• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taksiran Titik Parameter Populasi pada Small Area dengan Metode Spatial Empirical Bayes Berdasarkan Model Tingkat Area

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Taksiran Titik Parameter Populasi pada Small Area dengan Metode Spatial Empirical Bayes Berdasarkan Model Tingkat Area"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Taksiran Titik Parameter Populasi pada Small Area dengan Metode Spatial Empirical Bayes Berdasarkan Model Tingkat Area

Yudistira1, Titin Siswantining2

1. Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia 2. Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia

aritsiduy.ui.0301@gmail.com

Abstrak

Dalam penerapan statistika di masyarakat, metode pengambilan sampel dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang populasi yang menjadi fokus pengamatan. Namun karena keterbatasan dalam menjalankan metode pengambilan sampel, banyaknya sampel tersebut seringkali tidak mencukupi untuk mendapatkan taksiran yang presisi untuk populasi. Oleh karena itu, dikembangkan beberapa metode alternatif untuk menaksir parameter tersebut dengan area sampel yang jumlahnya kecil yang dibahas dalam topik Small Area Estimation.

Dalam skripsi ini, dijelaskan tentang bagaimana mencari taksiran titik dari rata-rata populasi pada Small Area dengan metode Empirical Bayes berdasarkan model tingkat area. Secara umum, metode ini diawali dengan pendefinisian Model Spasial Tingkat Area, yaitu model dasar tingkat area dengan tambahan definisi model efek acak spasial pada !!. Model tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk menaksir parameter rata-rata populasi dengan menggunakan Metode Empirical Bayes. Pada bagian akhir skripsi ini juga diberikan contoh penerapan metode Spatial Empirical Bayes untuk menaksir tingkat kemiskinan di Kota Depok pada tahun 2012.

Point Estimation of Population Parameter of Small Area with Spatial Empirical Bayes Method based on Area Level Model

Abstract

In the application of statistics in society, sampling methods are conducted to obtain information about the populations that become a focus of observation. However, due to limitations in carrying out of sampling methods, the number of samples is often not sufficient to obtain precise estimates for the population. Therefore, several alternative methods are developed for estimating the parameters with a small number of sample areas which has covered in the topics Small Area Estimation. This paper is described about how to find a point estimation of population mean on small area with Empirical Bayes method based on area level model. In general, this method starts with defining the Spatial Area Level Model, which is the basic area level model with an additional definition of spatial random effects model for

!!. That model then becomes basis for estimate parameter of population mean using Empirical Bayes methods. At the end, this paper also give an example of the application of Spatial Empirical Bayes methods for estimating poverty in Depok in 2012.

Keywords : Empirical Bayes; hyperparameter; Small Area Estimation; spatial area level model; spatial random effect.

(2)

I. Pendahuluan

Dalam statistika, sering dikenal istilah survey sampling, yaitu salah satu metode pengambilan sampel untuk memberikan informasi taksiran dari parameter populasi objek tersebut yang menjadi fokus penelitian. Objek yang dijadikan sebagai populasi biasa disebut sebagai domain.

Menurut Gelman, dkk. (2000), taksiran yang diperoleh dari suatu metode pengambilan sampel disebut dengan taksiran langsung, jika hanya berdasarkan data sampel yang berasal dari suatu domain tertentu. Suatu domain dikatakan besar (large area) jika sampel yang diambil dari domain yang lebih spesifik cukup besar untuk mendapatkan taksiran langsung dengan tingkat keakuratan (presisi) yang mencukupi. Namun dalam kenyataan sehari-hari, sangat jarang untuk mendapatkan suatu data dalam jumlah besar serta lengkap untuk mendukung taksiran parameter populasi yang menjadi fokus penelitian. Sehingga secara teoritis metode large area estimation tidak dapat digunakan dengan baik. Oleh karena itu, berbagai cara telah dikembangkan untuk mendapatkan informasi taksiran secara akurat, meskipun secara jumlah sampel tidak cukup memadai untuk mendapatkan taksiran langsung.

Cara-cara tersebut dibahas secara mendalam pada topik Small Area Estimation.

Pada dasarnya menurut Rao (2003), metode-metode yang terdapat pada pembahasan Small Area Estimation menghasilkan taksiran tak langsung, yaitu taksiran yang diperoleh dengan pembobotan berdasarkan nilai variabel acak dari suatu domain tertentu, untuk mengefektifkan ukuran sampel. Terdapat banyak cara dalam hal pendefinisian bobot tersebut, salah satunya yang dibahas pada skripsi ini yaitu pendefinisian bobot suatu domain berdasarkan kedekatannya dengan domain lain di sekitarnya yang biasanya disebut dengan pengaruh spasial.

Secara umum menurut Rao (2003), untuk mendapatkan taksiran tak langsung dari suatu parameter pada Small Area Estimation, harus berdasarkan dari model Small Area yang dibentuk berdasarkan suatu domain tertentu yang dijelaskan oleh sebarang variabel yang terdapat dalam model tersebut. Taksiran seperti ini disebut sebagai taksiran berdasarkan model (Model-based Estimator). Selanjutnya dalam mencari taksiran parameter berdasarkan model Small Area yang telah ditentukan sebelumnya, secara garis besar dibagi menjadi 2 metode : Non Bayesian dan Bayesian.

Dalam skripsi ini, yang dibahas lebih jauh adalah metode Bayesian, dimana taksiran yang diperoleh dari metode ini berasal dari fungsi kepadatan probabilitas yang diasumsikan

(3)

mempunyai distribusi tertentu. Salah satu contoh metode Bayesian yang dibahas lebih jauh dalam skripsi ini adalah Empirical Bayes (EB).

Jadi, secara keseluruhan yang dibahas dalam skiripsi ini adalah bagaimana mencari taksiran tak langsung dari suatu parameter berdasarkan model Small Area dengan memperhatikan pengaruh spasial dari domain di sekitarnya serta dengan menggunakan metode Empirical Bayes. Sehingga metode ini diistilahkan sebagai metode Spatial Empirical Bayes.

Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana cara untuk mendapatkan taksiran parameter pada Small Area Estimation

dengan metode Spatial Empirical Bayes menurut model Small Area yang telah ditentukan?

2. Bagaimana perbandingan taksiran parameter yang diperoleh antara metode Spatial Empirical Bayes dengan metode lainnya?

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui cara untuk mendapatkan taksiran parameter pada Small Area Estimation

dengan metode Spatial Empirical Bayes berdasarkan model spasial tingkat area.

2. Mengetahui perbandingan antara taksiran parameter yang diperoleh antara metode Spatial Empirical Bayes dengan metode lainnya.

II. Tinjauan Teoritis

Pada bagian tinjauan teoritis dijelaskan tiga teori utama yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu Aturan Bayes pada Distribusi, Metode Maksimum Likelihood, serta Lapangan Markov dan Sifatnya.

Teori 1 : Aturan Bayes pada Distribusi

Misalkan terdapat suatu parameter ! yang tidak terobservasi, dimana ! pada awalnya tidak bergantung pada observasi sebelumnya. Fungsi kepadatan probabilitas (untuk selanjutnya disingkat dengan f.k.p) untuk parameter ! disebut sebagai fungsi distribusi prior, dilambangkan dengan ! ! .

Misalkan pula terdapat data terobservasi ! yang dibangkitkan dari distribusi prior

! ! . F.k.p bersyarat dari ! diberikan ! disebut sebagai fungsi distribusi sampling, dilambangkan dengan ! ! ! .

(4)

Aturan Bayes pada distribusi adalah suatu formula untuk mencari f.k.p bersyarat dari

! diberikan data observasi !, yang didefinisikan sebagai

! ! ! =! !, !

! ! =! ! ! ∙ ! !

! ! (2.1)

dimana ! ! adalah fungsi distribusi marginal ! dari ! !, ! .

Perlu diperhatikan bahwa ! ! ! pada persamaan (2.1) merupakan fungsi dari parameter ! yang bergantung pada data terobservasi !, sehingga dapat disebut sebagai fungsi distribusi posterior. Dengan demikian, taksiran untuk ! (untuk selanjutnya disebut dengan taksiran Bayes) didefinisikan sebagai nilai ekspektasi dari distribusi posterior yang diperoleh sebelumnya.

Dalam aplikasi, distribusi marginal ! ! merupakan fungsi yang sudah tidak bergantung pada parameter !, dengan nilai-nilai ! yang diketahui. Oleh karena itu, fungsi distribusi posterior pada persamaan (2.1) dapat ditulis dalam bentuk ekuivalen berikut :

! ! ! ∝ ! ! ! ∙ ! ! (2.2)

Teori 2 : Metode Maksimum Likelihood

Metode maksimum likelihood bertujuan untuk mendefinisikan suatu statistik sedemikian sehingga jika terdapat nilai-nilai pengamatan, maka nilai statistik tersebut dapat menjadi suatu taksiran yang baik untuk suatu parameter (Hogg, McKean, dan Craig, 2013).

Secara umum, langkah-langkah untuk melakukan taksiran parameter ! dengan metode maksimum likelihood dapat dibagi ke dalam beberapa tahap.

Pertama, misalkan !!, … , !! sampel acak dari distribusi dengan f.k.p. ! !; ! ∶ ! ∈ !, maka f.k.p. bersama dari !!, … , !! merupakan perkalian dari f.k.p masing-masing variabel acaknya yaitu ! !!; ! ! !!; ! … ! !!; ! . F.k.p bersama ini dapat dinyatakan sebagai fungsi dari !, sehingga disebut dengan fungsi likelihood dari sampel acak yang ditulis sebagai :

! !; !!, … , !! = ! !!; ! ! !!; ! … ! !!; !    , ! ∈ ! (2.3)

Selanjutnya, dicari fungsi nontrivial ! !!, … , !! , sedemikian sehingga jika ! disubstitusi dengan fungsi tersebut dapat memaksimumkan nilai fungsi likelihood

! !; !!, … , !! pada persamaan (2.3). Dengan demikian, diperoleh suatu statistik ! =

! !!, … , !! sebagai taksiran maksimum likelihood untuk !.

Terkadang untuk mencari fungsi ! !!, … , !! yang memenuhi, dibutuhkan bantuan transformasi logaritma natural atau sifat turunan dari fungsi likelihood tersebut. Jika terdapat lebih dari satu parameter !!, ! = 1,2, … yang perlu dicari taksirannya, maka dengan bantuan

(5)

sifat turunan parsial terhadap setiap parameter !! dari fungsi likelihood, fungsi ! !!, … , !! diperoleh dengan menyelesaikan sistem persamaan secara stimultan untuk mendapatkan taksiran maksimum likelihood untuk !!.

Teori 3 : Lapangan Markov dan Sifatnya

Menurut Freno (2013), Lapangan Markov adalah sistem yang terdiri dari suatu graf tak berarah serta himpunan yang disebut dengan fungsi potensial. Graf tak berarah dari lapangan Markov direpresentasikan dalam beberapa titik (node) yang menyatakan variabel acak, serta himpunan pasangan dari suatu titik variabel acak yang saling terhubung dalam satu garis pada graf, disebut sebagai clique. Sedangkan fungsi potensial adalah fungsi yang memetakan setiap kondisi (state) pada suatu clique ke bilangan real nonnegatif. Contoh representasi lapangan Markov ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Representasi Lapangan Markov

Pada lapangan Markov, didefinisikan tetangga dari variabel acak !! (dinotasikan dengan ! !! ), yaitu himpunan semua node yang terhubung secara langsung dengan node !! pada graf. Selain itu, misalkan terdapat !, !, ! himpunan node yang saling lepas pada graf.

Maka ! dikatakan memisahkan ! dari ! jika untuk sebarang node !! ∈ ! dan !! ∈ ! terdapat setidaknya sebuah node !! ∈ ! yang berada pada semua kemungkinan jalur antara !! dan !!.

Adapun sifat-sifat yang berhubungan dengan lapangan Markov dijelaskan dalam suatu teorema yang telah dibuktikan oleh Hammersley dan Clifford (1971). Misalkan ! = (!!, … , !!)   merupakan vektor variabel acak dengan nilai variabel acak ! = (!!, … , !!), serta

(6)

! ! adalah probabilitas bersama dari ! yang memenuhi ! ! > 0 untuk sebarang nilai

! ∈ !, maka pernyataan berikut ekuivalen :

a. Sifat Lokal Markov : Jika ! !! adalah himpunan tetangga !! pada lapangan Markov, maka ! !!|!\ !! = ! !! ! !! , dimana !\ !! adalah himpunan semua variabel acak pada lapangan Markov kecuali variabel !!.

b. Sifat Global Markov : Jika !, !, ! adalah himpunan bagian yang saling lepas dari !, dan ! memisahkan ! dari !, berlaku ! ! ! ∩ ! = ! ! ! .

III. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan studi literatur dan contoh aplikasi. Studi literatur dilakukan untuk mempelajari teori yang digunakan untuk menentukan Small Area Model, serta untuk mencari taksiran parameter dengan metode Spatial Empirical Bayes berdasarkan Small Area Model yang telah ditentukan.

Sedangkan contoh aplikasi digunakan untuk mengetahi penerapan langkah penaksiran parameter yang dibahas dalam skripsi ini dalam kasus nyata, serta untuk mengetahui perbandingan taksiran parameter yang diperoleh antara metode Spatial Empirical Bayes dengan metode lainnya.

IV. Pembahasan

Pada bagian ini dijelaskan langkah-langkah secara umum untuk mendapatkan taksiran parameter populasi pada Small Area dengan menggunakan metode Spatial Empirical Bayes.

Langkah 1. Pendefinisian Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini antara lain :

1. Variabel !! yaitu parameter utama yang menjadi fokus perhatian untuk dicari taksirannya. Dalam skripsi ini didefinisikan !! adalah parameter rata-rata populasi.

2. Variabel !! sebagai taksiran langsung dari !!.

3. Variabel !!, yaitu sekumpulan variabel-variabel penjelas pada area sampel terpilih yang merupakan tambahan informasi tentang taksiran !!.

4. Variabel !!, yaitu efek acak spasial yang dalam skripsi ini berupa nilai-nilai koordinat titik pusat setiap wilayah !.

(7)

Langkah 2. Pendefinisian Spatial Area Level Model.

Untuk membentuk suatu model spasial tingkat area yang digunakan dalam skripsi ini, pertama-tama didefinisikan model dasar Small Area yang digunakan, barulah kemudian didefinisikan suatu model khusus dari variabel efek acak yang terdapat pada model dasar Small Area tersebut.

Berdasarkan pembahasan dari Rao (2003), model dasar Small Area yang digunakan dalam skripsi ini pada awalnya adalah model dasar tingkat area (Area Level Model). Misalkan terdapat suatu parameter !!, variabel-variabel !!, serta efek acak !! yang diasumsikan berdistribusi identik dan independen dengan ! !! = 0  dan !"# !! = !!!. Parameter dan variabel tersebut dihubungkan melalui suatu model linear berikut

!! = !!!! + !!!!  , ! = 1,2, … , ! (4.1)

dimana ! = !!, … , !! !merupakan vektor koefisien regresi dari !!. Sedangkan !! merupakan suatu konstanta positif yang menunjukkan kontribusi efek acak area ke-! terhadap taksiran !!.

Untuk mencari taksiran parameter rata-rata populasi pada Small Area !! berdasarkan model pada persamaan (4.1), diasumsikan bahwa taksiran langsung dari rata-rata populasi !! ada, sehingga dapat diasumsikan pula bahwa

!! = ! !! = !!+ !!  , ! = 1,2, … , ! (4.2)

dimana !! adalah error dari pemilihan area sampel yang berdistribusi independen dengan

! !! = 0  dan !"# !! = !!.

Dengan substitusi persamaan (4.1) ke dalam persamaan (4.2), serta asumsi tambahan

!! dan !! independen, diperoleh bentuk dasar dari model tingkat area. Selanjutnya dengan substitusi !! = 1, diperoleh suatu model yang disebut sebagai model Fay-Herriot yang menjadi model dasar Small Area yang digunakan dalam skripsi ini dengan bentuk sebagai berikut :

!! = !!!! + !! + !!  , ! = 1,2, … , ! (4.3)

Langkah 3 : Pendefinisian Himpunan Ketetanggan dan Model untuk Efek Acak Spasial.

Model untuk efek acak spasial !! didefinisikan oleh Rao (2003) sebagai fungsi distribusi bersyarat dari !! diberikan himpunan nilai-nilai pada area lainnya yaitu !! ∶ ! ≠ ! , dalam bentuk auto-normal dari Conditional Autoregression (CAR) (Lihat skripsi Subbab 3.1.2.) yang dapat ditulis dalam bentuk berikut

(8)

!!| !! ∶ ! ≠ ! ∼ ! ! !!"!!

!∈!!

, !!! (4.4)

dimana ! adalah korelasi gabungan antara efek acak !! dengan seluruh efek acak !! ∈ !!, serta  !!! adalah variansi gabungan dari efek acak !!. Sedangkan !!" merupakan suatu konstanta yang menunjukkan kontribusi korelasi antara !! dengan !!, yang memenuhi persamaan !!"!!! = !!"!!!. Adapun nilai dari !!" sangat tergantung dari bagaimana pendefinisian !!.

Dalam skripsi ini, didefinisikan !! sebagai himpunan area ke-! yang berbatasan langsung dengan area ke-! (! ≠ !). Dengan demikian, nilai !!" dapat dituliskan sebagai !!" = 1 jika ! berbatasan langsung dengan !, serta !!" = 0 untuk yang lainnya (termasuk !!! = 0).

Selain itu, dalam skripsi ini didefinisikan pula nilai dari efek acak !! sebagai koordinat titik pusat dari wilayah ke-! yang dinyatakan dalam dua komponen : nilai garis bujur (longitude) dan nilai garis lintang (lattitude). Sehingga !! dapat dinyatakan dalam bentuk vektor !! = !! !! , dimana !! menyatakan nilai longitude dan !! menyatakan nilai lattitude.

Dengan demikian distribusi bersyarat pada persamaan (4.4) dapat ditulis sebagai berikut

!!| !!∶ ! ≠ ! ∼ !! ! !!"!!

!∈!!

, !!! (4.5)

sehingga dengan substitusi persamaan (3.5) ke dalam model dasar pada persamaan (4.3), diperoleh suatu model tingkat area yang memperhatikan pengaruh spasial pada !!, sehingga disebut dengan Spatial Area Level Model.

Langkah 4 : Pendefinisian Model Bayes dari Spatial Area Level Model

Model Bayes adalah suatu model bertingkat yang terdiri atas distribusi sampling dari data observasi serta keluarga dari distribusi prior dari suatu parameter !. Pada Spatial Area Level Model dalam persamaan (4.3), dengan asumsi tambahan bahwa !! dan !! berdistribusi normal, maka Model Bayes yang tebentuk adalah sebagai berikut

!! !!~!"# !!, !!   (4.6.a)

!!  ~!"# !!!!, !!! (4.6.b)

dimana !!, !, dan !!! masing-masing merupakan hyperparameter pada model Bayes yang tidak diketahui nilainya. Perlu diperhatikan bahwa model (4.6.a) merupakan distribusi

(9)

sampling dari !!, sedangkan model (4.6.b) merupakan parameterisasi dari keluarga distribusi prior dari !!.

Langkah 5 : Pencarian Distribusi Posterior dan Taksiran dari Model Bayes

Pencarian Distribusi Posterior dan Taksiran Bayes dari Model Bayes tersebut dilakukan dengan menggunakan Aturan Bayes pada Distribusi (Teori 1). Berdasarkan model Bayes yang telah didefinisikan pada persamaan (4.6.a) dan (4.6.b), telah dibuktikan dalam skripsi ini bahwa distribusi posterior dari !! diberikan !!, !, !!! adalah sebagai berikut

!! !!,!, !!!~!"# !!!!+ 1 − !! !!!!, !!! !!! = !!!! (4.7) sehingga taksiran yang optimal untuk nilai !! diberikan !!, !, !!! yaitu

!!! = ! !! !!,!, !!! = !!!!+ 1 − !! !!!! (4.8) dimana !! = !!! !!!+ !! .

Sebelum penjelasan langkah selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa mulai dari Langkah 2 hingga Langkah 5 termasuk ke dalam tahapan Bayesian pada metode Spatial Empirical Bayes. Adapun Langkah 3 merupakan awal dari tahapan spasial dari metode tersebut.

Langkah 6 : Pengolahan Data yang Diperlukan

Secara umum ada dua jenis data yang diperlukan : data numerik sebagai nilai taksiran langsung !! dan nilai-nilai variabel !!, serta data koordinat wilayah sebagai nilai efek acak !!.

Langkah 7 : Pengecekan Asumsi Distribusi

Pengecekan asumsi ini perlu dilakukan mengingat penurunan rumus yang dilakukan dalam skripsi ini dilakukan di bawah asumsi distribusi tertentu pada !! dan !!. Diketahui pada skripsi ini bahwa !! dan !! diasumsikan berdistribusi normal (khusus untuk !! yang direpresentasikan dalam suatu vektor, maka pengujiannya termasuk dalam kasus multivariat normal).

Langkah 8 : Perhitungan Taksiran Hyperparameter

Berdasarkan persamaan (4.8), terdapat 3 hyperparameter !!!, !, dan !! yang perlu dicari taksirannya secara empiris untuk mendapatkan taksiran titik rata-rata populasi.

(10)

Pertama, terlebih dahulu dicari taksiran untuk !!! berdasarkan model efek acak spasial

!! pada persamaan (4.5). Selanjutnya, metode Maksimum Likelihood diterapkan pada persamaan tersebut sehingga telah dibuktikan rumus taksiran dari ! dan !!! adalah sebagai berikut :

!!! = 1

! !!− ! !!"!!

!∈!! !!− ! !!"!!

!∈!!

! !

!!!

(4.9) dimana

! =1

2 !! !!"!!

!∈!! + !!"!!

!∈!! !!!

!

!!!

!!"!!

!∈!! !!"!!

!∈!!

! !

!!!

!!

Selanjutnya, taksiran untuk ! diperoleh berdasarkan fakta bahwa model (4.3) dapat dipandang sebagai model regresi linear normal antara !! dan !!!, dengan !! merupakan error dari regresi linear tersebut yang diketahui nilainya. Dengan demikian, taksiran untuk ! merupakan koefisien hasil regresi linear antara !! dengan !!.

Sedangkan taksiran untuk !! dalam skripsi ini nilainya diasumsikan sama, yaitu

!! = ! untuk setiap area !. Dengan demikian, nilai ! dapat ditaksir langung dari variansi sampel !!.

Pada akhirnya, taksiran rata-rata populasi dengan metode Spatial Empirical Bayes

!!!"# diperoleh dengan substitusi ketiga nilai taksiran hyperparameter !!!, !, dan !! ke dalam persamaan (3.8). Perlu diperhatikan pula bahwa Langkah 6 hingga Langkah 8 termasuk dalam tahapan empiris pada metode Spatial Empirical Bayes, yang merupakan kelanjutan dari tahapan Bayesian maupun tahapan spasialnya.

Dari langkah-langkah tersebut, terlihat bahwa langkah-langkah metode Spatial Empirical Bayes sebenarnya tidak jauh berbeda dengan metode Empirical Bayes pada umumnya, yaitu terdiri atas tahapan Bayesian dan tahapan empiris. Namun terdapat 2 hal yang berbeda dari metode Spatial Empirical Bayes ini, yaitu adanya pendefinisian !! sebagai efek acak spasial yang diasumsikan berdistribusi tertentu, serta adanya tambahan data yang diperlukan dalam menaksir parameter rata-rata populasi.

Pada bagian akhir dari pembahasan skripsi ini, diberikan contoh aplikasi metode Spatial Empirical Bayes pada data kemiskinan di Kota Depok pada tahun 2012. Data yang digunakan secara umum adalah hasil olahan dari Survey Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012. Adapun tujuan utama yang dicapai adalah untuk menaksir tingkat kemiskinan di tiap kecamatan di wilayah Kota Depok pada tahun 2012.

(11)

Terdapat beberapa variabel yang perlu didefinisikan terlebih dahulu dalam contoh aplikasi ini :

1. Variabel !!, didefinisikan sebagai jumlah penduduk miskin pada kecamatan ke-! di Kota Depok pada tahun 2012.

2. Variabel !!, didefinisikan sebagai jumlah penduduk keluarga miskin pada kecamatan ke-! di Kota Depok pada tahun 2012 berdasarkan tingkat pengeluaran per kapita per bulan.

3. Variabel !!, didefinisikan sebagai jumlah penduduk miskin pada kecamatan ke-! di Kota Depok pada tahun 2012 berdasarkan kriteria profil keluarga miskin versi BPS..

Dari 14 kriteria, hanya 8 kriteria yang digunakan dalam contoh aplikasi ini, yaitu : a. Variabel !!!, adalah jumlah penduduk yang tinggal dengan luas lantai rumah

per kapita kurang dari 8  !!.

b. Variabel !!!, adalah jumlah penduduk yang tinggal dengan jenis lantai rumah terluas berupa tanah, bambu, atau kayu murahan.

c. Variabel !!! adalah jumlah penduduk yang tinggal dengan jenis dinding rumah berupa bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, atau tembok tanpa diplester).

d. Variabel !!! adalah jumlah penduduk yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri/keluarga.

e. Variabel !!! adalah jumlah penduduk yang menggunakan bahan bakar kayu bakar, arang, atau minyak tanah untuk memasak.

f. Variabel !!! adalah jumlah penduduk yang tidak mampu membayar biaya pengobatan selama 3 bulan terakhir.

g. Variabel !!! adalah jumlah penduduk yang mendapatkan atau membeli beras miskin dalam 3 bulan terakhir.

h. Variabel !!! adalah jumlah penduduk dengan kepala keluarganya memiliki tingkat pendidikan terakhir di bawah SMP.

4. Variabel !!, didefinisikan sebagai efek acak kecamatan ke-! di wilayah Kota Depok.

Efek acak tersebut direpresentasikan dengan koordinat titik-titik pusat kecamatan di Kota Depok yang dinyatakan dalam 2 nilai longitude (!!) dan lattitude (!!), sehingga dapat dinyatakan dalam bentuk vektor !! = !! !! .

Berdasarkan penjelasan Langkah 6 pada bagian Pembahasan, ada dua jenis data yang diperlukan dalam contoh apilkasi ini : data numerik sebagai nilai taksiran langsung !! dan nilai-nilai variabel !!, serta data koordinat wilayah sebagai nilai efek acak !!. Untuk data

(12)

numerik yang digunakan dalam contoh aplikasi ini berasal dari Data Sussenas tahun 2012 Modul KorRT yang telah disortir untuk sampel keluarga yang tinggal di Kota Depok.

Pada awalnya data numerik yang tersedia tidak dalam bentuk jumlah penduduk. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan tranformasi menjadi data yang sesuai kriteria yang dijelaskan pada definisi variabel. Adapun hasil dari tranformasi data menjadi data numerik yang digunakan dalam contoh aplikasi ini disajikan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengolahan Data Numerik Susenas Kota Depok 2012

Kecamatan !! !!! !!! !!! !!! !!! !!! !!! !!!

Beji 4071 36641 10178 2036 2036 0 10178 26463 30534 Bojongsari 4110 10275 16440 0 8220 0 18495 14385 28769 Cilodong 14263 18338 6113 2038 2038 2038 14263 20376 30564 Cimanggis 12196 32523 26425 6098 22359 4065 20327 36588 69111 Cinere 8235 28823 28823 6176 18529 0 8235 14411 26764 Cipayung 6163 18488 14380 2054 14380 6163 18488 22597 28760

Limo 4087 6131 2044 2044 0 0 4087 16348 14305

Pancoran Mas 10449 29258 22989 6270 12539 2090 27168 45977 58517 Sawangan 10223 12268 22491 6134 2045 2045 8178 24535 36803 Sukmajaya 12476 27032 33270 2079 6238 2079 22873 18715 35350 Tapos 23035 47990 42232 9598 13437 13437 23035 67187 65267

Sedangkan untuk data koordinat wilayah, digunakan data hasil digitasi dari Peta Kota Depok yang terdiri dari 11 kecamatan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Kota Depok Beserta Titik Pusat Tiap Kecamatan

(13)

Kemudian dari data tersebut dicari koordinat titik pusat untuk masing-masing kecamatan dengan bantuan perangkat lunak QGIS 1.8.0 Lisboa. Adapun sistem koordinat yang dipakai adalah koordinat Geografis dengan rentang nilai longitude −180 < !! < 180 dan rentang nilai lattitude −90 < !! < 90. Hasil perhitungan koordinat-koordinat tersebut ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Koordinat Titik Pusat Kecamatan di Kota Depok

Kecamatan Longitude Lattitude

Beji 106.819088 -6.373140

Bojongsari 106.737472 -6.393221

Cilodong 106.837541 -6.430911

Cimanggis 106.867320 -6.367621

Cinere 106.789209 -6.331419

Cipayung 106.802917 -6.429804

Limo 106.780550 -6.368519

Pancoran Mas 106.799752 -6.398436

Sawangan 106.763809 -6.406428

Sukmajaya 106.843429 -6.397338

Tapos 106.881049 -6.418445

Proses pencarian taksiran tingkat kemiskinan di tiap kecamatan di wilayah Kota Depok pada tahun 2012 dilakukan berdasarkan Spatial Area Level Model yang telah didefinisikan pada persamaan (4.3). Sedangkan untuk model efek acak spasial !! diturunkan berdasarkan definisi himpunan ketetanggaan !! sebagai himpunan kecamatan yang berbatasan langsung dengan kecamatan ke-! dalam wilayah Kota Depok, sehingga digunakan model seperti pada persamaan (4.5).

Oleh karena itu, dengan asumsi bahwa !! dan !! berdistribusi normal, diperoleh distribusi posterior serta taksiran Bayes seperti pada persamaan (4.7) dan (4.8), dimana terdapat 3 hyperparameter !!!, !, dan !! yang dicari taksirannya. Namun sebelum itu, diperlukan pengecekan asumsi distribusi !! dan !! berdasarkan data yang digunakan. Dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk distribusi normal yang tersedia pada software R.3.0.2, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat signifikansi ! = 0.05 baik data !! maupun !! berdistribusi normal. Sehingga taksiran parameter yang diperoleh di bawah asumsi tersebut dapat digunakan.

Untuk perhitungan taksiran hyperparameter !!! berdasarkan persamaan (4.9), perlu dicari terlebih dahulu nilai !∈!!!!"!! untuk masing-masing kecamatan di Kota Depok. Nilai

(14)

tersebut diperoleh dengan identifikasi semua kecamatan yang berbatasan langsung dengan suatu kecamatan tertentu, kemudian semua koordinat titik pusat kecamatan-kecamatan tersebut dijumlahkan. Selanjutnya, nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan persamaan (4.9) untuk dicari nilai !!!. Dengan bantuan software Microsoft Excel 2010, diperoleh nilai !!! = 1.646.

Untuk perhitungan taksiran parameter ! diperoleh langsung dari hasil regresi linear antara !! dengan !!. Dengan bantuan software Minitab 16, hasil regresi linear yang diperoleh adalah sebagai berikut :

!!!! = 0.203!!!− 0.136!!!+ 2.267!!!− 0.562!!!

+ 1.211!!!+ 0.527!!!− 0.535!!!+ 0.172!!! (4.10)

Sedangkan untuk perhitungan taksiran parameter !! = ! diperoleh langsung dari variansi data !!. Dengan bantuan software Microsoft Excel 2010, diperoleh ! = 1.000.

Terdapat satu hal yang penting untuk diperhatikan bahwa nilai taksiran hyperparameter !!! dan ! merupakan hasil taksiran dari data yang sudah distandarisasi. Standarisasi data tersebut penting dilakukan karena satuan yang digunakan antara kedua hyperparameter tersebut tidak setara dengan !!!. Apabila tidak distandarisasi, maka akan berpengaruh terhadap perhitungan

! pada persamaan (4.8).

Setelah semua nilai taksiran hyperparameternya ditemukan, maka nilai taksiran Spatial Empirical Bayes !!!"# untuk jumlah penduduk miskin tiap kecamatan di Kota Depok dapat dicari dengan substitusi ketiga nilai taksiran hyperparameter tersebut, serta nilai- nilai !! dan !! di tiap kecamatan berdasarkan persamaan (3.8). Adapun hasil perhitungan dari

!!!"# disajikan pada Tabel 3.

Hal terakhir yang dilakukan dalam analisis ini adalah perbandingkan nilai-nilai taksiran jumlah penduduk miskin tiap kecamatan di Kota Depok tahun 2012 antara taksiran langsung (!!) dan taksiran Spatial Empirical Bayes (!!!"#), dengan nilai sebenarnya berdasarkan diambil dari laporan BPS Kota Depok tahun 2013. Berdasarkan hasil perbandingan taksiran pada Tabel 3. terlihat bahwa hasil taksiran jumlah penduduk miskin tiap kecamatan, baik taksiran langsung maupun Spatial Empirical Bayes banyak yang jauh dari nilai sebenarnya. Hal ini wajar karena sebenarnya masih banyak standar yang digunakan untuk pengukuran tingkat kemiskinan selain yang dijelaskan pada definisi variabel sebelumnya. Namun apabila dilihat dari MSE dan variansi sebagai dasar perbandingan antara kedua taksiran tersebut, dapat dilihat bahwa nilai MSE dan variansi pada metode Spatial Empirical Bayes sedikit lebih kecil dibandingkan metode taksiran langsung.

(15)

Tabel 3. Perbandingan Hasil Taksiran Jumlah Penduduk Miskin Tiap Kecamatan di Kota Depok Tahun 2012

Kecamatan !! !!!"# Aktual

Beji 4071 4790 2863

Bojongsari 4110 3398 3540

Cilodong 14263 12917 3331

Cimanggis 12196 12198 4756

Cinere 8235 7670 1232

Cipayung 6163 7021 5560

Limo 4087 3098 3006

Pancoran Mas 10449 11145 7563

Sawangan 10223 10961 6072

Sukmajaya 12476 12600 3983

Tapos 23035 22606 7390

Rata – Rata 9937 9855 4482

Variansi 32190504 31368806 3954247

MSE 51789340.183 48824084.206

V. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pembahasan dan contoh aplikasi dari skripsi ini antara lain :

1. Perbedaan mendasar antara metode Spatial Empirical Bayes dengan metode Empirical Bayes pada umumnya adalah adanya definisi khusus efek acak spasial !! serta tambahan data lokasi yang digunakan untuk menaksir variansi efek acak !!!.

2. Berdasarkan contoh aplikasi, terlihat bahwa taksiran Spatial Empirical Bayes sedikit lebih baik dalam menaksir jumlah penduduk keluarga miskin tiap kecamatan di Kota Depok tahun 2012 dibandingkan dengan taksiran langsung. Hal ini dapat dilihat dari nilai MSE yang lebih kecil.

VI. Saran

Skripsi ini hanya membahas secara detail tentang bagaimana mencari taksiran titik rata-rata populasi dengan menggunakan metode Spatial Empirical Bayes. Padahal jika dikaji lebih dalam, masih banyak hal yang dapat dibahas dari metode yang termasuk baru ini. Di antaranya yang menjadi harapan penulis untuk dilanjutkan adalah bagaimana mencari variansi dari taksiran Spatial Empirical Bayes, atau interval kepercayaan untuk rata-rata populasinya.

(16)

VII. Referensi

Freno, A. (2013). Markov Random Fields. Diakses tanggal 17 Juni 2014.

http://researchers.lille.inria.fr/~freno/files/teaching/markov-nets_ 120213.pdf

Gelman, A., Carlin, J.B., Stern, H.S., & Rubin, D.B. (2000). Bayesian Data Analysis. New York : Chapman & Hall/CRC.

Hogg, R.V., McKean, J.W., & Craig, A.T., (2013). Introduction to Mathematical Statistics (7th ed). Boston : Pearson Education, Inc.

Rao, J.N.K. (2003). Small Area Estimation. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Gambar

Gambar 1. Representasi Lapangan Markov
Tabel 1. Hasil Pengolahan Data Numerik Susenas Kota Depok 2012
Tabel 2. Data Koordinat Titik Pusat Kecamatan di Kota Depok
Tabel 3. Perbandingan Hasil Taksiran Jumlah Penduduk Miskin Tiap Kecamatan   di Kota Depok Tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

Motlan Sirait, M.Sc, Ph.D, yang juga memberikan ijin kepada saya untuk mengikuti Program Studi S3 Ilmu Kimia di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.. Ketua Jurusan Ilmu Kimia

Akhirnya dapat dikatakan bahwa, kenyataan-kenyataan psikologis sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari beberapa aspek penting dari sejarah kehidupan masyarakat

Target dari segmen online merupakan segmen pelanggan yang baru. Target pelanggan ini memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama sekali berbeda dengan segmen offline. Skenario

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi serta masukan publik tersebut, terdapat beberapa masukan umum, antara lain adanya pemahaman yang kurang tepat oleh masyarakat

Periode yang ketiga adalah periode modern dan pada periode ini konstruksi mikroskop semakin ditingkatkan sehingga lebih leluasa dalam mengamati mikroorganisme

Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-

Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat memberikan penjelasan dan penekanan pada peran faktor lingkungan terhadap pathogen, inang dan

Dilain hal pengkarya juga memperhitungkan agar bentuk yang digunakan tetap tertata secara komposisi dengan membagi simbol yang digunakan agar dapat dimainkan menjadi