JURNAL ILMIAH
HUBUNGAN PENGETAHUAN BASIC LIFE SUPPORT DENGAN KECEMASAN SAAT MENOLONG PASIEN PADA MAHASISWA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Oleh :
Barka Febrianto Ramadhan 1911011091
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
JURNAL ILMIAH
HUBUNGAN PENGETAHUAN BASIC LIFE SUPPORT DENGAN KECEMASAN SAAT MENOLONG PASIEN PADA MAHASISWA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh :
Barka Febrianto Ramadhan 1911011091
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
PERNYATAAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN BASIC LIFE SUPPORT DENGAN KECEMASAN SAAT MENOLONG PASIEN PADA MAHASISWA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Oleh :
Barka Febrianto Ramadhan 1911011091
Jurnal Ilmiah ini telah diperiksa oleh pembimbing dan telah disetujui untuk dipublikasikan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
Jember, 24 Juli 2021
Pembimbing I
Ns. Cipto Susilo,S.Kep.,S.Pd.,M.Kep NPK. 19700715 1 93 05 382
Pembimbing II
Ns. Cahya Tribagus Hidayat.,S.Kep.,.M.Kes.,
NPK. 19860517 1150 3614
HUBUNGAN PENGETAHUAN BASIC LIFE SUPPORT DENGAN KECEMASAN SAAT MENOLONG PASIEN PADA MAHASISWA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Barka Febrianto Ramadhan1, Cipto Susilo2, Cahya Tribagus Hidayat3 Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jember
1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember 2. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember 3. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
Abstrak
Basic Life Support merupakan salah satu kompetensi wajib yang harus dimiliki oleh mahasiswa keperawatan sesuai dengan kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI) level 7. Pengalaman pertama dalam melakukan basic life support pada tindakan kegawatdaruratan merupakan stresos terkait dengan kepercayaan diri utamanya pada mahasiswa keperawatan sehingga berdampak pada timbulnya permasalahan kecemasan atau anxiety. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan basic life support dengan kecemasan saat menolong pasien pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember. Metode penelitian menggunakan metode korelasional dengan pendekatan cross sectional. Besar sample pada penelitian adalah sebanyak 44 responden menggunakan metode Purposive sampling. Analisis data menggunakan uji spearman rho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa Keperawatan tentang basic life support sebagian besar berada pada kategori baik yaitu sebanyak sebanyak 23 mahasiswa (52,3%) dan kecemasan mahasiswa Keperawatan saat menolong pasien henti jantung sebagian besar berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 31 mahasiswa (70,5%). Hasil uji statistik ada hubungan pengetahuan basic life support dengan kecemasan saat menolong pasien pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember (p value = 0,001; α = 0,05; r = 0,719). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa diperlukan uoaya untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang basic life support yaitu dengan meningkatkan pelatihan dan pengembangan pengetahuan secara berkala pada setiap akhir program
Kata kunci : Basic Life Support, kecemasan, mahasiswa keperawatan Daftar Pustaka : 47 (2012-2020)
Abstract
Basic Life Support is one of the mandatory competencies that must be possessed by nursing students in accordance with the level 7 Indonesian National Qualification Framework (KKNI).
anxiety or anxiety problems. This study aims to determine the relationship between basic life support knowledge and anxiety when helping patients in nursing students at the Muhammadiyah University of Jember. The research method uses a correlational method with a cross sectional approach. The sample size in this study was 44 respondents using the purposive sampling method.
Data analysis using Spearman Rho test. The results showed that the knowledge of nursing
students about basic life support was mostly in the good category, namely as many as 23 students
(52.3%) and the anxiety of nursing students when helping cardiac arrest patients was mostly in
the low category, namely 31 students (70, 5%). The results of statistical tests showed that there
was a relationship between basic life support knowledge and anxiety when helping patients at the Muhammadiyah University of Jember nursing students (p value = 0.001; = 0.05; r = 0.719). The results of this study indicate that efforts are needed to improve students' understanding of basic life support, namely by increasing training and knowledge development periodically at the end of each program.
Key Words : Basic Life Support, anxiety, nursing students Bibliography : 47 (2012-2020)
PENDAHULUAN
Mahasiswa keperawatan merupakan calon perawat yang ikut serta dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga perlu dibekali kemampuan perawatan pasien sedini mungkin untuk mencegah kesalahan yang dapat menyebabkan insiden keselamatan pasien. Mahasiswa keperawatan perlu mengintegrasikan pelaksanaan keselamatan pasien dalam proses pembelajaran klinik yang dilakukan kepada pasien (Hayajneh, 2011).
Bentuk pembelajaran klinik bagi mahasiswa keperawatan berdasakan kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI) level 7 adalah pemberi asuhan keperawatan (care provider) dimana sebagai individu maupun tim memberikan pelayanan keperawatan kepada klien berdasarkan keilmuan yang dimiliki dengan senantiasa mempertimbangkan aspek legal dan etis. Salah satu bentuk asuhan yang diberikan adalah Basic Life Support (Kementerian Kesehatan, 2018).
Studi terbaru menunjukkan bahwa hanya 15-30% kejadian korban serangan jantung dapat menerima kompresi dari para penolong sebelum sampai di rumah sakit.
Tingkat kelangsungan hidup menurun sekitar 10% setiap menit dengan korban yang menunggu bantuan medis datang tanpa mendapat resusitasi. Setiap tahunnya, jutaan orang meninggal karena terlambat mendapat bantuan medis akibat serangan jantung.
Penanganan pertama henti jantung lebih banyak tertolong dengan tindakan kompresi dibandingkan kompresi yang disela dengan bantuan napas (Booker, 2018).
Di Amerika Serikat sebagai negara yang sudah maju masih terjadi kurang lebih 400.001 kasus sudden cardiac death setiap
tahunnya. Pasien dengan sudden cardiac death menunjukkan sekitar 80% disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Angka harapan hidup pada pasien yang mengalami sudden cardiac death di luar rumah sakit masih sangat rendah sekitar 2 – 25%
(Jeremias & Brown, 2019). Pasien yang dapat
tertolong masih mempunyai risiko tinggi
serangan ulang. Di Indonesia kematian akibat
penyakit jantung dan pembuluh darah masih
menduduki urutan pertama meskipun
demikian angka kematian akibat serangan
jantung yang tiba-tiba masih belum diketahui
secara pasti (Rampengan, 2015). Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2017 prevalensi
penyakit jantung di Indonesia masih cukup
tinggi yaitu 7,2% dan berdasarkan diagnostik
menunjukkan angka 0,9%. Dengan asumsi
penduduk Indonesia 228.523.342 orang maka
terdapat 16.453.680 orang yang mengalami
penyakit jantung dan mempunyai risiko
terjadinya sudden cardiac death. Berdasarkan
diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal
jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar
0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696
orang, sedangkan berdasarkan diagnosis
sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar
530.068 orang. Berdasarkan diagnosis
dokter, estimasi jumlah penderita penyakit
gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi
Jawa Timur sebanyak 54.826 orang (0,19%),
sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki
jumlah penderita paling sedikit, yaitu
sebanyak 144 orang (0,02%). Berdasarkan
diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita
penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di
Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang
(0,3%), sedangkan jumlah penderita paling
sedikit ditemukan di Provinsi Kep. Bangka
Belitung, yaitu sebanyak 945 orang (Kementerian Kesehatan RI, 2019)
Setiap tahun, layanan gawat darurat medis mengkaji adanya lebih dari 420.001 cardiac arrest terjadi luar rumah sakit di Amerika Serikat. Pada tahun 2013 Layanan Medis Darurat atau Emergency Medical Service (EMS) di Inggris berusaha menyadarkan sekitar 28.000 kasus out-of- hospital cardiac arrest (OHCA). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia- Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.001 kasus.
Sedangkan insiden cardiac arrest di Indonesia belum didapatkan data yang jelas.
Sekitar 80% dari OHCA terjadi di rumah dan 20% di tempat umum. Hanya sekitar 20%
dapat diobati dengan defibrilasi pada saat EMS tiba (Rampengan, 2015). Ada banyak kasus OHCA yang terjadi namun EMS tidak mencoba resusitasi karena pada saat kedatangan, mereka menilai korban berada di luar resusitasi. Hal ini karena korban telah meninggal selama beberapa jam, atau telah mengalami trauma yang parah yang tidak kompatibel dengan kehidupan, atau karena kesempatan untuk memulai resusitasi tidak diambil lebih cepat sementara EMS sedang dalam perjalanan (American Heart Association, 2015).
Bantuan hidup merupakan usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Bantuan hidup dibagi dua yaitu Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjut (BHL). Bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut dilakukan sebelum berada di rumah sakit. Pada buku panduan “ Basic Trauma and Cardiac Life Support” , dikemukakan bahwa bantuan hidup dasar merupakan dasar dalam menyelamatkan penderita dengan kondisi yang mengancam nyawa, meliputi cepat mengenali tanda-tanda henti jantung, segera mengaktifkan sistem respon kegawatdaruratan, serta melakukan Basic Life Support (Nicholas & Patty, 2017).
Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima
Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari masyarakat awam. Oleh karena itu menghubungi Emergency Call dan CPR yang diberikan segera oleh bystander dapat meningkatkan jumlah orang yang diberi kesempatan bertahan hidup. Hal tersebut sejalan dengan beberapa data yakni: angka korban OHCA yang selamat oleh masyarakat awam sebesar 31,7 persen. Sedangkan menurut American Heart Association (2015) sebesar 40,1% korban OHCA terselamatkan setelah dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh masyarakat awam. Bantuan Hidup Dasar (BHD) harus diberikan pada korban- korban yang mengalami henti napas, henti jantung, dan perdarahan. Keterampilan dalam Basic Life Suport dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan Basic Life Suport (American Heart Association, 2015). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan pengetahuan tetap berjalan. Sering kali, masyarakat awam mungkin enggan untuk menawarkan bantuan terutama resusitasi jantung paru karena takut jika mereka melakukan sesuatu yang "salah", mereka kemudian akan dituntut atau digugat untuk luka (meskipun tidak disengaja) atau kematian (Maria, 2016).
Basic Life Suport merupakan pengalaman pertama bagi mahasiswa utamanya mahasiswa dibidang kesehatan baik keperawatan maupun kedokteran (Saquib &
Harthi, 2019). Pengalaman pertama dalam
melakukan basic life support pada tindakan
kegawatdaruratan merupakan stresos terkait
dengan kepercayaan diri utamanya pada
mahasiswa kesehatan sehingga berdampak
pada timbulnya permasalahan kecemasan atau
anxiety (Somaraj & Shenoj, 2017). Teori
perilaku kognitif penyebab kecemasan dari
Aaron Beck dalam Shives (2012) menjelaskan
bahwa kecemasan merupakan respons yang
dipelajari atau dikondisikan terhadap
peristiwa yang menimbulkan stres atau
bahaya yang dirasakan. Menurut teori ini,
konseptualisasi atau pola berpikir yang salah,
terdistorsi, atau kontraproduktif menyertai
atau mendahului perkembangan kecemasan.
Kurangnya pengetahuan akan sesuatu hal mengakibatkan mekanisme koping yang tidak memadai sehingga menimbulkan stres.
Stimulus stres menimbulkan ancaman psikologis bagi orang tersebut sehingga mengakibatkan perkembangan perilaku maladaptif dan timbulnya gangguan kecemasan (Shives, 2012).
Penelitian oleh Yousef (2006) dalam Rachmawaty (2012) menemukan bahwa pengetahuan dan sikap terhadap Resusitasi Jantung Paru diantara mahasiswa Universitas King Saud, didapatkan 85% dari mahasiswa merasa bahwa informasi tentang RJP masih kurang dan secara total hanya 10%dari mereka disurvei merasa bahwa pengetahuan mereka tentang RJP sudah cukup. 73% siswa bersedia melakukan RJP pada orang asing, tetapi hampir semua orang menolak melakukan hal tersebut kepada korban yang bukan sesama jenis (9,6% laki-laki, 17,3%
perempuan) dan 88% mahasiswa ingin belajar bagaimana melakukan RJP. Studi pada tahun 2004 di Selandia Baru menemukan bahwa diantara 400 orang yang diteliti, 74% pernah diajarkan RJP, 73% ingin mengetahui lebih lanjut tentang resusitasi dan 70% berpendapat bahwa resusitasi menjadi komponen wajib untuk tes pengambilan sim mengemudi di Selandia Baru. Penelitian oleh Somaraj &
Shenoj (2017) melaporkan bahwa pada mahasiswa kesehatan yang melakukan basic life support menunjukkan moderately anxiety sebesar 2,19%, average anxiety sebesar 69,40% dan Moderatly high anxiety sebesar 22,95% serta High anxiety sebesar 5,6%.
Wochenschrift (2010) dalam Rachmawaty (2012) mengungkapkan bahwa telah dilakukan studi terhadap 500 responden serta menemukan 70% dari responden pernah menghadiri kursus tentang Resusitasi Jantung Paru (CPR), tetapi hampir 80% dari mereka menghadiri pelatihan itu sudah 10 tahun yang lalu. Kurang dari setengah responden tahu bahwa RJP meliputi pernapasan (47%) dan kompresi dada (44,6%). Pengetahuan tentang keterampilan Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) umumnya sedikit. hanya 1,2 % tahu tingkat
kompresi dada, 2,2% tahu rasio antara kompresi dada dan pernapasan buatan yang benar pada orang dewasa, dan hanya 3 dari 500 (0,6%) responden yang tahu keduanya.
Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada data jelas mengenai studi terhadap masyarakat awam terkait dengan pengetahuan maupun penatalaksanaan bantuan hidup dasar atau Basic Life Suport pada henti jantung
Mahasiswa dituntut untuk dapat melakukan ketrampilan tentang bantuan hidup dasar sehingga hal tersebut menjadi stressor yang menimbukan rasa kecemasan pada mahasiswa (Susilo & Nurhapsari, 2019).
Kecemasan (ansietas) merupakan situasi yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi atau menyertai kondisi situasi kehidupan dan berbagai gangguan kesehatan. Kecemasan dapat timbul dengan intensitas yang berbeda- beda, tingkatan ini terbagi menjadi kecemasan ringan, sedang, berat hingga menimbulkan kepanikan dari individu itu sendiri, terkadang dapat menimbulkan halangan untuk melakukan suatu pekerjaan (Suryanto, 2012)
Pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang teknik resusitasi memungkinkan seseorang dapat menolong orang yang membutuhkan bantuan. Beberapa pelatihan yang sudah dilakukan oleh beberapa instansi belum dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap kegawatdaruratan seseorang serta mengetahui apalagi memahami pedoman untuk melakukan resusitasi jantung paru, Maka dari itu cukup beralasan bagi peneliti untuk melakukan suatu kajian mengenai hubungan pengetahuan basic life support dengan kecemasan saat menolong pasien pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain korelasi dengan pendekatan cross sectional.
Sampel pada penelitian adalah mahasiswa
keperawatan program diploma tiga (D-III)
tahun 2021 sebanyak 69 mahasiswa. Teknik
sampling yang digunakan adalah Purposive
sampling. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan kuesioner berupa pengetahuan dan instrument An Alternative Social Anxiety Scale. Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis menggunakan Spearman Rho pada taraf signifikasi α (0,05).
HASIL PENELITIAN Data Umum
1. Frekuensi Usia Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember Tahun 2021 (n=44)
Tendency Central Hasil 95%CI
Mean 22 20-23
Median 22
Modus 21
Standar Deviasi 1,38
Min- Maks 19-25
2. Distribusi Jenis Kelamin Mahasiswa
Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jember Tahun 2021 (n=44)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki- laki 14 31,8
Perempuan 30 68,2
Total 44 100
3. Distribusi Riwayat Mengikuti Pelatihan Basic Life Support pada Mahasiswa
Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jember Tahun 2021 (n=44)
Pelatihan Basic Life Support
Frekuensi Persentase
Pernah 44 100
Tidak Pernah 0 0
Total 44 100
4. Tabel 5.4 Distribusi Riwayat Melakukan Pertolongan Henti Jantung pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember Tahun 2021 (n=44)
Pengalaman Frekuensi Persentase
Pernah 23 52,3
Tidak Pernah
21 47,7
Total 44 100
Data Khusus
1. Pengetahuan Basic Life Support Pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember
Kategori Pengetahuan
Frekuensi Persentase
Baik 23 52,3
Cukup 19 43,2
Kurang 2 4,5
Total 44 100
2. Kecemasan Saat Menolong Pasien Pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember
Tingkat Kecemasan
Frekuensi Persentase
Tinggi 2 4,5
Sedang 11 25
Rendah 31 70,5
Total 44 100
3. Hubungan Pengetahuan Basic Life Support Dengan Kecemasan Saat Menolong Pasien Pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember
Pengetahuan
Kecemasan Total
Tinggi Sedang Rendah p-
value r
f % f % f % f %
Kurang 2 100 0 0 0 0 2 100
Cukup 0 0 11 57,9 8 42,1 19 100 0,001 0,719
Baik 0 0 0 0 23 100 23 100
Jumlah 2 4,5 11 25 31 70,5 44 100