BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif/Paradigma Penelitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu
kebenaran. Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh peneliti melalui model
tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma merupakan
pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau
bagaimana bagian-bagian yang berfungsi (perilaku di dalamnya ada konteks khusus atau
dimensi waktu) (Maleong, 2005:49).
Perspektif atau paradigma yang peneliti gunakan adalah kualitatif dimana
pendekatan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan
kenyataan lapangan (empiris). Sementara itu penelitian kualitatif tidak menggunakan
statistik, data hasil penelitian diperoleh secara langsung, misalnya observasi partisipan,
wawancara mendalam, dan studi dokumen sehingga peneliti mendapat jawaban apa
adanya dari responden.
Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif – kualitatif. Fokusnya
adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan
larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bog dan dan Taylor (1975) yang menyatakan
”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Maleong, 2005: 3). Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena
merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.
Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri.
Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa
data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma,2006: 11). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa
memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan
pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu
ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan
keperluan penelitian.
2.2Kajian Pustaka
2.2.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi menurut Hovland adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the procces to modify the behaviour of other individuals). Jadi dalam berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif. Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum dan sikap public yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting (Effendy, 2001:10).
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin, communis yang berarti “sama” atau
dalam bahasa Inggris: common. Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat
mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap
masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern, berkeinginan
mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui
komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan individu-individu lainnya sehingga meningkatkan kesempatan
individu itu untuk tetap hidup (Effendy, 2000: 1).
Dalam penelitian ini, arti kata “sama” bisa dimaknai sebagai pemaknaan yang
sama tentang kondisi pasien, penyakit orthopaedi, resiko dalam penanganan penyakit ini
antara dokter dan paisen. Ada banyak defenisi mengenai komunikasi dalam berbagai
perspektif, namun defenisi komunikasi diatas menurut peneliti sesuai dengan penelitian
2.1.2 Fungsi Komunikasi
Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan
sebagai pertukaran berita atau pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok
mengenai tukar- menukar data, fakta, dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial
adalah sebagai berikut:
1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif didalam masyarakat.
3. Motivasi, menjelaskan kepada masyarakat tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dicapai atau diraih.
4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
5. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.
6. Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya.
7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imajinasi dari drama, tari kesenian, kesastraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok dan individu. 8. Integrasi, menyediakan bagi bangsa kelompok dan individu kesempatan untuk
memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain (Gustina, 2008).
2.2.3 Jenis Komunikasi
Jenis komunikasi dibagi dalam tiga bentuk yakni verbal, non-verbal, dan
1. Komunikasi verbal : yakni pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata atau
ucapan, berisi informasi melalui pembicaraan atau bahasa tulisan. Komunikasi
verbal bergantung pada bahasa.
2. Komunikasi non-verbal : yakni bentuk pesan yang berupa / disampaikan dengan
gerakan tubuh (tidak diucapkan), antara lain dengan facial expression, eye
movement, lips movement, body movement, dan physical appearance.
3. Komunikasi para – verbal : yakni bentuk pesan yang mungkin bersama dengan
bentuk pesan verbal (tetapi tidak langsung), misalnya menggunakan saluran
radio, televisi, kaset, telepon, alat cetak, dan lain-lain.
2.2.4. Unsur-unsur komunikasi
Komunikasi yang dianggap sebagai proses, mempunyai unsur-unsur komunikasi
sebagai berikut(Rochimah, 2008) :
a. Sumber (komunikator)
Dalam komunikasi, setiap orang ataupun kelompok dapat menyampaikan
pesan-pesan komunikasi itu sebagai suatu proses, dimana komunikator dapat menjadi
komunikan dan sebaliknya komunikan dapat menjadi komunikator, hal-hal yang harus
diperhatikan oleh komunikator adalah:
1. Penampilan
2. Penguasaan masalah
3. Penguasaan bahasa
b. Penerima pesan (komunikan)
Komunikan adalah objek, sasaran atau audiens dari suatu sasaran dari kegiatan
komunikasi atau orang yang menerima pesan atau lambang. Komunikan bisa berupa
klien atau indivudi, keluarga maupun kelompok masyarakat.
c. Isi pesan (message)
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan
ini mempunyai inti pesan atau tema yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu
berbagai segi, namun inti pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan
akhir komunikasi, sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penyampaian pesan: dapat dilakukan melalui lisan, tatap muka, langsung, atau
menggunakan media / saluran.
2. Bentuk pesan
- Informatif: bersifat memberikan keterangan (fakta-fakta), kemudian
komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi
tertentu pesan informatif justru lebih berhasil daripada persuasif, misalnya jika
audiens adalah kalangan cendikiawan.
- Persuasif: berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran
manusia bahwa apa yang disampaikan akan memberikan perubahan sikap,
tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksa). Perubahan
tersebut diterima atas kesadaran sendiri.
- Koersif: penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan
sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan. Bentuk yang terkenal dari
penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang
menimbulkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif dapat
berbentuk perintah-perintah, instruksi ataupun ultimatum dan sebagainya.
3. Merumuskan pesan yang baik
Pesan yang akan disampaikan harus tepat. Ibarat membidik dan
menembak, maka peluru harus cocok sesuai dengan sasaran. Pesan yang baik
harus memenuhi beberapa syarat antara lain:
- Umum: mudah di pahami oleh komunikan
- Jelas dan gamblang
- Bahasa jelas
- Positif
- Seimbang
- Sesuai dengan keinginan dan kebutuhan komunikan
4. Hambatan-hambatan terhadap pesan
Seringkali kita mengalami hal-hal yang tidak diharapkan dalam berkomunikasi,
tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini disebabkan adanya hambatan-hambatan terutama
adalah:
- Hambatan bahasa
Pesan akan disalah-artikan sehingga tidak mencapai apa yang diinginkan,
apabila bahasa yang digunakan tidak dipahami oleh komunikan. Termasuk dalam
pengertian ini penggunaan istilah-istilah yang mungkin dapat diartikan berbeda atau
tidak dimengerti sama sekali.
- Hambatan teknis
Pesan dapat tidak utuh diterima komunikan karena gangguan teknis,
misalnya suara tidak sampai karena pengeras suara rusak, bunyi-bunyian, halilintar,
lingkungan yang berisik dan sebagainya.
d. Media (saluran)
Media adalah saluran penyampaian pesan. Media komunikasi dapat
dikategorikan dalam dua bagian yaitu:
- Media umum adalah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk
komunikasi; contohnya radio CB, OHP, dan sebagainya.
- Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi masal. Disebut
demikian karena sifatnya, misalnya: pers, radio, film, dan televisi.
e. Umpan balik (feed back)
Setelah pesan diterima oleh komunikan diharapkan adanya umpan balik (feed
back) yang diberikan komunikan.Umpan balik adalah informasi yang dikirimkan
kembali kepada komunikan. Umpan balik dapat berasal dari diri sendiri dan sumber
dari orang lain.
- Umpan balik dari diri sendiri adalah pesan atau informasi yang kita terima atas
pesan yang kita produksi sendiri.
- Umpan balik dari orang lain adalah informasi yang kita terima dari orang lain
2.2.5 Proses komunikasi
Menurut Cutlip dan Centre (2008), komunikasi yang efektif harus dilaksanakan
dengan melalui empat tahap, yaitu:
- Fact Finding
Mencari, mengumpul fakta dan data sebelum seseorang melakukan kegiatan
komunikasi. Untuk berbicara di depan suatu masyarakat perlu dicari fakta dan data
tentang masyarakat tersebut, keinginannya, komposisinya dan sebagainya.
- Planning
Berdasarkan fakta dan data itu dibuatkan rencana tentang apa yang akan
dikemukakan dan bagaimana mengemukakannya. Bagi suatu masyarakat yang agraris
tentu saja pengemukaan komunikasi haruslah menggunakan cara yang sesuai dengan
ciri-ciriagraris.
- Communicating
Setelah planning disusun maka tahap selanjutnya adalah communicating atau
berkomunikasi.
- Evaluation
Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk melihat bagaimana hasil
komunikasi tersebut. Ini kemudian menjadi bahan bagi perencanaan melakukan
komunikasi selanjutnya.
2.2.6 Hambatan Komunikasi
Hambatan atau gangguan komunikasi dapat terjadi pada semua elemen atau
unsure-unsur yang mendukungnya., termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi itu
terjadi. Menurut Shannon dan Weaver (Cangara, 2007 : 131), gangguan komunikasi
terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen komunikasi,
sehingga komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif dan tidak sesuai dengan
harapan komunikator dan komunikan.
Sejumlah hambatan dapat memperlampat atau mengacaukan komunikasi yang
efektif (Deddy Mulyana, 2005 : 29) , hambatan tersebut diantaranya :
Penyaringan mengacu pada manipulasi informasi secara sengaja oleh pengirim berita sehingga informasi tersebut akan tampak lebih meneyenangkan bagi penerima informasi.
2. Perspektif selektif
Permasalahan ini dapat muncul karena si penerima informasi, dalam proses komunikasi, melihat dan mendengar sesuatu dengan selektif berdasarkan pada kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik kepribadian lainnya. Penerima informasi juga dipengaruhi oleh kepentingan dan harapan-harapannya dalam proses komunikasi ketika ia menerjemahkan informasi. 3. Gaya Gender
Laki-laki maupun perempuan menggunakan komunikasi lisan untuk alasan yang berbeda. Sehingga konsekuensinya, jenis kelamin menjadi hambatan bagi komunikasi yang efektif antara kedua jenis kelamin tersebut.
4. Emosi
Perasaan penerima informasi pada saat penerimaan pesan komunikasi akan sangat mempengaruhi cara seseorang menafsirkannya. Pesan yang sama tatkala diterima pada saat kondisi sedang marah atau bingung akan ditafsirkan berbeda pada saat seseorang tersebut dala keadaan senang. Emosi-emosi yang ekstrim pada saat senang atau saat tertekan akan berkecenderungan menghambat komunikasi yang efektif.
5. Bahasa
Kata-kata mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya adalah tiga dari sekian banyak variabel yang jelas sangat mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh seseorang dan definisi yang diberikannya pada kata-kata. Para pengirim informasi cenderung berasumsi bahwa kata-kata dan istilah-istilah yang mereka gunakan memiliki arti yang sama dengan yang dipahami oleh si penerima informasi. Asumsi ini sering tidak tepat.
6. Petunjuk nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah cara yang penting bagi seseorang dalam menyampaikan pesan. Namun, komunikasi nonverbal selalu diiringi oleh komunikasi lisan. Selama bersesuaian, keduanya akan saling menguatkan. Ketika kata-kata pimpinan menunjukkan bahwa dia marah, nada suara, dan gerakan tubuhnya menunjukkan kemarahan, jadi dapat disimpulkan secara tepat bahwa dia sedang marah. Namun demikian, ketika petunjuk nonverbal tidak bersesuaian dengan pesan lisan, maka penerima informasi akan bingung dan pesan akan menjadi tidak jelas.
2.3 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana
orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh DeVito dalam Liliweri (1991:13), komunikasi antarpribadi
merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain
Umpan balik mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi, sebab
ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan
komunikator. Dalam komunikasi antarpribadi, karena situasinya tatap muka, tanggapan
komunikan dapat segera diketahui. Dalam hal ini komunikator perlu bersikap tanggap
terhadap tanggapan komunikan.
Komunikasi antarpribadi sering disebut dengan dyadic communication
maksudnya yaitu “komunikasi antara dua orang”, dimana terjadi kontak langsung dalam
bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan muka
(face to face) ataupun bisa juga melalui media seperti telepon. Ciri khas dari
komunikasi antarpribadi adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two ways
communication). Namun, komunikasi antarpribadi melalui tatap muka mempunyai satu
keuntungan dimana melibatkan perilaku nonverbal, ekspresi fasial, jarak fisik, perilaku
paralinguistik yang sangat menentukan jarak sosial dan keakraban (Liliweri, 1991:67).
Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah komunikasi
antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang
lain secara langsung, baik secara verbal maupun non-verbal (Mulyana, 2005:73).
Sementara pendapat ahli lain mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan dimana
komunikasi ini dianggap paling efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap,
pendapat dan perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan, arus
baliknya bersifat langsung (Effendy, 2005). Komunikator mengetahui tanggapan
komunikan pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah
komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak.
Effendy juga menambahkan komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman
dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang
dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika, dan komunikasi antarpribadi
dikatakan efektif dalam merubah perilaku orang lain, apabila terdapat kesamaan makna
mengenai suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima oleh komunikan.
Cassagrande berpendapat seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain
- Setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan
membagi kelebihan.
- Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif cepat.
- Interaksi hari ini merupakan spectrum pengalaman masa lalu dan menjadikan
orang mengatisipasi masa depan.
- Hubungan yang diciptakan jika berhasil merupakan pengalaman yang baru
(Liliweri, 1991:48).
Hubungan komunikasi interpersonal terbina melalui tahap-tahap pengembangan
yaitu:
- Kontak, pada tahap ini alat indera sangat diperlukan untuk melihat, mendengar,
dan membaui seseorang. Bila pada tahap kontak terbina persepsi yang positif
maka akan membawa seseorang pada hubungan yang lebih erat yaitu
persahabatan, saling terbuka dan penuh kehangatan.
- Keterlibatan, adalah tahap pengenalan lebih jauh, mengikatkan diri kita untuk
mengenal orang lain dan mengungkapkan diri.
- Keakraban, pada tahap ini kita mengikat diri lebih jauh lagi bagaimana
seseorang dapat menjadi sahabat yang baik.
- Pengrusakan, tahap ini terjadi penurunan hubungan, dimana ikatan antara kedua
pihak melemah.
- Pemutusan, tahap ini terjadi pemutusan ikatan yang mempertalikan keduanya.
Apabila komunikasi interpersonal terjalin tidak baik, maka akan terjadi
pemutusan, misalnya dokter tidak melayani pasien dengan baik, maka akan
terjadi pemutusan, dan pasien tersebut tidak akan mau berobat ke klinik tersebut.
Oleh karena itu diharapkan dokter menjalin komunikasi interpersonal yang baik
kepada pasien (De Vito, 2000 :233).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Cassagrade, dapat disimpulkan
bahwa keinginan berkomuniakasi secara pribadi disebabkan oleh dorongan pemenuhan
2.3.1 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Antarpribadi
Fungsi dan tujuan komunikasi antarpribadi yaitu berusaha meningkatkan
hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi,
mengurangi ketidakpastian serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang
lain (Cangara, 2004:33). Komunikasi antarpribadi juga dapat meningkatkan hubungan
kemanusiaan diantara pihak-pihak yang melakukan komunikasi.
Menurut Devito (1989), faktor-faktor efektivitas komunikasi antarpribadi
dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal).
2. Empati (empathy)
3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap positif (positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi antarpribadi terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
2.3.2. Proses Komunikasi Antarpribadi
Berkomunikasi secara efektif memiliki arti bahwa komunikator dan komunikan
memiliki pengertian yang sama tentang isi suatu pesan. Komunikasi antarpribadi
dikatakan efektif apabila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan
bagi komunikan dan dalam proses tersebut tercipta sebuah kebersamaan dalam makna
yang secara langsung hasilnya dapat diperoleh, jika peserta komunikasi cepat tanggap
dan paham terhadap setiap pesan yang dipertukarkan. Selain itu, Steward L. Tubs dan
Sylva Moss menambahkan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif setidaknya
menimbulkan hal sebagai berikut :
- Memberikan kesenangan
- Mempengaruhi sikap (Rakhmat, 2004:133).
Komunikasi antarpribadi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui media
dan tatap muka. Meskipun demikian, yang dianggap paling sukses adalah komunikasi
antarpribadi secara tatap muka, sebab dalam komunikasi antarpribadi yang dilakukan
melalui tatap muka pengiriman pesan dan umpan baliknya dapat diamati secara
langsung dengan melihat, mendengar, mencium, meraba dan merasa. Proses komunikasi
antarpribadi menggunakan lambang-lambang sebagai media penyampaian pesan.
Adapun lambang yaitu :
a) Lambang Verbal
Lambang verbal ini biasanya dalam bentuk bahasa. Oleh karena itu, dengan
bahasa seorang komunikator dapat mengunggkapkan pikirannya mengenai hal atau
peristiwa, baik yang kongkrit maupun yang abstrak yang terjadi pada masa lalu, masa
kini dan masa depan kepada komunikannya.
b) Lambang Non Verbal
Lambang non verbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi
yang berbentuk isyarat dengan menggunakan anggota tubuh seperti kepala, mata, jari,
dan lainnya. Batasan komunikasi non verbal secara garis besar sebenarnya sebagai arah
dari suatu gejala seperti setiap bentuk penampilan wajah dan gerak gerik tubuh
seseorang sebagai suatu cara dan simbol dari statusnya.
2.3.3. Sifat Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi sama halnya dengan ilmu-ilmu lain yang pasti
memiliki sifatnya tersendiri sehingga menjadi suatu ciri khas pada ilmu tersebut.
Beberapa sifat yang dapat menunjukan komunikasi antara dua orang, yang mengarah
pada komunikasi antarpribadi yaitu didalamnya melibatkan perilaku verbal maupun
nonverbal, yang dapat menunjukan seberapa jauh hubungan antara pihak yang terlibat di
dalamanya. Berikut adalah beberapa sifat yang dimiliki oleh komunikasi antarpribadi :
- Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, perilaku ini timbul
- Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik agar mempunyai
interaksi dan koherensi, artinya suatu komuikasi antarpribadi harus ditandai
dengan adanya umpan balik serta adanya interaksi yang melibatkan suatu
perubahan di dalam sikap, perasaan, perilaku dan pendapat tertentu.
- Komunikasi antarpribadi biasanya bersifat intrintik dan ekstrinsik. Intrinstik
merupakan suatu standar perilaku yang dikembang oleh seseorang sebagai
panduan melaksanakan komunikasi, sedangkan ekstrinsik yaitu aturan lain yang
ditimbulkan karena pengaruh kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus
diperbaiki atau malah harus berakhir.
- Komunikasai antarpribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang
dimaksud adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan
bersama sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.
- Komunikasi antarpribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang
dimaksud adalah suatu hubungan sebab-akibat yang dilandasi adanya tindakan
bersama sehingga menghasilkan proses komunikasi yang baik (Liliweri,
1991:29).
2.3.4. Teori Self Disclosure
Dalam komunikasi antarpribadi tidak terlepas dari teori self disclosure atau
pembukaan diri adalah suatu proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita
terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi guna untuk
memahami tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti
membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau
dilakukannya, atau perasaan kita terhadap suatu kejadian-kejadian yang baru saja kita
saksikan. Informasi pribadi kita kepada orang lain atau sebaliknya disebut dengan self
disclosure. (Rakhmat,2004)
Salah satu tipe komunikasii dimana informasi mengenai diri (self) yang biasanya
disembunyikan diri orang lain, kini dikomunikasikan kepada orang lain (Rakhmat,
2004:108). Josep Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada modal
daripada pasien. Dapat dikatakan dokter memiliki legitimate power sehingga dengan
mudah dapat mempengaruhi pasien. Jadi, hal-hal yang disampaikan dokter lebih efektif
dalam mempengaruhi pasien. Namun perlu diingat, dengan kemajuan sistem informasi
saat ini banyak pasien yang datang kepada dokter dalam keadaan well informed. Agar
tercipta komunikasi dokter-pasien yang baik dan benar maka setiap dokter harus dapat
menjadi pendengar aktif yaitu:
- Terimalah pasien apa adanya dan perlakukan secara individual
- Dengarkanlah hal-hal yang diucapkan pasien dan cara menyatakannya serta
perhatikan nada suara, kata-kata yang dipergunakan, ekspresi wajah dan
bahasa tubuh.
- Tempatkan diri Anda pada sudut pandang pasien (empati)
- Sekali-kali berikan jeda waktu bicara untuk memberi kepada pasien untuk
berpikir, menanyakan sesuatu dan berbicara
- Ulangi hal-hal yang telah Anda dengar sehingga pasien tahu bahwa Anda
memahaminya
- Duduklah dengan nyaman, sedikit condong kedepan, hindari gerakan-gerakan
yang dapat mengganggu jalannya komunikasi dan pandanglah pasien ketika
dia berbicara
2.4.2. Komunikasi Efektif dalam Hubungan Dokter-Pasien
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh
kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan
komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus
diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang
efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat
mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya
sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan
pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan
patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan
waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter
terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian
pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan
kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan
masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.
Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan
untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun
komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya
memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi
dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam
pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam
hubungan dokter-pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi
keduanya (Kurtz, 1998).
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi
yang digunakan:
- Disease centered communication style atau doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
- Illness centered communication style atau patient centered communication style.
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien,
kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta
kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan
waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan
satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan
apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat
dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya
empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi
berikut:
(1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician
cognitive capacity to understand patient’s needs),
(2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective
sensitivity to patient’s feelings),
(3) kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya
kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).
Sementara, Bylund & Makoul (2002) dalam Komunikasi Efektif Dokter – Pasien mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien - Mengacuhkan pendapat pasien
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti “Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasi saja sekarang.”
Level 1 : Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu
- “A ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan lain-lain
Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien
- “Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?”
Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien
- “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan berolah raga”
Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.
- “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir”
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.
2.4.3. Langkah-langkah dalam komunikasi dokter-pasien
Dalam konseling yang juga diterapkan dalam komunikasi dokter-pasien yang
baik dan benar dikenal adanya GATHER, singkatan dari
Greet-Ask-Tell-Help-Explain-Return dengan pengertian sebagai berikut:
- Greet (memberi salam)
Memberi salam kepada pasien di awal pertemuan akan menciptakan hubungan
yang baik. Berilah salam dengan ramah kepada tiap pasien pada saat dia
datang. Katakan kepada pasien hal-hal yang diharapkan selama pertemuan
tersebut dan yakinkan bahwa setiap pasien mempunyai privacy dan
kerahasiaannya akan dijaga.
- Ask (bertanya)
Langkah berikutnya adalah bertanya, melalui pertanyaan tersebut dokter dapat
membantu pasien untuk menyatakan keinginan dan kebutuhannya serta
mengekspresikan perasaannya. Cara bertanya yang efektif yaitu:
• Gunakan nada suara yang menunjukkan minat, perhatian dan keramahan.
• Gunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh pasien.
• Ajukan satu pertanyaan dan tunggu jawabannya dengan penuh perhatian.
• Ajukan pertanyaan yang dapat membantu pasien untuk menyampaikan
kebutuhan-kebutuhannya.
• Gunakan kata-kata seperti “lalu?”, “dan”, “oh?”. Karena kata-kata tersebut
Gambar 1 Jendela Johari
Diketahui oleh diri sendiri Tidak Diketahui oleh diri
sendiri
Diketahui oleh orang lain
Tidak diketahui oleh orang
lain
Berdasarkan konsep tersebut, tingkah laku manusia dapat digambarkan secara
skematis seperti terlihat pada skema di atas.
- Bidang I, yakni Bidang Terbuka (Open Area) menunjukkan bahwa kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya oleh yang bersangkutan,
juga oleh orang lain, yang berarti terdapat keterbukaan, dengan lain perkataan
tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.
- Bidang II, yakni Bidang Buta (Blind Area) menggambarkan bahwa kegiatan
seseorang diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak menyadari apa
yang ia lakukan.
- Bidang III, yakni Bidang Tersembunyi (Hidden Area) yaitu bahwa kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya olehnya, tetapi tidak dapat
diketahui oleh orang lain. Ini berarti bahwa orang seperti itu bersikap tertutup.
- Bidang IV, adalah Bidang Tak Dikenal (Unknown Area). Bidang ini
menggambarkan bahwa tingkah laku seseorang tidak disadari oleh dirinya
sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain.
2.4 Komunikasi Dokter dan Pasien 2.4.1. Pengertian komunikasi dokter-pasien
Adijanti (2008) mengatakan bahwa komunikasi dokter-pasien merupakan
momen yang sangat penting dalam rangka penyembuhan pasien. Dalam komunikasi
dokter-pasien, karena keahliannya, dokter mempunyai posisi yang “lebih tinggi” 1
Terbuka
2
Buta
3
Tersembunyi
4
• Hindari pertanyaan “mengapa?” karena dapat menimbulkan kesan mencari
kesalahan.
• Gunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, misalnya “Ceritakan...”, “Bagaimana...” karena sangat bermanfaat untuk membina hubungan yang
baik dengan pasien dan dapat mengorek hal-hal yang terkait dengan
penyakitnya.
- Tell (memberi informasi)
Setelah pasien selesai menyatakan keluhan dan kebutuhannya, berikanlah
informasi secara jelas sehingga dapat dimengerti oleh pasien yang kemudian
dapat membantu pasien untuk mengambil keputusan.
- Help (memberi bantuan)
Bantuan diberikan ketika pasien yang mengalami kesulitan dalam mengambil
keputusan atau dalam menentukan sikap. Dalam hal ini dokter memberikan
bantuan agar pasien dapat memecahkan permasalahannya dengan mudah.
- Explain (memberi penjelasan)
Dokter memberikan penjelasan kepada pasien tentang keputusan yang telah
dipilihnya. Misalnya, bila pasien memilih salah satu metode KB atau jenis
tindakan tertentu, berikan penjelasan tentang pilihannya tersebut berikut
dengan efek sampingnya.
- Return (kontrol kembali)
Bila dirasa perlu, berikan kesempatan pada pasien untuk datang kembali.
2.4.2. Pengertian komunikasi dokter-pasien
2.5. Kepuasan
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin ”satis” (artinya cukup
baik, memadai) dan ”facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan
sebagai ”upaya pemenuhan sesuatu memadai”. Oxford Advanced Learner’s Dictionary
(2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai ”Perasaan baik yang kamu miliki ketika
“usaha untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”, dan ”suatu cara yang dapat
diterima dalam menangani komplain, hutang, kecelakaan, dll” (Richard L).
Oliver (1997) dalam bukunya berjudul ”Satisfaction: A Behavioral Perspective on
the Consumer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu
diminta mendefenisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu (Tjiptono, 2011)
Kepuasan dan ketidakpuasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja
sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika
harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang diterima setelah
membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika harapan
kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima setelah
membeli maka kosumen mengalami kepuasan (Peter, dan Olson dalam Usmara, 2003).
Kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting untuk dipahami yang dapat
memengaruhi kepuasanpasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga
karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa
sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas, pasien akan menceritakan dua kali lebih buruk
tentang pengalaman yang telah dialami.
Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah
sakit/poliklinik merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada
berbagai disiplin ilmu (Andreassen, 1994). Terdapat banyak defenisi mengenai
kepuasan pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) dalam Supranto (2001) yang
mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang
merasa surprise atas harapan. Tse dan Wilson (1988) menyarankan bahwa kepuasan
pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan
sebelumnya dan kinerja (performa). Parasurraman et al dalam Shahin (1994); Engel et
al (1994) dalam Supranto (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.
bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumtion suatu barang dan
jasa.
Menurut Sebayang (2004), pengertian kepuasan pasien adalah merupakan nilai
subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subyektif tetapi tetap
ada dasar obyektif, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh hal pengalaman masa
lalu pendidikan, situasi phsikis waktu itu: tetap akan didasari oleh kebenaran dan
kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau memang tidak ada
pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik bila memang tidak
ada. Suasana yang menyenangkan yang dialami.
Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena :
a. Bagian dari Kualitas Pelayanan
Kepuasan pasien merupakan bagian dari kualitas pelayanan, karena upaya pelayanan
haruslah dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan belaka.
b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit
c. Pasien yang puas akan memberitahu pada teman, keluarga dan tetangga
d. Pasien yang puas akan datang lagi, kontrol atau membutuhkan pelayanan yang baik.
e. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.
f. Berhubungan dengan prioritas.
Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi
pelanggan atas performance atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan
merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan pelanggan
terlampaui. Persepsi didefenisikan sebagai proses dimana individu memilih
mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya
menjadi suatu makna, meskipun demikian, maka dari proses persepsi tersebut juga
terpengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan (Rangkuti, 2002).
2.6. Perilaku
2.6.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”
atau Stimulus – Organisms – Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua :
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.6.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang
(organisms) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit,
sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini,
perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah
menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau
kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun