STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR DI CELAH SEMPIT ANULUS SELAMA BOTTOM
FLOODING BERDASARKAN VARIASI TEMPERATUR AWAL BATANG PANAS
TUGAS AKHIR TF 091381
Disusun Oleh :
Choirul Muheimin NRP. 2408 100 075 Dosen Pembimbing :
Dr. Gunawan Nugroho, ST, MT NIP. 19771127 200212 1 002 Ir. Roekmono NIP. 19580908 198601 1 001
Pembimbing Lapangan (LabTek – PTRKN - BATAN) :
Mulya Juarsa, S.Si, M.ESc NIP. 19690908 199703 1 005
PROGRAM STUDI S-1 JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2012
LATAR BELAKANG
• Aspek keselamatan menjadi peran utama dalam instalasi dan operasi suatu reaktor nuklir.
• Peristiwa kecelakaan parah di Three Mile Island unit 2 (TMI- 2) di Pensylvania USA, Maret 1979 yang pada mulanya akibat kehilangan pendingin (Loss of Coolant Accident) hingga terjadinya pelelehan teras reaktor.
• Integritas bejana tekan reaktor (TMI-2) tetap terjaga dan tidak ada bahan radioaktif yang keluar ke lingkungan.
• Pada peristiwa TMI-2 juga melibatkan fenomena pendidihan di celah sempit (narrow gap).
• Adanya pengkajian dan penelitian lebih lanjut terkait fenomena tersebut sebagai upaya mitigasi kecelakaan.
RUMUSAN MASALAH
• Bagaimana pengaruh perpindahan kalor berdasarkan data pengukuran temperatur awal ?
• Bagaimana karakteristik perpindahan kalor ( h , fluks kalor dan fluks kalor kritis) ?
• Bagaimana fenomena pendinginan bottom
flooding pada Bagian Uji HeaTiNG-01 (anulus
vertikal) ?
BATASAN MASALAH
• Menggunakan celah sempit berukuran 1,0 mm.
• Variasi temperatur yang digunakan antara lain 400C, 500C, dan 600C.
• Kenaikkan tegangan yang digunakan untuk menaikkan temperatur dijaga konstan, yaitu setiap 10 menit (600 detik).
• Air (coolant) yang digunakan untuk pendinginan bertemperatur 90C.
• Aliran air (coolant) dijaga konstan, yaitu 0,1650 L/s
TUJUAN
• Mengukur perpindahan kalor berdasarkan data pengukuran temperatur awal selama pendinginan bottom flooding .
• Memperoleh hasil analisis perpindahan kalor di dalam celah sempit anulus vertikal.
• Menganalisis fenomena hasil pendinginan
bottom flooding .
TINJAUAN PUSTAKA
Quenching adalah proses pendinginan objek yang panas secara tiba–tiba dengan cara ditenggelamkan ke dalam cairan seperti air atau minyak. Fenomena quenching muncul dalam berbagai macam aplikasi industri. Selain dalam bidang industri, proses quenching juga dijumpai di teras reaktor nuklir setelah mengalami LOCA, yaitu saat reflooding oleh sistem pendingin teras darurat (emergency core cooling system, ECCS).
Pendidihan Kolam (Pool Boiling)
Pendidihan Kolam (Pool Boiling)
Natural Convection Boiling
- Gerakan air disebabkan oleh arus konveksi alami, sehingga akan memutar naik-turun. Di titik A mulai t
erbentuk gelembung (sedikit), dan gelembung uap kempis saat ditengah jalan.
Nucleat Boiling
- Banyak pusat pengintian dan banyaknya gelembung uap naik dengan cepat
. Ketika
∆Texcess di titik C (puncak) berarti seluruh permukaan heater dipenuhi dengan uap, sehingga keadaan ini disebut sebagai titik kritis.Pendidihan Kolam (Pool Boiling)
Transition Boiling
- Gelembung-gelembung uap mulai bergabung (menyelimuti permukaan heater) sebagai isolator, sehingga koefisien heat transfer sangat kecil
. Kondisi ini juga disebut sebagai unstable film boiling.
Film Boiling
- Titik D disebut titik Leidenfrost, dimana nilai heat flux di titik minimum. Setelah titik D, permukaan heater diselimuti oleh uap. Jika temperatur dinaikkan, maka heat flux akan naik dan terjadi heat transfer secara radiasi.
Daerah antara titik 1 – titik A
Titik A
Daerah antara titik A – titik B
Daerah antara titik B– titik C
Daerah antara titik C– titik D
Daerah antara titik D– titik E
Kecelakaan Parah di TMI-2
Dipicu oleh terhentinya pompa air-umpan (feed- water pump) yang secara otomatis reaktor akan shutdown dan turbin trip (berhenti).
Peningkatan tekanan pada sistem primer yang melampau batas operasinya (160 bar) menyebabkan pembukaan katup pembebas uap (relief valve) pada tabung penekan (pressurizer).
Pelepasan uap pada sistem primer melalui tabung penekan akan menyebabkan tekanan sistem primer turun secara cepat.
Persamaan Yang Digunakan
𝒒". 𝑨 = 𝒎𝒔𝒔. 𝒄𝒑.𝒅𝑻 𝒅𝒕
𝒎𝒔𝒔 = 𝝆. 𝑽 = 𝝆. [𝝅 𝑹𝟎𝟐 − 𝑹𝒊𝟐 . 𝒍] 𝑨 = 𝟐. 𝝅. 𝑹𝒐. 𝒍
𝑞" = fluks kalor, W/m2
𝐴 = luasan dari penampang silinder luar (SS316), m2 mss = massa batang uji (SS316), kg
𝑐𝑝 = kalor spesifik batang uji, J/kg.K
dT/dt = perubahan temperatur pemanas terhadap waktu, K/s 𝜌𝑠𝑠 = densitas batang uji, kg/m3
𝑅𝑜, 𝑅𝑖 = jari-jari luar dan dalam anulus luar, m 𝐷𝑜, 𝐷𝑖 = diameter luar dan dalam anulus luar, m
Metodologi Penelitian
Posisi 14 termokopel pada batang pemanas
Metodologi Penelitian
Komponen Eksperimen
- Batang Anulus berbahan stainless steel (SS316), dengan panjang tabung luar 1000 mm, panjang tabung dalam 1050 mm, panjang heated length 800 mm, diameter luar batang luar 45 mm, diameter dalam batang luar 41 mm, dan diameter luar batang dalam 39 mm.
- Bagian Heater ; terdiri dari kawat open coil heater berdiameter 2 mm dan insulating ceramic brick.
- Slide regulator voltage berdaya maksimal 25000Watt - Dataq Instrument (type DI-1000 TC-8 S/N: 653) DAS
- Termokopel tipe K [Chromel (Ni-Cr alloy) / Alumel (Ni-Al alloy) ]
Proses Pengolahan Data
Data temperatur setiap detik direkam oleh Data Acquition System, kemudian ditampilkan ke Personal Computer (PC).
Membuat kurva distribusi temperatur secara transien pada masing-masing titik termokopel (TC).
Menghitung fluks kalor dan Texcess dari data eksperimen pada setiap titik TC, lalu kurva hasil eksperimen dibandingkan dengan kurva pendidihan Nukiyama.
Diagram Alir Penelitian
Analisis Data dan Pembahasan
1. Kenaikkan Temperatur
Anulus SS316
Heater Heater
ATAS
BAWAH
Aliran udara masukAliran udara keluar Aliran udara keluarAliran udara masuk
0 100 200 300 400 500 600
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
TC10
TC9
TC8
TC7 TC6
TC5 TC4
TC3 TC2 TC1
V = 140.3 volt I = 51.98 A t = 6263 detik
Profil kenaikan temperatur (Tw = 600oC)
Posisi TC pada Heated Rod (mm)
Heated rod, Tw (oC)
Pada bagian bawah, temperaturnya paling rendah dikarenakan di bagian bawah berada pada daerah semburan aliran udara yang berasal dari udara lingkungan bertemperatur rendah dan fluks kalor yang kurang rapat dibandingkan pada bagian tengah (dan bagian atas).
Lanjutan . . . .
2. Transien Temperatur Selama Quenching pada Ti = 600 oC
0 100 200 300 400
0 100 200 300 400 500 600
Awal pembasahan TC3 Awal quenching
Temperatur Transien Pendinginan Quenching Ti=6000C
Temperatur Batang Uji (0 C)
Waktu Pendinginan (detik)
TC-1 TC-2 TC-3 TC-4 TC-5 TC-6 TC-7 TC-8 TC-9 TC-10
Awal quenching Ti = 600 oC, waktu yang ditempuh untuk pendidihan film lebih lama dari temperatur awal quenching yang lain, yaitu 200 detik di TC3
Lanjutan . . . .
2. Transien Temperatur Selama Quenching
0 100 200 300 400
0 100 200 300 400 500
Akhir Pendidihan Awal pembasahan TC3
Awal quenching
Temperatur Transien Pendinginan Quenching Ti=5000C
Temperatur Batang Uji (0 C)
Waktu pendinginan (s)
TC-1 TC-2 TC-3 TC-4 TC-5 TC-6 TC-7 TC-8 TC-9 TC-10
Awal quenching Ti = 500 oC, waktu yang ditempuh untuk pendidihan film lebih cepat dari awal quenching Ti = 600 oC, yaitu < 200 detik di TC-3.
Lanjutan . . . .
2. Transien Temperatur Selama Quenching
0 100 200 300 400
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Awal pembasahan
Temperatur Batang Uji (0 C)
Waktu pendinginan (s)
TC-1 TC-2 TC-3 TC-4 TC-5 TC-6 TC-7 TC-8 TC-9 TC-10 Temperatur Transien Pendinginan Quenching Ti=4000C
Awal quenching
Akhir Pendidihan
Awal quenching Ti = 400 oC, waktu yang ditempuh untuk pendidihan film lebih cepat dari awal quenching Ti = 500 oC, yaitu 30 detik di TC-3.
Lanjutan . . . .
3. Koefisien Heat Transfer (Konveksi) Selama Quenching
0 2 4 6 8 10
3000 4000 5000 6000 7000 8000
9000Perubahan nilai koefisien h secara vertikal metode lumped capacitance
Ti = 400oC
Koefisien h (W/m2 .K)
Posisi TC (mm) Koefisien h
0 2 4 6 8 10
2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Koefisien h (W/m2 .K)
Posisi TC (mm) Koefisien h
Perubahan nilai koefisien h secara vertikal metode lumped capacitance
Ti = 500oC
0 2 4 6 8 10
2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
10000Perubahan nilai koefisien h secara vertikal metode lumped capacitance
Ti = 600oC
Koefisien h (W/m2 .K)
Posisi TC (mm) Koefisien h
Nilai koefisien h terlihat semakin besar pada posisi termokopel yang semakin ke bawah, karena pada posisi tersebut (TC10) terkena air pendingin terlebih dahulu.
Lanjutan . . . .
4. Hasil Perhitungan Fluks Kalor Selama Quenching
2.5 2.6 2.7 2.8 2.9
6.30 6.32 6.34 6.36 6.38
qmin qmax
Minimum Heat Flux
Film Boiling
Transition Boiling Critical Heat Flux Nucleate Boiling
Nature/free convection
q" pada TC1 saat Tinitial = 6000C log q"
log q" (W/m2 )
log (Tw-Tsat) (K)
2.5 2.6 2.7 2.8 2.9
6.30 6.32 6.34 6.36 6.38
qmin qmax
Minimum Heat Flux
Film Boiling
Transition Boiling Critical Heat Flux Nucleate Boiling
Nature/free convection
q" pada TC1 saat Tinitial = 5000C log q"
log q" (W/m2 )
log (Tw-Tsat) (K)
2.5 2.6 2.7 2.8
6.30 6.32 6.34 6.36 6.38
Minimum Heat Flux
qmin qmax
Critical Heat Flux
Nature/free convection
Film Boiling
Transition Boiling Nucleate Boiling
q" pada TC1 saat Tinitial = 4000C log q"
log q" (W/m2 )
log (Tw-Tsat) (K)
Semakin tinggi temperatur awal, maka rejim pendidihan film yang berlangsung lebih lama dan rejim pendidihan inti lebih cepat.
Nilai heat flux pada Ti = 600 oC di TC-1,adalah
𝒒"𝑪𝑯𝑭 = 2187.76 kW/m2.
KESIMPULAN
Nilai koefisien h terlihat semakin besar pada posisi TC yang semakin ke bawah karena pada posisi tersebut terlebih dahulu terkena air pendingin, dan kenaikan nilai h bertambah seiring perkembangan didih transisi karena mulai bertemu muka antara permukaan heated rod dgn uap maupun air.
Semakin tinggi temperatur awal, maka rejim pendidihan film yang berlangsung lebih lama dan rejim pendidihan inti lebih cepat dan sebaliknya.
Didapatkan nilai 𝒒"
𝑪𝑯𝑭pada temperatur awal 600
oC adalah 2187.76
kW/m
2dan nilai temperatur wall superheat sebesar 588.84 K.
KESIMPULAN
Fenomena penggenangan air dari bawah ke atas (bottom flooding) memberikan dampak pada waktu saat rewetting, dikarenakan aliran uap air searah dengan air pendingin sehingga tidak terjadi peristiwa counter current flow (CCF). Adapun waktu yang dibutuhkan selama rewetting dengan bottom flooding pada temperatur awal 400, 500 dan 600oC adalah 30, 50 dan 63 detik, sedangkan dengan falling water pada temperatur awal 250, 450, 700, dan 800oC berturut-turut adalah 75, 200, 375, 475 detik. Dan fenomena lain adalah nilai critical heat flux (CHF) bertambah besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (falling water) jauh lebih besar.