• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA (Indonesia Animal Science Journal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA (Indonesia Animal Science Journal)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk (Sauropus Androgynus) Terhadap Kadar Kolesterol Telur Itik Mojosari (Anas Javanica). (DiahKasmirah, YosiFenita,

UripSantoso) 77 – 86

Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) Dalam Ransum Terhadap performan pertumbuha ayam broiler.( Septi Susanti, Johan

Setianto, Warnoto) 87 – 96

Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan

Suplementasi Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) (Gustina,

Olfa Mega, R. Saepudin) 97 – 110

Karakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi

Sumatera Selatan. (Muhakka, Riswandi dan Asep Indra M. Ali) 111 – 120 Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan

Produksi Dan Manajemen Pakan (D. Suherman2, B.P. Purwanto3, W. Manalu4,

I.G. Permana5 ) 121 138

Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Sidat (Anguilla Spp) Pada Pembuatan Tortilla Chips Terhadap Nilai Gizi, Kadar Air Dan Daya Terima Organoleptik

(Yenni Okfrianti, Kamsiah, Dirga Gusti Veli) 139 - 152

Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok, Ayam Buras Kampung, dan Ayam Broiler pada Umur Potong Belah Empat (Kususiyah) 153 -158 Pengaruh Variasi Konsentrasi Tepung KedelaisebagaiBahan Pengikat terhadap Kadar Air dan MutuOrganoleptik Nugget Ikan Gabus (Ophiocephalus sriatus)

(Yenni Ofrianti, Jamila Wati) 159-168

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging dengan Sistem Kemitraan Berbeda di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone (Analysis of Broiler Breeders Income with Different Partnership System in Bone Regency, District Tellusiattinge) (S. N. Sirajuddin, V. S Lestari, danM.Nizam) 169 - 175

(2)

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA (Indonesia Animal Science Journal)

Dewan Redaksi

Ketua Dr. Ir. Rustama Saepudin, MSc.

Dr. Irma Badarina, SPt, MP.

Reviewer 1. Prof. Dr. Ir. Urip Santoso, MSc 2. Prof. Dr.agr. Johan Setianto 3. Dr.Ir. Yosi Fenita, MP 4. Dr. Ir. Dwatmadji, MSc

5. Heri Dwi Putranto, SP.t, MS.c, Ph.D 6. Dr. Ir. Bieng Brata, MP

7. Dr. Ir. Dadang Suherman, MS.i 8. Dr. Ir. Basyarudin Zain, MP

Penyunting 1. Ir. Hidayat, MSc

2. Ir. Desia Kaharuddin, MP 3. Ir. Sutriyono, MS

4. Ir. Warnoto, MP 5. Ir. Kususiyah, MS 6. drh. Tatik Suteky, MS.c 7. Ir. Siwitri Kadarsih, MS 8. Ir. Tris Akbarillah, MP 9. Ir. Edi Sutrisno, MS.c

Administrasi dan Distribusi Suharyanto, SP.t, MS.i Jarmuji, S.Pt., M.Si. Gema Pertiwi, S.E.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia adalah majalah ilmiah resmi yang dikeluarkan Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, sebagai sumbangannya kepada pengembangan ilmu Peternakan yang diterbitkan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris yang memuat hasil-hasil penelitian,telaah/tinjauan pustaka, kasus lapang atau gagasan dalam bidang peternakan.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia (ISSN 1978 – 3000) dalam satu tahun terbit dua kali (Januari-Juni dan Juli -Desember). Edisi khusus dalam Bahasa Inggris dapat diterbitkan apabila perlu. Redaksi menerima tulisan di bidang peternakan yang belum pernah dipublikasikan.

(3)

Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A. Telp (0736) 21170 pst 219.

e-mail : jspi@unib.ac.id dan jspiunib@yahoo.com Terbit Pertama Kali : Juni 2006

(4)

EDITORIAL

Salam Redaksi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia (JSPI) telah berusia 8 tahun dan tercermin dari

volume edisi ini, yaitu volume 8 no 2. Usia 8 tahun adalah relatif muda untuk dikatakan

sudah mapan, tetapi JSPI senantia berusaha untuk tampil dengan sebaik-baiknya.

Pada volume ini, kembali JSPI menampilkan berbagai artikel ilmiah bidang

peternakan, mulai dari aspek fisiologis, produksi, nutrisi, pemuliaan, teknologi hasil,

dan aneka hewan potensial, termasuk kajian pada aspek sosial ekonominya. Khusu

pada edisi ini dimuat tanggapan terhadap artikel berjudul “Pengaruh Suplementasi

Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk Serta Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo” pada JSPI Vol 6 No. 2 halaman 103-114. Tanggapan ini diperlukan

sebagai ajang diskusi untuk mendapatkan informasi ilmiah yang dibutuhkan.

Artikel yang ada telah melewati proses telaah dan editing, namun demikian masukan

dari pembaca masih sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhirnya, semoga artikel yang disajikan ini semakin memberikan wahana baru dalam

pengembangan keilmuan bidang peternakan dan bermafaat bagi pengembangan

bidang peternakan itu sendiri.

Selamat membaca

(5)

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |77 Jurnal Sain Peternakan Indonesia

(Indonesia Animal Science Journal)

Volume 8 No 2. Juli – Desember 2013

DAFTAR ISI

Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk (Sauropus Androgynus) Terhadap Kadar Kolesterol Telur Itik Mojosari (Anas Javanica).

(DiahKasmirah, YosiFenita, UripSantoso) 77 – 86 Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)

Dalam Ransum Terhadap performan pertumbuha ayam broiler.( Septi

Susanti, Johan Setianto, Warnoto) 87 – 96

Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Suplementasi Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)

(Gustina, Olfa Mega, R. Saepudin) 97 – 110 Karakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi Sumatera Selatan. (Muhakka, Riswandi dan Asep Indra M. Ali) 111 – 120 Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan (D. Suherman2, B.P. Purwanto3, W.

Manalu4, I.G. Permana5 ) 121 138

Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Sidat (Anguilla Spp) Pada Pembuatan Tortilla Chips Terhadap Nilai Gizi, Kadar Air Dan Daya Terima

Organoleptik (Yenni Okfrianti, Kamsiah, Dirga Gusti Veli) 139 - 152 Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok, Ayam Buras

Kampung, dan Ayam Broiler pada Umur Potong Belah Empat

(Kususiyah) 153 -158

Pengaruh Variasi Konsentrasi Tepung KedelaisebagaiBahan Pengikat terhadap Kadar Air dan MutuOrganoleptik Nugget Ikan Gabus

(Ophiocephalus sriatus) (Yenni Ofrianti, Jamila Wati) 159-168 Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging dengan Sistem

Kemitraan Berbeda di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone (Analysis of Broiler Breeders Income with Different Partnership System in Bone Regency, District Tellusiattinge) (S. N. Sirajuddin, V. S Lestari, dan

(6)

Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk (

Sauropus Androgynus

)

Terhadap Kadar Kolesterol Telur Itik Mojosari (

Anas Javanica

)

Effect of Katuk (Sauropusandrogynus) Meal Supplementation On Egg Cholesterol Level Of Mojosari (Anas Javanica)

Diah Kasmirah, Yosi Fenita, Urip Santoso

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A

Email: diah.kasmirah@yahoo.co.id

ABSTRACT

The aim of this study was to evaluate the effect of different levels of Katuk (Sauropus androgynus) meal supplementation on egg cholesterol of Mojosari ducks. The research was conducted from 23rd July to 17th September 2012. A total of 36

Mojosari ducks was assigned to completely randomized design. The experimental animals were distributed into four treatment groups as follows: R0 (diet without katuk leaf meal), R1 (diet + 2,5% katuk leaf meal), R2 (diet + 5% katuk leaf meal), R3 (diet + 7,5% katuk leaf meal) with three replication (nine ducks each). The results showed that katuk meal supplementation with levels of 2,5%, 5% and 7,5% which were mixedinto ration reduce egg yolk weight and egg cholesterol level. The result analysis of ANOVA showed that katuk meal supplementation had significantly reduced egg yolk weight and egg cholesterol level of Mojosari ducks at the 8th week of observation (P<0.01). Moreover, katuk (Sauropus androgynus) meal supplementation which was mixed into ration did not significantly affect egg yolk weight percentage. In conclusion, katuk (Sauropus androgynus) meal supplementation up to 5% in diet reduce egg yolk weight and egg cholesterol level of Mojosari ducks, but did not significantly affect egg yolk weight percentage.

Keywords: Mojosari ducks, egg yolk, egg cholesterol level, and Sauropus androgynus leaf meal

ABSTRAK

(7)

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |79

ulangan terdiri dari tiga itik Mojosari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katuk (Saurpusandrogynus) dengan taraf 2,5%, 5%, dan 7,5% dalam ransum menurunkan berat kuning telur dan kadar kolesterol. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katuk berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan berat kuning telur pada pengamatan minggu ke 8 dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan kadar kolesterol telur itik. Penambahan tepung daun katuk dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap persentase berat kuning telur. Disimpulkan bahwa pemberian tepung daun katuk

pada level ≥ 5% dalam ransum, menurunkan berat kuning telur dan kadar

kolesterol telur itik Mojosari, tetapi tidak menurunkan persentase berat kuning telur.Kata kunci: Itik Mojosari, kuning telur, kadar kolesterol telur, tepung daun katuk (Sauropus androgynus)

(8)

PENDAHULUAN

Itik merupakan salah satu jenis ternak unggas yang menyumbangkan protein hewani untuk kebutuhan masyarakat Indonesia.Hasil yang diberikan diantaranya berupa daging, telur dan bulu.Telur memiliki protein yang cukup tinggi dan harga yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein dari ternak lainnya.

Konsumen dewasa ini sudah

mulai memperhatikan mututelur

yang dikonsumsinya. Ada

kecenderungan bahwa konsumen lebih suka mengkonsumsi telur rendah kolesterol. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung zat gizi kolesterol. Kolesterol yang terdapat di dalam kuning telur hanya didapatkan dari hasil sintesis kolesterol didalam hati, hati mensintesis kolesterol dari asetil-KoA. Menurut pernyataan (Safitri, 2007) bahwa telur itik mengandung kolesterol sebesar 27,79 mg/g kuning telur.

Beberapa dari hasil penelitian terdahulu, bahwa (Suprayogi, 2000) telah menemukan senyawa aktif yang terkandung di dalam daun katuk salah satunya yaitu senyawa sterol. Androstan- 17- one,

3-ethyl-3-hidroxy-5-alpha 17-ketosteroid

(kelompok keto pada C17), secara langsung merupakan precursor atau

senyawa intermediate dalam

biosintesis hormon steroid. Senyawa tersebut dapat digolongkan ke dalam fitosterol. Fitosterol terdiri dari sterol

dan stanol merupakan lemak tanaman yang terdapat pada pangan yang berasal dari tanaman. Sterol tanaman secara alami merupakan substansi yang ada dalam pangan, secara prinsip merupakan komponen minor dari minyak tanaman.

Penggunaan tepung daun

katuk level 9% dalam ransum,

ternyata mampu menurunkan

kolesterol pada telur, karkas dan hati pada ayam kampung (Subekti, 2003). Hasil ini diduga karena adanya

kandungan methylpyroglutamate

yang tinggi pada daun katuk (Santoso

et al, 2009) sehingga mampu

menurunkan kolesterol. Menurut

pernyataan yang dikemukakan

Santoso dan Sartini (2001) yaitu dengan pemberian daun katuk dalam pakanayam broiler sebagai pakan

tambahan mampu mengurangi

akumulasi lemak tubuh sehingga kadar kolesterol karkas semakin berkurang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun katuk dalam ransum terhadap kandungan kolesterol dalam telur itik Mojosari.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 minggu pada tanggal 23 Juli sampai 17 September 2012, bertempat

di Commercial Zone Animal

Laboratory (CZAL) Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian

(9)

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |81

Peralatan yang digunakan

pada penelitian ini adalah tempat ransum, tempat minum, timbangan Neraca Ohaus (Triple Beam) 500 g, timbangan duduk kapasitas 10 kg, ember, gayung, sekop, cangkul, dan sapu.

Bahan yang dipergunakan

pada penelitian ini yaitu 36 ekor itik Mojosari, dan berumur 49 minggu. Itik yang digunakan telah mengalami fase rontok bulu periode pertama,

sehingga dilakukan pemaksaan

rontok bulu (Force Molting).

Perlakuan penelitian dimulai setelah produksi mencapai 60%. Bahan daun katuk, tepung mineral, Top Mix, dan CaPO4. Proses pembuatan tepung

daun katuk (TDK) dengan cara penjemuran daun secara langsung dibawah sinar matahari. Daun katuk yang telah kering digiling sampai

halus hingga menjadi tepung

kemudian dicampur dalam ransum. Perlakuan pada penelitian ini

menggunakan empat perlakuan

dengan tiga petak ulangan, masing-masing petak menggunakan 3 ekor

itik. Perlakuan dibedakan

berdasarkan level pemberian tepung

daun katuk yang berbeda dalam ransum, yaitu:

R0=Ransum Kontrol (tidak

mengandung TDK)

R1=Ransum mengandung 2,5% TDK R2 = Ransum mengandung 5% TDK R3 = Ransum mengandung 7,5% TDK

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Kandang yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kandang sistem litter yang berukuran 80 cm x 1 m sebanyak 12 petak dan setiap petak berisi 3 ekor itik yang dilengkapi tempat minum dan tempat pakan. Pakan diberikan sesuai kebutuhan itik fase bertelur yaitu 170 gram/ekor/hari (Windhyarti, 1999). Diberikan dua kali sehari yaitu pada jam 07:00 pagi dan jam 16:30 sore, sedangkan air minum diberikan ad libitum.

Variabel yang diamati yaitu 1). Berat Kuning Telur (g/kuning telur), diukur untuk menghitung kadar kolestrol per 100 g kuning telur, di timbang setiap 2 minggu sekali selama penelitian berlangsung dengan cara memisahkan kuning telur dari putih telur dengan menggunakan timbngan analitik. 2). Persentase Kuning Telur (%), Persentase kuning telur dihitung untuk mengetahui persentase berat kuning telur didalam sebutir telur. Nilai persentase kuning telur didapat

dari perhitungan dengan

(10)

% Kuning telur =Berat Kuning telur berat telur/butir x100%

Kadar Kolesterol (mg/100 g), diukur pada minggu ke-7, ( hari ke-7 sebelum akhir penelitian). Pada penelitian ini proses

Pengujian kadar kolesterol yaitu sampel dikirim ke Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dilakukan berdasarkan metode

Lieberman Burchard, Nilai kolesterol diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1.Kolesterol(mg%)=

𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑥 0,4( konsentrasi

standar ) x berat sampel100

2. Kolesterol (mg/1 g kuning telur)=

mg %

100 = mg/1 g kuning telur

3. Kolesterol (mg/butir telur)= mg/1 g kuning telur x berat kuning telur = mg/butir telur

Data dianalisis menggunakkan sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan uji DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Kuning Telur

Pengaruh penggunaan tepung daun katuk dalam ransum itik Mojosari terhadap berat kuning telur disajikan pada Tabel 1

Pengujian kadar kolesterol yaitu sampel dikirim ke Laboratorium

Ilmu Nutrisi dan Pengaruh

pemberian tepung daun katuk

terhadap berat kuning telur itik Mojosari disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa

pemberian tepung daun katuk

berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

tehadap kuning telur pada

pengamatan minggu 2, 4, dan 6, tetapi berbeda sangat nyata (P<0,01) pada minggu ke 8. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa, R0 berbeda tidak nyata dengan R1 (P>0,05), tetapi

R0 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan R2 dan R3.

Tabel 1. Pengaruh penggunaan tepung daun katuk terhadap berat kuning telur

Pengamatan

Perlakuan

R0 R1 R2 R3 SD P

---gram---

Minggu 2 19,60 21,85 20,95 18,80 1,36 ns

Minggu 4 17,63 19,13 18,75 17,38 0,85 ns

Minggu 6 18,63 20,08 19,75 18,00 0,97 ns

Minggu 8 23,21a 21,61ab 18,45bc 16,93c 0,27 P<0,01

(11)

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |83

Pada penelitian ini adanya pengaruh pada minggu ke 8, di duga bahwa pemberian tepung daun katuk

terhadap berat kuning telur

membutuhkan waktu paling sedikit yaitu 8 minggu untuk bisa menurunkan berat kuning telur. Salah

satu faktor lainnya yang

menyebabkan turunnya berat kuning telur yaitu turunnya berat telur pada minggu ke 8.

Persentase Kuning Telur

Pengaruh penggunaan

tepung daun katuk dalam ransum itik Mojosari terhadap persentase kuning telur disajikan pada Tabel 2 dibawah ini.

Pengaruh penggunaan tepung daun katuk dalam ransum itik Mojosari terhadap persentase kuning telur disajikan pada Tabel 2 diatas. Hasil analisis ragam

menunjukkan,bahwa pengaruh

pemberian tepung daun katuk

berpengaruh tidak nyata (P>0,05) tehadap persentase kuning telur terlihat pada pengamatan minggu 2, 4, 6 dan 8.

Persentase bobot kuning telur dalam penelitian ini tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan oleh Suryaningsih (2008), menyatakan

bahwa hasil penelitian nya

menunjukkan bahwa bobot

persentase kuning telur yaitu berkisar antara 31,57-35,53%. Hasil penelitian ini menunjukkan kisaran persentase kuning telur yang ada pada Tabel 6 adalah berkisar antara 30,38- 34,60% .

Kadar Kolesterol

Pengaruh penggunaan tepung daun katuk dalam ransum itik Mojosari terhadap kadar koleterol disajikan pada Tabel 3.

Hasil analisis ragam

menunjukkan, bahwa pemberian

tepung daun katuk berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kolesterol (mg%) telur itik. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan, bahwa R0 berbeda sangat nyata (P<0,01), lebih rendah dari pada R1 tetapi berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari R2 dan R3. Sementara R2 dan R3 berbeda tidak nyata (P>0,05).

Hasil analisis ragam

menunjukkan, bahwa pemberian

tepung daun katuk berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kolesterol (mg/1 g kuning telur) telur

itik. Hasil uji lanjut DMRT

(12)

Hasil analisis ragam

menunjukkan, bahwa pemberian

tepung daun katuk berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kolesterol (mg/butir telur) telur itik. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa R0 dan R1 berbeda tidak nyata (P>0,05), R0 dan R1 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan R2 dan R3, R2 dengan R3 berbeda tidak nyata (P>0,05).

Kolesterol telur itik yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 12,82 – 15,35 mg/g kuning telur. Untuk kadar kolesterol mg/butir telur pada level 2,5% memiliki kadar kolesterol paling tinggi yaitu 385,78 mg/butir telur, kemudian terjadi penurunan pada perlakuan 5% sebesar 248,15 mg/butir telur, dan penurunan kadar kolesterol terendah diperoleh pada perlakuan 7,5% yaitu 216,68 mg/butir telur. Pada penelitian ini hasil penurunan

kadar kolesterol terjadi pada

perlakuan R2 sebesar 11,84% (13,53 mg/1gr kuning telur) dan pada perlakuan R3 sebesar 16,48% (12,82 mg/1 g kuning telur).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nugraha (2008), bahwa hasil penelitiannya

menunjukkan pada penggunaan

tepung daun katuk level 5 sampai 15 % dalam ransum pada itik periode

layer perpengaruhsangat nyata

(P<0,01) menurunkan kadar

kolesterol. Kisaran nilai kolesterol telur itik yang dihasilkan pada penelitiannya yaitu 19,92– 24,1 mg/g kuning telur.

Jika dibandingkan dari hasil penelitian yang dilakukan safitri (2007) kolesterol telur itik yang diberikan tepung daun beluntas sampai level 2% tidak berpengaruh terhadap kolesterol telur itik, dimana kadar kolesterol pada perlakuan ransum kontrol sebesar 27,79 mg/g kuning telur.

Tabel 3. Pengaruh penggunaan tepung daun katuk terhadap kadar kolesterol telur

Pengamatan

Perlakuan

R0

R1

R2

R3

SD

P

Kolesterol (mg/%)

1,54

b

1,78

a

1,35

c

1,28

c

0,22

P<0,01

Kolesterol (mg/ 1 g kuning

telur)

15,35

b

17,84

a

13,53

c

12,82

c

2,24

P<0,01

Kolesterol (mg/ butir telur)

375,86

a

385,7

a

248,15

b

216,68

b

1,43

P<0,01

(13)

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |85

Menurut Suprayogi (2000), menyatakan bahwa senyawa aktif yang berperan dalam penurunan kolesterol telur lebih dari satu antara

lain yaitu Fitosterol,

methylpyroglutamate, dan papaverin like compound. Daun katuk memiliki senyawa aktif yang sama dengan papaverin sehingga disebut dengan

papaverin like compound yang kemungkinan memiliki efek kimia, farmakologi dan efek biologi yang menyerupai papaverin.

Dari hasil penelitian Subekti et

al. (2006) menyatakan bahwa

pemberian ekstrak daun katuk dan tepung daun katuk pada puyuh jepang terjadi penurunan kolesterol yaitu pada kuning telur, karkas dan hati Puyuh. Penurunan kolesterol terjadi karena adanya senyawa aktif fitosterol yang terdapat pada daun katuk.

Menurut pernyataan Subekti (2007) fitosterol merupakan zat non absorble, tidak dapat diabsorbsi oleh saluran pencernaan. Fitosterol adalah

saingan dari kolesterol atau

berkompetisi memperebutkan asam empedu. Kolesterol yang berasal dari makanan untuk dapat diabsorbsi oleh dinding usus halus harus bereaksi lebih dahulu dengan asam empedu. Sedangkan fungsi dari fitosterol itu sendiri dalam hal ini yaitu memiliki

tugas mengikat sebagian asam

empedu, sehingga asam empedu yang

tersedia untuk kolesterol menjadi lebih sedikit(Anwar dan Piliang 1992).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian tepung daun katuk

pada level ≥ 5% menurunkan kadar

kolesterol telur itik Mojosari, tetapi tidak menurunkan persentase berat kuning telur.

Saran

Perlu dilakukan penelitian

lanjutan pengaruh penggunaan

ekstrak daun katuk terhadap kadar kolesterol telur itik, karena diduga senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun katuk akan lebih lebih tinggi dari pada dalam tepung daun katuk.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, H.M. dan W.G. Piliang. 1992. Biokimia dan Fisiologi Gizi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nugraha, A.P.D.,2008. Respon

(14)

Safitri, A. 2007. Komposisi Kimia Telur Itik Lokal Pada Berbagai

Level Pemberian Tepung

DaunBeluntas. Skripsi.

Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Santoso, U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by Sauropus androgynus (katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 3 : 346

350.

Santoso, U., dan Suharyanto. 2009. Penggunaan Ekstak Saropus

androgynus untuk

Meningkatkan Efisiensi

Produksi dan Mutu Telur pada

Peternakan Ayam Arab

Petelur. Fakultas Pertanian.

Jurusan peternakan.

Universitas Bengkulu,

Bengkulu.

Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas ayam lokal yang diberi tepung daun katuk dalam ransum.Tesis.Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Subekti, S. 2006. Penggunaan tepung daun katuk dan ekstrak daun katuk Sauropus androgynus) sebagai substitusi ransum yang dapat menghasilkan produk puyuh jepang yang rendah kolesterol.Fakultas peternakan IPB. Bogor.

Subekti, S. 2007. Komponen sterol dalam ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr)

dan hubungannya dengan

sistem reproduksi

puyuh.Disertasi. Program

Pasca Sarjana. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Suprayogi, A. 2000. Studies on the Biological Effets of Sauropus androgynus (L.) Merr: Effects on Milk Production and the

Possibilities of Induced

Pulmonary Disorder in

Lactating Sheep. Cuviller Verlag Gottingen.

(15)

Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella (

Hibiscus sabdariffa

Linn) Dalam Ransum Terhadap performan pertumbuha ayam

broiler

The Effect Of Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) Petal Flour In Diet On Growth Performance Of Broiler Chicken

Septi Susanti, Johan Setianto, Warnoto

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A

Email :Septisusantipeternakan@yahoo.com

ABSTRACT

This research aims to investigate the effect of rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) petal flour supplementation in 18,47% protein diet on growth performance of broiler chickens. A total ofbroiler chickens were distributed into 4 treatment groups with 4 chickens in each group as replications. The treatmen groups were P0 (control group), P1 (basal diet +0,5% rosella petal flour), P2 (basal diet + 1% rosella petal flour) and P3 (basal diet +1,5% rosella petal flour). Result showed that based on the research results, it is revealed that rosella petal flour supplementation of 0,5%, 1%, 1,5% had significantly decreased feed intake, body weight and weight gain, how ever, the rosella petal flour supplementation of 1,5% increased feed conversion (P<0,05)

Keyword :Supplement, broiler, performance, rosella

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performan ayam broiler yang diberikan tambahan tepung kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) sebagai

(16)

pertambahan berat badan tetapi penambahan tepung kelopak bunga rosella 1,5% meningkatkan konversi ransum (P<0,05).

Kata Kunci :Feed suplement, broiler, prforman, tepung kelopak bunga rosella

PENDAHULUAN

Ayam broiler merupakan

unggas penghasil daging sebagai

sumber protein hewani untuk

pemenuhan kebutuhan pangan

masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah

seiring dengan peningkatan

penghasilan dan kesadaran

masyarakat akan pentingnya asupan protein hewani. Ayam broiler memiliki

siklus produksi lebih singkat

dibandingkan dengan unggas lain, karena mempunyai sifat genetik yang semakin baik khususnya untuk sifat pertumbuhan. Ayam broiler memiliki

banyak kelebihan yaitu

pertumbuhannya cepat dan efisien dalam mengubah makanan menjadi daging (Amrullah, 2004).

Ayam merupakan hewan

homeotermi, artinya ayam memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Suhu di Indonesia yang beriklim tropis dapat menganggu proses homeostatis dan

metabolisme. Apabila suhu

lingkungan meningkat, ayam broiler

akan memperlambat proses

metabolisme dan menurunkan

konsumsi pakannya agar suhu tubuh ayam broiler kembali pada kisaran

normal. Konsumsi pakan yang

menurun akan berakibat tidak

terpenuhinya asupan nutrien yang akan berdampak pada penurunan pertumbuhan (St-Pierre et al., 2003). Kondisi seperti ini juga menurunkan daya tahan tubuh ayam, sehingga mengakibatkan penurunan produksi dan meningkatkan mortalitas.

Usaha yang dapat dilakukan

agar tidak terjadi penurunan

pertumbuhan pada broiler yaitu dengan menambahkan feed supplement

dalam ransum broiler. Feed supplement

dalam ransum untuk memperbaiki konsumsi, daya cerna serta daya tahan tubuh ayam broiler. Feed supplement

(17)

pengobatan terutama untuk pengobatan alternatif.Selain itu rosella memiliki kandungan senyawa kimia yang dapat memberikan banyak manfaat (Mardiah et al., 2009).

Tanaman rosella memiliki

manfaat yang sangat besar dalam menjaga kesehatan tubuh. Bunga rosella mempunyai banyak kelebihan yaitu mengandung kalsium, vitamin C, D, B1, B2, magnesium, omega-3, beta-caroten dan 18 asam amino esensial untuk tubuh, (Wijayanti, 2010). Setiap 100 g bunga rosella mengandung 244,4 mg vitamin C, dengan berat yang sama jeruk hanya mengandung 48 mg, belimbing hanya 25,8 mg, sedangkan papaya mengandung 71 mg. Vitamin C pada bunga rosella 3 kali lipat dari anggur hitam, 9 kali lipat dari jeruk sitrus (Mardiah et al., 2009).

Tingginya kandungan vitamin C bunga rosella dapat berperan dalam metabolisme glukoneogenesis yaitu suatu proses penyediaan energi selama terjadinya cekaman suhu tinggi.

Mekanismenya melalui

pengkonversian protein dan lemak menjadi energi untuk produktivitas. Ayam memiliki enzim gulonolakton oksidase sehingga mampu mensintesis vitamin C dalam tubuhnya, namun pada kondisi cekaman panas produksi vitamin C tersebut menurun, sehingga

kebutuhannya meningkat (Sahin,

2002). Berdasarkan uraian diatas bahwa rosella mengandung sejumlah zat aktif yang secara sinergi memberi efek yang baik bagi kesehatan tubuh seperti antistress, anti bakteri dan anti kanker.Oleh karena itu dilakukan

penelitian dengan memanfaatkan

tepung kelopak bunga rosella dalam ransum untuk melihat efek terhadap performan ayam broiler.

Penelitian bertujuan mengetahui performan pertumbuhan ayam broiler yang diberikan tambahan tepung kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) dalam ransum sebagai

feed supplement. Penambahan tepung kelopak rosella sebagai feed supplement

dalam ransum diharapkan mampu

meningkatkan performan

pertumbuhan ayam broiler.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan pada

tanggal 4 Juni 2012 sampai 3 Agustus 2012, di Zona Pertanian Terpadu

Fakultas Pertanian Universitas

Bengkulu, Medan Baru Kota Bengkulu bertempat di Laboratorium Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu.

(18)

rosella yang baru dipetik dikeringkan dengan cara dijemur dengan sinar matahari selama ± 2-3 hari (Mardiah et al., 2009). Kelopak bunga rosella yang sudah kering dipisahkan dari bijinya dan dihaluskan sampai menjadi bubuk. Penelitian ini menggunakan 48 ekor ayam broiler. Setiap ulangan berisi 3 ekor ayam broiler yang ditempatkan secara acak ke dalam 16 buah petak dalam kandang litter. Adapun rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terbagi dalam 4 perlakuan dengan 4 ulangan, yaitu :

P0 : ransum basal

Adapun variabel yang diamati terdiri dari konsumsi ransum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan konversi ransum. Data yang diperoleh dianalisis varians dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Rataan konsumsi ransum

selama penelitian tertera pada tabel, hasil analisis ragam menunjukkan pemberian tepung kelopak bunga rosella berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum broiler (P<0,05). Rataan konsumsi ransum broiler selama penelitian

Penambahan tepung kelopak bunga rosella dalam ransum 0,5%, 1% dan 1,5% diduga menurunkan selera

makan (appetite) sehingga

mengakibatkan turunnya konsumsi ransum. Bila diamati dari nilai rataan yang diperoleh dari Tabel 5 pada setiap perlakuan P1(1887,50), P2(1710,00), P3 (1270,00) menunjukkan hasil bahwa semakin tinggi level tepung kelopak bunga rosella yang ditambahkan

dalam ransum maka semakin

menurunkan konsumsi ransum.

Rendahnya konsumsi ransum diduga dipengaruhi oleh palabilitas (tingkat kesukaan) terhadap bau, rasa, tekstur dan warna ransum yang diberikan. Ransum yang diberikan pada penelitian ini dalam kondisi kurang baik karena bahan-bahan yang digunakan dalam menyusun ransum berkualitas rendah dan kemungkinan menyebabkan rendahnya kandungan nutrisi dalam ransum. Hal ini

diperkuat dengan pendapat

(19)

bahwa kandungan protein dalam

ransum jika tidak memenuhi

kebutuhan ayam, maka pertumbuhan ayam akan terhambat. Menurunnya konsumsi ransum menyebabkan berat badan dan pertambahan berat badan yang diperoleh semakin rendah, karena asupan nutrien (terutama energi dan protein) semakin sedikit. Berat badan erat hubungannya dengan jumlah konsumsi ransum (Bell & Weaver, 2002). Menurunnya konsumsi ransum mengakibatkan rendahnya pertambahan berat badan karena konsumsi nutrien berkurang (Leeson & Summers, 1991).

Berat badan Akhir

Konsumsi ransum akan

berhubungan dengan kondisi berat badan akhir. Berat badan akhir broiler selama penelitian tertera pada tabel, hasil analisis ragam menunjukkan pemberian tepung kelopak bunga rosella berpengaruh nyata terhadap berat badan akhir broiler (P<0,05).

Rataan berat badan akhir broiler

Rendahnya berat badan akhir pada penelitian ini dikarenakan kandungan protein dalam ransum yang diberikan

tidak sesuai dengan hitungan

berdasarkan komposisi ransum

sebagimana tertera pada Tabel 3 kandungan protein yang diharapkan 22,54%, ternyata setelah dianalisis laboratorium kandungan protein yang ada pada ransum hanya mencapai 18,47% sehingga menyebabkan ayam mengalami kekurangan protein yang akan digunakan untuk pertambahan berat badan. Protein merupakan zat nutrisi utama yang berguna untuk pertumbuhan dan pembentukkan sel-sel baru pada organ-organ tubuh. Semakin tinggi kandungan protein yang dikonsumsi, pertumbuhan yang terjadi juga semakin besar dan

sebaliknya jika protein yang

dikonsumsi kurang maka

pertumbuhan akan terhambat

(Nasution, 2009), dengan protein rendah dan konsumsi ransum juga rendah maka kandungan nutrisi yang

masuk (intake) tidak memenuhi

kebutuhan ayam broiler yang

menyebabkan pertumbuhan ayam broiler terhambat.

Ransum untuk ayam pedaging dibedakan menjadi dua macam yaitu ransum untuk periode starterdan periode finisher. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan nutrien

ransum sesuai dengan periode

(20)

dengan kandungan protein 18,47% diberikan sejak DOC awal hingga priode akhir, sehingga kebutuhan protein broiler tidak terpenuhi yang menyebabkan pertumbuhan ayam menjadi terhambat. Disamping itu penambahan tepung kelopak rosella pada perlakuan P1, P2, dan P3 juga memberikan pengaruh terhadap berat badan akhir broiler.

Pemberian tepung kelopak

bunga resella yang diberikan mulai DOC awal hingga periode akhir

mengakibatkan penurunan

pertambahan berat badan semakin besar. Pada tepung kelopak bunga rosella mengandung kadar antioksidan yang tinggi yang berkemampuan memperlambat atau pun mencegah oksidasi molekul lain (Wijayanti, 2010).

1

2

3

4

P0

800,00

843,00

836,00

836,00

3315,00

828,75

a

P1

590,00

723,00

583,00

643,00

2539,00

634,75

b

P2

560,00

556,00

483,00

546,00

2145,00

536,25

c

P3

390,00

340,00

396,00

346,00

1472,00

368,00

d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom rataan menunjukkan beda nyata (P<0,05).

Pertambahan berat badan (gram)

Tabel 7. Rataan pertambahan berat badan broiler

Perlakuan

Ulangan

Jumlah

Rataan

1

2

3

4

P0

2,96

2,51

2,45

2,69

10,62

2,66

b

P1

3,19

2,61

3,40

2,80

12,00

3,00

b

P2

3,05

3,09

3,60

3,06

12,81

3,20

ab

P3

3,36

3,94

3,13

3,44

13,87

3,47

a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom rataan menunjukkan beda nyata (P<0,05).

Konversi ransum

Tabel 8. Rataan konversi ransum broiler

Perlakuan

Ulangan

(21)

Antioksidan yang terdapat dalam tepung kelopak bunga rosella adalah vitamin C. Vitamin C berperan penting dalam proses pembakaran lemak dalam tubuh dan sebagai sumber energi. Menurut Ilyas (1987) vitamin C yang dibutuhkan oleh ayam broiler sebesar 20-150 ppm. (Mardiah

et al., 2009) kelopak bunga rosella

berpengaruh nyata terhadap

pertambahan berat badan broiler (P<0,05).

Rosella mengandung vitamin C

berkisar 244,4 mg/100gr. Sumbangan vitamin C kelopak bunga rosella yang terdapat dalam ransum perlakuan (P1, P2, dan P3) yaitu 12,22 ppm (P1), 24,44ppm (P2) dan 36,66 ppm (P3). Oleh karena itu perlakuan (P1, P2, dan P3) yang mengandung tepung kelopak bunga rosella nyata menurunkan bobot ayam broiler dibandingkan perlakuan kontrol (P0).

Pertambahan berat badan

Rataan pertambahan berat badan selama penelitian tertera pada tabel, hasil analisis ragam menunjukkan pemberian tepung kelopak bunga

Rendahnya pertambahan berat

badan juga dipengaruhi oleh

kandungan protein tercerna dalam ransum, hal ini sesuai dengan pendapat Tilman et al. (1991) bahwa efisiensi penggunaan protein makanan

tergantung dari kandungan asam-asam amino esensial dan asam-asam amino non-esensial yang dapat digunakan

untuk kebutuhan metabolitnya.

Kekurangan protein dalam ransum dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan.

Menurut Abidin (2002), faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan adalah konsumsi ransum. Pendapat ini juga didukung oleh Ichwan (2003) yang menyatakan bahwa, secara umum penambahan berat badan akan dipengaruhi oleh

jumlah konsumsi ransum yang

dimakan dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam ransum tersebut. Pada Tabel 5 konsumsi ransum berbanding lurus dengan konsumsi zat nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena konsumsi ransum rendah maka jumlah zat nutrisi yang masuk kedalam tubuh juga rendah. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ayam terganggu. Ayam tidak dapat tumbuh secara maksimal karena zat makanan yang masuk kedalam tubuh tidak mencukupi untuk proses sintesis protein dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan pertambahan berat badan sangat rendah sekali.

Penambahan tepung kelopak bunga resella dalam ransum yang diberikan sejak DOC awal hingga priode akhir tidak berdampak positif. Akibatnya penurunan pertambahan berat badan semakin besar. Pada

tepung kelopak bunga rosella

(22)

tinggi yang berkemampuan memperlambat ataupun mencegah oksidasi molekul lain (Wijayanti, 2010). Antioksidan yang terdapat dalam tepung kelopak bunga rosella adalah vitamin C. Oleh karena itu perlakuan (P1, P2, P3) yang mengandung tepung

kelopak bunga rosella nyata

menurunkan bobot ayam broiler dibandingkan perlakuan kontrol (P0).

Konversi ransum

Konversi ransum selama penelitian tertera pada tabel, hasil analisis ragam

menunjukkan pemberian tepung

kelopak bunga rosella berpengaruh nyata terhadap konversi ransum ayam broiler (P<0,05).

Menurut Rasyaf (2004), konversi ransum yang dianggap baik untuk ayam pedaging umur 5 minggu yaitu antara 1,91 sampai 2,06, sedangkan

rataan konversi ransum selama

penelitian P0 (2,66) P1 (3,00) P2 (3,20) dan P3 (3,47). Nilai konversi ransum pada penelitian ini kurang efisien, karena nilai dari konversi ransum selama penelitian diatas 2 yang berarti bahwa ransum yang dikonsumsi lebih banyak, sementara pertambahan berat badan rendah. Hal ini disebabkan karena kandungan nutrisi ransum yang dikonsumsi tidak memenuhi kebutuhan untuk menaikkan berat badan yang lebih tinggi.

Semakin baik mutu ransum, maka semakin kecil pula konversi

ransumnya. Hal ini didukung oleh pendapat Anggorodi (1994) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya konversi ransum sangat ditentukan oleh keseimbangan antara energi metabolisme dengan zat-zat nutrisi terutama protein dan asam-asam amino. Menurut Card dan Neisheim (1972) nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan berat badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa

penambahan tepung kelopak bunga rosella dalam ransum 0,5%, 1% dan 1,5% nyata menurunkan konsumsi

ransum, berat badan akhir,

pertambahan berat badan broiler dan meningkatkan konversi ransum.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian

maka dapat disarankan agar

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan

Produktivitas Ayam Ras

Pedaging. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Amrullah, I. K. 2004. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB-Press, Bogor.

Anggorodi R. 1994. Kemajuan

Mutakhir dalam Ilmu Makanan

Ayam Unggas.Penerbit

Universitas Indonesia Press Jakarta.

Ichwan, W. 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Ilyas, N. N. 1987. Vitamin C diperlukan untuk ayam. Dalam Majalah Ayam dan Telur, No.18 Tahun XVIII, 27-28.

Lesson, S. and J. D. Summers

1991.Commercial Poultry

Nutrition.University Books. Guelph. Canada.

Mardiah, Sawarni H. R. W. Ashadi. A. Rahayu. 2009. Budi Daya Dan Pengolahan Rosela Si Merah Segudang Manfaat. Cetakan

kesatu. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Morrison, F.B. 1967. Feed and Feeding. The Morrison Publishing Co. Clinton, Iowa, USA.

Nasution, E. Z. J. 2009. Pemanfaatan Isi

Rumen yang Difermentasi

Dengan Probiotik sebagai

Substitrusi Bekatul terhadap Performan Ayam Pedaging.

Universitas Airlangga.

Surabaya.

Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keempat

Belas. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Sahin K. and N. Sahin. 2002. Efect of

chromium picolinate and

ascorbic acid dietary

supplementation on nitrogen and mineral excretion of laying hens reared in low ambient temperature (70C). Acta. Vet. Brno. 71: 183-189.

St-Pierre, N.R., B. Cobanov, and G. Schnitkey. 2003. Economic losses from heat stress by US livestock industries. J. Dairy Sci. 86:E52-E77.

Tillman, A. D., H., Hartadi, S.

Reksohadiprodjo, S.

Prawirokusumo dan S.

Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu

Makanan Ternak Dasar.

Cetakan Kelima.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Wijayanti P. 2010. Budidaya Tanaman

(24)

Peman-faatan Senyawa Metabolis

Sekundernya. Universitas

Sebelas Maret Surakarta

(25)

Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan

Suplementasi Tepung Kelopak Bunga Rosella (

Hibiscus sabdariffa

Linn)

The effect of petal flour rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) as supplement on the quality of broiler karkas

Gustina, Olfa Mega, Rustama Saepudin

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A

Email :tina.peternakan@yahoo.com

ABSTRACT

This research to evaluate the impact of rosella petal flour (Hibiscus sabdariffa

Linn) on the quality of carcass broiler. This research used completely randomized design of 4 treatments and 4 replicates groups. There fore the total broiler, used in this research were is 48 broilers. The treatment consists of P0 (basal ration), P1 (basal ration+0.5% flour petals rosella), P2 (basal ration+1% of flour petals rosella), P3 (basal ration+1.5% flour petals rosella). The results showed that giving flour petals rosella significantly reduced weight of carcass (P< 0.05). On treatment of the P3 (331,13 g) was much lower than P2 (390,50 g), P1 (488,38 g) and P0 (606,25 g). Treatment of the carcass weight of P2 (390,50 g) was much lower than P1 (488,38 g) and P0 (606,25 g) and weight of carcass treatment P1 (488,38 g) was much lower than P0 (606,25 g). On the other hard, giving rosella petal flour was not significantly affect on the percentage of carcass (P0 59,14%, 58,84% P1, P2, and P3 59,62% 59,91%), color of the carcass (ranging from 3.03-3.27), and meat bone ratio thighs and chest (ranged thigh 1.96-2.63 and chest range from 1.95-3.29). Giving flour petals rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) reduced weight of carcass but did not affect the percentage of carcass, carcass color, and meat bone ratio of thighs and chest.

Keyword :Supplement, carcass quality, rosella

ABSTRAK

(26)

ekor broiler. Perlakuan terdiri dari P0 (ransum basal), P1 (ransum basal+0,5% tepung kelopak bunga rosella), P2 (ransum basal+1% tepung kelopak bunga rosella), P3 (ransum basal+1,5% tepung kelopak bunga rosella). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung kelopak bunga rosella nyata (P<0,05) menurunkan berat karkas. Pada perlakuan P3 (331,13 g) nyata lebih rendah dari P2 (390,50 g), P1 (488,38 g) dan P0 (606,25 g). Berat karkas perlakuan P2 (390,50 g) nyata lebih rendah dibandingkan P1 (488,38 g) dan P0 (606,25 g) dan berat karkas perlakuan P1 (488,38 g) nyata lebih rendah dari P0 (606,25 g). Namun demikian perlakuan tersebut tidak nyata mempengaruhi persentase karkas (P0 59,14%, P1 58,84%, P2 59,62%, dan P3 59,91%), warna karkas (berkisar 3,03-3,27) dan meat bone ratio paha dan dada (Paha berkisar 1,96-2,63 dan dada berkisar 1,95-3,29). Pemberian tepung kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) menurunkan berat karkas tetapi tidakberpengaruh terhadap persentase karkas, warna karkas dan meat bone ratio paha dan dada.

Kata Kunci :Feed suplement, kualitas karkas, tepung kelopak bunga rosella

PENDAHULUAN

Broiler merupakan ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang

memiliki karakteristik ekonomi

dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan rendah dan siap dipotong pada usia relatif muda (Priyatno, 2000). Rasyaf (2001) menyatakan bahwa persentase karkas broiler umur 5–6 minggu adalah 65– 70% dari berat akhir.Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan dan setelah

pemotongan. Faktor sebelum

pemotongan antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan pakan (Abubakar

et al., 1991). Pakan sangat dibutuhkan

oleh ayam untuk memenuhi

kebutuhan hidup.Pakan yang

diberikan harus memberikan nutrisi

yang dibutuhkan ayam, yaitu

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan per hari (Average Daily Gain/ADG) tinggi (Prabowo, 2007).

Ransum adalah bahan pakan ternak yang telah diramu dan biasanya terdiri dari berbagai jenis bahan pakan dengan komposisi tertentu (Sudaro et al., 2007).Konsumsi ransum ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas serta temperatur lingkungan (Wahju, 1992).

Formula ransum ayam broiler

(27)

(limestone/dicalsiumphosphat) + vitamin 1-1,5% (Amrullah, 2004).

Pertumbuhan yang cepat pada ayam broiler biasanya diikuti pula dengan pertumbuhan jaringan lemak yang cepat pula sedangkan konsumen lebih menyukai daging dengan kandungan lemak yang rendah (Soeparno, 1994). Salah satu usaha untuk mendapatkan daging dengan kualitas yang baik adalah dengan menambahkan feed suplement dalam ransum broiler. Feed suplement dalam ransum ditujukan untuk memperbaiki konsumsi, daya cerna

serta daya tahan tubuh serta

mengurangi tingkat stres pada ayam

broiler. Feed suplement yang

ditambahkan dalam ransum berupa feed suplement alami, yang dirancang untuk menghasilkan daging ayam broiler yang sesuaidengan kebutuhan konsumen. Salah satu cara yang dapat

dilakukan adalah pemanfaatan

tanaman obat tradisional sebagai feed suplement alami, salah satu tanaman obat tradisional tersebut adalah tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa

Linn).

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) merupakan tanaman

semusim yang tumbuh tegak

bercabang yang berbatang bulat dan berkayu. Rosella mengandung kadar antioksidan yang tinggi terutama jika dikonsumsi dalam bentuk kering. Menurut Didah (2006) kandungan antioksidan pada kelopak merah (kelopak bunga rosella), jumlahnya

1,7 mmol/prolox lebih tinggi

dibandingkan dengan kumis kucing. Antioksidan yang terdapat didalam

rosella berkemampuan

memperlambat ataupun mencegah oksidasi molekul lain. Selain itu tanaman rosella mengandung vitamin C, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, niasin, vitamin D dan 18 asam amino termasuk arginin dan lisin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh (Wijayanti, 2010).

Warna merah pada kelopak bunga rosella disebabkan rosella mengandung pigmen antosianin yang

dapat berfungsi sebagai

antioksidan.Flavonoid rosella terdiri flavanols dan pigmen antosianin atau pigmen tumbuhan yang bertanggung jawab menghindarkan dari kerusakan sel akibat paparan sinar ultraviolet berlebihan (Mardiah et al., 2009). Semakin pekat warna merah pada kelopak bunga rosella, rasanya akan

semakin asam dan kandungan

antosianin (sebagai antioksidan) semakin tinggi. Selain antosianin, asam askorbat (vitamin C), asam sitrat, asam malat dan betakarotin merupakan sumber antioksidan yang terdapat pada kelopak bunga rosella (Reindi, 2009).

Menurut Setiawan (2010)

ekstrak kelopak bunga rosella

mempunyai pengaruh dalam

(28)

berdasarkan hasil uraian diatas akan

dilakukan penelitian dengan

menggunakan tepung kelopak bunga rosella dalam ransum ayam broiler. Suplementasi tepung kelopak bunga rosella (H. sabdariffa Linn) pada ransum ayam broiler diharapkan berpengaruh positif pada kualitas karkas ayam broiler.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan selama 60 hari dengan pemeliharaan selama 40 hari, dimulai tanggal 4 Juni 2012 sampai 3 Agustus 2012, penelitian dilaksanakan di Zona Pertanian

Terpadu Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu di Medan Baru. Pengukuran variabel yang diamati bertempat di Laboratorium Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu.

Bunga rosela yang digunakan diambil dari Zona Pertanian Terpadu Medan Baru. Proses pembuatan tepung kelopak rosella yaitu kelopak bunga rosella yang baru dipetik dikeringkan dengan cara dijemur dengan sinar matahari selama ± 2-3 hari (Mardiah et al., 2009). Kelopak bunga rosella yang sudah kering

dipisahkan dari bijinya dan

dihaluskan sampai menjadi bubuk. Penelitian ini menggunakan 48 ekor ayam broiler. Setiap ulangan berisi 3 ekor ayam broiler yang ditempatkan secara acak ke dalam 16 buah petak dalam kandang litter. Adapun rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terbagi dalam 4 perlakuan dengan 4 ulangan, yaitu :

P0 : ransum basal

P1 : ransum basal + 0,5 % tepung kelopak bunga rosella

P2 : ransum basal + 1 % tepung kelopak bunga rosella

P3 : ransum basal + 1,5 % tepung kelopak bunga rosella

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat karkas

Berat karkas diperoleh dari

berat tubuh broiler setelah

(29)

Tabel 1. Rataan berat karkas ayam broiler selama penelitian (g/ekor).

Hasil analisis ragam

menunjukkan pemberian tepung

kelopak bunga rosella berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat karkas ayam broiler. Rataan berat karkas ayam broiler selama penelitian adalah 461 g/ekor, dengan kisaran 334,88 g/ekor sampai dengan 618,50 g/ekor. Berat karkas tertinggi yaitu sebesar 618,50 g/ekor terdapat pada perlakuan

P0 yaitu perlakuan tanpa

menggunakan tepung kelopak bunga rosella sedangkan berat karkas terendah terdapat pada perlakuan dengan penggunaan tepung kelopak bunga rosella 1,5% (P3) (Tabel 5).

Hasil analisis beda rerata dengan menggunakan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya perbedaan berat karkas yang

nyata antara perlakuan yang

diberikan tepung kelopak bunga rosella dalam ransum terhadap berat karkas. Pemberian tepung kelopak

bunga rosella pada perlakuan P3 (334,88 g/ekor) nyata lebih rendah dari P2 (396,00 g/ekor), P1 (496,00 g/ekor) dan P0 (618,50 g/ekor). Berat karkas perlakuan P2 (396,00 g/ekor) nyata lebih rendah dibandingkan P1 (496,00 g/ekor) dan P0 (618,50 g/ekor) dan berat karkas pada perlakuan P1 (496,00 g/ekor) nyata lebih rendah dari P0 (618,50 g/ekor).

Vitamin C berperan penting dalam proses pembakaran lemak dalam tubuh dan sebagai sumber energi (Hery, 2009). Ayam broiler yang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang cukup dapat membakar

lemak lebih banyak sehingga

menurunkan berat karkas ayam broiler. Menurut Ilyas (1987) vitamin C yang dibutuhkan oleh ayam broiler sebesar 20-150 ppm. Sedangkan kelopak bunga rosella mengandung vitamin C berkisar 260-280 mg/100g

(Anonimous, 2008). Sumbangan

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05) pada uji DMRT taraf 5%. * = beda nyata

P0 = ransum bassal, P1 = ransum basal+0,5% tepung kelopak bunga rosella, P2 = ransum basal+1% tepung kelopak bunga rosella, P3 = ransum basal+1,5% tepung kelopak bunga rosella.

1 2 3 4

P0 633,000 591,000 612,500 637,500 2474,0 618,50 a

P1 504,000 480,000 497,500 502,500 1984,0 496,00 b

P2 392,500 395,500 389,500 406,500 1584,0 396,00 c

P3 334,000 358,500 315,000 332,000 1339,5 334,88 d 461,34 * Perlakuan

Berat karkas (g) Ulangan

Jumlah Rataan ± Standar Deviasi

(30)

vitamin C kelopak bunga rosella yang terdapat dalam ransum perlakuan (P1, P2, P3) yaitu 14 ppm (P1), 28 ppm (P2) dan 42 ppm (P3). Oleh karena itu

perlakuan (P1, P2, P3) yang

mengandung tepung kelopak bunga rosella nyata menurunkan berat karkas ayam broiler dibandingkan perlakuan kontrol (P0).

Dilihat dari gambar grafik diatas diperoleh hasil semakin tinggi level penggunaan tepung kelopak bunga rosella yang diberikan dalam

ransum ayam broiler, semakin

menurunkan berat karkas ayam broiler. Penurunan yang terjadi pada tiap 0,5% pemberian tepung kelopak bunga rosella pada setiap perlakuan sama yaitu 95,09 g.

Hasil analisis ragam

menunjukkan pemberian tepung

kelopak bunga rosella berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap berat karkas ayam broiler. Rataan berat karkas

ayam broiler selama penelitian adalah 454 g/ekor, dengan kisaran 331,13 g/ekor sampai dengan 606,25 g/ekor. Berat karkas tertinggi yaitu sebesar

606,25 g/ekor terdapat pada perlakuan

P0 yaitu perlakuan tanpa

menggunakan tepung kelopak bunga rosella sedangkan berat karkas terendah terdapat pada perlakuan dengan penggunaan tepung kelopak bunga rosella 1,5% (P3).

Pakan yang diberikan dalam ransum belum memenuhi kebutuhan ayam broiler karena protein yang terkandung dalam ransum dibawah normal. Rancangan protein ransum awal penelitian yaitu 22% tetapi setelah dianalisis protein yang terkandung dalam ransum penelitian yaitu 18,47%, sedangkan protein yang dibutuhkan oleh ayam broiler sekitar

20-23% (NRC, 1994) sehingga berat

Rata-rata +

1 2 3 4 Standar Deviasi

P0 620 580 600 625 2425,0 606,25 + 20,56 a P1 496 473 490 494,5 1953,5 488,38 + 10,56 b P2 386 390 385,5 400,5 1562,0 390,50 + 6,96 c P3 330 354 312 328,5 1324,5 331,13 + 17,29 d

454 + 108,50 * Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05). * = beda nyata

Perlakuan

Tabel 5. Rataan berat karkas tanpa lemak abdomen ayam broiler selama penelitian (g/ekor). Ulangan

Level Pemberian Tepung Kelopak Bunga Rosella (%)

(31)

karkas ayam broiler penelitian ini lebih rendah daripada berat karkas normal. Selain itu pemberian feed suplement (tepung kelopak bunga

rosella) dalam ransum pada fase stater (umur 4 hari) diduga menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ayam broiler perlakuan menjadi terhambat

karena kelopak bunga rosella

mengandung antioksidan dan

vitamin C yang tinggi padahal pada fase itu ayam broiler masih dalam tahap berkembang.

Menurut Didah (2006)

kandungan antioksidan pada kelopak merah (bunga rosella), jumlahnya 1,7

mmol/prolox lebih tinggi

dibandingkan dengan kumis kucing. Kandungan vitamin C dalam tepung kelopak bunga rosella berperan dalam menurunnya berat karkas tanpa

lemak abdomen ayam broiler.

Kelopak bunga rosella mengandung vitamin C 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing dan 2,5 kali dari jambu biji (Anonimous, 2008).

Dari gambar diatas dapat

dijelaskan bahwa penambahan

tepung kelopak bunga rosella dalam ransum nyata menurunkan berat karkas tanpa lemak abdomen secara signifikan dengan semakin tingginya

penggunaan level tepung kelopak bunga rosella pada setiap perlakuan yang diberikan pada ayam broiler. Pada kenaikan tiap 0,5% pemberian tepung kelopak bunga rosella terjadi penurunan berat karkas tanpa lemak abdomen yaitu sebesar 92,32 g (P1), 92,33 g (P2) dan 92,32 g (P3).

Persentase Karkas

Hasil analisis ragam

menunjukkan pemberian tepung

kelopak bunga rosella tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas ayam broiler. Hal ini berarti kandungan yang terdapat dalam tepung kelopak bunga rosella dalam pakan yang diberikan belum

atau tidak dapat memberikan

pengaruh yang berarti terhadap persentase karkas ayam broiler. Rataan persentase karkas ayam broiler selama penelitian adalah

Rata-rata +

1 2 3 4 Standar Deviasi

P0 59,05 59,18 58,25 60,10 236,58 59,14 + 0,76 a

Tabel 6. Rataan persentase karkas broiler

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05).

Ulangan

Jumlah

(32)

59,38%. Dengan kisaran 58,84% sampai dengan 59,91%.

Meskipun tidak berbeda nyata secara deskriptif menunjukkan bahwa semakin tinggi level tepung kelopak bunga rosella yang diberikan maka

semakin meningkat persentase

karkas. Kisaran persentase karkas

broiler yang diperoleh dalam

penelitian adalah 57,78–62,11%. Menurut Ensminger (1980)

faktor-faktor yang mempengaruhi

persentase karkas antara lain berat

badan akhir, kegemukan dan deposisi daging. Bertambahnya berat hidup ayam pedaging akan mengakibatkan

berat karkas meningkat dan

persentase karkas akan meningkat

pula, tetapi hasil penelitian

menunjukkan berat karkas paling tinggi pada perlakuan P0 sedangkan persentase karkas paling tinggi pada perlakuan P3. Hal ini disebabkan bahwa persentase non karkas yang diperoleh dalam penelitian berkisar 31,74%-40,37%. Sedangkan berat non karkas lebih tinggi pada perlakuan

kontrol (P0) yaitu 101,38 g sedangkan pada perlakuan yang menggunakan tepung kelopak bunga rosella berkisar 59,50 g-82,625 g (Wandono, 2012). Persentase karkas memiliki rata-rata

yang dihasilkan pada setiap

perlakuan dapat terlihat pada gambar 3.

Dari gambar diatas dapat

dijelaskan bahwa penambahan

tepung kelopak bunga rosella dalam ransum meningkatkan persentase karkas dengan semakin tingginya penggunaan level tepung kelopak bunga rosella pada setiap

perlakuan yang diberikan

dalam ransum ayam broiler. Kenaikan yang terjadi pada tiap 0,5% pemberian tepung kelopak bunga rosella yaitu 0,30 (P1), 0,31 (P2) dan 0,31 (P3).

Warna Karkas

Warna karkas broiler diperoleh dengan uji secara organoleptik dilakukan oleh 15 orang panelis yang

Rata-rata +

1 2 3 4 Standar Deviasi

P0 3,58 3,23 3,32 2,95 13,08 3,27 + 0,26 a

Tabel 6. Rataan warna karkas broiler

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata ns = tidak beda nyata(P>0,05).

Ulangan

Jumlah

(33)

memberi skor terhadap warna karkas. Panelis menilai dengan memberikan skor pada masing-masing sampel dengan skala 1–5 terhadap warna karkas mulai dari agak kuning (1) sampai sangat kuning (5). Dari hasil penelitian diperoleh rataan warna karkas pada tabel berikut:

Hasil analisis ragam

menunjukkan pemberian tepung

kelopak bunga rosella tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna karkas ayam broiler. Hal ini berarti kandungan pigmen yang terdapat dalam tepung kelopak bunga rosella dalam pakan yang diberikan belum atau tidak dapat memberikan pengaruh yang berarti terhadap warna karkas ayam broiler.

y = 0.617x + 58.916 R² = 0.1001

57.50 58.50 59.50 60.50 61.50 62.50

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

persenta

se

k

a

rk

a

s

(%)

Level Pemberian Tepung kelopak Bunga Rosella (%)

Gambar 3. Grafik rataan persentase karkas ayam broiler.

y = -0.1532x + 3.2689 R² = 0.9978 2.90

3.00 3.10 3.20 3.30 3.40 3.50

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Wa

rna

K

a

rk

a

s

Level Pemberian Tepung Kelopak Bunga Rosella (%)

(34)

Rataan skor warna karkas ayam broiler sebesar 3,16 dengan kisaran skor warna 3,03 sampai dengan 3,27. Secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa warna karkas ayam broiler selama penelitian berwarna kuning, dapat dilihat pada gambar 4.

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin besar level penggunaan tepung kelopak bunga rosella yang diberikan dalam ransum ayam broiler menunjukan penurunan pada setiap perlakuan (P1, P2, P3) terhadap warna karkas.

Penurunan pada setiap 0,5% level pemberian tepung kelopak bunga rosella sebesar 0,03 (P1), 0,02 (P2) dan 0,03 (P3).

Rataan skor warna karkas ayam broiler sebesar 3,16 dengan kisaran skor warna 3,03 sampai dengan 3,27. Dalam kelopak bunga rosella terdapat pigmen antosianin

yang membentuk flavonoid.

Flavonoid adalah kelompok zat warna

alami dari tanaman yang berwarna kuning.Struktur zat warna flavonoid menyerupai struktur antosianin (Tranggano et al., 1990).Pigmen

antosianin dan flavonoid yang

terdapat dalam kelopak bunga rosella

dalam ransum perlakuan tidak

memberikan pengaruh terhadap

warna karkas ayam broiler. Hal ini

dapat dilihat dengan tidak

berpengaruh nyata antara perlakuan kontrol (P0), pemberian tepung kelopak bunga rosella 0,5% (P1), 1% (P2) dan 1,5% (P3) terhadap warna

karkas.

Meat bone ratio

Meat bone ratio merupakan perbandingan antara jumlah daging dan tulang dari seekor ternak. Meat bone ratio paha adalah berat daging paha tanpa tulang dibandingkan berat tulang pada bagian paha. Rataan meat bone ratio paha dan dada selama Perlakuan Rata-rata + Standar Deviasi

Paha

Rata-rata + Standar Deviasi Dada

P0 2,63 + 0,1 a 3,29 + 0,29 a

P1 2,29 + 0,07 a 3,19 + 0,09 a

P2 2,29 + 0,16 a 2,96 + 0,21 a

P3 1,96 + 0,35 a 1,95 + 0,61 a

Rerata 2,30 + 0,30 ns 2,85 + 0,63 ns

Tabel 7. Rataan Meat bone ratio

(35)

penelitian disajikan pada tabel berikut:

Hasil analisis ragam

menunjukkan pemberian tepung

kelopak bunga rosella tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

meat bone ratio paha. Meat bone ratio

ayam broiler sebesar 2,30. Dengan kisaran meat bone ratio paha 1,96 sampai dengan 2,63 (Tabel 7). Meat bone ratio paha memiliki rata-rata yang dihasilkan pada setiap perlakuan dapat terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik rataan Meat bone ratio paha ayam broiler

Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan pada setiap

perlakuan dengan semakin

banyaknya level tepung kelopak bunga rosella yang diberikan dalam ransum. Dapat dilihat dari gambar grafik diatas yang menunjukkan perununan yang terjadi pada tiap 0,5% level pemberian tepung kelopak bunga rosella dalam ransum yaitu 0,20 (P1), 0,21 (P2), 0,20 (P3). Namun tidak menunjukkan nilai rerata meat bone ratio paha secara signifikan.

Secara deskriptif menunjukkan

pemberian tepung kelopak bunga rosella pada perlakuan P3 (1,96) lebih rendah dari perlakuan P2 (2,29), P1 (2,29) dan P0 (2,63). Meat bone ratio

paha pada perlakuan P2 dan P1 memiliki rataan yang sama yaitu 2,29.

Tetapi lebih rendah daripada

perlakuan P0 (2,63).

Meat bone ratio dada adalah berat daging dada tanpa tulang dibandingkan berat tulang pada bagian dada. Hasil analisis ragam

menunjukkan pemberian tepung

kelopak bunga rosella tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

meat bone ratio dada. Hal ini berarti kandungan yang terdapat dalam tepung kelopak bunga rosella dalam pakan yang diberikan tidak dapat memberikan pengaruh yang berarti terhadap meat bone ratio dada ayam broiler.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pemberian tepung kelopak bunga rosella pada tiap level 0,5% menurunkan meat bone ratio dada setiap perlakuan sebesar 0,42 (P1), 0,43 (P2 dan P3). Rataan meat bone ratio

dada ayam broiler sebesar 2,85 dengan kisaran meat bone ratio dada 1,95 sampai dengan 3,30 (Tabel 9). Rataan meat bone ratio dada ayam broiler sebesar 2,85 dengan kisaran

meat bone ratio dada 1,95 sampai dengan 3,30.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa level tepung

(36)

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

meat bone ratio pada paha dan dada.

Namun secara deskriptif

menunjukkan ada kecenderungan bahwa semakin tinggi level tepung kelopak bunga rosella yang diberikan

dalam ransum maka semakin

menurun nilai meat bone ratio paha dan dada. Hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan berat tulang pada bagian dada dan paha dengan semakin meningkatnya penambahan tepung kelopak bunga rosella dalam ransum, namun peningkatan tersebut tidak signifikan. Terjadinya peningkatan

berat tulang seiring dengan

penambahan tepung kelopak bunga rosella disebabkan tepung kelopak bunga rosella mengandung kalsium dan fosfor yang tinggi yaitu 160 mg dan 60 mg (Maryani dan Kristiana, 2005). Menurut (Arellano et al., 2004) Kandungan kalsium yang tinggi sangat membantu pertumbuhan serta kekuatan tulang. Berat daging yang

menurun pada meat bone ratio

disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dalam ransum belum mencukupi kebutuhan ayam broiler.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa

semakin tinggi level pemberian tepung kelopak bunga rosella dalam ransum mengakibatkan menurunnya berat karkas, namun tidak nyata mempengaruhi persentase karkas, warna karkas,dan meat bone ratio (paha dan dada).

SARAN

Perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut pemberian tepung

kelopak bunga rosella pada fase finisher ayam broiler dengan level yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Triyantini dan H.

Setiyanto. 1991. Kualitas fisik karkas broiler (Studi kasus diempat ibu kota di P. Jawa).

Prosiding Seminar

Pengembangan Peternakan dalam

Menunjang Pembangunan

Ekonomi Nasional. Fakultas

Pertanian Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto.

Anonimous. 2008. Rosella, bunga wangi kaya manfaat.

Http://tehmerahrosella.wordpres s.com/2008/08/14/rosella-bunga-wangi-kaya-manfaat/

Gambar

Tabel 1. Pengaruh penggunaan tepung daun katuk terhadap berat kuning telur
Tabel 3. Pengaruh penggunaan tepung daun katuk terhadap kadar kolesterol telur
Tabel 8. Rataan konversi ransum broiler
Tabel 1. Rataan berat karkas ayam broiler selama penelitian (g/ekor).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jos tilastollisen otannan käyttämisen laajuutta koskevan kysymyksen tuloksia verrattaan ei-tilastollista otantaa koskevaan vastaavaan kysymykseen, huomataan, että tilastollisen

Dari hasil survey pada responden pengguna jaringan jalan tol JIUT untuk skenario dengan kenaikan tarif 10% pada saat jam sibuk memberikan dampak berkurangnya minat penggunaan

Kegiatan survei dilakukan selama satu bulan di Pulau Rote, dari kegiatan tersebut ditemukan sekitar 35 lokasi yang diperkirakan sebagai habitat kura-kura

Tässä tutkimuksessa pyrittiin tutkimaan, voiko puheen prosodian havaitsemisella olla yhteys musiikin havaitsemiseen yleisemmällä tasolla kuin ainoastaan äänenkorkeuden

Merupakan satu kesatuan informasi yang teroganisir yang biasanya terdirinya dari sebuah fakta atau prosedur yang diterapkan secara langsung terhadap kinerja dari

1) Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi dan sesuai dengan sifat serta klarifikasinya. 2) Pembagian zoning diberi identitas yang jelas. 3) Penyedian tempat khusus

Dan berdasarkan Uji F dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa variabel Current Ratio (CR), Earnings Per Share (EPS), dan Price Earnings Ratio (PER)

Penurunan derajat insomnia ini dikarenakan karena adanya efek dari perlakuan senam yang bisa memberikan perasaan rileks dan kenyamanan saat tidur sehingga