1 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
BAB IV
ANALISA SOSIAL, ANALISA EKONOMI DAN ANALISA
LINGKUNGAN
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi
kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam
menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat
dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya. Untuk itu,
pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek konservasi
dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya
berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi
menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi juga
memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian serta
kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya
alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor
pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin.
Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan ruang
bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan da n pembangunan
berkelanjutan.
Peraturan dan perundang – undangan yang berhubungan dengan SAFEGUARD
adalah :
Undang-undang No. 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (BAPEDAL) No. 056/1994, tanggal 18 Maret 1994 tentang Pedoman
Ukuran dampak Lingkungan
2 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep.12/MENLH/3/94, tanggal 14 Maret 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemanfaatan lingkungan (UPL)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.11/MENLH/3/94. tanggal 19
Maret 1994, tentang jenis usaha atau kegiatan wajib dilengkapi SAFEGUARD
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.13/MENLH/3/94. tanggal 19
Maret 1994 tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi
SAFEGUARD
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.154/MENLH/3/1994, tanggal 19
Maret 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan SAFEGUARD Keputusan
Menteri
Pekerjaan Umum No.17/KPTS/M/2003 tentang Petapan Jenis Usaha dan/atau
Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi
dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan
pengelolaan sumber daya alam terutama dalam rangka perlindungan dari
bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
merupakan hal yang penting.
Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan
memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat
dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan dapat berpotensi mempercepat
terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk kerusakan hutan lindung,
pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan konservasi
alam, dan sebagainya.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain berupa pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman
3 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
4.1
ASPEK SOSIAL
4.1.1 Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Menindaklanjuti hal tersebut
maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif
gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul
sebegai pembelajaran di masa datang.
4.1.2 Kebutuhan Penangan Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang
Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan,
dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya
konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa
langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian
kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat
mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi
pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga
pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan
akses pelayanan tersebut. Hasil identifikasi aspek social pasca pelaksanaan
pembangunan bidang Cipta Karya.
Prinsip Dasar
Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian
mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang
diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini
penting dilaksanakan sebagai bagian dari upaya safeguard lingkungan dan sosial.
Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan terkait dengan isu -isu
strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain
sebagai berikut :
a. Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap
4 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki
ketrampilan khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh
penduduk yang tinggal di sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang kerja,
kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat
baik formal maupun informal.
b. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran
dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan,
perencanaan maupun tahap pembangunan.
c. Penguatan Organisasi Masyarakat
Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan
dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang ada di
masyarakat.
d. Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal
(local wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan
yang secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau
rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai
kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demo krasi dan
penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar
bangunan kearifan lokal.
e. Keterbukaan dan Demokrasi
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi
dan keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat
dari proses dan dinamika warga masyarakat dalam setiap pengambilan
keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat perencanaan hingga ke
proses pelaksanaan pembangunan.
f. Transparansi dan Akuntabilitas
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan
akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana
5 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
g. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola
hidup/kebiasaan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap
persiapan, perencanaan sampai tahap pembangunan. Perubahan pola
hidup/kebiasaan tidak terlepas dari keberadaan manusia sebagai makhluk
sosial yang selalu melakukan interaksi baik terhadap sesamanya maupun
terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat dan
penguatan kapasitas kelompok diperkirakan menimbulkan dampak terhadap
pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi relasi social
dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
h. Konflik Sosial
Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan,
pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan
yang sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun
horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang
menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek yang telah ditetapkan,
termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat
desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan
kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena
terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ataupun
kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.
i. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan
dan kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk
berpartisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana
bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas
keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya
-upaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan -kegiatan
tersebut.
j. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang
sepenuhnya tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal,
akan menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah
kehilangan kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi
munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila kegiatan proyek Re
6 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam
jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi
menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.
Pembebasan Lahan/Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau
seluruhnya lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta)
yang akan digunakan sebagai tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam
implementasinya akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah
tersebut. Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan
menimbulkan dampak terjadinya perselisihan yang membutuhkan penanganan
secara komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu
pendekatan dan cara yang manusiawi dan berkeadilan.
Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis
dampak sosial terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga
Donor dan Pelaksana Proyek dalam melakukan evaluasi kebijakan selama proyek
berjalan.
Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah :
a. Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang
berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat.
Dampak penting yang timbul dapat berupa dampak positif maupun negatif baik
langsung maupun tidak langsung.
b. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak
pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan
diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi, dan budaya masya rakat.
c. Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi
terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif
maupun negatif.
d. Menganalisis kemungkinan pencegahan dan atau pengendalian terhadap dampak
yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar
masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan yang terjadi.
e. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau da mpak yang ny ata dan
terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).
Kegunaan Kegiatan Analisis Dampak Sosial
a. Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak bagi
7 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
b. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan rencana kegiatan pembangunan.
c. Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
sosial.
Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak
positif dan menghindari dampak negatif yang mungkin timbul dari kegiatan
8 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u 4.2 Aspek Ekonomi
4.2.1 Kemiskinan
Kemiskinan absolut (absolute poverty) adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (Todaro dan Smith; 2004). Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah garis kemiskinan.
Ada tiga indikator mengukur kemiskinan yang diperkenalkan oleh Foster dkk 1984 (dalam Tambunan 2009) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of poverty; persentase dari populasi yang hidup
dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan. Kedua the
depth of poverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan di suatu wilayah
yang diukur dengan Indeks Jarak Kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan Poverty Gap Index. Ketiga, the severity of poverty yang diukur dengan Indeks Keparahan Kemiskinan
Kemiskinan menjadi salah satu indicator penting untuk mengamati kemajuan pembangunan, karena masuk sebagai unsur penting dalam tujuan pembangunan. Kota Kotamobagu selang 3 tahun terakhir memperlihatkan penurunan yang sangat berarti terhadap jumlah orang miskin. Pada tahun 2009 jumlah orang miskin masih tercatat sebanyak 11463 orang kemudian menurun pada 2010 dan 2011 menjadi 8.122 orang dan 7.242 orang.
Aspek Ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan
mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang
perlu ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek Ekonomi lebih
menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai
penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga
kebutuhan penanganannya.
untuk mewujudkan Kota Kotamobagu sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
berbasis jasa serta mempertahankan keunikan sebagai kawasan pengembangan
pertanian organik serta penghasil beras dan kopi yang memiliki karakteristik
kota yang khas berbasis kearifan lokal, didukung oleh ketersediaan infrastruktur
perkotaan yang memadai, teknologi informasi dan komunikasi yang modern.
4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat
Pengembangan infrastruktur yang baik dan berkelanjutan sangat berpengaruh
pada peningkatan ekonomi masyarakat. Kota Kotamobagu merupakan daerah
dengan capaian ekonomi yang diatas rata-rata Kabupaten/Kota yang ada di
Sulawesi Utara.
9 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
4.3 ASPEK LINGKUNGAN
Prinsip Dasar
Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua kegiatan
yang diajukan dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan prinsip lingkungan
serta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Pengkajian lingkungan dan rencana penanggulangannya dapat berbentuk :
(i) AMDAL (atau ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL, tergantung
kategori dampak proyek dimaksud (lihat daftar kategori, di bawah). Penentuan
kategori lingkungan untuk masing-masing proyek mengacu pada kriteria yang
ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.
b. AMDAL dan UKL/UPL harus dipandang sebagai alat untuk meningkatkan
kualitas proyek. Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus menjadi bagian tak
terpisahkan dari analisis kelayakan teknis, ekonomi, sosial, institusional dan
keuangan setiap usulan proyek.
c. Sedapat mungkin proyek harus menghindari, atau meminimalkan, dampak
negatif pada lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif tanpa proyek,
harus dikaji dengan seksama sebelum usulan proyek diajukan. Sebaliknya,
proyek harus dirancang sedemikian sehingga dampak positif dapat
dimaksimalkan.
d. Proyek yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan dampaknya
tidak dapat dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek konstruksi, harus
disertai dengan AMDAL.
e. Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan rentan
(IVP), kawasan lindung, atau merupakan kawasan sengketa. Di samping itu,
produksi, atau penggunaan :
Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau.
Asbes, berbagai tindakan pencegahan berkaitan dengan penggunaan asbes, seperti renovasi bangunan yang menggunakan asbes, akan diterapkan.
Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan, memproduksi,
menyimpan atau mengangkut bahan-beracun berbahaya (toksik, korosif, atau
eksplosif) atau bahan berkategori B3 dalam undang-undang Indonesia, tidak
dapat dibiayai.
Pestisida, herbisida, dan insektisida.
Konstruksi bendungan (dam).
10 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
spiritual, tidak dapat dibiayai.
f. Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak te rmasuk
proyek yang perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek dimaksud dapat
diusulkan pada tahun II, atau setelahnya.
Kategori Proyek
Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek,
seperti: pengajuan usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian proyek
tiap proyek atau kegiatan yang diusulkan dapat dikelompokkan ke dalam salah
satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa berdasarkan peraturan
-perundangan Nasional juga dicantumkan dalam table 5.1.
Tabel 5. 1 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup untuk Dinas
Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya
No. Jenis Rencana Usaha/Kegiatan Besaran
1. Persampahan
a.
Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary landfilldengan
≥ 40 Ha luas landfill
b. TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill ≥ 25 Ha
c. Pembangunan transfer station dengan kapasitas ≥ 1.000 ton/hari
2. Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota sedang dan kecil dengan luas ≥ 200 Ha
b. Kota besar dengan luas ≥ 100 Ha
c. Kota Metropolitan dengan luas ≥ 50 Ha
3. a. IPLT dan/IPAL dengan luas kolam ≥ 3 Ha
b. Pembang unan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan ≥ 500 Ha
4. Drainase Permukiman
a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan
- lebar ≥ 5 m
- atau panjang ≥ 10 km
b. Pembangunan saluran di kota sedang
- lebar ≥ 10 m
- atau panjang ≥ 15 km
5. Air Bersih di kota besar/metropolitan
a. Pembang unan jaringan distribusi dengan luas layanan ≥ 1.500 Ha
b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang ≥ 25 Km
6. Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air lainnya dengan ≥ 500 liter /detik debit pengambilan
11 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
Tabel 5. 2 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL-UPL untuk Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya
No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
1. Persampahan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Perubahan bentang alam
dengan system control ladfill dan bentuk lahan, pengaruh Gangguan kesehatan, estetika,
atau sanitary landfill penggunaan teknologinya bau, asap pembakaran, emisi bio
a. terhadap lingkungan fisik - gas (H2S, Nox, Sox, Cox, dioxin),
Luas <10 Ha kimia dan sosial ekonomi pencemaran air tanah maupun air budaya, introduksi jenis permukaan
Kapasitas <10.000 ton hewan
TPA di daerah pasang surut
b. Luas <5 Ha Ke dalam proses
Kapasitas <5.000 ton pembusukan, keculai untuk Leachate (air lindi), gangguan c. Pembangunan Transfer Station<1.000 ton/hari lokasi yang berada di cacing, gangguan lalat, keluhan
(kapasitas operasional) bantaran sungai, tidak penduduk sekitar terhadap
dibangun di sekitar keberadaan tempat pembuangan d. Pembangunan incenerator Semua Ukuran sungai/berbatasan langsung sampah di sekitar, dll
e. Bangunan Komposting dan daur > 4 ton/hari, >500 m2dengan sungai
ulang (kapasitas sampah baku)
2. Pembangunan Perumahan dan Permukiman
a. Kota Metropolitan (luas) 2 Ha s/d 25 Ha Perubahan bentang alam Perubahan tata guna lahan skala
kota, bangkitan LHR, bangkitan
pemanfaatan sumber daya b. Kota Besar (luas) 2 Ha s/d 50 Ha
sampah dan limbah, perubahan alam yang menimbulkan tingkat konsumsi air bersih,
pemborosan dan
perubahan koefisien KDB & KLB,
kemerosotan, pengaruhnya
terhadap lingkungan fisik - perubahan volume run - off,
perubahan kawasan resapan air,
kimiawi, biologi, sosial
kesenjangan sosial dengan c. Kota Sedang, Kecil (luas) 2 Ha s/d 100 Ha ekonomi dan budaya
masyarakat sekitar
3. Peremajaan Perumahan dan Permukiman
a. Kota Metropolitan & Besar ≥ 1 Ha Perubahan kepadatan penduduk,
Perubahan bentuk lahan, perubahan tingkat pelayanan
Revitalisasi Kawasan cagar budaya bangunan bersejarah atau
peningkatan nilai asset bangunan
c. (Memfungsikan kembali ≥ 1 Ha
bersejarah kawasan)
4. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
a. IPLT < 2 Ha Perubahan bentuk lahan, Gangguan kesehatan, estetika,
pengaruh proses teknologibau, pembahan kualitas air tanah
terhadap lingkungan fisik, maupun air permukaan sekitar
b. IPAL < 3 Ha kimiawi, biologi, sosial,ekonomi dan budaya PILT/IPAL, pembahan pola matapencaharian masyarakat sekitar
12 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
Lanjutan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya
No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
5. Pembangunan Sistem Perpipaan Air Limbah (Sewerage)
Penerapan teknologinya
Gangguan lalu lintas, kerusakan
mempengaruhi lingkungan
Kota besar/metropolitan (luas
< 500 Ha
prasarana dan sarana umum,
layanan) fisik - kimiawi, proses dan ketidakpuasan atas nilai
hasil kegiatannya
kompensasi
mempengaruhi lingkungan
6. Drainase Permukiman Perkotaan
a. Pembangunan saluran di Kota Besar & Metropolitan
Drainase Utama (panjang) < 5 Km
Gangguan lalu lintas, kerusakan Drainase Sekunder dan Tertier
1 Km - 5 Km prasarana dan sarana umum,
(panjang) Perubahan bentang alam ketidakpuasan atas nilai
dan bentuk lahan, kompensasi kerusakan property b. Pembangunan Saluran di Kota Sedang penerapan teknologinya atau kompensasi pembebasan
mempengaruhi lingkungan lahan, perubahan kualitas air di Drainase Utama (panjang) < 10 Km fisik - kimiawi, proses dan bagian hilir saluran.
hasilnya mempengaruhi
c. Pembangunan Salurang di Kota > 5 Km sekunder dan tertier di kota
Kecil (panjang) sedang kemungkinan melewati
pemukiman padat
7. Pembangunan Bangunan Gedung
Gangguan lalu lintas, kebisingan, kesehatan, getaran, gangguan Perubahan bentuk lahan, genangan lokal (dewatering), proses teknologinya gangguan cahaya, kebakaran, mempengaruhi lingkungan bangkitan LHR, air limbah, fisik - kimia, hasilnya sampah, peningkatan kebutuhan (luas lantai) < 10.000 m2 mempengaruhi lingkungan pelayanan prasarana dan sarana sosial, ekonomi, budaya, perkotaan (air bersih, air limbah, flora fauna, perubahan jalan akses, drainase, area intensitas bangunan gedung parkir), perubahan KDB, KLB, terhadap lingkungan peningkatan kaki lima (PKL), peningkatan emisi gas, bahan yang bersifat ozon
8. Air Bersih Perkotaan
a. Pembangunan jaringan distribusi 100 Ha s/d < 500 Ha Gangguan lalu lintas,
(luas layanan) kecemburuan sosial antar
Pembangunan jaringan pipa
b. 2 Km s/d < 10 Km konsumen air bersih, konflik
transmisi (panjang) Penerapan teknologinya
pemakaian sumber daya air, Pengambilan air baku dan sungai, mempengaruhi lingkungan
c.
50 liter/det s/d 250 perubahan pasokan air,
danau dan sumber air lainnya liter/det fisik kimiawi, proses dan penurunan muka tanah (land
(debit) hasilnya mempengaruhi
subsident) akibat penyedotan air
Pembangunan Instalasi lingkungan sosial budaya,
tanah yang berlebihan, intrusi air d. Pengolahan Air dengan > 50 liter/det eksploitasi sumber daya air asin, perubahan kualitas air
Pengolahan Lengkap (debit) yang pemanfaatannya
berpotensi menimbulkan *) Skala besaran wajib UKL/UPL pemborosan maupun untuk pengambilan dari mata air
Pengambilan air tanah dalam > 5 liter/det dan < 50 kerusakan sumber daya >5 liter/det s/d <50 liter/det
e. alam, ekologi waduk (khususnya di P. Jawa dan pulau
-(debit) liter/det
pulau kecil lainnya)
13 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
Lanjutan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya
No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimb angan Alasan Ilmiah Khusus
9. Pembangunan Kawasan Terpadu :Pembangunan meliputi Permukiman, perkantoran, pendidikan, olahraga, kesehatam, tempat ibadah, pusat perdagangan dan perbelanjaan
Gangguan lalu lintas, kebisingan, Lua s Lahan 5 Ha Peruba ha n bentuk lahan, getaran, genanga n lokal,
penera pa n teknolog inya bangkit a n LHR, sampa h, air mempengaruhi lingkungan limbah, peningkatan kebutuhan fisik - kimia, biologi, proses pelaya na n prasara na dan sarana da n hasilnya perkotaan (air bersih, sanitasi, Lua s Lantai Bangunan < 10.000 m2 mempengaruhi lingkungan sampah, drainase, areal parkir),
sosial, ekonomi dan budaya peruba ha n KLB, KDB, peningkatan PKL 10. Pemba ngunan Ka wasan Permukiman untuk Pemindahan Penduduk dan a tau Permukiman Kembali
Peruba han ta ta guna lahan kawasa n, ketida kpuas a n atas pemberian kompensasi penggantian dan bangunan, a da ptasi dengan penduduk a. Juml ah penduduk yang 50 KK - 200 KK Peruba ha n bentang alam sekita r, peruba ha n ekosistem
di pindahkan da n bentuk l ahan, ka wasan, perubahan daya eksploita si sumber daya dukung kawasan (lahan, sumber alam, proses dan hasilnya daya air, pertanian, kehutanan, mempengaruhi lingkungan perkebuna n, dll), peruba ha n sosial ekonom i, buda ya , koefisien run off, peruba ha n penera pa n teknolog inya KDB, KLB
mempengaruhi lingkungan
fi s ik - ki mia - biologi, Catatan : *) ke dalam kegiatan ini mempengaruhi pelestarian terma suk kawasan ya ng kawasan konservasi sumber dipersiapkan untuk menampung da ya alam pengungs i dan memukimka n b. Lua s Lahan Kawasan 2 Ha - 100 Ha kembali, penduduk yang
di pindahkan a kibat pembangunan proyek misalnya waduk, jalan, bencana alam dan bencana s osial, dll Sumber : Keputusan Menteri Permukima n dan Prasarana Wilayah, Nomor : 17/KPTS/M/ 2003, Tanggal : 3 Februari 2003
Keterangan :
1.
Semua kegiatan yang memerlukan disposal area dan/atau borrow area dengan luas > 1 Ha (kawasan perkotaan) dan/atau > 5 Ha (kawasa n perdesaa n), memerluka n UKL/UPL
2. Klasifikasi kota menurut sumber dari National Urban Development Strategic (NUDS) : a .Kota Metropolitan Populasi >1.000.000 ji wa
14 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
Pengadaan Lahan/Tanah
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan
didanai berlokasi pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati
oleh usaha privat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tan ah
adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk
meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar
kehidupan warga yang terkena dampak negatif akibat pengadaan tanah ini.
Prinsip pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dilakukan secara :
a. Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan
secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak.
Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah,
bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena;
b. Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP)
harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan
lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman
kembali;
c. Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga
yang terkena dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan
kompensasi yang memadai, seperti tanah alternatif dan/atau uang
kompensasi yang sama dengan harga pasar tanah dan aset. Biaya terkait
lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus
ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi kesempatan
untuk membahas secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui
syarat-syarat dan jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali;
d. Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah,
berdasarkan nilai pasar setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau
keuntungan lokasional yang sama, yang berlaku pada saat pembayaran
ganti rugi; ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat untuk
kondisi/kualitas bangunan yang sama; iii). tanaman, sesuai dengan harga
pasar, ditambah perhitungan atas kerugian non-material; dan iv). aset lain,
diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset yang sama.
e. Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan
hukum, atau lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak
dalam bentuk seperti: a). faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman,
15 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
ke tempat kerja, infrastruktur, dan sebagainya. Berdasarkan alas haknya,
kategori spesifik warga atau pihak yang terkena adalah sebagai berikut:
i).pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk masyarakat adat
pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai tanah
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah;
iii). penggarap – orang atau pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa
alas hak, atau perjanjian dengan pemilik tanah; dan iv). nadzir – orang atau
pihak yang mengelola tanah wakaf.
f. Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi
tertentu, atau jika dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan
sebagian tanah dan asetnya kepada proyek. Pertemuan dan diskusi di
kalangan warga atau pihak yang terkena, difasilitasi oleh Forum
Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau pihak
tersebut dapat mengambil keputusan secara independen.
g. Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang
terkena mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah
(dibuktikan dengan perhitungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak),
sama dengan atau kurang dari 10% dari luas tanah tersebut, dan dikuatkan
oleh surat persetujuan yang ditandatangani oleh warga dimaksud setelah
mereka melakukan pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di
atas dan mendapatkan penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau
Safeguard harus memastikan bahwa tidak ada paksaan atas warga tersebut
untuk memberikan tanahnya secara sukarela. Persetujuan ini harus
didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal).
h. Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang
dibutuhkan, jumlah warga yang harus dipindahkan, informasi umum
tentang pendapatan dan mata pencaharian warga tersebut, dan harga pasar
tanah yang berlaku, yang diajukan oleh Pemrakarsa dan didukung oleh
formulir NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum pengadaan tanah (dengan
atau tanpa pemukiman kembali) dilaksanakan.
Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang
berlaku di Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka
pengadaan tanah ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk
-16 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga implementasi kerangka ini
dapat berlangsung efektif :
- Proyek harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak yang berkepentingan, khususnya warga yang dipindahkan.
- Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai ukuran, isi, rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak
negatif yang mungkin terjadi akibat proyek yang diusulkan.
- Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup
waktu dan kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara
independen.
- Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas kepada orang-orang yang dipindahkan.
Yang berhak menerima santunan :
Pemilik-pemegang hak atas lahan, termasuk lahan ulayat (masyarakat adat), bangunan, tanaman, atau aset lainnya;
Penyewa-menguasai lahan berdasarkan perjanjian dengan pemilik lahan;
Penggarap-menguasai lahan secara fisik tanpa alas hak, dengan atau tanpa
ijin pemilik lahan;
Nadzir,bagi lahan wakaf
Cara menghitung kompensasi :
Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan
warga yang terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya
sesuai dengan besaran dan kualitas yang dimiliki sebelumnya.
Contoh cara menghitung :
Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan
lokasi yang sama, yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;
Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas
bangunan yang sama;
Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian
immaterial
Aset lain: diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan
17 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
Keluhan atau pengaduan berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan disampaikan ke :
Pemda, sebagai Pemrakarsa
Forum Stakeholders
Tim Pengawas Safeguards
Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL :
Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana
kegiatan, dan alamat kantor.
a. Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen
rencana kegiatan (Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)
b. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber
dampak, jenis, dan besaran dampak
c. Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah
untuk mencegah dan mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi
keadaan darurat; Kegiatan pemantauan, tolok ukur untuk menilai
efektivitas pengelolaan lingkungan.
d. Tanda Tangan dan Cap: menyatakan komitmen Pemrakarsa untuk
melaksanakan UKL/UPL tersebut.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1)
perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4)
penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih
fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin
atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat;
dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun
teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap selanjutnya setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses
penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM
tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan
18 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa
KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM
dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas
lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya.
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan.
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu
Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan
kebijakan, rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan,
rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak
negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan
beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah
kebijakan, rencana dan/atau program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan
kebijakan, rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan
antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan
dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan
berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
19 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012
tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi
dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Tabel 5.3 Identifikasi Isu Pembangunan
NO PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA PENJELASAN SINGKAT
(1) (2) (3)
4.1 Sosial
1. Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah
penyakit Pencemaran mengakibatkan berkembangnya penyakit
dan yang sering dialami adalah disentri disebabkan karena pencamaran air 4.2 Ekonomi
1. Kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan
lingkungan Banyaknya sehingga alternative mencari penggangguran
nafkah dengan penebangan
pohon secara liar,
pertambangan liar, ect
2. Perkembangan ekonomi lokal dari pembangunan
infrastruktur permukiman Dapak yang positive karena pembangunan infrastruktur banyak memberikan manfaat 2. Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang
tidak berfungsi maksimal Belum ada
3. Dampak kumuh terhadap kualitas lingkungan Sangat berdampak buruk,
20 | B a b I V – K o t a K o t a m o b a g u
4. Dampak perubahan iklim terhadap kawasan