• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bulletin BI CORNER. A Central Bank Of EDISI 10 : SENIN, 9 AGUSTUS 2021 Y D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bulletin BI CORNER. A Central Bank Of EDISI 10 : SENIN, 9 AGUSTUS 2021 Y D"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IN S UA R

Y E

Y N

ID

OR

A C

LI A I

R

S

A E

H N

M O

A D

T N

U I

L

K

L

N

A

AB

H

Bulletin BI CORNER

EDISI 10 : SENIN, 9 AGUSTUS 2021

A Central Bank Of

(2)

BI CORNER

GenBI Komisariat UIN SATU Tulungagung

(3)

Mandat bank sentral diatur dalam produk perundang-undangan suatu negara dalam bentuk hukum bank sentral (central bank law) atau undangundang bank sentral. Keberadaan bank sentral di Indonesia dimandatkan dalam konstitusi berdasarkan Pasal 23D Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), bahwa Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. Fungsi bank sentral Republik Indonesia (RI) dilaksanakan oleh BI berdasarkan Undang- Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU BI)

BI sebagai lembaga negara dan badan hukum publik berwenang menetapkan peraturan dalam batas kewenangannya, sesuai ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/42/

PBI/2016 tentang Pembentukan Peraturan di Bank Indo nesia (PBI 18/42). Produk peraturan BI meliputi: (i) PBI, (ii) Peraturan Dewan Gubernur, (iii) Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG), dan (iv) PADG Intern.

Bank sentral memiliki independensi untuk menjalankan tugas, peran, dan fungsinya, sebagaimana diuraikan supra. Independensi BI terhadap campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain diatur dalam Pasal 4 ayat (2) juncto Pasal 9 UU BI. Independensi tersebut diimbangi dengan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Bab X UU BI dan transparansi sebagai lembaga publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

BI merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah (legal tender) serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran. BI berperan sebagai LOLR berdasarkan UU BI juncto UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).

BI juga berperan sebagai pemegang kas pemerintah (banker of the state). BI memiliki hubungan koordinasi yang erat dengan pemerintah RI namun menganut prinsip dikotomi tegas kebijakan moneter-fiskal, setidaknya sebelum pandemi COVID-19. BI dilarang memberikan kredit kepada pemerintah (vide Pasal 56 ayat (1) UU BI) dan dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara kecuali di pasar sekunder (vide Pasal 55 ayat (4) UU BI).

BANK SENTRAL DI INDONESIA

(4)

Bank Indonesia (BI) diberikan mandat untuk menyelenggarakan fungsi Bank Sentral di Indonesia. Hingga saat ini BI mengalami evolusi yang bermula sebagai bank komersial yang kemudian berkembang menjadi bank sirkulasi dan selanjutnya menjadi Bank Sentral yang modern dengn tujuan yang fokus serta independen sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 Tentang BI yang kemudian diamandemen menjadi UU No. 3/2004 Tentang BI.

BI berawal dari De Javasche Bank NV (DJB) yang didirikan oleh pemerintah hindia Belanda pada tanggal 24 Januari 1827. Pada waktu itu, DJB bertindak sebagai bank sirkulasi dan menjalankan beberapa fungsi Bank Sentral lainnya serta melakukan kegiatan Bank Umum.

Pemerintah Belanda memberikan hak oktrooi kepada DJB, yaitu hak untuk mencetak dan mengedarkan uang Gulden Belanda.

Pada perkembangan selanjutnya, pada tanggal 06 Desember 1951 Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU tentang nasionalisasi DJB.

Selanjutnya pada tanggal 01 Juli 1953 dikeluarkan UU No.11 Tahun 1953 Tentang pokokpokok Bank Indonesia. Sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 01 Juli 1953, maka bangsa Indonesia telah memiliki sebuah lembaga Bank Sentral dengan nama Bank Indonesia (BI), sejak saat itu, BI secara resmi menjadi Bank Sentral menggantikan fungsi DJB. Hingga tahun 1968 , tugas pokok BI sebagai Bank Sentral, selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang dan mengembangkan sistem perbankan, juga masih tetap melaksanakan fungsi bank umum (bank komersial).

Meskipun demikian, tanggung jawab kebijakan moneter berada di pihak Dewan Moneter (DM) yang dibentuk oleh pemerintah. Tugas DM adalah mennetukan kebijakan moneter yang harus dilaksanakan oleh BI. Di samping itu, DM juga memberi petunjuk kepada direksi BI dalam menjaga kesetabilan nilai mata uang dan memajukan perkreditan dan perbankan.

Sadar akan kelemahan peran ganda yang diaminakan oleh BI yaitu kurang sehatnya perkembangan moneter bagi perekonomian, maka pemerintah pada tahun 1968 dikeluarkan UU No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Indonesia. UU ini menghapus peran ganda BI, yakni BI tidak lagi melaksanakan fungsi-fungsi bank komersial. Meskipun demikian, dalam UU ini BI tetap sebagai agen pembangunan dan sebagai kasir pemerintah serta bankers bank.

Di samping itu, UU ini tetap mempertahankan tugas dan fungsi DM.

Tugas pokok BI sebagai agen pembangunan terlihat pada tugas pokoknya, yaitu (1) mengatur, menjaga, dam memelihara stabilitas nilai Rupiah, (2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta (3) memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.

SEJARAH BANK INDONESIA

(5)

Menjadi lembaga Bank Sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki serta pencapaian yang rendah dan nilai tukar yang stabil adalah visi dari Bank Indonesia. Selain itu Bank Indonesia juga memiliki Misi, yaitu:

Ÿ Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Ÿ Mendorong sistem keuangan nasionalbekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk m e n d u k u n g a l o k a s i s u m b e r pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Ÿ Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengam memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

Ÿ Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

VISI

MISI

(6)

Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah di amandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009, tujuan Bank Indonesia berupa tujuan tunggal yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini terdiri atas dua aspek yaitu kestabilan terhadap barang dan jasa serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin pada perkembangan laju inflasi. Sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur berdasarkan atau tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain.

Penetapan tujuan tunggal memelihara stabilitas nilai rupiah memberikan batas tanggung jawab yang jelas bagi Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dan dalam menetapkan sasaran yang harus d i c a p a i . U n t u k i t u B a n k I n d o n e s i a diharapkan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

TUJUAN

BANK INDONESIA

(7)

Telah disebutkan diatas bahwa tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (vide Pasal 7 UU BI), yang tercermin dari: (i) peningkatan harga barang dan jasa secara umum (inflasi); (ii) nilai tukar terhadap mata uang asing. Oleh karenanya untuk mencapai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas, yaitu:

Ÿ menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

Ÿ mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan

Ÿ mengatur dan mengawasi bank. (sejak pemisahan fungsi perbankan dari BI berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengaturan dan pengawasan bank yang dilakukan oleh BI adalah secara makroprudensial).

Adapun wewenang yang diberikan oleh Undang-undang dalam rangka melaksanakan tugas-tugas terbut di atas adalah sebagai berikut.

TUGAS BANK INDONESIA

a. Kebijakan moneter Ÿ Menetapkan sasaran-

sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi.

Ÿ Melakukan pengendalian moneter dengan cara- cara yang termasuk tapi t i d a k t e r b a t a s p a d a operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing ; p e n e t a p a n t i n g k a t d i s k o n t o ; p e n e t a p a n cadangan minimum; dan pengaturan kredit atau pembiayaan.

b. Kebijakan sistem pembayaran Ÿ Melaksanakan dan memberikan

p e r s e t u j u a n d a n i z i n a t a s penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.

Ÿ Mewajibkan penyelenggara jasa s i s t e m p e m b a y a r a n u n t u k m e n y a m p a i k a n l a p o r a n kegiatannya.

Ÿ Menetapkan penggunaan alat pembayaran

c. Kebijakan perbankan Ÿ Menetapkan peraturan.

Ÿ Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank.

Ÿ Mengawasi bank baik secara individual maupun sebagai sistem perbankan.

Ÿ Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Ÿ Pelaksanaan ketiga tugas tersebut di atas saling terkait dalam mencapai kestabilan nilai rupiah.

(8)

Embrio lahirnya Bank Indonesia adalah De Javashe Bank. Berawal ketika Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk memerintah Hindia Timur, namun pemerintahan Raffles tidak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815– 1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan van der Capellen. Pada periode inilah berbagai perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan hingga nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yang mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828.

Pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB) dengan Mr.

C. de Haan sebagai Presiden DJB. Oktroi (hak istimewa) merupakan ketentuan dan pedoman bagi D J B d a l a m m e n j a l a n k a n u s a h a n y a . y a k n i : mengeluarkan uang kertas, memperdagangkan valuta asing dan menjalankan fungsi sebagai bank umum. Oktroi DJB pertama berlaku sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Maret 1838. Pada 22 Maret 1881, sesuai dengan akte baru DJB, status bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.). Oktroi DJB berakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922.

Pada periode oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedelapan berakhir hingga 31 Maret 1922.

Selanjutnya pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922 (DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU No. 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur jenderal atau pihak direksi. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bagian ekonomi statistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek.

SEJARAH (INDEPENDENSI) BANK INDONESIA

Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado, serta kantor perwakilan di Amsterdam, dan New York.

DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953 dimana tugas Bank Indonesia (pasal 7) meliputi :

Ÿ Bank bertugas mengatur nilai satuan-uang Indonesia menurut cara yang sebaik-baiknya bagi kemakmuran nusa dan bangsa dan dalam hal itu menjaga sebanyak mungkin supaya nilai itu seimbang (stabiel).

Ÿ Bank menyelenggarakan peredaran uang di Indonesia, sekadar peredaran uang itu terdiri dari uang-kertas bank, mempermudah jalannya. uang giral di Indonesia dan memajukan jalannya pembayaran dengan luar negeri.

Ÿ Bank memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan Bank di Republik Indonesia pada umumnya dan dari urusan kredit nasional dan urusan bank nasional pada khususnya.

Ÿ Bank melakukan pengawasan terhadap urusan kredit.

Kedudukan Bank Indonesia sesuai dengan UU ini berada dalam naungan pemerintah karena Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi dan Dewan Penasehat. Anggota Dewan Moneter terdiri dari Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian dan Gubernur Bank Indonesia (pasal 22 ayat 2). Adapun tanggung-jawab atas kebijaksanaan moneter berada pada Pemerintah. Dalam UU No. 11/1953, pemisahan kewenangan antara BI dan pemerintah di bidang keuangan dan moneter juga belum diatur secara jelas. Dampaknya sejak dikeluarkannya Penpres No. 6/1960, Independensi (dalam arti yang terbatas) Bank Indonesia mulai goyah. Hal ini disebabkan oleh kuatnya intervensi pemerintah dalam tugas dan tata kerja Bank Indonesia sebagai bank sentral. Hal itu semakin menguat ketika terjadi regrouping Kabinet Kerja II melalui Keputusan Presiden No. 94/1962. Sesuai dengan hasil regrouping, pada Kabinet Kerja III (6 Maret 1962-13 Nopember 1963), bidang keuangan dipimpin oleh seorang Wakil Perdana Menteri (Wampa) yang meliputi tiga urusan, yaitu: urusan pendapatan, pembiayaan, dan pengawasan, urusan anggaran negara, serta urusan bank sentral. Gubernur BI (bank sentral), yang pada saat itu dijabat oleh Mr.

Soemarno, diangkat kedudukannya menjadi Menteri Urusan Bank Sentral (MUBS)

(9)

mengakibatkan dewan moneter dinonaktifkan dan segala wewenangnya untuk menentukan kebijakan moneter beralih ke kabinet. Kedudukan Bank Indonesia juga berubah. BI telah menjadi bagian dari aparat pemerintah, yaitu sebagai pelaksana dalam bidang keuangan. Masuknya BI dalam cabinet menyebabkan posisinya berada dalam kendali presiden dan kedudukannya semakin tidak independen.

Pada tanggal 30 Juli 1965, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pendirian bank tunggal milik negara dengan nama Bank Negara Indonesia (BNI).

Mulai tanggal 17 Agustus 1965, kantor BI, BKTN, BNI, BUNEG, dan BTN dilebur ke dalam BNI, masing-masing beroperasi dengan nama BNI Unit I, Unit II, Unit III, Unit IV, dan Unit V. Menurut Surat Keputusan Menteri Urusan Bank Sentral (MUBS) No.

72/UBS/65 tanggal 19 Agustus 1965, salah satu tujuan bank tunggal adalah mengantarkan jasa-jasa bank dengan segala cara dan daya sampai ke pelosok-pelosok. Maksudnya adalah supaya lebih mengintegrasikan diri dengan masyarakat dan aktif dalam memberikan potensi rakyat.

Atas ketidakjelasan dan inkonsistensi dalam pelaksanaan UU mengenai Bank Indonesia tersebut, maka dibuat UU baru No 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral dengan tugas pokok (pasal 7) adalah membantu Pemerintah dalam :

Ÿ Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah;

Ÿ M e n d o r o n g k e l a n c a r a n p r o d u k s i d a n pembangunan serta memperluas kesempatan kerja; guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

Kedudukan Bank Indonesia dalam Undang-Undang ini adalah bagian dari Pemerintah karena adanya Dewan Monter yang anggotanya terdiri dari Dewan Moneter terdiri atas 3 (tiga) orang anggota, yaitu Menteri-menteri yang membidangi Keuangan dan Perekonomian serta Gubernur Bank Indonesia.

Krisis ekonomi yang berawal dari krisis nilai tukar mata uang (bermula dari mata uang Bath-Thailand) pada sekitar Juli 1997 mendorong lahirnya Undang- Undang No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

secara eksplisit (tertulis) bahwa Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang independen (pasal 4).

S a a t i n i , U n d a n g - U n d a n g t e r s e b u t t e l a h diberlakukan sekitar 13 tahun dengan dua kali amandemen (tahun 2004 dan 2009). Sekalipun independensi Bank Indonesia masih tetap dan akan terus dipertahankan, namun dari sisi kewenangan dan kegiatan-kegiatan (operasional) yang ter- kooptasi oleh berbagai kepentingan, maka masih perlukah independensi bagi Bank Indonesia?

Kalau mengacu pada era yang diidentifikasi oleh Goodhart dimana dominasi pemeritah atas bank sentral sampai tahun 1960an. Sementara di Indonesia Bank Sentral dengan landasan Undang- Undang No 13 tahun 1968 berlaku hingga tahun 1999, Bank Indonesia masih dibawah naungan pemerintah (dominasi pemerintah) dan masih adanya Dewan Moneter. Nampaknya independensi Bank Indonesia diterapkan agak terlambat. Suatu kebiasaan bagi bangsa kita sering terlambat dalam mengadopsi suatu sistem. Contoh lambatnya mengadopsi sistem adalah diterapkannya Undang- Undang tentang OJK.

Semula pengawasan yang terpisah dari Bank Indonesia mencontoh Inggris yang pengawasan banknya diserahkan kepada Financial Service Authority (FSA), semacam OJK-nya Inggris pada tahun 1997an. Ketika kita mencontoh Inggris 13 tahun lalu, namun sampai sat ini (2012) OJK belum juga direalisasikan, sementara Inggris sendiri tugas p e n g a w a s a n b a n k d i k e m b a l i k a n k e B a n k Sentralnya (Bank Of England) setelah FSA juga gagal dalam tugas pengawasan bank. Indonesia baru mau menerapkan sistem tersebut, ketika Negara yang dicontoh meninggalkannya, maka yang paling krusial adalah ketika terjadi krisis perbankan /moneter/ keuangan, siapa dan apa tanggung jawab masing-masing institusi? Harus jelas akuntabilitasnya ditengah-tengah kondisi dimana negara kita belum memilki undang-undang mengenai Jaring Pengaman Sistem Keuangan, jangan saling menyalahkan.

(10)

Pada dekade lalu ada trend yg mengarah arti dari independensi bank sentral sebagai cara untuk memperbaiki performa ekonomi jangka panjang.

Bagaimanapun ketika riset ekonomi dalam sekala besar dilakukan/didifinisikan hubungan antara independensi bank sentral dan performa ekonomi hasilnya ambigu.

Untuk kasus Bank Sentral Republik Indonesia sendiri, sebagaimana telah diuraikan di atas dalam perjalanan sejarah panjangnya, mengalami dinamika yang luar biasa sejalan dengan perjalanan ekonomi politik bangsanya. Bahkan sampai pada titik nadir dimana kedudukan bank sentral berada pada kementrian (Menteri Urusan Bank Sentral) pada era ekonomi terpimpin.

Setelah mengalami masa-masa sulit dalam kedudukan dan perannya, maka dengan semangat mengikuti trend bank sentral dunia dan kondisi riil perjalanan perekonomian bangsa dapat terwujud bank sentral yang independen. Para penggagas independensi Bank Indonesia tentu punya konsep dan visi yang jelas, kenapa menjadikan Bank Indonesia menjadi lembaga yang independen, terlepas dari pemerintah dan harus “tidak berpolitik”. Independensi Bank Indonesia diharapkan akan lebih menjamin stabilitas moneter yang merupakan prasyarat untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun realitanya independensi

“versi” Bank Indonesia berdampak pada pola hubungan BI dengan pemerintah. Dengan dinyatakannya BI “bukan pemerintah”, dewasa ini berbagai upaya untuk “mengambilalih” berbagai kewenangan-kewenangan yang selama ini dimiliki Bank Indonesia (Dr Dian Ediana Rae, Tempo, 2010). Contoh pengambilalihan kegiatan kegiatan yang bersifat operasional seperti Berita Acara Pemusnahan Uang yang harus dikordinasikan dengan pemerintah, suatu hal yang sangat teknis.

Dalam konteks ini dimanakah independensi terkait tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

PENTINGKAH INDEPENDENSI BAGI BANK SENTRAL?

Literatur mengenai independensi bank sentral mendefiniskan beberapa tipe independensi Independensi di bidang hukum

Independensi bank sentral tercermin di bidang hukum. Tipe independensi seperti ini terbatas di negara demokratis. Pada hampir di setiap kasus, bank sentral punya akuntabilitas di beberapa tingkat pejabat pemerintahan, juga melalui Menteri dalam pemerintahan atau langsung ke legislatif.

Independensi tujuan/goal

Bank sentral punya hak untuk menentukan tujuan kebijakannya, apakah inflation targeting, control atas jumlah uang breeder, atau menjaga tingkat nilai tukar mata uang. Tipe independensi seperti ini sudah umum, beberapa bank sentral memilih mengumumkan tujuan kebijakan mereka dalam menjalin hubungan dengan deprteman pemerintah terkait. Ini meningkatkan transparansi dari proses pembuatan kebijakan dan untuk itu meningkatkan kredibilitas dari tujuannya yg dipilih dengan menyediakan jaminan bahwa mereka tidak akan dirubah tanpa catatan. Lagi pula, penetapan tujuan yang umum oleh bank sentral dan pemerintah dapat m e m b a n t u m e n g h i n d a r i s i t u a s i d i m a n a kebijakan fiskal dan moneter berada dalam konflik, kebijakan kombinasi seperti itu jelas kurang optimal.

Independisi dalam operasional

Bank sentral memiliki independensi untuk menetapkan jalan terbaik untuk mencapai tujuan kebijakannya, termasuk jenis instrument yangg digunakan dan kapan instrument tersebut digunakan. Independensi ini sudah umum diterapkan oleh bank sentral.

Independensi manajemen,

Bank sentral mempunyai wewenang/otoritas untuk menjalankan operasinya (mengangkat staff, menyusun anggaran dll), tanpa keterlibatan p e m e r i n t a h y a n g e k s e s i f . B e n t u k f o r m independensi yang lain tidak mungkin jika bank sentral tidak punya tingkat independensi yang signifikan. Satu indikator statistik yang paling umum digunakan dalam literatur sebagai sebuah proksi untuk independensi bank sentral adalah tingkat perputaran gubernur Bank Sentral.

(11)

Akuntabilitas

Ÿ Penyampaian laporan tugas

Ÿ Laporan bahan evaluasi konerja BI dan Dewan Gubernur oleh DPR

Ÿ DPR meminta penjelasan pelaksana tugas dan wewenang BI

Ÿ Penyampaian anggaran operasional untuk persetujuan DPR dan kewajiban pelaporan anggaran kebijakan secara Khusus ke DPR

Ÿ Pemeriksa keuangan oleh BPK

Ÿ P e n y a m p a i a n l a p o r a n k e u a n g a n tahunan ke masyarakat

Ÿ Badan Supervisi Bank Indonesia

TATA KELOLA BANK SENTRAL

Independensi

Ÿ Memiliki kewenangan membuat peraturan dan menetapkan sanksi sebagai implementasi pelaksanaan UU

Ÿ Kebebasan menetapkan sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi atau pertumbuhan ekonomi) sebagai p e n j a b a r a n d a r i t u j u a n y a n g ditetapkan dalam UU

Ÿ Kebebasan menggunakan instrumen moneter dan menetapkan target operasional kebijakan moneter Ÿ Kewenangan menetapkan jumlah

uang beredar dan suku bunga, l a r a n g a n p e m b e r i a n p i n j a m a n kepada pemerintah

Transparansi

Ÿ K e t e r b u k a a n m e n g e n a i t u j u a n kebijakan seperti sasaran stabilitas harga atau inflasi

Ÿ Pengungkapan data, model dan perkiraan ekonomi

Ÿ Informasi mengenai strategi kebijakan dan prosedur pengambilan keputusan internal

Ÿ Komunikasi keputusan kebijakan, seperti perubahan suku bunga

Ÿ Keterbukaan pelaksanaan kebijakan yang diputuskan seperti operasi moneter

1 2

3

(12)

Follow

@bicorner_uinsatu untuk mendapatkan informasi seputar kebanksentralan, keuangan, dan informasi lain yang pastinya mendidik, dan bermanfaat.

Kami menerima kritik, saran dan request dari pembaca terkait isi, tema, maupun konten buletin, silahkan DM pada akun IG

@bicorner_uinsatu

Source:

Murdadi, Bambang. 2013. “Independensi Bank Indonesia di Persimpangan Jalan”.

Jurnal Value Added Vol. 9, No. 1

Pramudito, Kristianus. 2020. “Bank Sentral dan Pandemi Covid-19: Quo Vadis”. Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 32, No. 3

Kelembagaan Bank Sentral. BI Institut

“ Terima kasih telah mendukung kami untuk terus berjkarya.. jangan lupa..

Nantikan Buletin Edisi Berikutnya ”

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka kerjasama pembangunan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia untuk mencapai pembangunan Negara Indonesia yang demokratis, aman dan makmur,

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat , guru dituntut untuk kreatif dalam menyajikan pembelajaran agar anak didik dapat menguasai

Pada percobaan selanjutnya yaitu ion triiodida ditambahkan ke dalam air + amilum, dari hasil pengamatan terlihat warna larutan tersebut menjadi merah tua pekat

Pasca Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 dan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang kemudian lazim disebut sebagai

memperlihatkan bahwa hasil uji t-test paired pada kelompok eksperimen didapatkan nilai t -15.106 dengan signifikansi (p) 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa

Berdasarkan kutipan tersebut dapat dipahami bahwasannya tokoh Seniman merasa kasihan terhadap si gadis muda dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut

NO PROGRAM AKUN URAIAN PAGU

[3.1] Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang