dibuktikan dalam penelitian Rasab (2016: p.64) daun belimbing wuluh mempunyai daya hambat pertumbuhan bakteri dikarenakan terdapat komponen kimia aktif antimikroba

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan memperoleh desain pembelajaran pada materi fungsi kuadrat dengan visual scaffolding untuk dapat mengembangkan kemampuan

Percetakan gramedia cikarang paper packaging department , menggunakan metodologi Six Sigma dengan model perbaikan DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control) untuk menganalisis

Penyiapan media tanam yang dilakukan PT. London Sumatra Indonesia Tbk, sudah memenuhi standar SOP perusahan tanah topsoil yang didatangkan diluar areal pembibitan tanah ya ng