• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK GUNA USAHA AKIBAT KEKELIRUAN PENETAPAN BATAS TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK GUNA USAHA AKIBAT KEKELIRUAN PENETAPAN BATAS TANAH"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK GUNA USAHA AKIBAT KEKELIRUAN PENETAPAN BATAS TANAH

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

SHEILA NAMIRA 167011013/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 4 Desember 2018

TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN ANGGOTA : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

Prof. Dr. Saidin, SH, MHum

Dr. T Keizerina Devi, SH, CN, M.Hum Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Masalah pertanahan yang sering timbul di masyarakat adalah terkait dengan hak atas tanah, baik dengan jenis hak atas tanah yang sama ataupun yang berbeda pada satu bidang tanah, yang dikenal dengan tumpang tindih (overlapping) hak atas tanah. Apabila terbit dua hak atas tanah, yang ditandai dengan penerbitan dua sertipikat tanah atas bidang yang sama dan terdapat perbedaan data yuridis dan data fisik. Akibatnya adalah akan muncul ketidakpastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Dalam hal ini penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana penyebab terjadinya kekeliruan penetapan batas tanah atas sertipikat hak guna usaha, bagaimana akibat hukum yang timbul dari kekeliruan penetapan batas tanah dan bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna usaha akibat kekeliruan penetapan batas tanah.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan peraturan perundang- undangan. Selanjutnya menarik kesimpulan denagn menggunakan metode deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terjadinya kesalahan dalam penetapan batas tanah dikarenakan adanya perubahan pada sistem pengukuran tanah yang sudah berganti menggunakan alat-alat baru yaitu salah satunya satelit (digital) sehingga perubahan data dapat terjadi atau terjadi kesalahan, selain itu dapat dikarenakan pelaksanaan proses pengukuran tidak dilaksanakan sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Petugas Ukur, dan sulitnya menghadirkan para pemilik tanah yang berbatasan pada saat dilakukan pengukuran. Akibat hukum yang timbul dari kekeliruan penetapan batas tanah karena terjadinya kesalahan penetapan batas tanah yang dilakukan pada saat pengukuran yang mengakibatkan timbulnya dua sertifikat tanah yang terbit secara ganda maka dalam hal ini dibatalkannya salah satu sertifikat oleh menteri / kepala kantor wilayah BPN sehingga hanya ada satu sertifikat yang berlaku dengan batas-batas tanah yang sesuai. Akibat permasalahan ini terdapat kerugian bagi para pihak, terutama pemilik hak guna usaha dimana tanah diperuntukan sebagai lahan usaha.Perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna usaha akibat kekeliruan penetapan batas tanah yaitu apabila pemegang hak tidak dapat membuktikan data fisik dan yuridis yang ada di sertifikat, maka pemegang hak tidak mendapatkan perlindungan hukum. Dengan adanya pembuktian yang kuat sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah, maka pemegang hak akan selalu mendapatkan perlindungan hukum. Data fisik dan yuridis yang tercantum dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti yang lain yang membuktikan sebaliknya. Dengan demikian adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka diadakan perubahan dan pembetulan sebagaimana semestinya.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Sertipikat, Kekeliruan Penetapan Batas Tanah

(7)

ABSTRACT

Dispute in land usually occurs in society, especially in land rights, such as errors in surveying land boundary which brings about overlapping land rights.

Two land certificates of the same plot of land will cause legal uncertainty for their holders. The objective of the research was to find out the cause of errors in determining land boundary on leasehold certificate, legal consequence of error in determining land boundary, and legal protection for the holder of leasehold certificate caused by error in determining land boundary.

The research used juridical normative and descriptive analytic methods.

Primary data were gathered by conducting interviews in BPN (National Land Agency), secondary data were obtained from various literatures and legal provisions, and conclusion was drawn deductively.

The result of the research shows that there is an error in determining land boundary since there is a change in surveying to digital devices so that there will be a change in data or an error, surveying is not in accordance with Standard Operating Procedure (SOP) of Surveyors, it is difficult to present the owners of the bordering land during the surveying, and they do not know the border accurately. The legal consequence of the error is that one of the certificates has to be revoked by the Minister/Head of BPN so that there will be only one valid certificate. In this case, the both parties, especially the leaseholder, is harmed because the land is intended for business. Legal protection for the holder of leasehold certificate as the result of the error is that when the leaseholder cannot prove with physical and juridical data in the certificate, he cannot get legal protection since this certificate has legal force and has to be accepted by the judge as evidence as far as there no other evidence which proves it. Therefore, since the court’s verdict is final and conclusive, the change and improvement are made.

Keywords: Legal Protection, Certificate, Error in Determining Boundary

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Sheila Namira

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/23 Maret 1995 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jalan AR. Hakim Gg. Sehat Nomor 6 Medan

Telepon/Hp : 085275507832

II. KELUARGA

Nama Ayah : (Alm) Yahya S. Ali

Nama Ibu : (Almh) Nurhayati

III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Nurul Islam Indonesia : Tahun Lulus 2006 2. SMP Negeri 4 Medan : Tahun Lulus 2009 3. SMA Negeri 6 Medan : Tahun Lulus 2012 4. S1 Fakultas Hukum UMSU : Tahun Lulus 2016

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, yang telah memberikan kesehatan baik rohani dan jasmani, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK GUNA USAHA AKIBAT KEKELIRUAN PENETAPAN BATAS TANAH”.

Ketika melakukan penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunannya. Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyusunan dan penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sebagai ungkapan terimakasih, maka izinkanlah penulis untuk menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Secara khusus kepada Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, dan

(10)

Prof. Dr. Saidin, SH, MHum, masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, nasehat, arahan, saran dan kritik kepada penulis selama proses penulisan.

5. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum dan Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum, selaku dosen penguji yang memberikan saran dan kritik dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan tambahan wawasan ilmu dan pengetahuan hukum selama menjalankan perkuliahan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Staff dan Pegawai Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama proses perkuliahan selama ini.

8. Ayahanda (Alm) Yahya S. Ali dan Ibunda (Almh) Nurhayati yang selalu memberikan cinta, doa, dan dukungan kepada penulis. Terima kasih telah melahirkan saya dan dengan cara ini saya bisa membuat kalian bangga. Serta buat keluarga yang terus memberikan dukungan kasih sayang bagi penulis sampai menyelesaikan penulisan tesis ini. Tanpa nasehat kalian saya tidak bisa sampai ditahap ini.

9. Seseorang yang spesial yang telah membantu, memberikan semangat, doa, dukungan, perhatian dan kasih sayang serta mendukung penyelesaian tesis ini.

(11)

10. Sahabat-sahabat Aulia Sakina H SH, Yenni Lestari SH, Talita Syamantha SH, Nur Azizah SH, Ovie Vellycia Harahap SH, Fanni Damara Arif SH., MKn, Intan Permata Sari SH, Rendi Kurniawan SH, Ricky Fauzan SH., MKn, dan Dedi Saputra SH., MKn, M. Hafis Ramadhan SH, yang selalu mendukung dan menemani selama proses pembuatan tesis ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik, dan saran serta sumbangan pemikiran yang bersifat membangun, agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, Desember 2018 Penulis,

Sheila Namira

(12)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ... i

TANGGAL UJIAN PERNYATAAN ORISINALITAS PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ABSTRAK ABSTRACK DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Kerangka Konsepsi... 19

G. Metode Penelitian ... 21

1. Jenisdan Sifat Penelitian ... 21

2. Sumber Data ... 22

3. Teknik Pengumpulan Data ... 23

4. Alat Pengumpulan Data... 24

5. Analisis Data ... 25

BAB II PENYEBAB TERJADINYA KEKELIRUAN PENETAPAN BATASTANAH ATAS SERTIPIKAT HAK GUNA USAHA A. Tinjauan Umum Tentang Batas Tanah ... 27

1. Pengertian batas tanah dan penetapan batas tanah ... 27

2. Asas Contradictoir Delematie ... 29

3. Proses penetapan batas dalam pembuatan peta bidang .... 32

4. Surat ukur ... 33

B. Tinjauan Umum Tentang Hak Guna Usaha ... 35

1. Pengertian hak guna usaha ... 35

2. Subyek hak guna usaha ... 36

3. Hak dan kewajiban pemegang hak guna usaha ... 36

4. Terjadinya hak guna usaha ... 37

5. Jangka waktu hak guna usaha ... 39

6. Beralihnya hak guna usaha ... 40

7. Hapusnya hak guna usaha ... 42

C. Kekeliruan penetapan batas tanah ... 43

D. Penyebab terjadinya kekeliruan penetapan batas tanah ... 45

(13)

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KEKELIRUAN PENETAPAN BATAS TANAH

A. Contoh kasus kekeliruan penetapan batas tanah... 53 B. Akibat hukum yang timbul dari kekeliruan penetapan

batas tanah ... 84 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG

SERTIPIKAT HAK GUNA USAHA AKIBAT KEKELIRUAN PENETAPAN BATAS TANAH

A. Tinjauan umum tentang prosedur dan persyaratan

penerbitan sertipikat hak guna usaha ... 97 B. Penyelesaian yang timbul bagi pemegang sertipikat hak

guna usaha ... 107 C. Perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna

usaha akibat kekeliruan penetapan batas tanah ... 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 117 B. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA ... 120

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria(UUPA), yaitu”Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang- orang lain serta badan-badan hukum”. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak-hak atas tanah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua panjang dan lebar. Sedangkan Ruang dalam pengertian yuridis, yang terbatas berdimensi tiga yaitu panjang, lebar dan tinggi yang dipelajari dalam Hukum Penataan Ruang.1 Undang-Undang Pokok Agraria merupakan hukum tanah positif tertua yang berlaku di Indonesia hingga saat ini juga mengatur mengenai macam-macam hak atas tanah sebagaimana dimuat dalam Pasal 16 dan Pasal 53 UUPA dimana kemudian dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu:

1. Hak atas tanah yang bersifat tetap

Hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Jenis hak ini sebagaimana pula

1Urip Santoso. Hukum Agraria, kajian koprehensif, Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group. 2013. h. 9.

(15)

yang telah diatur dalam UUPA itu sendiri, antara lain Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Membuka Tanah, Hak Sewa untuk Bangunan, dan Hak Memungut Hasil Hutan.

2. Hak atas tanah yang bersifat sementara

Hak atas tanah yang dalam waktu singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, bersifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

3. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang

Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian dan akan ditetapkan melalui undang-undang, seperti hak pengelolaan dan hak milik satuan rumah susun.2

Hukum merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub sistem hukum yang saling berkaitan satu sama lainnya dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan hukum, yakni keadilan (gerechtigkeit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan kepastian hukum (rechtssicherheit).3

Masyarakat tentunya mengharapkan terciptanya kepastian hukum dikarenakan dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.

Hukum adalah untuk masyarakat, maka pelaksanaan dan penegakan hukum pun harus memberi manfaat bagi masyarakat itu sendiri. Dan bahwa dalam

2Ibid., h. 90.

3Umar Said Sugiarto. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika. 2012. h. 30.

(16)

pelaksanaan dan penegakan hukum itu harus terdapat keadilan karena masyarakat sangat berkepentingan dengan itu.

Bertambahnya majunya perekonomian rakyat dan perekonomian nasional, maka bertambah pula keperluan akan kepastian hukum di bidang pertanahan. Tanah makin lama, makin banyak yang tersangkut masalah perekonomian seperti jual beli tanah, dan tanah sebagai jaminan kredit di Bank.

Di dalam kehidupan sehari-hari sertifikat tanah seringkali menjadi persengketaan bahkan sampai ke sidang pengadilan. Hal ini timbul karena tanah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, yang membuat masyarakat berusaha untuk memperoleh tanah dengan berbagai cara bahkan dengan menyerobot tanah milik orang lain.4

Pada hakekatnya, kasus sengketa pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa (para pihak), sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan, perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan pelayanan penyelesaian kepada yang berkepentingan(masyarakat dan pemerintah).

Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan suatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan- keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas,

4Adrian Sutedi. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika. 2012. h. v.

(17)

maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.5

Menurut Sarjita, sengketa pertanahan adalah : “perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan.6 Sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam yaitu masalah yang menyangkut prioritas untuk ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya, bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak, kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang atau tidak benar, dan sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis.7

Akibatadanya ketimpangan dalam penguasaan tanah dan adanya pandangan bahwa tanah sebagai benda ekonomi setiap orang, maka permasalahan akan tanah rawan memunculkan konflik maupun sengketa. Jika konflik itu telah nyata (manifest) maka hal tersebut disebut sengketa, sungguhpun sebaliknya, menurut Peraturan Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016, sengketa pertanahan hanya menyangkut pihak perseorangan, namun, jika sudah bersifat manifest dan menyangkut masyarakat banyak maka disebut dengan konflik.8

5Rusmadi Murad. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas tanah. Bandung: Alumni. 1991. h.

32. 6

Sarjita. Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Yogyakarta: Tugujogja Pustaka 2005. h. 8.

7Rusmadi Murad. Op.cit., h. 23.

8Maria SW Sumardjono. Nurhasan Ismail.danIsharyanto. MediasiSengketa Tanah.Jakarta: Kompas. 2008, h. 2.

(18)

Sumber konflik pertanahan yang ada sekarang ini antara lain disebabkan oleh: 9

1. Pemilikan/penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata;

2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan non pertanian;

3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah;

4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah (hak ulayat);

5. Lemahnya posisi masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah;

6. Permasalahan pertanahan dalam penerbitan sertifikat yang antara lain:

a. Proses penerbitan sertifikat tanah yang lama dan mahal b. Sertifikat palsu

c. Sertifikat tumpang tindih (Overlapping) d. Pembatalan sertifikat

Masalah pertanahan yang sering timbul di tengah-tengah masyarakat adalah terkait dengan pemberian hak atas tanah, baik dengan jenis hak atas tanah yang sama ataupun yang berbeda pada satu bidang tanah, yang lazimnya dikenal dengan tumpang tindih (overlapping) hak atas tanah. Akibatnya adalah akan muncul ketidakpastian hukum bagi pemegang hak atas tanah sehingga akan menimbulkan sengketa antara para pemegang hak atas tanah tersebut. Apabila terbit dua hak atas tanah, yang dalam hal ini ditandai dengan penerbitan dua sertipikat tanah atas bidang yang sama, tentu saja terdapat perbedaan data yuridis dan data fisik dalam pengajuan pendaftaran hak atas tanah tersebut. Perbedaan yang berkaitan dengan data fisik biasanya terjadi terkait dengan perbedaan luas tanah dan batas yang ada di lapangan. Sedangkan perbedaan data yuridis menyangkut alas hak atau bukti perolehan atas tanah tersebut.

Penyebab terjadinya sertipikat yang dipermasalahkan dapat bersumber dari ketidakjujuran pemohon dalam memberikan data teknis atau data yuridis.

9Lutfi I Nasoetion Et al. Konflik Pertanahan (Agaria) Menuju Keadilan AgrariaCet 1.

Bandung: Yayasan AKATIGA. 2002. h.112.

(19)

Fenomena ini menunjukan masih rendahnya kesadaran hukum pemilik tanah dan terbatasnya akses bagi aparat untuk mendapatkan kebenaran materil data dan keterangan yang disampaikan pemohon pada saat pendaftaran tanah.

Masalah yang berhubungan dengan tanah harus mendapat perhatian dan penanganan yang khusus dari pemerintah sebagai penyelenggara administrasi pertanahan agar dapat memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah. Agar jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan terwujud, maka sangat diperlukan tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten serta penyelengaraan pendaftaran tanah yang efektif.10

Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan sertipikat hak atas tanah.

Sertipikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftarkan dalam buku tanah.

Secara etimologi sertipikat berasal dari bahasa Belanda “Certificat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi kalau dikatakan sertipikat tanah adalah Surat Keterangan yang membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain keterangan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang inilah yang disebut sertipikat tanah tadi.11

10Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia. Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaan. Jakarta: Djamban 2005. h. 69.

11Mhd.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis. Hukum Pendaftaran Tanah.. Bandung: Mandar Maju. 2008. h. 204.

(20)

Kepastian hukum mengenai objek hak tergantung dari kebenaran data yang diberikan oleh pemohon hak dan adanya kesepakatan batas-batas tanah dengan pemilik berbatasan (contradictoire delimitatie) yang secara fisik ditandai pemasangan patok-patok batas tanah dilapangan. Hak sebidang tanah disamping pemegang haknya, juga terkait kepentingan pihak lain termasuk masyarakat.

Keterkaitan pihak lain dapat secara langsung misalnya dalam hubungan penggunaan, atau jaminan dan lain-lain.

Dalam hal kepastian hukum subjek hak atas tanah, pemegang hak mempunyai kewenangan untuk berbuat atas miliknya, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang atau melanggar hak atas kepentingan orang lain. Di samping hak-hak dan kewenangan-kewenangan yang dimiliki tersebut, juga melekat kewajiban-kewajiban, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat. Di dalam menikmati hak-hak dan kewenangan-kewenangannya itu, pemilik membutuhkan ketenangan dan perlindungan hukum yang lahir dari adanya kepastian hukum hak atas tanahnya.12

Jika dilihat dari substansinya, maka sengketa pertanahan meliputi pokok persoalan yang berkaitan dengan peruntukan dan/atau penggunaan serta penguasaan hak atas tanah, keabsahan suatu hak atas tanah, dan pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya. Sedangkan dilihat dari tipologi masalah tentang pendaftaran hak yaitu sertipikat ganda,

12Adrian Sutedi. 2012. Op.Cit. h. viii.

(21)

sertipikat palsu, konversi hak yang cacat hukum, peralihan hak yang cacat hukum dan cacat administrasi, permohonan pemblokiran/skorsing.13

Untuk menanggulangi timbulnya sertfikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum perlu adanya upaya aktif dan peran serta dari segenap lapisan masyarakat baik instansi pemerintah maupun warga masyarakat serta instansi yang terkait dengan bidang pertanahan seperti Notaris-PPAT, serta peranan lembaga penegak hukum atau badan peradilan.

Berdasarkan uraian di atas, maka menarik untuk diteliti untuk melakukan penelitian dalam tesis ini dengan judul “Perlindungan Hukum pemegang Sertipikat Hak Guna Usaha Akibat Kekeliruan Penetapan Batas Tanah”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penyebab terjadinya kekeliruan penetapan batas tanah atas sertipikat hak guna usaha?

2. Bagaimana akibat hukum yang timbul dari kekeliruan penetapan batas tanah?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna usaha akibat kekeliruan penetapan batas tanah?

C. Tujuan Penelitian

13Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara. Bahan Pembinaan Teknis Penyelesaian Masalah Pertanahan. Medan: Kanwil BPN Sumatera Utara. 2005. h.4.

(22)

Adapun tujuan dari penelitian yang akan penulis lakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab terjadinya kekeliruan penetapan batas tanah atas sertipikat hak guna usaha.

2. untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum yang timbul dari kekeliruan penetapan batas tanah.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna usaha akibat kekeliruan penetapan batas tanah.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:14

1. Secara teoritis

Hasil penelitian merupakan kajian terhadap teori tertentu yang digunakan sebagai landasan berpikir.15yaitu:

a. Diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.

b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan pembahasan tentang sengketa hak atas tanah.

14Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

1986. h. 49.

15Teguh Budiharso. Panduan Lengkap Penulisan Karya IlmiahSkripisi Thesis dan Disertasi.

Yogyakarta : Venus. 2006. h. 119.

(23)

c. Diharapkan dapat menambah referensi/literatur sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang apabila melakukan penelitian dibidang yang sama dengan bahan yang telah diteliti.

2. Secara Praktis

Bertujuan memberikan bukti-bukti empiris mengenai konstruksi teori yang kita gunakan.16 Hasil penelitian ini dapat sebagai:

a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan di bangku kuliah dengan pembahasan yang telah dilakukan oleh para ahli dalam literatur- literatur.

c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan universitas sumatera utara, ternyata tidak ditemukan judul mengenai “Perlindungan Hukum pemegang Sertipikat Hak Guna Usaha Akibat Kekeliruan Penetapan Batas Tanah”. Oleh karena itu, berkeyakinan bahwa penelitin ini belum pernah dilakukan.

Berdasarkan penelusuran kepustakan sementara di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pascasarjana Kenotariatan menunjukan

16Ibid.

(24)

bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik tesis ini antara lain:

1. Nama : Syafruddin (017011081), judul tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus Terhadap Hak Atas Tanah Terdaftar Yang Berpotensi Hapus Di Kota Medan), dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep prosedur perolehan hak atas tanah yang berkepastian hukum yang dibutuhkan masyarakat untuk melindungi pemegang sertipikat hak atas tanah secara yuridis?

b. Bagaimana konsep dan pertanggungan hak atas tanah yang berkeadilan yang diingikan masyarakat untuk melindungi pemegang sertipikat hak atas tanah dan pemegang hak atas tanah sebenarnya secara materil?

c. Bagaimana konsep sertipikat hak atas tanah santun lingkungan yang bermanfaat yang diharapkan masyarakat untuk melindungi pemegang sertpikat hak atas tanah dan lingkungannya secara preventif?

2. Nama : Elviana Sagala (107011073), judul tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Masuk Ke Dalam Kawasan Hutan Akibat Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.

44/MENHUT-II/2005 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara (Studi Di Kabupaten LabuhanBatu), dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

(25)

Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan?

b. Bagaimana akibat hukum Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.

44/Menhut-II/2005 Tentang \ Penunjukan Kawasan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara terhadap sertipikat hak atas tanah yang masuk dalam kawasan hutan?

c. Bagaimna perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah yang masuk ke dalam kawasan hutan akibat terbitnya keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 44/Menhut-II/2005 Tentang\ Penunjukan Kawasan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara khusunya di Kabupaten LabuhanBatu?

3. Nama : Yesicha Christianita Ginting (147011009), judul tesis : Analisa Kasus Sengketa Keperdataan Kepemilikan Tanah Yang Bersertipikat Ganda (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Nomor 30/PDT.G/2009/PN.KBJ), dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah pemilikan tanah yang beritikad baik telah terlindungi atas adanya putusan No. 30/Pdt.G/2009/PN.Kbj?

b. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara gugatan penggugat dalam putusan pengadilan negeri kabanjahe No.

30/Pdt.G/2009/PN.Kbj?

c. Bagaimana akibat hukum dari putusan pengadilan negeri kabanjahe No.

30/Pdt.G/2009/PN.Kbj?

(26)

Apabila ditinjau dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang diteliti adalah berbeda. Dengan demikian, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Sehingga diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat saling melengkapi.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujinya. Sedangkan tujuan dari kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terlebih dahulu.17

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah peneltian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Dalam penelitian ilmiah kerangka teori menjadi landasan yang sangat penting, serta teori mengacu sebagai pemberi sarana kepada kita untuk bisa merangkumkan serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik.18

Teori merupakan bagian fundamental dalam penelitian ini, teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu

17M. Solly Lubis. Filsafat Ilmu Dan Penelitia. Medan: PT. Sofmedia. 2012. h.80.

18Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

1986. h. 122.

(27)

terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.19

Teori yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah:

a. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo, ”Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.20

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah- kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.21

Menurut teori perlindungan hukum sebagaimana dijelaskan oleh Fitzgerald bahwa “Hukum bertujuan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dipihak lain. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum

19J.J.M.Wuisman. Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Asas-asas. Jakarta: FE UI. 1996. h.203.

20Satjipto Rahardjo. Ilmu hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti Cetakan ke-V. 2000. h. 53.

21Muchsin. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Surakarta:

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2003. h. 14.

(28)

memiliki otoritas tertinggi menetukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.22

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang- undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

2) Perlindungan Hukum Represif.

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.23

Teori perlindungan hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan untuk mengetahui bagaimana perlindungan pemilik sertipikat hak guna usaha akibat adanya kekeliruan penetapan batas tanah serta bagaimana badan pertanahan Nasional mengatasi permasalahan tumpang tindih hak atas tanah.

b. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau

22Sajipto Raharjo. Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi.

Yogyakarta: Genta Publishing. 2010. h. 53.

23Muchsin.Op.,Cit.h. 20.

(29)

dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.24

Menurut Utrecht, Kepastian Hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.25

Menurut Sudikno Mertokusomo : Kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan putusan dapat dilaksanakan, walau kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum,mengikat setiap orang, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyama ratakan.26

Soerjono Soekanto berpendapat, bagi kepastian hukum yang penting adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan.

24Peter Mahmud Marzuki. Pengantar lmu Hukum. Jakarta: Kencana Pranada Media Group. 2008. h. 158.

25Riduan Syahrani. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti. 1999. h. 24.

26Soedikno Mertokusomo. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

2002. h. 160.

(30)

Apakah hukum itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar pengutamaan kepastian hukum.27

Menurut M. Solly Lubis : Kepastian hukum ialah kejelasan peraturan hukum mengenai hak, kewajiban dan status seseorang atau suatu badan hukum.

Kepastian hak,kewajiban dan kepastian status ini mendatangkan ketertiban, keteraturan, ketenangan bagi yang bersangkutan, karena dengan adanya kejelasan seperti diatur oleh hukum, maka seseorang tahu benar bagaimana status atau kedudukannya, seberapa jauh hak maupun kewajibannya dalam kedudukan tersebut.28

Menurut pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri, kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan, berdasarkan pendapatnya tersebut. Maka menurut Gustav Rudbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus slalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.

Kepastian hukum dikemukankan oleh Jan M. Otto sebagaimana yang dikutip oleh Bernard Arief Sidharta, yaitu kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai berikut :

1) Tersedia aturan-aturan hukumyang jelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh (accessible), yang diterbitkan oleh kekuasaan Negara.

2) Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

3) Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.

27Soerjono soekanto. Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial. Bandung: Alumni. 1982. h. 21.

28M.Solly Lubis. Serba-serbi Politik dan Hukum. Jakarta: PT.Sofmedia. 2011. h. 54.

(31)

4) Bahwa hakim-hakim (peradilan)yang mendiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukumitu secara konsisten sewaktu mereka menyelesaiakan sengketa hukum, dan

5) Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.29

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan antara Negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

Kepastian Hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.30

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya menimbulkan keresahan, tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil, apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan.

Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan untuk mengetahui bagaimana kepastian hukum sertipikat hak guna usaha akibat

29Bernard Arief Sidharta. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju.

2006. h. 85.

30Achmad Ali. Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis). Jakarta: Toko Gunung Agung. 2002. h. 82-83.

(32)

kekeliruan penetapan batas tanah, karenakekeliruan penetapan batas tanah mengakibatkan tidak pastinya letak batas tanah yang berbatasan serta bagaimana ketentuan tentang dan persyaratan penerbitan hak guna usaha.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, anatara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menayatukan abstraksi yang digeralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional.31

Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.32

Dalam kerangkan Konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.33 Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit. Konsepsi merupakan definisi operasional dari inti sari objek penelitian yang dilaksanakan. Pentingnya definsi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Dalam penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangkan konsepsi atau definisi operasional, sebagai berikut :

31Samadi Suryabrata. Metodelogi Peneltian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998. h. 31.

32Burhan Ashsofa. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. 1996. h.19.

33Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006. h. 7.

(33)

a. Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.34

b. Sertipikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendafataran Tanah adalah Surat Bukti Hak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

c. Hak Guna Usaha adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban membayar upeti tahunan kepada pemilik tanah, sebagai pengakuan tentang pemilikannya, baik berupa uang maupun berupa hasil atau pendapatan.35

d. Kekeliruan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu kesalahan, kekhilafan, kesesatan.36

e. Penetapan batas tanah adalah salah satu unsur dari data akurat tidaknya data fisik, sehingga jelas masing-masing bidang yang berbatas antara yang satu dengan yang lainnya.37

34Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. h. 3.

35Pasal 720 KitabUndang-UndangHukumPerdata.

36Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. h. 333.

37Tampil Anshari Siregar. Pendaftaran Tanah Kepastian Hak. Medan: Multi Grafik Medan. 2007. h. 85.

(34)

G. Metode Penelitian.

Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.38 Usaha mana dilakukan dengan metode – metode ilmiah yang disebut dengan Metodologi Penelitian.39 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data sehingga analisis data yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah – kaidah penelitian sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang diambil adalah Yuridis Normatif. Penelitian Hukum Normatif yang biasa disebut sebagai penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan dan ditujukan pada peraturan–

peraturan tertulis, sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan. Yang dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur dan putusan pengadilan sehingga menjadi bahasa hukum.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaiman menjawab

38Muslam Abdurrahman. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. UMM Press Malang.

2009. h. 91.

39Sutrisno Hadi. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Fakultas Psikologi UGM.

1973. h. 5.

(35)

permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.40

2. Sumber Data

Penelitian ini menitik beratkan pada studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, menggunakan data sekunder. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsip – arsip, bahan pustaka data resmi pada instansi Pemerintah, Undang – undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu Undang – undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus pertanahan, dan peratuan pelaksana lainnya di bidang pertanahan serta Putusan: MA Nomor 315 K/TUN/2015.

40Burhan Ashshofa. Op., Cit. hal. 27.

(36)

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu Bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa buku, hasil – hasil penelitian, tulisan atau pendapat pakar – pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan – bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet serta makalah – makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : a. Studi Kepustakaan (Library Research)

adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka untuk memperoleh data dari penelusuran literature kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian”.41

b. Studi Lapangan (Field Research)

Yaitu melakukan wawancara yang akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dengan wawancara yang dilakukan langsung kepada narasumber, dalam hal ini kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Sumatera Utara dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara dan dilakukan secara bebas dan terarah agar mendapatkan informasi yang lebih fokus dengan masalah yang diteliti.42

41Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. 1996. h. 14.

42Ronitijo Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1990. h. 63.

(37)

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui Studi Kepustakaan, Menurut Bambang Waluyo,

“sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Librabry Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literature

kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian”.

4. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dan dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan :

a. Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistemasi literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Yang digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian.43

b. Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan terwawancara yang memberikan jawaban ataas pertanyaan itu.44 Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak yang telah ditentukan sebagai

43Soerjono Soekanto. Op.Cit., h. 52.

44 Joko Subagyo. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2001.

h. 86.

(38)

informan atau narasumber dari pihak yang terkait sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

5. Analisis Data.

Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat deskriptif analitis, dimana analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.45

Analisa kualitatif bersifat mendalam dan rinci, sehingga juga bersifat panjang-lebar. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh melalui studi kepustakaan sehingga dapat menjawab permasalahan.

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan kemudian keseluruhan data tersebut akan disusun secara sistematis sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan tanah yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik ke hal-hal yang khusus dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip

45Lexy Meleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004. h.

103.

(39)

dalam bentuk preposisi-preposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus.46

46Mukti Fajar & Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. h.109.

(40)

BAB II

PENYEBAB TERJADINYA KEKELIRUAN PENETAPANBATAS TANAH ATAS SERTIPIKAT HAK GUNA USAHA

A. Tinjauan Umum Tentang Batas Tanah

1. Pengertian Batas Tanah Dan Penetapan Batas Tanah

Dalam proses pendataran tanah salah satu tahapannya adalah kegiatan pengumpulan data fisik, yang termaksud dalam pengumpulan data fisik salah satunya yaitu penetapan batas bidang tanah. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pengertian Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang berbatas.

Penetapan terhadap batas bidang tanah merupakan salah satu unsur dari akurat atau tidaknya data fisik, data fisik merupakan keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya.47 Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus di perhatikan sehingga pendaftaran tanah tersebut tidak hanya memberikan jaminan kepastian hukum melainkan juga untuk perlindungan hukum bagi para pemiliknya.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah memberikan jaminan hukum, bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi tugas teknis dan tugas administrasi. Tugas administrasi tersebut tentunya lebih banyak dikerjakan oleh bagian pengukuran dalam mengolah data teknis yang diukur di lapangan, seperti

47Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

(41)

letak tanah batas bidang tanah ketentuan tanah dan keadaan bangunan yang ada diatas tanah tersebut.

Tugas pendaftaran tanah adalah tugas administrasi hak yang dilakukan oleh negara dalam memberikan kepastian hak atas tanah di Indonesia. Artinya negara bertugas untuk melakukan administrasi tanah, dan dengan administrasi ini negara memberikan bukti hak atas tanah telah dilakukannya administrasi tanah tersebut. Negara hanya memberikan jaminan yang kuat atas bukti yang dikeluarkannya, bukan semata-mata memberikan hak atas tanah kepada seseorang tetapi bukti administrasi saja.48

Penerbitan sertipikat tanah oleh Kantor Pertanahan (BPN) adalah perbuatan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara. Dalam konteks ini, BPN (petugas tata usaha negara) melaksanakan tugasnya berpedoman pada seperangkat peraturan petunjuk pelaksanaannya. Penerbitan sertipikat tanah telah melalui proses (tahapan) yang ditentukan oleh PP Nomor 24 Tahun 1997. Maka penerbitan sertipikat tanah oleh BPN bersifat konstitutif, yaitu keputusan adaministrasi pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Dan akibat hukumnya, negara menjamin dan melindungi pemilik sertipikat tanah. Siapapun juga wajib menghormati adanya hak ini. Ini sejalan dengan Kedaulatan Hukum (Supremasi Hukum). Seperti pendapat Aristoteles dan Aguinas Grotius yang mengajarkan bahwa kepastian hukum dan keadilan adalah tujuan dari sistem hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum sekaligus keadilan bagi masyarakat.

48Adrian Sutedi. 2012. Op.Cit., h. 208.

(42)

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum antara lain:

1) Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral dan gambar hasil pengukuran di lapangan Gambar Ukur yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas di lapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum dan dituangkan dalam data fisik lapangan yang memuat letak bidang tanah (desa,kecamatan,kabupaten/kota), petugas ukur yang melakukan pengukuran, luas bidang tanah serta penunjuk batas bidang tanah tersebut (dalam hal ini pemohon beserta pamong desa).

Terdapat peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran tersebut dapat dikatakan memenuhi kaedah yuridis apabila bidang tanah yang dipetakan batas-batasnya telah dijamin kepastian hukumnya berdasarkan kesepakatan dalam penunjukan batas oleh pemilik dan pihak-pihak yang berbatasan (Pasal 17 PP Nomor 24 Tahun 1997), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 18 PP Nomor 24 Tahun 1997) dan diumumkan secara langsung kepada masyarakat setempat untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain menyampaikan keberatannya (Pasal 26 PP Nomor 24 Tahun 1997).

2) Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. Sedangkan daftar umum bidang tanah disediakan pada Kantor

3) Pertanahan yang menyajikan data fisik dan data yuridis bidang tanah yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama (Pasal 33 PP 24/1997), setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam daftar umum (Pasal 34 PP Nomor 24 Tahun 1997).

4) Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yaitu setiap perubahan data mengenai hak atas tanah seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum.49

2. Asas Contradictoir Delematie

Asas Contradictoire Delimitatie atau Kontradiktur Delimitasi adalah sebuah norma yang digunakan dalam Pendaftaran Tanah dengan mewajibkan pemegang hak atas tanah untuk memperhatikan penempatan, penetapan dan pemeliharaan batas tanah secara kontradiktur atau berdasarkan kesepakatan dan

49Muhamad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis. Op.Cit., h. 172.

(43)

persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan, yang dalam hal ini adalah pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah yang dimilikinya.50

Sebelum Proses penetapan bidang tanah terlebih dahulu dipastikan letaknya dengan memasang tanda-tanda batas disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan, kemudian ditetapkan batas-batasnya oleh pemilik yang berbatasan (contradictoire delimitatie). Dalam penetapan batas bidang tanah diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan, dengan penunjukan batas oleh pemegang hak yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh pemegang hak atas tanah yang berbatasan, dan ketentuan persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh pihak yang memberikan persetujuan, tanda batas itu dapat berupa pagar beton, pagar tembok atau benda apapun yang bersifat permanen.

Sebidang tanah yang akan diukur ditetapkan lebih dahulu letak batas-batas dan penempatan tanda batas, Ketentuan mengenai asas ini terdapat dalam yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 17, 18 dan 19 :

Pasal 17

1. Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.

2. Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan.

3. Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

4. Bentuk, ukuran, dan teknik penempatan tanda batas ditetapkan oleh Menteri.

50Omtanah.Com. Asas Kontradiktur Delimitasi Pendaftaran Tanah.

https://omtanah.com/2017/03/12/asas-kontradiktur-delimitasi-pendaftaran-tanah/. Diakses Pada Tanggal 10 Juli 2018. Pukul 14.30 Wib.

(44)

Pasal 18

1. Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.

2. Penetapan batas bidang tanah yang akan diberikan dengan hak baru dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau atas penunjukan instansi yang berwenang.

3. Dalam menetapkan batas-batas bidang tanah Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan surat ukur atau gambar situasi yang bersangkutan.

4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh mereka yang memberikan persetujuan.

5. Bentuk berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 19

1. Jika dalam penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan, pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan.

2. Jika pada waktu yang telah ditentukan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau para pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak hadir setelah dilakukan pemanggilan, pengukuran bidang tanahnya, untuk sementara dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik membuat berita acara mengenai dilakukannya pengukuran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk mengenai belum diperolehnya kesekapatan batas atau ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

4. Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibubuhkan catatan atau tanda yang menunjukkan bahwa batas-batas bidang tanah tersebut baru merupakan batas-batas sementara.

(45)

5. Dalam hal telah diperoleh kesepakatan melalui musyawarah mengenai batas-batas yang dimaksudkan atau diperoleh kepastiannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diadakan penyesuaian terhadap data yang ada pada peta pendaftaran yang bersangkutan.51

Penerapan asas ini berkaitan dengan penerapan asas konsensualitas (1320 KUHPerdata), asas konsensualitas sendiri berasal dari kata konsensus yang berarti sepakat kata ini memiliki arti ”suatu perjanjian sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan”, dengan demikian perjanjian batas tanah yang dilakukan sudah sah apabila sudah sepakat sehingga perjanjian yang dibuat secara sah tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan masing-masing harus memenuhi kewajiban untuk menjaga letak batas bidang tanah. Oleh karena itulah, kehadiran dan persetujuan pemilik tanah yang berbatasan merupakan sebuah keharusan dalam pendaftaran tanah.

Asas ini dilaksanakan dalam setiap pendaftaran tanah agar bidang tanah yang sudah diukur dan dipetakan dikemudian hari tidak terjadi perselisihan atau sengketa mengenai batas-batasnya sehingga tanah tersebut aman dari sanggahan mengenai batas-batas yang telah ditetapkan.

3. Proses Penetapan Batas Dalam Pembuatan Peta Bidang

Menurut pasal 4 UUPA, hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula ruang yang ada diatasnya dapat dipergunakan sesuai dengan kepentingan sesuai dengan UUPA dan peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Dalam hal terlaksananya peraturan tersebut para pihak harus memperhatikan juga batas-batas

51Pasal 17, 18, dan 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Tablet floating membutuhkan tingkat cairan yang cukup tinggi di perut sehingga sistem dapat mengapung (200-250 ml), dan obat yang memiliki efek iritasi pada mukosa

Pengembangan diversifikasi usahatani di lahan sawah tidak perlu dikhawatirkan mengancam keberlanjutan pasokan produksi padi, karena (1) secara teknis ekosistem pesawahan

melakukan sendiri setelah mereka mengenal teknologi yang diberikan oleh tim pelaksana. Mereka berharap dengan melakukan sendiri teknologi pengolahan pakan, produksi

[r]

Pengelolaan dan Konservasi Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat Sebagai Upaya Mitigasi Terhadap Bencana Kekeringan (Desa Giripurwo Kecamatan Purwosari, Kabupaten

Dalam hal ini, persalinan harus segera dilakukan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada bayi, misalnya sesak nafas karena kekurangan oksigen (O2).

Menurut Buhrmester (Gainau, 2009: 2), self disclosure merupakan salah satu aspek penting dalam keterampilan sosial, oleh karena itu self disclosure diperlukan bagi