• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KONSELING PRANIKAH BERORIENTASI PENGEMBANGAN KONSEP-DIRI : Studi Kasus Tentang Persiapan Pernikahan Mahasiswa Etnis Minangkabau di IAIN Imam Bonjol Padang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL KONSELING PRANIKAH BERORIENTASI PENGEMBANGAN KONSEP-DIRI : Studi Kasus Tentang Persiapan Pernikahan Mahasiswa Etnis Minangkabau di IAIN Imam Bonjol Padang."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. vi

DAFTAR ISI ………. ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah ……….… 1

B. Fokus Masalah ……… 10

C. Pertanyaan Penelitian ………. 11

D. Tujuan Penelitian ……….… 12

E. Kegunaan Penelitian ………... 13

F. Definisi Operasional ……… 14

G. Asumsi Penelitian ... ……… 16

H. Bagan Alur Penelitian ……… 19

BAB II PENATAAN KONSEP DIRI MELALUI KONSELING PRANIKAH A. Makna Konsep Diri……… 20

B. Perkembangan Konsep diri ……… 24

(2)

Konsep Diri ……..………….……..………..………. 36

1. Konsep Perkembangan Remaja Akhir ..……….... 36

2. Konsep Perkembangan Dewasa Awal ..……….… 43

E. Makna Penyesuaian dalam Pernikahan .……….. 49

F. Makna Kepuasan dalam Pernikahan ……… 54

G. Karakteristik Pernikahan menurut Tradisi Adat Minangkabau …… 58

H. Makna Pernikahan dalam Perspektif Agama Islam ………….……. 63

I. Kerangka Konseptual Konseling Pranikah .……….. 69

J. Penelitian Terdahulu yang Relevan ………... 77

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan yang digunakan ……….…… 80

B. Partisipan Penelitian ………. 83

C. Teknik Pengumpulan Data ……… 85

1. Observasi ……… 86

2. Wawancara ……….……… 87

3. Dokumentasi ……….. 88

D. Pengolahan Data ………... 88

E. Membangun Keabsahan Penelitian ………... 90

F. Prosedur Penelitian …..………. 93

(3)

pemahaman mahasiswa tentang pernikahan serta apa seyogianya

yang perlu diketahui dan dipahami oleh mahasiswa ……… 108

C.Kepedulian, kepercayaan, stabilitas emosi dan optimisme mahasiswa terhadap masa depan pernikahan dan penyebab gejala tersebut muncul 141 D.Pembentukan komitmen pribadi mahasiswa tentang pernikahan …… 146

E.Faktor-faktor yang berpotensi menjadi masalah bagi mahasiswa dalam menata konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan .…... 151

F. Model Hipotetik Konseling Pranikah Berorientasi Pengembangan Konsep Diri ………. 172

1. Rasional ……… 172

2. Visi dan Misi ……… 175

3. Tujuan ………..……… 175

4. Materi ……… ………. 177

5. Populasi Sasaran ……….. 178

6. Pelaksana ………..……… 179

7. Prosedur ……….……….. 179

8. Evaluasi Tingkat Keberhasilan ……… 182

G. Uji Lapangan Model Konseling ………….……… 184

1. Persiapan ………. 185

2. Pelaksanaan ………. 186

3. Evaluasi ……… 189

4. Hasil Uji Lapangan ……….. 189

(4)

A. Kesimpulan ……… 193

B. Implikasi ……… 198

C. Rekomendasi ………. 199

DAFTAR BACAAN ……….. 204

LAMPIRAN-LAMPIRAN A. DESKRIPSI MASALAH RESPONDEN ………. 211

B. MODEL KONSELING PRANIKAH BERORIENTASI PENGEMBANGAN KONSEP DIRI ……… 218

C. PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN MODEL KONSELING PRANIKAH BERORIENTASI PENGEMBANGAN KONSEP DIRI ……… 234

D. MATERI PELATIHAN DALAM KONSELING PRANIKAH BERORIENTASI PENGEMBANGAN KONSEP DIRI ……….. 242

E. KURIKULUM PELATIHAN KONSELOR UNTUK KONSELING PRANIKAH BERORIENTASI PENGEMBANGAN KONSEP DIRI ………. 255

(5)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(6)

persiapan pernikahan yang mereka lakukan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah; (1) siapa dan bagaimana keadaan kedua pasangan memasuki kehidupan keluarga; (2) kesehatan jasmani dan rohani kedua pasangan ketika memasuki kehidupan pernikahan; (3) pemahaman kedua pasangan tentang kehidupan pernikahan dan berkeluarga; (4) suasana keluarga tempat kedua pasangan dibesarkan; (5) kondisi sosial budaya dan ekonomi keluarga; dan 6) keyakinan hidup beragama.

Mahasiswa pada umumnya berada pada rentangan usia 18 sampai 25 tahun, itu berarti bahwa mereka berada pada tahap perkembangan remaja akhir (18-22 tahun) dan dewasa awal (23-30 tahun). Pada tahap perkembangan remaja akhir dan dewasa awal ini, terdapat tugas perkembangan berkenaan dengan pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Menurut Havigurst’s (dalam Hurlock, 1980: 10) bahwa remaja akhir memiliki tugas perkembangan preparing for marriage and family life, sedangkan dewasa awal memiliki tugas perkembangan selecting a mate, learning to live with a marriage partner, starting a family, rearing children, and managing a home.

(7)

ketidakpuasan, membuat keputusan dan kemampuan mengubahnya bila menjumpai alasan yang tepat (Marcia et al., 1993: 306-307 dan 321-323).

Pencapaian tugas perkembangan berkenaan dengan pernikahan dan kehidupan rumah tangga erat kaitannya dengan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang. Bila seseorang memiliki konsep diri yang positif, maka ia akan lebih mampu mencapai tugas perkembangnya secara optimal. Orang yang memiliki konsep diri yang positif lebih mampu menjalani kehidupannya dengan baik, karena ia memiliki kepercayaan diri, tidak khawatir terhadap masa lalu dan masa depan, mampu menerima diri secara positif, sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan mampu memodifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan (Burns, 1979: 280), sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang tidak sehat atau negatif, maka ia selalu mengalami hambatan dalam mencapai tugas perkembangannya secara optimal.

Konsep diri yang dimaksud bermakna suatu pandangan dan perasaan seseorang tentang diri sendiri yang bersifat biologis, psikologis dan sosial, seperti yang dikemukakan oleh Brooks, W. D., (1974: 40) bahwa self-concept is those physical, social and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and

our interaction with others. Konsep diri tidak hanya deskripsi tapi juga penilaian

(8)

Hambatan-hambatan yang dialami mahasiswa dalam menata konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan, antara lain; sulit dalam mengambil keputusan yang tepat, tidak mampu mengkomunikasikan perasaan atau ide kepada orang lain, bertemu dengan lawan jenis yang memiliki agama atau budaya yang berbeda, mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri dengan teman sebaya terutama dengan lawan jenis, berbeda pendapat dengan orang tua tentang jodoh, terjadi benturan nilai yang dikembangkan dengan nilai-nilai orang tua atau masyarakat lingkungannya, memiliki pandangan yang tidak realistik tentang pernikahan, pendidikan yang masih dijalani, masa depan pekerjaan yang tidak pasti, dan lain sebagainya. Dampak yang bisa muncul akibat terganggunya upaya yang dilakukan mahasiswa dalam membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan adalah; terlambat menikah, sulit dalam melakukan penyesuaian terhadap pasangan, rendahnya kualitas dan stabilitas pernikahan yang bisa diwujudkan serta mudah terjadi konflik atau perceraian.

(9)

maka berbagai upaya akan dilakukan oleh mamak (saudara laki-laki ibu) dan orang tua untuk mencarikan mereka pasangan dan menikahkannya, sekalipun harus menjual harta benda dan sawah ladang untuk walimah mereka. Tanggung jawab mamak dan orang tua yang demikian digambarkan dalam ungkapan adat “indak ameh bungkah di asah, indak kayu janjang dikapiang” (tak ada emas bungkal di asah, tak ada kayu jenjang di keping)

(Miko dan Asmawi, 1996:83). Artinya, tidak ada satu alasan pun bagi mamak dan orang tua untuk tidak mengupayakan secara maksimal mencarikan pasangan bagi pemuda atau gadis Minangkabau yang sudah cukup umurnya. Di sisi lain, harta warisan (tinggi) yang pada prinsipnya tidak boleh diperjualbelikan, boleh dimanfaatkan melalui gadai bila “ado gadih gadang alun balaki” (ada gadis dewasa yang belum bersuami) (Navis, 1986:168).

Pernikahan bagi orang Minangkabau merupakan harga diri, karena pernikahan dapat mengangkat harkat dan martabat serta status dirinya dalam keluarga dan masyarakat. Seseorang bisa mendapat tempat dalam masyarakat, diakui keberadaannya, dan dapek dilawan baiyo (dapat diajak bermusyawarah), serta dapat dibebani tugas tertentu secara adat termasuk diberi gelar kebangsawanan, apabila ia telah mencapai status alah gadang (sudah besar). Status alah gadang diperoleh, apabila seseorang telah menikah atau berumah tangga (Emosda, 1995:107). Konsep adat yang demikian bermakna, bahwa bila seorang pria Minangkabau belum menikah, sekalipun umurnya sudah lanjut, maka ia masih tetap dikategorikan sebagai anak-anak, anak-anak tidak dapat dibebani tugas sosial kemasyarakatan secara adat.

(10)

Rasulullah saw. sebagai model yang dapat diidentifikasi. Sedangkan, keutuhan konsep Islam tentang pernikahan terletak pada konsep yang menyeluruh, dimana Islam mengatur masalah pernikahan jauh sebelum aqad nikah diucapkan, terutama pada masa di mana seorang wanita masih berada di bawah penguasaan walinya (Langgulung, H. 1989: 350) atau pada masa dimana seorang pemuda belum mempunyai pilihan pasangan, sampai kepada hal-hal yang berkenaan dengan pinangan, karakteristik pasangan, pelaksanaan pernikahan dan walimahnya, hubungan suami istri, hak dan kewajiban pasangan, kehamilan, mendidik dan membesarkan anak, konflik dan penyelesaiannya, bahkan masalah perceraian dan rujuk diatur dalam ajaran Islam. Pelaksanaan semua ketentuan itu telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. (Kenedi, G., 1996: 69-70). Islam mengatur dan menetapkan prinsip-prinsip dasar tentang pernikahan, bertujuan agar manusia mampu mencapai kehidupan pernikahan yang memuaskan (sakinah mawaddah warahmah), yang di dalamnya ada kedamaian, ketenangan, ketenteraman, kebahagiaan dan kasih sayang, serta mendapat rida Allah swt (Depag, QS. 30: 21).

(11)

jemputan yang harus dipersiapkan oleh pihak perempuan dan tradisi yang tidak membolehkan menikah mendahului kakak terutama kakak perempuan; konflik pernikahan yang dialami orang tua dan ekspose media tentang pernikahan bermasalah berdampak terhadap pandangan mereka tentang pernikahan; tidak mampu mempertahankan keyakinan dan nilai-nilai yang dimiliki dalam berintegrasi dengan teman-teman yang memiliki budaya atau agama berbeda; mereka merasa tidak mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan; tidak responsif terhadap kebutuhan orang lain.

(12)

Keterbatasan upaya yang dilakukan mahasiswa dalam mempersiapkan diri mewujudkan pernikahan yang diharapkan, dapat bermakna bahwa mahasiswa tidak tahu apa yang harus mereka lakukan atau tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya, atau bisa pula bermakna bahwa mereka telah mulai melakukan upaya tertentu menuju ke arah pernikahan, tetapi upaya yang dilakukan tersebut masih terbatas, sehingga belum mampu melepaskan mereka dari keadaan-keadaan yang mengganggu. Fenomena ini mengindikasikan bahwa mahasiswa membutuhkan bantuan dari pihak lain, untuk membangun kesiapan diri merencanakan dan mempersiapkan pernikahan sesuai dengan harapan mereka.

Studi tentang pelaksanaan pelayanan konseling di IAIN IB Padang, ditemukan bahwa pelayanan konseling “telah berperan” dalam membantu mahasiswa di bidang akademik, pengajaran, sosial dan karir, tetapi belum berperan nyata dalam membantu mahasiswa mempersiapkan diri menuju pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Masalah pernikahan dan kehidupan rumah tangga belum ditempatkan pada posisi yang sama dan setara dengan masalah pendidikan, pengajaran, sosial dan karir, sehingga pelayanannya pun masih dianggap sebagai bagian dari pelayanan masalah individu. Itu berarti, bahwa pelayanan konseling pranikah belum menjadi program inti pada Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling di IAIN Imam Bonjol Padang. Keadaan ini jelas belum menyahuti kebutuhan dan harapan mahasiswa, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa pernikahan dan kehidupan rumah tangga merupakan masa depan mahasiswa dan mereka membutuhkan bantuan untuk mewujudkannya.

(13)

(Premarital Counseling). Pelayanan Konseling Pranikah yang dimaksud, bertujuan untuk membantu mahasiswa membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan, dengan membekali mereka ilmu, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai yang bermanfaat, serta membantu mereka melepaskan diri dari masalah-masalah yang dapat mengganggu, sehingga muncul penerimaan, kesadaran dan kepercayaan diri serta mampu membuat keputusan yang tepat berkenaan dengan pernikahan, selanjutnya diharapkan mereka dapat menjalani kehidupan pernikahan tersebut dengan memuaskan.

(14)

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan upaya untuk pengembangan pola atau model pelayanan konseling pranikah di perguruan tinggi, yang dikembangkan berdasarkan konsep Islam, budaya Minangkabau serta kajian yang komprehensif dan mendalam tentang kebutuhan faktual mahasiswa terhadap pelayanan tersebut. Kehadiran konseling pranikah di perguruan tinggi khususnya IAIN Imam Bonjol Padang memiliki makna tersendiri, mengingat keberadaan Unit Pelayanan Bimbingan Konseling (UPBK) belum mampu memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan mahasiswa terhadap konseling pranikah. Peneliti berpendapat, bahwa pengembangan Model Konseling Pranikah ini penting, mengingat sejauh ini belum ditemukan adanya upaya yang telah dilakukan oleh pihak lain ke arah perwujudannya.

B. Fokus Masalah

(15)

terdapat konsep diri yang positif, sedangkan upaya yang dilakukan setelah menikah sangat ditentukan oleh niat baik, harapan, kerja sama dan tanggung jawab kedua belah pihak

Persiapan pernikahan merupakan langkah penting yang perlu dilakukan oleh setiap orang yang akan mengarungi kehidupan rumah tangga. Persiapan pernikahan yang dimaksud adalah suatu upaya yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, nilai-nilai dan keterampilan-ketrampilan yang bermakna bagi kehidupan pernikahan, terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan yang akan terjadi, baik perubahan peran, fungsi, hubungan maupun tugas dan tanggung jawab dalam pernikahan. Bila mahasiswa tidak berupaya melakukan persiapan yang demikian, diperkirakan mereka akan menghadapi banyak masalah dalam mewujudkan kehidupan pernikahan yang mereka harapkan. Masalah yang akan muncul adalah; sulit menemukan pilihan, terlambat menikah, konflik dengan orang tua dalam menentukan jodoh, sulit melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pernikahan, serta memiliki kualitas dan stabilitas pernikahan yang rendah sehingga berpeluang terjadinya konflik dan perceraian.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah di atas, secara operasional dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian, yang dikaitkan dengan konsep diri yang dimiliki oleh mahasiswa. 1. Upaya apakah yang dilakukan mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang

pernikahan dan mengapa upaya tersebut mereka pilih?

(16)

3. Apakan mahasiswa memiliki kepedulian, kepercayaan, stabilitas emosi dan optimisme terhadap masa depan pernikahan, dan mengapa gejala tersebut muncul? 4. Apakah mahasiswa mampu membentuk komitmen pribadi tentang pernikahan?

5. Faktor-faktor apakah yang berpotensi menjadi masalah bagi mahasiswa dalam menata konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan?

6. Model Konseling Pranikah yang seperti apakah yang dapat dikembangkan untuk membantu mahasiswa membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Model Konseling Pranikah berorientasi pengembangan konsep diri. Pengembangan Model Konseling Pranikah tersebut bertujuan untuk membantu mahasiswa membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan, mengantisipasi dan menyelesaikan masalah yang dapat mengganggu mereka dalam mencapai tujuan, serta mengawali kehidupan pernikahan dengan berbekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai serta keyakinan yang kuat. Tujuan penelitian yang lebih spesifik adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis:

(17)

b. Kesadaran diri mahasiswa terhadap pentingnya pengetahuan tentang pernikahan yang ditunjukkan oleh keluasan, keakuratan dan kedalaman pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang pernikahan sebagai dasar tumbuhnya keyakinan diri terhadap masa depan pernikahan dan hal-hal yang seyogianya patut diketahui oleh mahasiswa terutama mengenai faktor-faktor yang membantu pasangan mampu mewujudkan kepuasan pernikahan, faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab pernikahan sulit dipertahankan dan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terlambat menikah.

c. Kepedulian, kepercayaan, stabilitas emosi dan optimisme mahasiswa terhadap masa depan pernikahan dan mengapa gejala tersebut muncul.

d. Komitmen pribadi mahasiswa tentang pernikahan.

e. Faktor-faktor yang berpotensi menjadi masalah bagi mahasiswa dalam menata konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan.

f. Mengembangkan Model Konseling Pranikah berorientasi pengembangan konsep diri untuk membantu mahasiswa membangun keutuhan pribadi menuju pernikahan yang diharapkan.

E. Kegunaan Penelitian

Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritik

(18)

Kedua, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap upaya

peningkatan kualitas kehidupan mahasiswa menuju pernikahan yang diharapkan. Lebih kongkritnya memberikan sumbangan pemikiran konseptual praktis dalam upaya membantu mahasiswa membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan.

F. Definisi Operasional

1. Model merupakan representasi sebuah sistem, di mana model dipandang sebagai sesuatu yang memiliki sistem yang sesungguhnya (Law dan Kelton, 1991:5). Mills et al. (1989:4) berpendapat, bahwa model adalah bentuk representasi akurat,

sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan pijakan yang terpresentasi oleh model itu. Jadi, model atau pola pada hakekatnya merupakan visualisasi atau konstruksi kongkrit dari suatu konsep. Visualisasi atau konstruksi itu dirumuskan melalui upaya mental, berupa cara berfikir (ways of thingking) tertentu untuk melakukan kongkritisasi atas fenomena abstrak.

(19)

Pranikah yang dimaksud, dirancang dalam sebuah sistem dengan komponen-komponen dari aspek-aspek konseling yang diidentifikasi secara jelas dan diorganisasikan ke dalam suatu susunan yang dapat meningkatkan keefektifan dan keefisiensian suatu pelayanan. Komponen Model Konseling Pranikah yang dimaksud terdiri dari rasional, visi dan misi, tujuan, materi, populasi sasaran, pelaksana, prosedur konseling, frekuensi pertemuan dan evaluasi proses dan tingkat keberhasilan. Model Konseling Pranikah bagi mahasiswa merupakan salah satu bentuk pelayanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, dan juga dapat dikembangkan menjadi suatu pelayanan konseling pada setting masyarakat, dengan populasi target pasangan bertunangan yang akan segera menikah. Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) serta Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) dipandang sebagai orang yang tepat memberikan bantuan Pranikah pada setting masyarakat, oleh karena itu mereka perlu bekal pengetahuan, pemahaman dan pelatihan, dalam memberikan bantuan.

3. Berorientasi pengembangan bermakna menitikberatkan atau memfokuskan sasaran pada proses atau cara mengembangkan. Jadi, model konseling pranikah yang dikembangkan melalui penelitian ini menitikberatkan pada proses atau cara mengembangkan konsep diri.

(20)

dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri sendiri. Konsep diri yang sehat ditunjukkan oleh pemahaman diri, kesadaran diri, perasaan harga diri, kopetensi diri, kecukupan, kemampuan untuk memodifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang sebelumnya dipegang teguh tapi pengalaman baru membuktikan salah, tidak khawatir terhadap masa lalu dan masa yang akan datang, kepercayaan diri dalam menanggulangi masalah sekalipun dihadapkan kepada kegagalan, penerimaan diri sebagai seorang yang sama harganya dengan orang lain, dan sensitif terhadap kebutuhan orang lain (Burns, 1976: 218-219). Sedangkan, konsep diri yang tidak sehat ditunjukkan oleh perasaan inferioritas, tidak memadai, kegagalan, tidak berharga dan tidak aman.

5. Istilah Keluarga dan rumah tangga yang sering digunakan secara bergantian pada tempat berbeda dimaksudkan mempunyai makna sama, yaitu the family is defined as a kindship grouping which provides for the rearing of children an for certain

other humans needs (Horton & Hunt, 1968:214)

G. Asumsi Penelitian

Suatu penelitian ilmiah biasanya berpegang pada serangkaian asumsi-asumsi sebagai dasar dari permasalahan yang akan diteliti (Bogdan, R. 1983: 32; Lincoln dan Guba, 1984: 47-69; Nasution, 1988: 25-29; Maleong, L. 1993: 33-34). Asumsi-asumsi penelitian ini adalah:

(21)

awal ini, terdapat tugas perkembangan berkenaan dengan pernikahan dan kehidupan keluarga. Remaja akhir memiliki tugas perkembangan preparing for marriage and family life, sedangkan dewasa awal memiliki tugas perkembangan selecting a mate,

learning to live with a marriage partner, starting a family, rearing children, and

managing a home (Havighurst’s dalam Hurlock, 1980:10).

2. Konsep diri bermakna pandangan dan perasaan yang bersifat biologis, psikologis dan sosial tentang diri sendiri, yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi dengan orang lain (Brooks dan Emmert, 1974: 40). Konsep diri tidak hanya berupa deskripsi tentang diri, tapi juga penilaian terhadap diri, yang meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri sendiri.

3. Konsep diri dapat mempengaruhi pilihan tingkah laku dan harapan-harapan dalam kehidupan. Konsepsi diri yang sehat atau positif dapat membimbing seseorang dalam memilih tingkah laku yang tepat dan membimbing dalam melahirkan harapan-harapan yang realistik dalam kehidupan. Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat membawa seseorang kepada pilihan tingkah laku yang bermasalah dan memunculkan harapan-harpan kehidupan yang tidak realistik.

4. Pernikahan merupakan fitrah dan asasi bagi kehidupan manusia. Pernikahan tidak hanya bermakna sebagai upaya melanjutkan mata rantai kehidupan manusia, tetapi juga merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dalam mencapai kenyamanan, keteduhan dan ketentraman jiwa.

(22)

berpeluang terjadi. Pernikahan lintas agama dan budaya rentan terhadap ketidak stabilan.

6. Penyesuaian bermakna melakukan perubahan terhadap pola hidup, mengubah kebiasaan, mengubah hubungan, dan mengubah kegiatan. Perubahan pola hidup selalu diikuti oleh ketegangan-ketegangan emosional yang dapat berkembang menjadi suatu masalah yang mengganggu (Hurlock, 1980:307). Banyak pasangan muda mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pernikahan, terutama pada tahun pertama pernikahan mereka. Pasangan muda yang tidak mampu melakukan penyesuaian akan sering mengalami ketegangan-ketegangan emosional yang mengakibatkan munculnya ketidaknyamanan dalam pernikahan.

7. Tradisi perjodohan dan tradisi-tradisi adat lainnya tentang pernikahan, sering mengakibatkan terjadinya konflik antara anak dengan orang tua. Konflik anak dengan orang tua terjadi karena anak memiliki kecenderungan pada kebebasan dalam bersikap dan berbuat, sementara itu dalam diri mereka, orang tua dan masyarakat masih melekat nilai-nilai adat budaya atau tradisi yang masih dipegang kuat.

(23)

19

1. Pendataan dan pengukuran kekuatan dan kelemahan maing-masing individu

2. Membantu mengidentifikasi dan memperbaharui wilayah relasi yang bermasalah

3. Membantu memahami pernikahan orang tua 4. Membantu pasangan agar saling mengenal prilaku,

komitmen, gaya hidup, seksualitas, harapan dan sikap masing-masing

5. Membantu membangun kekuatan sbg satu pasangan

6. Membahas isu-isu problematikan masa pacaran dan

Kondisi Aktual Mahasiswa

1. Kesadaran diri yang rendah terhadap pentingnya pengetahuan dan pemahaman tentang pernikahan. 2. Penerimaan diri negatif, tidak percaya diri dan cenderung

merasa tidak disenangi orang lain.

3. Tidak mampu bertindak berdasarkan penilaian yang positif dan sering merasa bersalah.

4. Tidak percaya diri dalam mengkomunikasikan perasaan atau ide kepada orang lain.

5. Menolak tradisi adat yang menjadi bahagian dari dirinya sebagai orang Minangkabau terutama yang berkenaan dengan dominannya peran mamak dan orang tua dalam menentukan jodoh, tradisi uang jemputan yang harus disiapkan pihak perempuan, dan tradisi yang tidak membolehkan menikah mendahului kakak terutama kakak perempuan.

6. Konflik pernikahan yang dialami orang tua berdampak terhadap pandangan mereka tentang pernikahan.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan yang digunakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model konseling pranikah dengan populasi target mahasiswa. Pencapaian tujuan tersebut membutuhkan kajian mendalam tentang kebutuhan faktual mahasiswa terhadap pelayanan konseling pranikah. Untuk mengidentifikasi kebutuhan mahasiswa terhadap konseling pranikah perlu dilakukan Needs assessment yang akurat. Needs Assessment dilakukan dengan mengkaji secara

mendalam tentang upaya yang dilakukan mahasiswa untuk membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang mereka harapkan. Upaya tersebut meliputi; upaya eksplorasi yang dilakukan mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang pernikahan dan mengapa aktivitas itu dipilih, pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang pernikahan serta apa seyogianya yang perlu diketahui dan dipahami; kepedulian, kepercayaan, stabilitas emosi dan optimisme mahasiswa terhadap masa depan pernikahan dan mengapa gejala itu muncul; pembentukan komitmen pribadi mahasiswa tentang pernikahan; faktor-faktor yang berpotensi menjadi masalah bagi mahasiswa menuju pernikahan yang diharapkan.

(25)

yang lebih dalam, luas dan akurat tentang upaya yang dilakukan mahasiswa dalam mempersiapkan diri untuk menikah dan bagaimana kaitannya dengan konsep diri.

Pendekatan kualitatif dipilih untuk menelaah masalah penelitian ini, berdasarkan pada pertimbangan, bahwa; 1) Masalah yang diteliti memerlukan suatu pengungkapan yang bersifat deskriptif dan komprehensif; 2) Pendekatan kualitatif lebih peka dan sanggup menyesuaikan diri bila dipergunakan untuk meneliti berbagai pengaruh dan pola-pola nilai yang dihadapi responden dalam kondisi alamiah; 3) Data kualitatif mampu mengungkapkan peristiwa secara kronologis, mengevaluasi sebab akibat, mampu menemukan sesuatu yang tidak terduga sebelumnya, serta mampu memberikan penjelasan yang banyak dan bermanfaat untuk membangun kerangka teori baru; 4) Temuan penelitian kualitatif mampu memberi kesan yang lebih nyata, lebih hidup dan penuh makna, sehingga lebih meyakinkan dan dapat diterima.

Untuk mencapai hasil penelitian yang lebih maksimal, maka karakteristik pendekatan kualitatif diupayakan dapat dipertahankan. Karakteristik pendekatan naturalistik yang dimaksud adalah: a) natural setting (setting alamiah/wajar), penelitian dilakukan pada situasi yang wajar, alamiah tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Situasi yang wajar sangat penting, mengingat suatu realitas yang utuh tidak dapat dipisahkan dari konteksnya, maka interaksi yang terjadi secara alamiah merupakan bagian yang krusial perlu diwujudkan dalam penelitian ini, agar sesuatu yang diperoleh lebih bermakna; b)

Human as an instrument (manusia/peneliti sebagai instrumen), dalam penelitian

(26)

sebagai instrumen mutlak dilakukan oleh peneliti, melalui kemampuan beradaptasi dengan berbagai realitas yang ada dan berintegrasi dengan responden secara alamiah akan diperoleh informasi yang lebih akurat; c) tacit knowledge (pemanfaatan pengetahuan yang tidak terucapkan), secara legitimasi pengetahuan yang tidak terucapkan diperlukan untuk melengkapi pengetahuan profesional. Realitas mempunyai nuansa ganda yang sukar dipahami hanya melalui ekspresi kata-kata. Sifat naturalistik memungkinkan peneliti menggunakan pengetahuan yang tidak terucapkan dalam memahami realitas, agar lebih fair dan akurat; d) qualitative method (metode kualitatif), untuk mendeskripsikan secara langsung hakekat transaksi antara peneliti dan responden serta mengungkap realitas ganda yang terkandung dalam realitas, maka metode kualitatif lebih tepat digunakan, karena lebih sensitif dan adaptif terhadap pola-pola nilai yang berpengaruh; e) Inductive analysis (analisis data secara induktif), analisis induktif lebih mampu mendeskripsikan realitas ganda, setting secara utuh dan nilai-nilai lokal yang berpengaruh. Di samping itu, juga akan memudahkan dalam melakukan transferbilitas ke setting lain secara bertanggung jawab; f) Grounded theory (teori dari dasar), sifat naturalistik lebih mengarah pada penyusunan teori yang lebih mendasar yang dibangun dari fakta empirik; g) emergent design, untuk mengakomodasi data yang bergulir, sesuai dengan tingkat pemahaman peneliti terhadap realitas, dan interaksi antara peneliti dengan responden yang tidak dapat diduga sebelumnya, serta kesulitan peneliti mempolakan terlebih dahulu apa yang ada dilapangan, maka disain yang dirancang masih bersifat sementara dan memungkinkan untuk berubah. Disain penelitian ini masih bersifat tentatif, di lapangan berpeluang mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan; h)

(27)

kesepakatan dengan responden tentang makna dan tafsir data yang diperoleh dari mereka, sehingga interpretasi yang dibuat lebih bermakna dan lebih sesuai dengan konstruksi realitas; i) case-study reporting mode, (modus laporan studi kasus), untuk menghindari terjadinya bias dalam mendeskripsikan integrasi peneliti dengan responden, dapat dibuat laporan dalam modus studi kasus. Laporan seperti itu dapat dijadikan basis generalisasi naturalistik individual dan dapat ditransfer ke situasi lain yang memiliki karakteristik sama; j) idiographic interpretation (penafsiran idiographik), mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka penafsiran dan pengambilan kesimpulan dilakukan secara idiographic interpretation (berlaku khusus), bukan nomothetic

interpretation (keberlakuan umum); k) tentative aplication, dalam prinsip naturalistik,

realitas itu ganda, oleh karena itu aplikasi hasil studi ini bersifat tentatif; l) special or

substitut criteria for truth worthiness, (kriteria keabsahan atau keterpercayaan), untuk

mencapai tingkat keabsahan penelitian akan dipertimbangkan aspek kridibilitas, tranferabilitas dan dependabilitasnya (Bogdan dkk., 1982: 27-30; Linkoln dkk. 1985: 39-44; Maleong, 1993: 4-8; Muhadjir, 1996: 108-112: Nasution, 1992: 9-12).

B. Responden Penelitian

(28)

aktivitas yang di arahkan pada peningkatan dan pengembangan kualitas pribadi menuju karir dan pernikahan, melalui perluasan pengetahuan, peningkatan pemahaman, dan penguasaan ketrampilan-keterampilan tententu, yang dibutuhkan dalam berkarir dan pernikahan.

IAIN Imam Bonjol Padang dipilih sebagai tempat penelitian ini, dengan pertimbangan bahwa perguruan tinggi ini telah mempunyai Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling (UPBK) yang dipusatkan pada Fakultas Dakwah dan Fakultas Tarbiyah, tetapi sejauh ini UPBK belum memiliki suatu pola atau model pelayanan konseling pranikah yang utuh dan bisa dilaksanakan secara efektif, untuk membantu mahasiswa dalam merencanakan dan mempersiapkan pernikahan. Lebih jauh, pelayanan konseling pranikah belum menjadi program utama pada unit tersebut. Sementara itu, studi awal menemukan bahwa mahasiswa sangat mengharapkan dan membutuhkan pelayanan konseling pranikah, yang dapat mereka peroleh dari UPBK. Harapan itu wajar, mengingat mahasiswa sedang berada pada tahap perkembangan remaja akhir dan dewasa awal, dimana pada usia tersebut mereka memiliki tugas perkembangan berkaitan dengan pernikahan dan berkeluarga.

(29)

menjadi responden penelitian adalah mahasiswa yang belum menikah. Pembatasan ini perlu dilakukan, mengingat mahasiswa IAIN Imam Bonjol ada yang sudah menikah, bahkan punya anak.

Kriteria Suku Minangkabau dan dibesarkan dalam keluarga dimana orang tua memegang erat nilai-nilai budaya Minangkabau, ditetapkan dengan pertimbangan bahwa pernikahan berkaitan erat dengan nilai-nilai budaya. Tradisi budaya biasanya mengatur masalah pernikahan secara menyeluruh, dimulai dari proses perencanaan dan persiapan, peminangan, akad nikah, bahkan sampai pada walimah atau pesta dan kehidupan rumah tangga selanjutnya. Dalam Adat Minangkabau pernikahan merupakan kegiatan budaya yang penting dan memiliki nilai serta makna yang tinggi dalam kehidupan masyarakat, sehingga pelaksanaannya diatur dan tata caranya ditetapkan oleh adat, dan ketentuan-ketentuan itu biasanya dipegang dan dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau dengan baik. Berdasarkan pertimbangan di atas, kriteria suku Minangkabau dan dibesarkan dalam keluarga yang memegang erat nilai-nilai budaya Minangkabau perlu ditetapkan, agar keutuhan gambaran tentang persolan perencanaan dan persiapan pernikahan dapat lebih dipahami.

C. Teknik Pengumpulan Data

(30)

bentuk kata-kata diperoleh melalui tiga teknik pengumpmpulan data, yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

1. Obsevasi

Observasi atau pengamatan yang cermat, dapat dianggap sebagai salah satu cara penelitian ilmiah yang paling sesuai dengan bidang ilmu sosial, tanpa harus mengeluarkan biaya yang banyak penelitian dapat dilakukan. Mata manusia memungkinkan dapat memandang, melihat dan mengamati lingkungannya, untuk memperoleh pengetahuan sesuai dengan kebutuhan (Bachtiar, 1993: 108).

Gejala atau kenyataan yang dilihat dapat ditanggapi dengan membuat pernyataan, rumusan atau deskripnya, sehingga bisa lebih bermakna, meskipun fakta belum tentu menunjukkan kenyataan sebenarnya, melainkan apa yang dikatakan mengenai apa yang dilihat. Tugas peneliti sebagai observer tidak hanya sekedar menjadi penonton, akan tetapi menjadi seorang pengumpul keterangan atau data tentang apa yang diamati. Seorang observer harus mencatat segala sesuatu yang dianggap penting, sehingga dia dapat membuat laporan hasil pengamatan tersebut sesuai dengan apa yang diamati.

(31)

mahasiswa yang mencakup; penampilan fisik, penampilan psikologis, dan penampilan sosial.

2. Wawancara

Teknik wawancara atau interviu merupakan teknik penting dalam penelitian kualitatif. Melalui wawancara peneliti dapat mengetahui lebih jauh tentang bagaimana responden memandang pernikahan dari perspektif dirinya atau menurut pikiran dan perasaannya (data emic/pandangan responden). Kesuksesan wawancara banyak ditentukan oleh kemampuan peneliti dalam membina hubungan dengan responden dan keterampilan bertanya yang dimiliki untuk mendalami masalah. Dalam membina hubungan, peneliti perlu menjelaskan apa tujuan dilakukannya wawancara, agar responden mengetahui apa yang harus disampaikannya. Salah satu keterampilan bertanya adalah memberikan pertanyaan terbuka dan runtut.

(32)

dan terfokusnya wawancara yang dilakukan, peneliti akan menggunakan pedoman wawancara yang tidak terstruktur sebagai panduan.

3. Dokumentasi

Untuk melengkapi perolehan informasi dalam penelitian ini, digunakan studi dokumentasi. Dokumentasi yang akan dipelajari dalam penelitian ini adalah data-data yang ada pada Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling Fakultas Dakwah dan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, terutama yang berkenaan dengan pengumpulan masalah mahasiswa melalui Alat Ungkap Masalah (AUM) dan penanganan kasus-kasus yang berkenaan dengan pernikahan (bila ada). Dokumen lain yang akan dipelajari adalah buku harian mahasiswa (bila disetujui responden). Mempelajari buku harian sangat penting, mengingat buku harian biasanya memuat pengalaman pribadi, renungan tentang nilai-nilai, hubungan dengan Tuhan dan manusia, harapan-harapan, serta hal-hal yang berkenaan dengan pikiran dan perasaan seseorang tentang diri dan linggkungannya. Buku harian menjadi sumber penting dan dapat menggambarkan realitas yang sebenarnya, karena ditulis sendiri, tentang diri sendiri dan dengan kemauan dan kesadaran sendiri, sehingga isinya lebih sesuai dengan kondisi diri yang sebenarnya

D. Pengolahan Data

(33)

apakah masih ada data lain yang terlupakan, mempertanyakan permasalahan apa yang masih perlu dijawab, apakah masih perlu dilakukan metode lain untuk mendapatkan data baru, kesalahan apa yang harus diperbaiki, berupaya untuk menemukan dan menetapkan tema-tema tertentu yang dianggap penting. Analisis di lapangan juga akan mencoba mengelompokkan atau membuat rangkuman serta memberikan kode berdasarkan strata-strata atau kelompok-kelompok tertentu.

(34)

hambatan-hambatan yang ditemui serta mengapa langkah tersebut yang dipilih. Hasil analisis akan dimasukkan ke dalam kelompok yang lebih kecil (unit-unit) dan diberi tanda/kode.

Proses kategorisasi dilakukan terhadap data yang telah diberi tanda dan disusun berdasarkan kesesuaian dan konsistensi terhadap isi. Data yang telah dikategorisasikan dipelajari berulang-ulang agar diperoleh pemahaman dan makna yang lebih dalam. Sejalan dengan saran Lincoln dan Guba (1985:347-351), maka proses kategorisasi dilakukan melalui; 1) mengelompokkan data (unit-unit) kepada bagian-bagian yang isinya berkaitan secara jelas, 2) merumuskan ketentuan yang menguraikan wilayah kategori, sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kategori dan keabsahan data, 3) menjaga agar setiap kategori disusun berdasarkan prinsip taat azas.

Bagian terpenting yang tidak bisa diabaikan dalam pengolahan data adalah penafsiran. Penafsiran dilakukan agar apa yang telah diperoleh dari apa yang telah dikerjakan sebelumnya dapat lebih bermakna. Melalui penafsiran akan diperoleh deskriptif analitik yang berkenaan dengan upaya yang dilakukan mahasiswa dalam membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan.

E. Membangun Keabsahan Penelitian

(35)

1988:105-122). Untuk membangun tingkat keabsahan penelitian ini, keempat syarat tersebut diupayakan dapat dipenuhi, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Kredibilitas, untuk mencapai tingkat kebenaran dan kesahihan data atau untuk

mencapai kesamaan konsep peneliti dengan konsep responden tentang sesuatu, dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu; 1) merencanakan teknik pengumpulan data yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan diujicoba, sehingga data yang akurat dapat diperoleh; 2) memperpanjang masa penelitian, dengan maksud dapat memposisikan diri secara wajar, sehingga dipercaya dan dapat diterima oleh responden; 3) trianggulasi, data diperoleh minimal dari tiga orang subjek dan diupayakan lebih banyak, agar data dapat di cek kebenarannya dengan membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber kepada sumber lain; 4) mengkonformasikan kembali data yang diperoleh kepada Responden yang bersangkutan, untuk menguji apakah data yang peneliti catat atau tangkap sesuai dengan yang dimaksudkan oleh responden atau tidak; 5) meminta tanggapan dari pihak lain seperti teman sejawat sesama peneliti atau tenaga pembimbing yang ada di UPBK IAIN Imam Bonjol Padang; 6) Member check, dilakukan pada akhir wawancara, untuk mengecek ulang data yang disampaikan responden secara menyeluruh. Member check dilakukan agar data yang telah diperoleh dapat disempurnakan oleh responden, dengan memperbaiki, menambah atau menguranginya.

Transferbilitas, untuk mencapai tingkat aplikasi atau sampai dimana hasil

(36)

belakang bervariasi, baik status sosial, ekonomi, pola asuh maupun asal daerah. Di balik itu, peneliti menyadari tidak ada situasi yang persis sama, maka peneliti hanya dapat memperkirakan, bahwa tranferbilitas merupakan suatu kemungkinan yang dapat dilakukan.

Dependabilitas, untuk membangun konsistensi atau kumungkinan orang lain

melakukan penelitian yang sama dengan memperoleh hasil yang sama, maka dilakukan upaya berikut; 1) memposisikan diri sebagai responden penuh, agar diperoleh data yang akurat; 2) memilih responden yang tepat sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan. Pemilihan responden yang tepat sangat penting, agar diperoleh data yang relevan dengan masalah; 3) memilih situasi dan kondisi yang tepat dalam memperoleh data. Pengumpulan data pada situasi dan kondisi yang tidak tepat, akan berpengaruh terhadap kualitas data yang diperoleh, terutama berpeluang terjadinya bias; 4) memberikan definisi konsep yang jelas, agar peneliti berikutnya dapat memahami konsep penelitian ini secara tepat dan utuh; 5) menguraikan secara jelas dan terperinci metode pengumpulan dan analisa data. Upaya ini dimaksudkan agar peneliti berikutnya dapat memahami secara tepat dan melaksanakannya dengan benar, sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh peneliti.

Konfirmabilitas, untuk mencapai konfirmabilitas dilakukan prosedur berikut: 1)

(37)

F. Prosedur Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini untuk mengembangkan Model Konseling Pranikah berorientasi pengembangan konsep diri, yang ditujukan untuk membantu mahasiswa menumbuhkembangkan kepribadiannya melalui penataan konsep diri, agar mereka mampu merencanakan dan mempersiapkan pernikahan dengan baik. Untuk sampai kepada tujuan tersebut penelitian ini menggunakan prosedur penelitian kualitatif. Prosedur penelitian kualitatif yang akan ditempuh terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

Tahap Pertama

Tahap pertama dilakukan beberapa kegiatan, di antaranya; 1) perencanaan awal yang meliputi kegiatan perumusan dan penajaman masalah penelitian, menetapkan lokasi dan responden penelitian, menentukan teknik pengumpulan data, merancang proses analisis, dan menetapkan prosedur penelitian yang akan ditempuh; 2) kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan; 3) needs assessment, pengumpulan data di lapangan tentang kebutuhan mahasiswa terhdap konseling pranikah; 4) mendeskripsikan dan menganalisis data yang berhasil dikumpulkan, untuk memperoleh sesuatu yang bermakna bagi upaya pengembangan model konseling pranikah di perguruan tinggi.

Tahap Kedua

(38)

Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga dilakukan uji kelayakan model melalui pertimbangan para ahli di bidang konseling khususnya pembimbing serta melakukan uji coba lapangan.

Tahap Keempat

(39)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan, tujuan, temuan dan analisia data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah mencapai tujuan teoritis berupa rumusan konsep diri mahasiswa etnis Minangkabau berkenaan dengan pernikahan dan mencapai tujuan praktis berupa model konseling pranikah berorientasi pengembangan konsep diri. Konsep diri mahasiswa etnis Minangkabau berkenaan dengan pernikahan, dilandasi oleh nilai-nilai agama Islam dan budaya Minangkabau. Mahasiswa Etnis Minangkabau sebagai seorang muslim menempatkan pernikahan sebagai perwujudan dari fitrah dirinya sebagai manusia yang diciptakan Allah, cenderung terhadap pasangannya dan pernikahan merupakan sunnah yang bernilai ibadah disepanjang kehidupannya dan dihargai sama nilainya dengan separuh agama atau setengah dari keimanan, artingnya, mahasiswa etnis Minangkabau memiliki konsep diri spritual atau spiritual self-concept berkenaan dengan pernikahan.

(40)

194

kebangsawanan (Datuak atau Penghulu). Masyarakat Minangkabau berpandangan bahwa tidak menikah adalah aib yang dapat menghilangkan harga dan kepercayaan diri dalam masyarakat.

Penelitian menyimpulkan bahwa mahasiswa etnis Minangkabau belum mampu menata konsep dirinya berkenaan dengan pernikahan yang berlandaskan nilai-niali Islam dan adat Minangkabau, sehingga berpengaruh terhadap keyakinan, upaya dan keputusan yang mereka ambil. Artinya, konsep diri mahasiswa etnis Minang belum mampu mengarahkan diri mereka kepada upaya-upaya yang konstruktif dalam mempersiapkan diri menuju pernikahan yang diharapkan, gejalanya muncul dalam bentuk upaya yang tidak optimal dan tidak mengarah pada tujuan, pengetahuan terbatas dan tidak akurat, rendahnya kepedulian, kepercayaan, stabilitas emosi dan optimisme mereka terhadap masa depan pernikahan, dan komitmen pernikahan mereka lemah serta banyak potensi masalah muncul dalam diri mereka. Gambaran tersebut ditunjukkan oleh kesimpulan berikut:

(41)

195

2. Mahasiswa belum menyadari secara penuh, bahwa keakuratan, keluasan dan ke dalaman pengetahuan dan pemahaman tentang isu-isu pernikahan penting artinya bagi mereka dalam menata konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan. Mahasiswa sudah memiliki pengetahuan berkenaan dengan isu-isu pernikahan. Namun, pengetahuan yang mereka miliki tidak mendalam, bahkan pada bahagian tertentu tidak akurat dan tidak realistik, terutama yang berkaitan dengan pemahaman diri dan lingkungan, pengembangan pribadi, persiapan pernikahan, peran, tugas, tanggung jawab, seksualitas dan penyesuaian dalam pernikahan.

3. Kepedulian, kepercayaan, stabilitas emosi dan optimisme mahasiswa terhadap masa depan pernikahan masih rendah. Gejala tersebut, muncul dalam bentuk ketidakpedulian dan kepasrahan terhadap masa depan pernikahan, tidak percaya diri dalam menggambil keputusan, ragu-ragu dalam bertindak dan berbuat, serta khawatir terhadap masa depan pernikahan.

4. Mahasiswa belum mampu membuat komitmen pernikahan yang tegas, yang dapat mereka pegang kuat sebagai prinsip, sehingga mereka tidak mandiri dan tidak percaya diri. Pendirian mereka mudah goyah dan mudah merubah bila mendapat tekanan atau pengaruh dari lingkungannya dan mereka pun tidak mampu membuat rencana untuk masa depan pernikahannya dengan baik. Lemahnya komitmen pribadi mahasiswa tentang pernikahan dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran dan kepercayaan diri mereka dalam membuat keputusan.

(42)

196

sumber informasi yang tidak tepat, tidak memiliki contoh positif dari pernikahan orang tua, tidak memiliki sumber daya yang positif, tidak mampu membuat keputusan secara tepat, tidak mampu menyesuaikan diri, tidak mampu mengkomunikasikan perasaan atau ide kepada orang lain, tidak memperoleh restu orang tua, pernikahan lintas budaya, tradisi perjodohan, kesempatan kerja yang terbatas, tradisi adat yang mengikat, perbedaan nilai-nilai yang digunakan mahasiswa dengan nilai-nilai yang digunakan oleh orang tua dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut kurang disadari oleh mahasiswa sebagai suatu hal yang berpotensi menjadi masalah bagi mereka dan mereka pun belum mampu melakukan tindakan yang berarti untuk mengantisipasinya. Akibatnya, penerimaan diri (self-acceptance) mereka negatif, tidak percaya diri (self confidence), kesadaran diri (self

consciousness) rendah, tidak memiliki konsistensi diri (self-consistency), kontrol

diri (self-control) lemah dan tidak mempu membuat keputusan yang memuaskan.

(43)

197

konseling pranikah, pelaksana konseling pranikah, prosedur konseling pranikah, evaluasi tingkat keberhasilan konseling pranikah.

MKP-BPKD bertujuan untuk membantu mahasiswa mempersiapkan pernikahan dan kehidupan rumah tangga sesuai dengan yang diharapkan; materi MKP-BPKD meliputi pemahaman dan penerimaan diri, informasi tentang pernikahan serta keterampilan interpersonal; populasi sasaran MKP-BPKD adalam mahasiswa; pelaksana MKP-BPKD konselor dan dosen pembimbing; prosedur MKP-BPKD melalui tahapan konseling individual dan konseling kelompok. Model yang lebih utuh dan teknis pelaksanaanya terdapat pada lampiran B dan C disertasi ini.

LANDASAN KOMPONEN HASIL

(44)

198

Penerapan MKP-BPKD di perguruan tinggi khususnya di IAIN Imam Bonjol Padang, dapat dilakukan melalui langkah-langkah, sosialisasi atau orientasi terhadap pimpinan, konselor dan dosen pembimbing serta mahasiswa, pelatihan bagi konselor dan dosen pembimbing, perencanaan dan pembuatan program pelayanan serta pelaksanaan program.

B. Implikasi

Kesimpulan hasil penelitian ini mengandung beberapa implikasi teoritik dan praktis, di antaranya:

1. Kenyataan yang tidak dapat diingkari bahwa pernikahan erat kaitannya dengan nilai-nilai agama dan budaya. Oleh karena itu, nilai-nilai agama Islam dan budaya Minangkabau harus menjadi landasan utama bagi konselor dan dosen pembimbing dalam memberikan pelayanan Konseling Pranikah kepada mahasiswa.

2. Konseling Pranikah harus diposisikan sebagai program inti pada pelayanan konseling di perguruan tinggi khususnya di IAIN Imam Bonjol Padang, yang setara dengan bidang atau jenis pelayanan lain, seperti konseling karir, konseling sosial, konseling pendidikan dan pengajaran, mengingat pernikahan dan kehidupan rumah tangga merupakan harapan masa depan mahasiswa, yang erat kaitannya dengan pencapaian kebahagian dalam kehidupan mereka di masa yang akan datang.

(45)

199

untuk melakukan upaya membangun keutuhan pribadi melalui penataan konsep diri menuju pernikahan yang mereka harapkan dan membantu mahasiswa agar mampu menemukan masalah-masalah yang dapat mengganggu dan memecahkannya secara efektif.

4. Koselor dan dosen pembimbing dapat melakukan intervensi yang terfokus pada tindakan pencegahan, pengembangan, dan kuratif, dalam membantu mahasiswa menata konsep diri menuju pernikahan yang mereka harapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, konselor dan dosen pembimbing harus memiliki wawasan yang luas tentang isu-isu perkembangan individu, kompleksitas interaksi mahasiswa dengan lingkungannya, isu-isu pernikahan dalam konteks agama Islam dan budaya Minangkabau, kompleksitas aktual pernikahan, serta menguasai keterampilan konseling dengan baik.

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka patut disampaikan beberapa rekomendasi kepada berbagai pihak, diantaranya:

1. Rekomendasi untuk konselor dan dosen Pembimbing

(46)

200

konselor dan dosen pembimbing. Untuk itu direkomendasikan kepada konselor dan dosen pembimbing agar dapat mempelajari dan memahami MKP-BPKD secara utuh dan mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dalam memberikan pelayanan, karena pemahaman yang utuh dan keterampilan yang dimiliki merupakan pondasi dasar bagi konselor dan dosen pembimbing dalam mengimplementasikan MKP-BPKD tersebut.

(47)

201

pembuatan program dimaksudkan agar pelaksanaan pelayanan konseling pranikah dapat berjalan dengan baik dan tujuan yang diharapkan dapat dicapai. Keempat, pelaksanaan konseling pranikah berdasarkan perencanaan dan

pengembangan program yang telah dibuat.

2. Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya

Penelitian ini telah berhasil mengembangkan Model Konseling Pranikah Berorientasi Pengembangan Konsep Diri, yang dikembangkan berdasarkan analisis terhadap kebutuhan mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang yang memiliki latar belakang agama Islam dan budaya Minangkabau. Meskipun demikian, peneliti menyadari bahwa model ini bisa jadi tidak cocok untuk diterapkan pada mahasiswa etnis lain atau mahasiswa etnis Minang yang memiliki keluarga dan lingkungan yang telah meninggalkan nilai-nilai adat dan agamanya. Di sisi lain, penelitian ini juga belum menjangkau kasus-kasus seperti hamil di luar nikah, daya rekat dan kerapuhan ikatan pernikahan yang dilandasi adat Minangkabau dan lain sebagainya. Berdasarkan keterbatasan teersebut, mendorong peneliti untuk merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya, agar dapat menkaji lebih dalam tentang:

a. Keefektifan MKP-BPKD mahasiswa etnis Minangkabau dengan karakteristik tertentu dan pada tempat lain, dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai kebutuhan.

(48)

202

c. Konsep diri seorang wanita yang hamil di luar nikah.

d. Dampak psikologis bagi seorang wanita yang hamil di luar nikah.

e. Dampak gangguan sosial yang dialami seorang wanita yang hamil di luar nikah.

f. Status anak yang lahir di luar nikah dan apa dampaknya terhadap hak waris g. Konsep diri seorang pria yang menghamili seorang wanita di luar nikah h. Perlakuan orang tua dan masyarakat terhadap seorang pria yang menghamili

seorang wanita di luar nikah.

i. Kerapuhan pernikahan ala Minangkabau

j. Daya rekat nilai-nilai tradisi adat Minanggkabau terhadap ikatan pernikahan.

3. MKP-BPKD memungkinkan untuk diterapkan dalam setting masyarakat dengan sasaran remaja akhir atau dewasa awal yang melum menikah atau pasangan-pasangan bertunangan, untuk itu petugas Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dalam melaksanakan tugas, dan peneliti menyatakan kesediaan untuk membantu melakukan indentivikasi masalah-masalah pranikah yang dialami remaja akhir dan dewasa awal serta upaya penanganannya. Di sisi lain, juga siap menerima reveral kasus-kasus yang membutuhkan penanganan serius, serta bekerja sama dalam memberdayakan lembaga BP4 untuk kemaslahatan umat.

(49)

203

(50)

DAFTAR BACAAN

AAMFT (1996). Marriage Preparation. Online: Tersedia: www.ifca.org/handbook/ miscellonneous%helps/premarital-counseling.htm. (25 Maret 2005)

Ackerman, N. W. (1954). Family Process. New York: Basic Books, Inc., Publishers. Ad Dairabi, A. Bin ‘U. (1986). Fiqih Nikah. Jakarta: Mustaqiin.

Aljauf, S. F. A. ‘A. A. M. Q. (1993). Nailul Authar Himpunan Hadis-hadis Hukum. Surabaya: Bina Ilmu.

Ardimen (2000). Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi dikaitkan dengan Kebutuhan Mahasiswa. Tesis. Bandung. PPs UPI

Asril, Z. (1997). Pembinaan Akhlak dalam Kehidupan Budaya Masyarakat Minangkabau. Tesis. Bandung. PPS IKIP. tidak diterbitkan

Bachtiar, H. W. (1993). Pengamatan Sebagai Suatu Metode Penelitian. Dalam Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Oleh Koentjaraningrat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Baldridge, C. (2001). Premarital Counseling Presents a Realistic View to Marriage.

(51)

Bogdan, R. C. & Sari, K. B. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Method. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Borg, W. R. & Gall, M. D. (1979). Educational Research An Introduction. Third Clinical Consideration). Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Brooks, W. D. & Emmert, P. (1977). Interpersonal Communication. Dubuque: Wm. C. Brown Company Publishers.

Burns, R. B. (1993). Konsep Diri. Terjemahan Eddy. Jakarta: Arcan.

Catholic Charities Diocese (2002). Family, Marital and Premarital Counseling. (Online). Tersedia: http://www.ccdsd.org/Clinfmpre.htm. (5 April 2003)

Dahlan, M. D. (2005). Mengembangkan Fitrah Manusia dalam Upaya Meraih Nur Ilahi (Aplikasi Asmaul Husna dalam Membeningkan Kalbu Melalui Konseling). Dalam Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Dalam Rangka Purna bakti Prof. Dr. H. Moh. Djawad Dahlan. Bandung: FIP UPI dan PPS UPI.

Daly, P. (1988). Hukum Perkawinan Islam (Suatu Studi Perbandingan dalam kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam). Jakarta: Bulan Bintang.

Daradjat, Z. (1992). Peran dan Fungsi Agama bagi Pembinaan Anak. Dalam Majalah Nasehat Perkawinan dan Keluarga. No. 245/th.XX/Nopember.1992. Jakarta: BP4.

Departemen Agama (1974). Alquran dan Terjemahannya. Jakarta: Intermasa Duval, E. M. (1957). Family Development. Chicago: J. B. Lippincott Company.

Elleven, R. K. (2002). The home of Relationship Success. Online. Tersedia: http://www.marriage-education.net/pre.htm. (12 Februari 2004)

(52)

dalam hubungannya dengan konflik identitas yang dialaminya. Disertasi. Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Erikson, E. H. (1963). Childhood and Society. New York: Norton & Compay --- (1964). Insight and Resposibility. New York: Norton & Company --- (1965). The Challenge of Youth. New York: Doubleday & Campany, Inc --- (1968). Identity: Youth and Crisis. New York: Norton & Company

Farozin, M. (1996). Pendapat dan Kebutuhan Mahasiswa Tentang Layanan Penasehatan Akademik di Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta. Tesis. Bandung: PPs IKIP. Tidak diterbitkan.

Fower, B. J. & Olson, D. H. (1986). Predicting Marital Success With PREPARE: A Predictive Validity Study. Dalam Journal of Marital and Family Therapy, Vol. 12, No. 4 h. 403-413. Tersedia: http://psy.ucsd/-eebbesen/psych18699/186Olsonstudy.htm. (18 Agustus 2003)

Goldenberg, I. & Goldenberg, H. (1991). Family Therapy. California: Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove.

Hakimy, I. Dt. R. P. (1991a). Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Rosdakarya.

______(1991b). Pepatah-petitih Mamang-Bidal Pantun-Gurindam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

______ (1991c). Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Horton, C, P. B. & Hunt, L. (1968). Sociology. New York. McGraw-Hill Book Company.

Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psychology: A Life-Span Approach. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd.

Ibrahim, M. (2000). Hubungan Antara Sikap Remaja terhadap Nilai-nilai Budaya Paseng dan eksplorasi dan Komitmen dalam Pencapaian Identitas remaja akhir bidang Perkawinan (Studi pada Mahasiswa Etnis Bugis Makasar di Universitas Negeri Makasar). Tesis. Bandung: PPs Unpad. tidak diterbitkan.

(53)

Jamaris (1996). Pembelajaran Hakikat Basandi dalam Keluarga Matrilineal Minangkabau. Disertasi. Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Kato, T. (1989). Matriliny and Migration Evolving Minangkabau Indonesia. London:

Cornell University Press.

Kenedi, G. (1996) Analisis Interelasi Nabi Muhammad Saw dengan Keluarga dan Sahabat (Suatu Studi Ke arah Pengembangan Konsep Konseling Islami). Tesis. Magister pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Kisyik, A. H. (1995). Bina’ Al-Usrah al-Muslimah: Mansu’ah al-Zuwaj al-Islami. Alih bahasa Ida Nursyida. Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah. Bandung: Al Bayan.

L’Abate, L. (Ed) (1994). Handbook of Developmental Family Psychology and Psychopathology. New York: John & Sons, Inc.

Landis, P. H. (1954). Your Marriage and Family Living. Washington: McGraw-Hill

Law, A. M. dan Kelton, W. D., (1991). Simulation Modeling and Analysis. New York: McGraw-Hill, Inc.

Lincoln, Y. S. & Guba, E. G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.

Lopez, F. G. (1992). “Family Dynamics and Late Adolescence Identity Development” dalam Brown, S. D. & Lent, R. W.. Handbook of Counseling Psychology. New York: John Wiley & Son.

Maleong, L. J. (1993) Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja RosdaKarya. Mappiare, A. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.

(54)

Marta, A. C. (2005), What is a Marriage and Famili Therapist. Online: Tersedia: www//A:mft.html.

McDade, P (1998). Family, Marital & Premarital Counseling Services.Catholic Charities Diocese of San Diego Californi Online: Tersedia: http://www.ccdsd.org/clinfmpre.html. (27 Maret 2000).

McMillan, J. H. & Schumacher, S. (1989). Research in Education: A Conceptual Introduction. USA: Harper Collins Publishers.

Mercer W. R. (2002). Premarital Counseling Offered for Anger Anxiety co Dependency Communication Depression Employee Assistance. Online: Tersedia: http://counselme.truepath.com/premar.htm. (20 Nopember 2003)

Miko, A & Asmawi (1996). Wanita di Sumatera Barat (Beberapa Kumpulan Pemikiran dan Hasil Penelitian. Padang: Lembaga Penelitian Unand.

Mudar, I. (2000). Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orang Tua dengan Eksplorasi dan Komitmen Domain Perkawinan Wanita Remaja Akhir Minang (Studi pada Mahasiswa Wanita yang berasal dari daerah Pariaman di UNP). Tesis. Bandung: PPs Unpad. tidak diterbitkan.

Muhadjir, N. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Mujaffar, N. (1998). Menuju Perkawinan Bahagia. Dalam Perkawinan dan Keluarga.

No.308/1998. Jakarta BP4.

Mulyana, D. & Rakhmat, J. (2000). Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Rosda Karya. Razak dan Latief, R. (1981). Terjemahan Hadis Shahih Muslim. Alih Bahasa. Jakarta:

Al Husna.

Nadire, A. (2004). Preparing Muslims for Marriage. Online. Tersedia: http://www.Zawaj.com/articles/Preparing_nadire.htm. (5 Maret 2005)

Nasroen, M. Mr. (1957). Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Djakarta: Pasaman. Nasution, S., (1992), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. _______ (1991). Metode Research. Bandung: Jemmars.

(55)

Navis, A. A. (1986). Alam Terkembang Jadi Guru (Adat dan Kebudayaan Minangkabau). Jakarta: Tempprint.

Nichols, M. (1984). Family Therapy (Concepts and Methods). New York: Gardner Press, Inc.

O’Donohue, W. dan Krasner, L. (1995). Handbook of Psychological Skill Training Clinical Techniques and Aplications. Bonton: Allyn & Bacon

Papalia, D. E. dan Olds, S. W. (1995). Human Development. New York: McGraw-Hill, Inc.

Patton, M. Q. (1986) Qualtative Evaluation Methods. Baverly Hills: Sage Publications. Paul dan Rosanne (1990). The Experience of Couple Counseling. Dalam Mearns, Dave

& Dryden, Windy (1990). Experiences of Counselling in Action. London: Sage Publications.

Radjab, M. (1969). Sistem Kekerabatan di Minangkabau. Padang: Center for Minangkabau Studies Press.

Rakhmat, J. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rifai, M. S. S. (1993). Suatu Tinjauan Historis Prospektif tentang Perkembangan Kehidupan dan Pendidikan Keluarga. Dalam Rakhmat, Jalaluddin dan Gandaatmadja, Muhtar (Ed) (1993). Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Robbins (2000). Premarital Counseling test. Online: Tersedia: http://www.Temperamentanalysis.com/pre-marital-counseling.htm. (1 Mei 2005)

Rusjd, I. (1969). Bidajatul Mudjtahid. Jakarta: Bulan Bintang.

Saanin, H. B. (1984). Kepribadian orang Minangkabau dan Psikopatologinya: Dalam Kepribadian dan Perkembangannya. Jakarta: Gramedia.

Sanusi, A. B. dan Syafruddin (Ed) (1992). Membina Keluarga Bahagia. Jakarta: Pustaka Antara.

Sherman, R. & Fredman, N. (1986). Handbook of Structured Tecniques in Marriage amd Family Therapy. New York: Brunner/Mazel, Publishers.

(56)

Sund, S. (2001). Planning Your Wedding. Dalam Bangor Daily News Online. Tersedia:

http://www.bangornews.com/advertising/specialsections/wedding2-02/premarital.html. (14 Maret 2004)

Suwarjo (2000). Hubungan Gaya Pengasuhan Orang Tua dan Status Identitas Domain Perkawinan dengan Status Intimasi pada Mahasiswa Etnis Jawa (Studi pada Mahasiswa Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta). Tesis. Bandung: PPs Unpad. tidak diterbitkan.

Tanjung, A. N. (1992). Tangan Dingin dalam Perkawinan. Dalam Nasehat Perkawinan dan Keluarga. No. 245/th.XX/Nopember.1992. Jakarta: BP4.

Tubbs, S. L. & Moss, S. (2000). Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar. Terjemahan Deddy Mulyana dan Gembirasari. Bandung Rosda Karya.

Tukino (2000). Hubungan Gaya Pengasuhan Orang Tua Enabling dan Contraining dengan Eksplorasi dan Komitmen dalam Pembentukan Identitas Remaja akhir Bidang Perkawinan. Tesis. Bandung: PPs Unpad. tidak diterbitkan.

‘Ulwan, A. N. (1995). Perkawinan Masalah Orang Muda, Orang Tua dan Negara. Jakarta: Gema Insani Press.

Undang-Undang No I Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta: Sinar Grafika.

Wallis, J. H. & Booker, H. S. (1958). Marriage Counselling. London: Routledge & Kegan Paul Ltd.

Williams, C. (2000). Premarital Counseling Decreases Disillusionment. Articles. Online. Tersedia: http://www.Duwoodypsychologist.com/Article/%Decreases% 20Disillussionment.htm. (15 Januari 2005)

Yunus, U. (1988). Kebudayaan Minangkabau. Dalam Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Djambatan.

Yusuf, H. M. (1994). Memilih Iodoh dan Tata Cara Meminang dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Gambar

Gambar 1: Konfigurasi Model Konseling Pranikah  Berorientasi Pengembangan Konsep Diri

Referensi

Dokumen terkait