• Tidak ada hasil yang ditemukan

BESARAN DAN SATUAN. Ringkasan Fisika Kelas X, XI dan XII. w w w. a p l u s - m e. c o m Page 1. Contoh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BESARAN DAN SATUAN. Ringkasan Fisika Kelas X, XI dan XII. w w w. a p l u s - m e. c o m Page 1. Contoh:"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 1

BESARAN DAN SATUAN

1. Besaran Pokok

BESARAN SI cgs DIMENSI

panjang m cm L

massa kg g M

waktu s s T

suhu K K 

jumlah zat mol mol N

arus listrik A A I

intensitas cahaya Cd Cd J

2. Besaran Turunan BESARAN

TURUNAN RUMUS DIMENSI SATUAN

luas p [L]2 m2

volume pt [L]3 m3

massa jenis

volume massa

[M][L]3 kg/m3 kecepatan

waktu n perpindaha

[L][T]1 m/s percepatan

waktu kecepatan

[L][T]2 m/s2 gaya massapercepatan [M][L][T]2 kg.m.s2

(Newton) usaha dan

energi gayaperpindahan [M][L]2[T]2 kg.m2.s2 (Joule) tekanan

luas

gaya [M][L]1[T]

2

kg.m1.s2 (Pascal) daya

waktu usaha

[M][L]2[T]3 kg.m2.s3 (watt) impuls dan

momentum gayawaktu [M][L][T]-1 kg.m.s1 (N.s) 3. Aturan Angka Penting

Semua angka bukan nol adalah angka penting Contoh: 123,45 (5 AP)

Angka nol diantara angka bukan nol adalah angka penting

Contoh: 2007 (4 AP)

Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol adalah angka penting kecuali ada penjelasan lain

Contoh: 2700 (4 AP); 2700 (3 AP)

Angka nol di sebelah kiri bukan angka penting Contoh: 0,000123 (3 AP)

Angka nol di belakang koma adalah angka penting Contoh: 1,000 (4 AP)

4. Aturan Berhitung Angka Penting

Hasil penjumlahan dan pengurangan angka penting hanya boleh memiliki satu angka taksiran.

Contoh:

123,4 1,235 124,635

angka 4, angka taksiran angka 5, angka taksiran 124,6

Hasil perkalian atau pembagian mengikuti bilangan yang memiliki angka penting paling sedikit.

Contoh:

5 , 1 476 , 1 23 , 1 2 ,

1   

(2AP) (3AP) (2AP) Pemangkatan dan pengakaran

Hasilnya mengandung angka penting sebanyak bilangan itu sendiri.

Contoh:

4 , 1 44 , 1 2 ,

1 2  (2AP) (2AP)

0 , 12 12 144  (3AP) (3AP) 5. Notasi Ilmiah

a 10n dimana 1 < a < 10

6. Awalan Satuan

atto a 1018 deka da 10 1

femto f 1015 hekto h 10 2

piko p 1012 kilo k 10 3

nano n 109 mega M 10 6

mikro  106 giga G 10 9

mili m 103 tera T 1012

centi c 102 peta P 1015

desi d 101 eksa E 1018

7. Alat Ukur Jangka Sorong

Mempunyai rahang tetap (skala utama) dan rahang sorong (skala bantu/nonius/vernier). Skala nonius terdiri dari 10 bagian yang panjangnya 9 mm. Dengan demikian tiap skala nonius memiliki panjang 0,9 mm.

Selisih satu skala utama dengan nonius adalah 1

, 0 9 , 0

1  mm. Jadi skala terkecil (ketelitiannya) adalah 0,1 mm. Simpangan pengukuran 21 kali skala terkecilnya yaitu 0,05 mm atau 0,005 cm.

skala utama

12 13

skala nonius Skala utama : 12,6 cm

Skala bantu : 50,010,05 cm Dibaca : 12,65  0,005 cm Mikrometer Sekrup

Bagian utamanya adalah poros tetap, poros geser, skala utama dan skala nonius yang dapat berputar.

Skala nonius terdiri dari 50 skala. Setiap kali berputar 360o skala nonius bergerak maju atau mundur 0,5 mm.

Jadi, ketelitiannya 0,01 50

5 ,

0  mm. Simpangan

pengukurannya 0,005 mm.

0 1 2 10 5 0 Skala utama : 2,5 mm

Skala bantu : 50,010,05mm Dibaca : 2,550  0,005 mm

(2)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 2

VEKTOR

1. Besaran Skalar

Besaran yang hanya memiliki nilai.

Contoh: waktu, suhu, kelajuan, jarak, massa, volume, massa jenis, energi, …

2. Besaran Vektor

Besaran yang memiliki nilai dan arah.

Contoh: kecepatan, gaya, impuls, momentum, berat, perpindahan, …

3. Operasi Penjumlahan pada Vektor Metode jajar genjang/parallelogram

R = A + B A

B ba

Sudut apit vektor A dan B adalah  dimana ab

 cos

2 2

2 B AB

A B

A   

b a

 sin sin sin

B A

R  

Metode poligon

R = A + B + C A

B C

A B

C

4. Operasi Pengurangan pada Vektor Metode jajar genjang/parallelogram

R = A – B A B

–B

 cos

2 2

2 B AB

A B

A   

Metode segitiga

R = A – B A B

5. Metode Analisis Penguraian vektor:

F

a Fy = F.sina

Fx = F.cosa

Jika terdapat lebih dari satu buah vektor, uraikan semua vektor terhadap sumbu X dan sumbu Y Lalu jumlahkan/kurangkan vektor-vektor yang ada pada masing-masing sumbu

Besar resultannya menjadi:

2

 

2

Rx Ry

R

Dengan arah:

x y

R

R

tana (lihat kuadran)

KINEMATIKA

1. Jarak dan Perpindahan

Jarak (skalar): panjang lintasan yang ditempuh Perpindahan (vektor): perubahan posisi awal ke akhir

6 km

8 km

10 km

Jarak = 14 km Perpindahan = 10 km

2. Kelajuan dan Kecepatan waktu

jarak kelajuan  

t v s

waktu n perpindaha

kecepatan  

1 2

1 2

t t

x x t v x

 



3. Percepatan

waktu kecepa percepa

 tan

tan 

t a v



4. Gerak Lurus Beraturan (GLB) Ciri: kecepatan tetap, percepatan nol.

t v S 

a S

t v

t

S = perpindahan [m; cm]

v = kecepatan [m/s; cm/s]

t = waktu [s]

1) vtana

2) S = luas di bawah garis

5. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Ciri: kecepatan tidak tetap, percepatan tetap

t a v



2 2 0 1

0 v t at

S

S   ; vtv0at; vt2v022aS S0 = jarak awal yang telah dilalui [m; cm]

v0, vt = kecepatan awal, akhir [m/s; cm/s]

a = percepatan (+) atau perlambatan () [m/s2; cm/s2] S

t S

t v

t a

a t 1) percepatan

2) perlambatan

3) S = luas di bawah garis; atana 4) v = luas di bawah garis 6. Gerak Vertikal ke Bawah (GVB)

2 2 0t 1gt v

h  ; vtv0gt; vt2v022gh

h merupakan jarak yang ditempuh dari tempat pelemparan awal.

7. Gerak Jatuh Bebas (GJB)

2 2 1gt

h  ; vtgt; vt22gh

(3)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 3 8. Gerak Vertikal ke Atas (GVA)

2 21 0t gt v

h  ; vtv0gt; vt2v022gh

h merupakan posisi benda yang diukur dari tempat pelemparan awal.

h (+)  benda berada di atas titik acuan h ()  benda berada di bawah titik acuan Benda pada titik tertinggi (vt = 0) maka:

g thmaxv0 ;

g h v

2 02 max ;

g tudara2v0

9. Rumus umum Gerak Vertikal

2 21 0

0 v t gt

h

h   ; vtv0gt; )

(

2 0

02

2 v h h

vt   

Perjanjian tanda:

v0 dan v1 bertanda (+) jika gerakannya ke atas v0 dan v1 bertanda () jika gerakannya ke bawah h = ketinggian akhir dari titik acuan biasanya tanah h0 = ketinggian awal dari titik acuan (tanah)

HUKUM NEWTON

1. Hukum I Newton

0

F Benda diam atau ber-GLB

2. Hukum II Newton a m F 

 Benda ber-GLBB

3. Hukum III Newton

Jika benda pertama mengenai gaya aksi pada benda kedua maka benda kedua juga akan memberikan gaya reaksi pada benda pertama yang besarnya sama, arah berlawanan.

reaksi aksi F F  4. Gaya Normal

Gaya yang terjadi bila benda bersentuhan dengan bidang permukaan. Arahnya selalu tegak lurus bidang sentuh.

w N

w

N F.sina F F.cosa

N + Fsina = w

w N F fg

N = F

Jika benda diam:

w = fgesek

Jika benda bergerak:

w – fgesek = m.a

a w N fg

w.cosa

N = w.cosa w.sina

Jika benda diam:

fg

wsina

Jika benda bergerak:

a m f wsina g  5. Gaya Gesekan

a. Gaya gesek statis (fssN) N

fsmaxs

fsmax untuk menentukan suatu benda bergerak atau tidak.

s = koefisien gesek statis (0 ≤ s ≤ 1) b. Gaya gesek kinetik (fkkN)

k = koefisien gesek kinetik (k < s)

F fg

fk

fsmax

N

w F

Bila F ≥ fg maka benda bergerak:

a m f F

N f

k k g



Bila F ≤ fmax maka benda diam:

F fgesek

a F1

b

g F2

F3

g b a sin sin sin

3 2

1 F F

F  

a

w1

T T

w2 h

w1 > w2

m g m

m m m m

w a w

2 1

2 1 2 1

2

1 ( )

 

 

a m w T22

a m T w1  1

2 2 1

2 1 2 2 1

) (

) ( 2

1 gt

m m

m m at h

 

GERAK MELINGKAR

1. Periode

Waktu yang diperlukan untuk berputar satu putaran penuh.

n

T t T = periode (s) t = waktu (s) n = jumlah putaran

2. Frekuensi

Banyaknya putaran yang ditempuh oleh suatu benda selama 1 detik.

t f n ;

T1f f = frekuensi (Hz)

3. Sudut Putar ()

Perpindahan sudut yang dinyatakan dalam derajat atau radian.

1 putaran = 360o = 2 radian 1 rad = 57,3o

4. Kecepatan atau Frekuensi Sudut

Perpindahan sudut dalam selang waktu tertentu.

T f

t   

  

 2 2

 = kecepatan sudut (rad/s)

5. Percepatan Sentripetal

Percepatan yang arahnya selalu menuju pusat lingkaran dan tegak lurus dengan kecepatan linearnya.

(4)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 4 R R

asp v 2

2 

6. Percepatan Sudut

Hasil bagi perubahan kecepatan sudut dengan selang waktunya.

t



a a = percepatan sudut (rad/s2)

7. Percepatan Linear/Tangensial

Percepatan tangensial yang arahnya searah dengan kecepatan linearnya.

Maka percepatan totalnya:

R

ata ; atotalat2asp2

8. Gaya Sentripetal

Gaya yang arahnya searah dengan percepatan sentripetal yaitu ke pusat lingkaran.

R R m mv a m

Fsp sp 2

2  

9. Gerak Melingkar Beraturan (GMB)

t



 Percepatan sudut (a) = 0 Percepatan tangensial (at) = 0

Percepatan total = percepatan sentripetal (konstan) Gaya sentripetal konstan

Kecepatan sudut () dan linearnya (v) konstan 10. Gerak Melingkar Berubah Beraturan (GMBB)

t  at

  0 ; 00t21at2; t2022a

Percepatan sudut (a) konstan Percepatan tangensial (at) konstan

Percepatan sentripetal berubah-ubah besarnya Gaya sentripetal berubah-ubah besarnya Kecepatan sudut () dan linear (v) tidak konstan 11. Hubungan Gerak Translasi dan Melingkar

R

S ; vR ; ataR 12. Hubungan Roda-Roda

a. Sepusat

o1 = o2

Jika roda 1 berputar n kali maka roda 2 pun berputar n kali. Arah putaran roda searah.

2 2 1 1

2 1

R v Rv 



b. Bersinggungan dalam

o1 o2

Arah putar kedua roda searah.

2 2 1 1

2 1

R R

v v

c. Bersinggungan luar

o1 o2

Arah putar kedua roda berlawanan.

2 2 1 1

2 1

R R

v v

 d. Hubungan dengan rantai

o1 o2

Arah putar kedua roda searah.

2 2 1 1

2 1

R R

v v

13. Ayunan Konis T a Ty

w Tx

r mv T

r mv T

r mv F

x x

2 2 2

sin 

 

a T mg

w T

F

y y

 

a cos

0 0

tana r g v 

g

T2 Lcosa (T = periode) a

sin L R  L = panjang tali R = jari-jari

14. Mobil Menempuh Belokan Miring Licin

a Nx

Ny N

w

r mv N

r mv N

r mv F

x x

2 2 2

sin 

 

a N mg

w N

F

y y

 

a cos

0

g r

v

 2 tana

15. Mobil Menempuh Belokan Datar Kasar

fs

N

w

r mv fs

2

gr v s v = kecepatan maksimum agar mobil tidak slip

16. Mobil Menempuh Belokan Miring Kasar



 

 

  

 tan 1

tan

max

s

r s

g v

17. Gerak Melingkar Vertikal pada Seutas Tali

Benda diikatkan pada seutas tali lalu diputar dengan kecepatan konstan v (GMB).

(5)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 5

TA

w w

w

w A

B C

D TB

TC

TD

wsin  wcos Tinjau titik A (titik tertinggi)

r mv w TA

2

 Tegangan tali minimum.

Tinjau titik B

r mv TB

2

Tinjau titik C

r mv w

TC

2

cos 

 

Tinjau titik D

r mv w TD

2

 Tegangan tali maksimum.

Sebuah ember berisi air diikatkan pada seutas tali lalu diputar. Syarat agar air tidak tumpah pada posisi tertinggi :

r mv w

2v2gr

18. Gerak Melingkar Vertikal pada Sisi Sebelah dalam Lingkaran

NA

w w

w

w A

B C D

NB NC

ND

wsin  wcos

Tinjau titik A (titik tertinggi) r mv w

NA A

2

at0

Kecepatan minimum agar benda tidak meninggalkan lintasan di titik tertinggi.

Jika N = 0 maka vAmingr Tinjau titik B

r mv

NB B

2

g a

a m w

t t

Tinjau titik C r mv w

NC C

2

cos 

 

 sin sin

g a

a m w

t

t

Tinjau titik D (titik terendah) r

mv w

ND D

2

at0

Untuk GMB : vAvBvCvD dan at0 Untuk GMBB : vAvBvCvD dan at0

19. Gerak Melingkar Vertikal pada Sisi Sebelah Luar Lingkaran

NA

w

w

A B

NB

wsin

wcos

Tinjau titik A

r mv N

w A A

2

Kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar benda tetap berada pada lintasan:

Syarat: NA = 0 maka vAmaxgr Tinjau titik B

r mv N

w B B

2

cos 

SUHU, PEMUAIAN, DAN KALOR

Derajat panas suatu benda.

Ukuran energi kinetik rata-rata/kelajuan gerak partikel dalam suatu benda.

Alat pengukur suhu: Termometer.

1. Termometer

C E L C I U S

100o

0o

R E A M U R

80o

0o

FAHRENHEIT

212o

32o

K E L V I N

373

273

R A N K I N E

672o

492o

100o 80o 180o 100o 180o

9 : 5 : 9 : 4 : 5 ) 492 (

: ) 273 ( : ) 32 ( :

:R FKRankine  C

TaX

TbX

TaX – TbX

X

TaY

TbY

TaY – TbY

Y

TaX = titik tetap atas X TbX = titik tetap bawah X TaY = titik tetap atas Y TbY = titik tetap bawah Y

bY aY

bX aX bY bX

T T

T T T Y

T X

 

2. Muai Panjang untuk Zat Padat ) 1

0(

0 0

T T

t

t

a a

3. Gaya Tegang Akibat Muai Panjang T A E F  a F = gaya tegang (N)

A = luas penampang batang (m2) E =

0

FA

= stress/strain = modulus Young (N/m2)

(6)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 6 4. Muai Luas untuk Zat Padat

a b

b b

2 ) 1

0(

0 0

T A

A

A A A T A A

t

t

5. Muai Volume untuk Zat Padat dan Zat Cair ) 1

0(

0 0

T V

V

V V V T V V

t

t

g g

Untuk zat padat: g 3 a 6. Muai Volume untuk Gas

Suhu tetap (isotherm) (Hk. Boyle)

1 2 2

1 V P V

P konstan

Tekanan tetap (isobar) (Hk. Charles)

2 2 1 1

T V T

V konstan

Volume tetap (isokhor) (Hk. Gay-Lussac)

2 2 1 1

T P T

P konstan

Hukum Boyle-Gay Lussac

 

 

2 2 2 1

1 1

T V P T

V

P konstan

P = tekanan [atm; Pa = N/m2; cmHg; bar]

T = suhu mutlak (K)

1 atm = 1,01105Pa = 76 cmHg = 1,01 bar 7. Hubungan Massa Jenis dengan Suhu

Ketika mengalami perubahan suhu, massa suatu zat adalah tetap, yang berubah adalah volume atau massa jenisnya. Maka:

T

  g

  1

2 1 0 1100%

 

 

Vt

V

8. Kalor Jenis (c)

Kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg suatu zat sebesar 1 K.

T C T c m

Q     cair = 1 kal/g.oC = 4.200 J/kg.oC ces = 0,5 kal/g.oC = 2.100 J/kg.oC 9. Kalor Lebur (Lf)

Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat menjadi cair.

Lf

m

Q  (Les = 80 kal/g)

10. Kalor Uap (Lv)

Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi uap pada titik didihnya.

Lv

m Q 

11. Diagram Suhu dan Kalor untuk Air

es (–ToC) Q = m.ces.T

fase es es (0oC)

Q = m.Lf

air (0oC) titik lebur fase cair Q = m.cair.T air (100oC)

uap air (ToC)

fase gas (uap) titik didih Q = m.Lv

Q = m.cuap.T

12. Asas Black

terima lepas Q

Q

13. Perubahan Wujud

CAIR PADAT

GAS

menguap mengembun

menyu blim

depo sisi mencair membeku

14. Konduksi

L T A k t

PQ   k = konduktivitas termal zat (W/m.K) A = luas penampang zat (m2) L = panjang/tebal konduktor (m)

15. Konduksi pada Sambungan Dua Benda Berbeda sambungan

K1 K2

L1 L2

T1 T2

2 2 2 2 1

1 1 1

2 1

) ( )

(

L T T A K L

T T A K

P P

 

16. Konveksi

T A t h

PQ   h = koefisien konveksi (W/m2.K) A = luas permukaan

17. Radiasi

T4

t e

Q  e = emisivitas (0 ≤ e ≤ 1)

= 0 untuk benda mengkilap sempurna = 1 untuk benda hitam sempurna

 = tetapan Stefan-Boltzman (5,67108W/m2K4) T = suhu dalam Kelvin

(7)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 7

LISTRIK DINAMIS

1. Kuat Arus Listrik (I) dt dQ t IQ

10 19

6 ,

1 

Q

n I = kuat arus listrik [Ampere]

Q = muatan [Coulomb]

t = waktu [sekon]

n = banyaknya elektron

2. Hukum Ohm

Hambatan suatu penghantar adalah konstan, merupakan perbandingan antara tegangan dan arus listrik.

R I V  V = tegangan/beda potensial [volt]

R = hambatan/resistansi [ohm]

V

R = tanI

3. Hambatan Kawat (R)

r2

A A

R 

 = hambat jenis kawat [.m]

 = panjang kawat [m]

A = luas penampang kawat r = jari-jari penampang kawat

Hambatan kawat juga ditentukan oleh suhu. Makin tinggi suhu suatu kawat, hambatannya makin besar.

T R R  

0 a RRtR0 Rt = hambatan pada suhu toC

R0 = hambatan pada suhu awal a = koefisien suhu kawat [/oC]

t = perubahan suhu

R = perubahan hambatan kawat []

4. Hubungan Seri R1 R2 R3

I V

3 2 1 3 2 1

3 2 1

3 2 1

: : :

:V V R R R

V

V V V V

R R R RS

Kuat arus pada tiap hambatan adalah sama.

5. Hubungan Paralel R1

R2

R3

I I1

I2

I3 I

3 2 1 3 2 1

3 2 1

3 2 1

: 1 : 1 : 1 :

1 1 1 1

R R I R i I

I I I I

R R R RP

Beda potensial pada tiap hambatan adalah sama.

6. GGL dan Tegangan Jepit (Vj) r

I R

 

r I R I

Vj    (r = hambatan dalam)

7. Baterai yang Dikombinasikan Seri dan Paralel s buah baterai diseri dan p buah baterai diparalel.

Total s

p r rTotals

8. Jembatan Wheatstone

Jika R1R5R2R4 maka arus yang melalui R3 = 0 dan berarti R3 dapat dihilangkan.

R1

R2

R3

R4

R5

R1

R2

R4

R5 R1

R2

R3 R4

R5

R1

R2

R4

R5

9. Hukum I Kirchoff

Jumlah arus yang masuk ke suatu titik cabang sama dengan jumlah arus yang keluar titik cabang tersebut.



Iin Iout

10. Hukum II Kirchoff

Jumlah aljabar perubahan tegangan yang mengelilingi suatu rangkaian tertutup (loop) sama dengan nol.

0

 

E I R Langkah-langkah:

Tentukanlah arah arus jika belum diketahui dan hubungannya dengan menggunakan Hk. I Kirchoff.

Tentukanlah arah loop:

• Jika arah loop bertemu kutub (+) baterai terlebih dahulu maka  berharga (+) dan sebaliknya.

• Jika arah arus searah dengan arah loop maka I berharga (+) dan sebaliknya.

Jika terdapat tanda ground maka potensial pada titik tersebut dinolkan (V = 0)

ground

Jika bertemu kondensator/kapasitor maka arus yang melaluinya = 0 (rangkaian harus di-open)

11. Memperbesar Batas Ukur untuk Arus

Dengan memasang hambatan lain secara paralel (cabang) sebesar:

1

n Rsh Ra

1 2

i n i

Rsh = resistor shunt

Ra = hambatan dalam amperemeter n = kelipatan batas ukur

12. Memperbesar Batas Ukur untuk Tegangan

Dengan memasang hambatan lain secara seri (hambatan depan).

v

sh n R

R ( 1).

1 2

V n V

13. Energi dan Daya Listrik

R t t V R i t i V V Q W

2   2

t

P W

1 kWh (kilowatt hour) = 3 ,6 106 Joule

(8)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 8 Untuk lampu, dianggap sebagai hambatan

R = tetap =

2 22

1 12

P V P

V

Bila energi listrik digunakan untuk memanaskan air berarti energi listrik (W) diubah menjadi kalor (Q) sehingga:

t i V

T c m t P

T c m W

Q

 

 



GERAK PARABOLA

1. Memadu Gerak GLB dan GLBB

Vx

Vy

vRvx2vy22vxvycos

2. Paduan GLB dalam arah X dan GLBB dalam arah Y dapat menghasilkan gerak proyektif/parabola

voX

voY

vo

v vX

vY

ymax

vY = 0 vX = voX

v vX

vY

v vX

vY

x

xmax

Awal Gerakan

ocos

oX v

vvoYvosin Di setiap titik

Arah X  XvoXt

Arah Y  YYovoYt21gt2 vY voYgt

X Y

v

v

tan vvX2vY2 Nilai v bertanda (+) jika bergerak ke atas.

Di titik tertinggi untuk Y0 = 0 v

v

vXoXvY 0

g Xh vo

2 2 2sin 

g Yh vo

2 sin2

2

g

thvosin

Di titik terjauh untuk Y0 = 0 v

v

vXoXvY 0  v vo

g X v

Xm h o sin2 2

2

tm2th

Jarak terjauh tercapai jika  = 45o

Jika a1a290 maka a1 dan a2 menghasilkan jarak terjauh yang sama.

Hubungan jarak terjauh dengan tinggi maksimum

 4tan

1

m h

X Y

OPTIKA GEOMETRI

1. Hukum Pemantulan

Sinar datang, garis normal, sinar pantul sebidang dan berpotongan pada satu titik.

r

i   i = sudut datang dan r = sudut pantul 2. Cermin Datar

Sifat bayangan: maya, tegak, sama besar

Jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan ke cermin

m n 

a 360 m = 0  n ganjil m = 1  n genap

3. Rumus untuk Cermin Lengkung f

R 2

R f S S

2 1 ' 1

1  

f f S f S

f S S h

M h  

 

 ' ' '

M = perbesaran linear [tanpa dimensi]

h' = tinggi bayangan [m atau cm]

h = tinggi benda [m atau cm]

Tanda untuk f dan R (+) untuk cermin cekung

Tanda untuk S dan S’ (+) untuk benda dan bayangan nyata

Aturan umum untuk menentukan sifat-sifat bayangan:

aturan Esbach: nomor ruang benda + nomor ruang bayangan sama dengan 5

jika benda sepihak dengan bayangan (keduanya di depan cermin atau di belakang cermin) maka bayangan bersifat terbalik, dan sebaliknya

benda di depan cermin bersifat nyata, sedangkan benda di belakang cermin bersifat maya

jika nomor ruang bayangan > nomor ruang benda maka bayangan diperbesar, dan sebaliknya

4. Susunan Dua Cermin dengan Sumbu Utama Berimpit

2 1' s s d 

2 2 2 1 1 2 2 1

' ' '

s s s s h M h M

Mtotal    

d = jarak antara kedua cermin

5. Cermin Cekung/Konkaf

II I III

F

M O

A

B IV

Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan melalui fokus (F)

Sinar datang melalui fokus dipantulkan sejajar sumbu utama

Sinar datang melalui M dipantulkan melalui M juga Sifat-sifat bayangan:

Benda di RI  bayangan (di RIV) : maya, tegak, diperbesar

Benda di F  tidak terbentuk bayangan

Benda di RII  bayangan (di RIII) : nyata, terbalik, diperbesar

Benda di M  bayangan (di M) : nyata, terbalik, sama besar

Benda di RIII  bayangan (di RII) : nyata, terbalik, diperkecil

(9)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 9 6. Cermin Cembung/Konveks

I II III M F O IV

Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan seolah-olah dari F

Sinar datang menuju F dipantulkan sejajar sumbu utama

Sinar datang menuju M dipantulkan seolah-olah dari M

Sifat-sifat bayangan:

Benda di RIV  bayangan: maya, tegak, diperkecil (RI) 7. Pembiasan/Reflaksi Cahaya

Hukum Pembiasan (Willebord Snellius)

a. Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak sebidang

b. Jika sinar datang dari medium renggang ke medium rapat maka sinar dibiaskan mendekati garis normal dan sebaliknya

v n c

n = indeks bias mutlak suatu medium

c = kecepatan cahaya di ruang hampa 3108m/s v = kecepatan cahaya di medium itu [m/s]

Syarat terjadi pemantulan sempurna:

a. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang

b. Sudut datang > sudut batas ik

r i v

v n

n n sin

sin sin

2 1 2 1 1

212    

  frekuensi tetap

n21 = indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1 n1, n2 = indeks bias mutlak medium 1, 2

v1, v2 = kecepatan cahaya di medium 1, 2 [m/s]

1, 2 = panjang gelombang cahaya di medium 1, 2 [m]

i = sudut datang [o] ik = sudut kritis [o] r = sudut bias [o] 8. Lensa

bikonveks plankonveks konkaf-konveks

bikonkaf plankonkaf konveks-konkaf

Persamaan pembuat lensa:



 

 



 

 

2 1

1 1 1

1

R R n

n

f medium

lensa Jadi f21R

Lensa Tipis f S S

1 ' 1 1 

f f S f S

f S S h

M h  

 

 ' ' '

P1f P = kuat lensa [dioptri = D]

f = fokus [m]

Tanda untuk f dan R (+) untuk lensa cembung

Tanda untuk S dan S’ (+) untuk benda dan bayangan nyata

9. Lensa Cembung/Konveks/Konvergen (+)

ruang benda

ruang bayangan

III II I IV

III II I IV

F2

2F2 O F1 2F1

Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui F1

Sinar datang melalui F2 dibiaskan sejajar sumbu utama

Sinar datang melalui O diteruskan tanpa pembiasan

Sifat-sifat bayangan:

Benda di RI  bayangan (di RIV): maya, tegak, diperbesar

Benda di F2  tidak terbentuk bayangan

Benda di RII  bayangan (di RIII): nyata, terbalik, diperbesar

Benda di 2F2  bayangan (di 2F1): nyata, terbalik, sama besar

Benda di RIII  bayangan (di RII): nyata, terbalik, diperkecil

10. Lensa Cekung/Konkaf/Divergen

Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah dari F1

Sinar datang menuju F2 dibiaskan sejajar sumbu utama

Sinar datang melalui O diteruskan tanpa pembiasan (–)

ruang benda

ruang bayangan

III II I IV

III II I IV

F1

2F1 O F2 2F2

Sifat bayangan:

Benda di RIV  bayangan (di RI): maya, tegak, diperkecil 11. Lensa Gabungan

1 ...

1 1

2 1 .

f f

fgab Pgab.P1P2...

(10)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 10

ALAT OPTIK

1. Mata

Bayangan pada mata: nyata, terbalik, diperkecil di retina.

PP (Punctum Proximum) adalah jarak terdekat yang masih dapat dilihat oleh mata.

PR (Punctum Remotum) adalah jarak terjauh yang masih dapat dilihat oleh mata.

Cacat mata:

Rabun jauh (miopi)

PR <   bayangan jatuh di depan retina

 harus menggunakan lensa cekung

Untuk melihat normal (PRnormal = ), kekuatan lensa yang dipakai :

P PR

 100 (PR dalam cm)  Rabun dekat (hipermetropi)

PP > 25 cm  bayangan jatuh di belakang retina

 harus menggunakan lensa cembung Untuk melihat normal pada jarak Sn:

PP P S

n

100 100

(Sn dan PP dalam cm)

2. Lup

Alat pembesar berupa lensa cembung, digunakan untuk melihat benda-benda kecil.

Benda selalu di ruang 1 (0 < S < 1) Sifat bayangan: maya, tegak, diperbesar Perbesaran sudut/anguler pada lup:

x f

PP d x PP f M PP

 

d = jarak mata ke lup (bila tidak diberi tahu, d = 0) x = d – s’  mata berakomodasi pada jarak x

= PP  mata berakomodasi maksimum

= PR  mata tidak berakomodasi f = jarak fokus lensa

Bila d = 0 untuk mata:

tidak berakomodasi =

PR PP f MPP

berakomodasi maksimum =  1 f M PP

3. Mikroskop

Terbuat dari dua buah lensa cembung: obyektif (dekat benda) dan okuler (dekat mata) dimana fob < fok

Benda obyektif terletak di RII  bayangan: nyata, terbalik, diperbesar

Benda okuler terletak di RI  bayangan akhir: maya, terbalik, diperbesar

Perbesaran obyektif bersifat linear dan perbesaran okuler bersifat angular.

ob ob ob ob ob

h h S MS'  '

ok ok S

PP g Perbesaran total: MMobgok

Jika mata berakomodasi pada jarak x: S'okx

Pada umumnya, mata berakomodasi maksimum (S'okPP) jadi:  1

ok ok f g PP

Untuk mata normal tanpa akomodasi (S'ok PR ):

ok ok f

PP g

Panjang mikroskop: L 'SobSok 4. Teropong

• Untuk mengamati benda-benda sangat jauh agar tampak jelas dan dekat: fobfok

• Secara umum, perbesaran teropong bersifat angular:

ok ob

S

f g

• Panjang teropong: LfobSok

Jika mata berakomodasi pada jarak x: S'okx

Pada umumnya mata normal tidak berakomodasi (S'ok PR ):Sokfok

Untuk mata berakomodasi maksimum: S'okPP Teropong Bintang/Astronomi

▪ Terbuat dari dua lensa cembung: obyektif dan okuler dimana fobfok

▪ Bayangan akhir: maya, terbalik, diperbesar Teropong Bumi

▪ Terbuat dari tiga lensa cembung: obyektif, pembalik, dan okuler dimana fobfok

▪ Bayangan akhir: maya, tegak, diperbesar

▪ Panjang teropong: Lfob4fpSok

Teropong Panggung

▪ Terbuat dari satu lensa cembung (obyektif) dan satu lensa cekung (okuler) yang berfungsi sebagai lensa pembalik dimana fobfok

Ingat: fok bertanda ()

▪ Bayangan akhir: maya, tegak, diperbesar

IMPULS DAN MOMENTUM

1. Momentum

v m p  p = momentum [kg.m/s]

m = massa benda [kg]

v = kecepatan benda [m/s]

Karena kecepatan merupakan vektor maka momentum dinyatakan dalam bentuk vektor.

2. Impuls

) (t2 t1 F t F

I    I = impuls [N.s]

F = gaya impulsive rata-rata [N]

t = selang waktu [s]

Karena gaya merupakan besaran vektor maka impuls juga merupakan besaran vektor. Arah impuls I searah dengan gaya impulsif F

3. Hubungan Impuls dan Momentum ) (v2 v1 m p

I   4. Grafik F (gaya) terhadap t (waktu)

(11)

w w w . a p l u s - m e . c o m

Page 11

F

t1 t2 t

t

Impuls = luas daerah di bawah grafik F-t 5. Hukum Kekekalan Momentum

' ' 2 2

1 1 2 2 1

1v mv mv mv

m   

6. Koefisien Restitusi

1 2

1 2' ' '

v v

v v v e v

 

 



(0 ≤ e ≤ 1)

7. Jenis-Jenis Tumbukan Lenting Sempurna (e = 1)

▪ Berlaku hukum kekekalan momentum

▪ Berlaku hukum kekekalan energi kinetik

▪ EK sebelum = EK sesudah tumbukan EK sebelum tumbukan = 2 21 2 22

1 2 1

1mvmv EK sesudah tumbukan = 2 21 2 2 2

1 2 1

1m (v ')  m (v ')

1 2 1

2' v ' v v v    Lenting Sebagian (0 < e < 1)

▪ Berlaku hukum kekekalan momentum

▪ Tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik

▪ EK hilang = EK sebelum  EK sesudah tumbukan

Tidak Lenting Sama Sekali (e = 0)

▪ Berlaku hukum kekekalan momentum

▪ Tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik

▪ Setelah tumbukan, kedua benda menempel

▪ EK hilang = EK sebelum – EK sesudah tumbukan '

' 2

1 v

v 

8. Rumus Cepat untuk Hukum Kekekalan Momentum )

(

' 1

1 z ez v

v    v2'ze(zv2) Dimana:

2 1

2 2 1 1

m m

v m v z m

 

9. Kasus Peluru Bersarang pada Balok

Kecepatan peluru sebelum bersarang pada balok '

m v m v m

P b

P P 

 

 

Kecepatan akhir peluru dan balok pada sebuah ayunan

h = L – LcosL

gh v'  2

Kecepatan v’ pada balok jika lantai kasar

S gS

v' 2v = 0

Kecepatan v’ pada balok yang jatuh

h

g h v x

' 2

x

Kecepatan minimal peluru agar balok menempuh satu lingkaran penuh

L

gL v' 5

m gL m v m

p b p

p  5



 

10. Bola yang Dijatuhkan dari Ketinggian Tertentu

h1

h3 h2

...

2 3 1

2  

h

h h e h

11. Peluru Menumbuk Balok dengan Koefisien Restitusi Tertentu

Kecepatan peluru sebelum menumbuk pada balok:

) ' 1

( v

e m

m v m

p b p

p 



 

) cos 1 ( 2 2

' ghgL   v

Referensi

Dokumen terkait

b. Dua vektor gaya F 1   dan F 2  masing­masing besarnya F memiliki  titik pangkal  yang  berimpit. Jika resultan kedua vektor gaya 

percepatan yang ditimbulkan oleh suatu gaya yang bekerja pada sebuah benda berbanding lurus dengan besarnya gaya pengerak dan arahnya sama dengan arah

“Jika suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair, maka benda itu akan mendapat gaya ke atas yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkannya.”.. Besarnya gaya

Jika ada dua gaya yang segaris dan berlawanan arah, dan sama besar, maka akan terjadi kesetimbangan. Jika keduanya bekerja pada sebuah benda, maka benda tersebut akan

I-c : Jika benda P diberi 2 gaya masing-masing F 1 dan F 2 yang besarnya sama, berlawanan arah akan tetapi bekerja pada satu garis gaya yang sama, maka benda P dinyatakan dalam

Hukum newton III : Menjelaskan tentang gaya aksi reaksi pada dua benda ketika benda pertama mengerjakan gaya (F aksi) ke benda kedua maka benda kedua tersebut

Jika terdapat beberapa gaya yang bekerja pada suatu benda selama benda mengalami perpindahan maka usaha yang dilakukan oleh gaya total sama dengan jumlah usaha yang dilakukan

Apabila resultan gaya-gaya yang bekerja tidak sama dengan nol, maka benda tersebut akan bergerak dengan suatu percepatan.. Hukum 3 Newton (hukum Aksi reaksi)