• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PROGRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PROGRAM"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny. ”S” UMUR 9 HARI DENGAN RIWAYAT HIPERBILIRUBINEMIA + ASFIKSIA DI RUANG NEONATOLOGI

RSUD PARIAMAN TANGGAL 14 JULI 2014

PEMBIMBING:

dr. ROBERT SIMANJUNTAK, SpA

DISUSUN OLEH: RATIH ANISSA AULIA

1220342004

(2)
(3)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Laporan kajian asuhan kebidanan yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny.”S” Umur 9 Hari dengan Riwayat Hiperbilirubinemia + Asfiksia di Ruang Neonatologi RSUD Pariaman Tanggal 14 Juli 2014”, ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

Pembimbing

dr.

ROBERT SIMANJUNTAK , SpA

Padang, Juli 2014 Mahasiswa

RATIH ANISSA AULIA

Mengetahui/Menyetujui Ketua Program Studi

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny.S umur 9 hari dengan Riwayat Hiperbilirubinemia + Asfiksia Di Ruang Neonatologi RSUD Pariaman Tanggal 14 Juli 2014.

Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan dan saran dari pembimbing praktek maupun akademik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Robert Simanjuntak, SpA sebagai pembimbing klinik yang telah banyak memeberikan masukan

2. Ibu dr. Hj. Yusrawati, SpOG (K) sebagai ketua Program Studi S2 Kebidanan 3. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Padang, Juli 2014

(5)

DAFTAR ISI

LEMBARAN PERSETUJUAN...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN...7

1.1 LATAR BELAKANG...7

1.2 RUMUSAN MASALAH...9

1.3 TUJUAN PENULISAN...9

BAB II LAPORAN KASUS...10

BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN...20

3.1 DEFINISI HIPERBILIRUBINEMIA...20

3.2 METABOLISME BILIRUBIN...21

3.3 KLASIFIKASI...22

3.4 ETIOLOGI...27

3.5 PATOFISIOLOGI...28

3.6 MANIFESTASI KLINIS...30

3.7 DIAGNOSIS...31

3.8 PENATALAKSANAAN...37

3.9 KOMPLIKASI...38

3.10 PENGARUH SINAR FOTOTERAPI TERHADAP BILIRUBIN...39

BAB IV KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN...44

BAB V PENUTUP...47

5.1 KESIMPULAN...47

5.2 SARAN...48 DAFTAR PUSTAKA

(6)
(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu indikator kualitas kesehatan suatu negara adalah tingkat kesehatan ibu dan anak. Kematian maternal dan bayi yang tinggi mencerminkan kemampuan negara dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat belum baik. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 Angka Kematian Bayi (AKB) 32 per 1.000 kelahiran hidup. sedangkan dalam Millenium Developmen Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup.[ CITATION SDK12 \l 1033 ]

Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu prematuritas dan BBLR (34%), asfiksia (37%), sepsis (12%), hipotermi (7%), Ikterus (6%), post matur (5%), kelainan kongenital (1%)[ CITATION Ris12 \l 1033 ].

Ikterus adalah salah satu faktor yang mempengaruhi angka kematian bayi. Ikterus neonatorum merupakan keadaan kuning/ jaundice pada bayi baru lahir pada kulit dan sklera yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Ikterus ini dapat terjadi anatar 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur.

(9)

bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi dan apabila jumlah bilirubin semakin menumpuk ditubuhnya maka, bilirubin dapat menodai kulit dan jaringan tubuh lain. Kejadian hiperbilirubin pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan. [ CITATION Win08 \l 1033 ]

Iketrus neonatorum tidak selamanya merupakan ikterus fisiologis. Akan tetapi, bila tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan cacat seumur hidup, atau bahkan kematian. demikian juga ikterus patologis yaitu ikterus yang timbul apabila kadar bilirubin total melebihi 12mg/ dl, apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi yang membahayakan karena bilirubin dapat menumpuk di otak yang disebut kern ikterus [ CITATION Win08 \l 1033 ]

Departemen kesehatan RI telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak yaitu setiap kabupaten harus mempunyai minimal 4 puskesmas PONED (Pelayanan Obstetric Dan Neonatal Emergensi Dasar). Salah satu layanan neonatal dalam PONED adalah pencegahan dan penanganan ikterus. Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini maka diharapkan Rumah Sakit Umum kabupaten/ kota mampu melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) siap selama 24 jam. Dengan puskesmas mampu PONED dan rumah sakit mampu PONEK maka kasus-kasus komplikasi kebidanan dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian bayi baru lahir [ CITATION Dep03 \l 1033 ]

(10)

masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan kajian asuhan kebidanan pada bayi Ny.S usia umur 9 hari dengan post hiperbilirubinemia di ruang neonatologi RSUD Pariaman tanggal 14 juli 2014. .

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam laporan analisis kajian kebidanan ini adalah “bagaimana asuhan kebidanan pada bayi Ny.S usia umur 9 hari dengan post hiperbilirubinemia + asfiksia di ruang neonatologi RSUD Pariaman tanggal 14 juli 2014”

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah kajian analisis ini adalah untuk:

1.3.1 Mengetahui tentang hiperbilirubinemia dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya

1.3.2 Melakukan analisis kasus dengan melakukan kajian berdasarkan asuhan kebidanan sesuai kasus yang ada.

BAB II LAPORAN KASUS

(11)

No. MR : 056272 Pukul : 09.00 WIB

A. PENGKAJIAN DATA Identitas Bayi :

Nama bayi : By. Ny.S Umur bayi : 9 hari

Tgl/Jam lahir : 5 Juli 2014/ 06.40 WIB Jenis kelamin : Perempuan

BB Lahir : 2800 gram Panjang badan: 47cm Identitas Orang Tua Bayi :

Nama : Ny.S Nama Suami : Tn. Z Umur : 46 tahun Umur : 50 tahun Suku/Bangsa : Minang Suku/Bangsa : Minang

Agama : Islam Agama : Islam

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani Alamat : Jl. Fatahilah Alamat : Jl. Fatahilah No. Hp : - No. HP :

-I. Data Subjektif

1. Keluhan utama bayi :

Bayi dengan riwayat hiperbilirubinemia 2. Riwayat penyakit :

Bayi lahir dengan spontan pada tanggal 5/7/2014 jam 06.40 wib, BB : 2800 gram, jenis kelamin: perempuan. Bayi masuk ruang neonatologi tanggal 5/7/2014 dengan keluhan tidak segera menangis setelah lahir, A/S: 4/5.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

(12)

4. Riwayat Kebidanan Sebelumnya a. Antenatal

Kehamilan ini merupakan kehamilan yang ketujuh dengan 5 kelahiran cukup bulan dan sehat serta 1 kali abortus. Pola makan ibu selama hamil teratur, ibu makan 3 kali sehari makanan dengan porsi sedang yang terdiri dari 1 porsi nasi, lauk sayur dan buah (kadang-kadang), minum air putih 7-8 gelas sehari. Ibu tidak mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, maupun minum jamu-jamuan.

b. Natal

- Bayi lahir tanggal : 5-7-2014 pukul 06.40 WIB - Masa gestasi : 35-36 minggu

- Lahir secara : spontan - Penolong : dokter.

biru/pucat tubuh kemerahan tangan dan kaki biru

kemerahan

P Pulse (Frek. Jantung)

tidak ada < 100 >100

G Grimate (reflek) tdk bereaksi gerakan sedikit menangis

A

tidak ada lambat tak teratur menangis kuat

(13)

- Kelainan Kongenital : tidak adat - BB bayi saat lahir 2800 gram, PB 47 cm - Keadaan air ketuban : jernih - Respirasi

a. Pengisapan lendir : tidak diketahui b. Ambu : tidak diketahui c. Massage jantung : tidak diketahui d. Intubasi endotrokhial : tidak diketahui e. Oksigen : ada

c. Post natal

Setelah lahir bayi langsung di bawa dan dirawat di ruang neonatologi RSUD Pariaman.

5. Hasil pemeriksaan fisik di ruang neonatologi :

Tanggal 7 Juli 2014 jam 09.30 WIB yaitu : tangis kuat, BB 2700 gram, suhu 37,20 C frekuensi jantung 138 x/i, frekuensi pernapasan 48 x/i, sianosis (-) Instruksi dokter : O2 2 liter, IVFD D10 + ca glukonas 6 tetes/i mikro, inj cefo 140 mg/12 jam, genta 7 mg/12 jam, amino 0,2 cc/8 jam, ranitidin 5 mg/12 jam, enzyplex 3x1/4 tab, aspark 3x1/6 tab, vitaplex 1x0,3 cc, rawat tali pusat, diet ASI/PASI 6x5 cc.

 Tanggal 8 Juli 2014 jam 09.00 WIB yaitu DJ 133 x/i, pernafasan 48 x/i, suhu 370 C, kembung (-). Instruksi dokter : therapy lanjut, ASI/PASI 6x10 cc

 Tanggal 8 Juli 2014 jam 16.55 WIB

(14)

tetes/menit selama terapi sinar, dexamethasone 3x1/3 tab, enzyplex 3x1/4 tab.

 Tanggal 10 Juli 2014

Hasil pemeriksaan laboratorium: - total bilirubin: 13,21 mg/ dl - bilirubin indirek: 11,57 mg/ dl - bilirubin direk: 1,64 mg/ dl  Tanggal 12 Juli 2014

Hasil pemeriksaan laboratorium: - total bilirubin: 9,43 mg/ dl 6. Pola Kebiasaan

a. Nutrisi

Bayi mendapat PASI sebanyak 5 cc setiap 4 jam sekali melalui sonde. b. Pola aktifitas dan gerak bayi

Gerakan bayi mulai aktif, bayi lebih banyak tertidur. c. Pola eliminasi dan defekasi

BAK: bayi sudah BAK warna kuning jernih

BAB: bayi sudah BAB dengan warna kuning lembek. d. Pola hygiene

Bayi sudah dimandikan dan dibersihkan, serta menggunakan pampers e. Pola istirahat

Bayi hanya tidur saja, bangun dan menangis.

II. Data Objektif 1. Pemeriksaan Umum

KU : baik

(15)

BB sekarang : 2800 gram

2. Pemeriksaan Anthropometri

Panjang badan : 47 cm Lingkar kepala : 34 cm Berat badan : 2800 gram Lingkar lengan : 8 cm Lingkar dada : 30 cm

3. Pemeriksaan Fisik

Kepala : simetris, caput succedaneum (-), cephal hematoma (-), infus (-), Ubun-ubun normal

Muka : bentuk wajah simetris, warna kulit sedikit kuning.

Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera sedikit ikterik, tidak ada sekret

Hidung : lubang hidung (+) kiri kanan, warna kulit kuning, nafas cuping hidung (-)

Mulut : warna mulut merah muda, mukosa bibir lembab.

Telinga : Simetris ki/ka, daun telinga sejajar dengan sudut mata, lubang telinga (+)

Leher : tidak ada kelainan, warna kulit sedikit kuning

Dada : Bentuk normal, simetris, retraksi (-) Irama jantung teratur, bising tidak ada, warna kulit sedikit kuning

Perut : kembung (-), warna kulit kuning, tali pusat putih mengkilat Genetalia : jenis kelamin perempuan, labia mayora menutupi labia minor

Ekstrimitas : sama panjang kiri-kanan, warna kulit sedikit kuning hingga pergelangan kaki,

(16)

Anus : bersih, tidak ada atresia ani. Kulit : warna kulit sedikit kuning

4. Reflek

Reflek Moro : (+) Reflek sucking : (+) lemah Reflek rooting : (+) Reflek Graphs : (+)

Reflek walking : belum dilakukan Reflek tonik neck : belum dilakukan III. Pemeriksaan Penunjang

 Tanggal 8 Juli 2014 jam 16.55 WIB - total Bilirubin 15,84 mg/dl  Tanggal 10 Juli 2014

- total bilirubin: 13,21 mg/ dl - bilirubin indirek: 11,57 mg/ dl - bilirubin direk: 1,64 mg/ dl  Tanggal 12 Juli 2014

- total bilirubin: 9,43 mg/ dl

B. DIAGNOSA KEBIDANAN

Bayi usia 9 hari dengan riwayat hiperbillirubin grade IV

C. PERENCANAAN

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, bahwa kondisi bayinya dalam kondisi sudah membaik dan masih mendapatkan perawatan lebih lanjut.

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak dengan advice dokter

(17)

4. Merawat tali pusat

5. Tetap memberikan ASI, Pemberian ASI harus sering dilakukan untuk mencegah dehidrasi dan mempermudah pembuangan bilirubin ke feses. Setidaknya ASI harus diberikan tiap 3 jam. Jika bayi sulit menghisap, dilakukan pemompaan ASI.

6. Bayi dirawat di incubator

(18)
(19)

kelainan

Dada : tidak ada sesak,

Abdomen : tidak ada pembesaran Tali pusat: masih basah, tidak ada tanda-tanda infeksi, kebersihan cukup

Genetalia dan

anus :

kebersihan cukup

Ekstrimitas : akral hangat, tidak ada sianosis

Kulit : seluruh sudah mulai kemerahan

BAB III

(20)

III.1 DEFINISI HIPERBILIRUBINEMIA

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin[ CITATION Ari99 \l 1033 ]. Ikterus Neonatorum merupakan

fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi

bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2

sampai 3 kali lebih tinggi di banding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi

karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih lebih banyak dan usianya lebih pendek.

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih[ CITATION Suk08 \l 1033 ]. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17μmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86μmol/L)[ CITATION REt06 \l 1033 ]. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

(21)

3.2 METABOLISME BILIRUBIN

Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap: 3.2.1 Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjadi bilirubin. Hasil produksinya merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.

3.2.2 Transportasi

Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), Selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju hepatosit.

3.2.3 Konjugasi

Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.

3.2.4 Ekskresi

Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik.

3.3 KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Kliegman dalam [ CITATION Nel92 \l 1033 ]yaitu : 3.3.1 Ikterus Fisiologi

(22)

1) Tidak terjadi pada hari pertama kehidupan (muncul setelah 24 jam)

2) Peningkatan bilirubin total tidak lebih dari 5 mg % perhari. 3) Pada cukup bulan mencapai puncak pada 72 jam. Serum

bilirubin 6 – 8 mg %. Pada hari ke-5 akan turun sampai 3 mg %. Selama 3 hari kadar bilirubin 2 – 3 mg %. Turun perlahan sampai dengan normal pada umur 11 -12 hari.

4) Pada BBLR/prematur bilirubin mencapai puncak pada 120 jam serum bilirubin 10 mg % (10-15 %) dan menurun setelah 2 minggu.

3.3.1.2 Etiologi

1) Umur eritrosit lebih pendek (80-90 hari), sedangkan pada dewasa 120 hari.

2) Jumlah darah pada bayi baru lahir lebih banyak (± 80 ml/kg BB), pada dewasa 60 ml/kg BB.

3) Sumber bilirubin lain lebih banyak daripada orang dewasa. 4) Jumlah albumin untuk transport bilirubin relatif kurang

terutama pada prematur. 5) Flora usus belum banyak

6) adanya peningkatan aktivitas dekonjugasi enzim β glukoronidase.

3.3.2 IkterusNon Fisiologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

3.3.2.1 Kriteria

1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan

(23)

3) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.

4) Bilirubin conjugated > 1,5 – 2 mg %.

5) Ikterus berlangsung > 1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.

3.3.2.2 Etiologi

1) Pembentukan bilirubin berlebihan karena hemolisis

Disebabkan oleh penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena:

a) Hb dan eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit) b) Inkompabilitas ABO

c) Defisiensi G6PD d) Sepsis

e) Obat-obatan seperti oksitosin f) Pemotongan tali pusat yang lambat g) Polistemia

h) Hemoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar.

2) Gangguan transpor bilirubin dipengaruhi oleh : a) Hipoalbuminemia

b) Prematuritas

c) Obat-obatan seperti Sulfonamid, Salisilat, diuretik dan FFA (Free Fatty Acid) yang berkompetisi dengan albumin d) Hipoxia, asidosis, hipotermi

3) Gangguan uptake bilirubin, karena: a) Berkurangnya ligandin

b) Peningkatan aseptor Y dan Z oleh anion lain (novobiosin) 4) Gangguan Konjugasi Bilirubin

a) Defisiensi enzim glukoronil transferasi, imaturitas hepar b) Ikterus persisten pada bayi yang diberi minum ASI c) Hipoksia dan Hipoglikemia

5) Penurunan ekskresi bilirubin, disebabkan karena adanya sumbatan pada duklus biliaris

6) Gangguan eliminasi bilirubin a) Pemberian ASI yang lambat

(24)

Tipe ikterus lainnya yang umum terjadi:

1. Breastfeeding Jaundice,

merupakan ikterus yang muncul saat bayi ASI tidak mendapat cukup ASI karena kesulitan dalam menyusui atau ASI ibu belum keluar. Ini tidak disebabkan oleh ASI tetapi karena bayi belum mendapat ASI yang cukup. Breastfeeding jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Bayi sehat cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat mempertahankan metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi breastfeeding jaundice. Ibu harus memberikan kesempatan lebih pada bayinya untuk menyusu. Kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi yang terus menerus. ASI akan lebih cepat keluar dengan inisiasi menyusu dini dan rawat gabung.

2. Breastmilk Jaundice

Pada 1-2% bayi ASI ikterus dapat disebabkan karena bahan yang dihasilkan dalam ASI yang menyebabkan kadar bilirubin meningkat. Bahan ini dapat mencegah pengeluaran bilirubin melalui usus. Umumnya mulai usia 3-5 hari dan perlahan-lahan menghilang dalam 3-12 minggu.

(25)

bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab breastmilk jaundice belum jelas, beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya breastmilk jaundice. Breastmilk jaundice diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu–ibu tertentu. Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati oleh peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga menimbulkan breastmilk jaundice. Faktor terakhir yang diduga sebagai penyebab breastmilk jaundice adalah peningkatan sirkulasi enterohepatik. Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI, (2) terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta (3) defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

3. Prolonged Jaundice

(26)

3.4 ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, penyebab ikterus neonatarum dapat dibagi:

3.4.1 Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 3.4.2 Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar. 3.4.3 Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

3.4.4 Gangguan dalam eksresi

(27)

Menurut Maisels MJ dalam[ CITATION Kla01 \l 1033 ] faktor yang memudahkan terjadinya hiperbilirubin ialah:

1. Imaturitas

2. Asfiksia/ hipoksia 3. Trauma lahir 4. BBLR 5. Infeksi 6. Hipoglikemi

3.5 PATOFISIOLOGI

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (75%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (25%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk)[ CITATION Sac04 \l 1033 ]

(28)

empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin [ CITATION Sac04 \l 1033 ]

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dll[ CITATION Clo08 \l 1033 ]

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice [ CITATION Mur09 \l 1033 ]

(29)

hiperbilirubin akan menghilang setelah minggu pertama. Kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan atau gangguan pembuangan bilirubin. Kadang pada bayi cukup bulan yang diberi susu ASI. Kadar bilirubinemia meningkat secara progresif pada minggu pertama; keadaan ini disebut jaundise ASI. Penyebabnya tidak diketahui dan hal ini tidak berbahaya.[ CITATION Mar09 \l 1033 ]

3.6 MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl [ CITATION Kap08 \l 1033 ]. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat [ CITATION Kli07 \l 1033 ]

Gambaran klinis ikterus fisiologis: 1. Tampak pada hari 3,4

2. Bayi tampak sehat(normal) 3. Kadar bilirubin total <12mg%

4. Menghilang paling lambat 10-14 hari 5. Tak ada faktor resiko

6. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) [ CITATION Pra05 \l 1033 ]

(30)

2. Cepat berkembang 3. Bisa disertai anemia

4. Menghilang lebih dari 2 minggu 5. Ada faktor resiko

6. Dasar: proses patologis [ CITATION Pra05 \l 1033 ]

Sedangkan manifestasi klinis Menurut[ CITATION Won05 \l 1033 ]: Waktu timbulnya ikterus berkaitan erat dengan penyebab ikterus:

1. Timbul pada hari pertama : Inkompabilitas ABO/Rh, Infeksi intra uteri, Toksoplasmosis

2. Hari ke-2 dan ke-3 : Ikterus fisiologis 3. Hari ke-4 dan ke-5 : Ikterus karena ASI

4. Setelah minggu pertama : Atresia ductus pasca choledakus, Infeksi pasca natal, Hepatitis neonatal

3.7 DIAGNOSIS 3.7.1 Anamnesis

1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)

2. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi

3. Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya 4. Riwayat inkompatibilitas darah

5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa[ CITATION REt06 \l 1033 ]

Data fokus lainnya dalam anamnesa:

1. Riwayat kesehatan: keluhan

utama orang tua bayi mengatakan anaknya tampak kuning (jaundice)

(31)

Dikembangkan dari keluhan utama, dijabarkan tentang intensitas jaundice, waktu timbulnya jaundice, dampaknya: tidak mau menetek, hemotoma, feses berwarna gelap, dsb).

4. Riwayat kesehatan yang lalu

a. Pre Natal

Kaji faktor resiko hiperbilirunemia seperti obat-obat yang dicerna oleh ibunya selama hamil (seperti salisilat, sulfonamid), riwayat inkompatibilitas ABO/Rh, penyakit infeksi seperti rubela atau toxoplasmosis.

b. Intra Natal

Persalinan preterm, kelahiran dengan vakum ekstraksi, induksi oksitosin, pengkleman tali pusat yang lambat, trauma kelahiran, BB waktu lahir, usia kehamilan.

c. Post Natal

Riwayat asfiksia, infeksi neonatus, obat-obatan, pemberian makan, defekasi mekonium.

5. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji golongan darah ibu dan ayah dan riwayat inkompatibilitas ABO/Rh, riwayat keluarga dengan hiperbilirubinemia pada kelahiran sebelumnya, dan riwayat keluarga yang menderita anemia atau pembesaran hati dan limpa.

3.7.2 Pemeriksaan fisik

1. Jaundice pada sklera dan mukosa

oral, kulit menguning

2. Jaundice dengan lokasi yang

berbeda-beda dapat diperkirakan level bilirubin (Pemeriksaan ikterometer dari Kremer).

3. Letargi, bayi tampak malas untuk

(32)

4. Pucat menandakan anemia

5. Bising usus hipoaktif

6. Palpasi abdomen ditemukan

pembesaran hepar dan limpa

7. Refleks moro menghilang

8. Hipertonisitas, opistotonus,

kejang

9. Cephalhematom besar mungkin

terlihat pada ½ tulang parietal

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar [ CITATION REt06 \l 1033 ]

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya [ CITATION Kap08 \l 1033 ]

(33)

Grade I

Keterangan:

1. Kuning pada bagian kepala dan bagian leher 2. Kadar bilirubin: 5mg/ dl

Grade II

Keterangan:

1. Kuning pada bagian kepala + leher + badan bagian atas (sampai batas pusat)

2. Kadar bilirubin: 9 mg/dl Grade III

Keterangan:

1. Kuning pada daerah kepala+leher+sampai badan bagian bawah hingga lutut dan siku

(34)

Grade IV

Keterangan:

1. Kuning pada daerah kepala+leher+seluruh tubuh hingga pergelangan tangan dan kaki

2. Kadar bilirubin: 12, 4 mg/dl Grade V

Keterangan:

1. Kuning pada daerah kepala+leher+seluruhtubh hingga jari-jari tangan dan kaki

2. Kadar bilirubin: 16mg/dl

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut [ CITATION REt06 \l 1033 ]

3.7.3 Pemeriksaan Laboratorium

(35)

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar[ CITATION REt06 \l 1033 ].

Penegakan Diagnosis Ikterus Neonatarum Berdasarkan Waktu Kejadiannya:

Waktu Diagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan

Hari ke-1 Penyakit hemolitik Inkompatibilitas

Hari ke-2 s.d ke-5 Kuning pada bayi prematur Kuning fisiologik, Sepsis

Hari ke-5 s.d ke-10 Sepsis, Kuning karena ASI Def G6PD, Hipotiroidisme Galaktosemia, Obat-obatan

Uji fingsi tiroid, Uji tapis enzim G6PD, Gula dalam urin

Pemeriksaan terhadap sepsis

Hari ke-10 atau lebih Atresia biliaris, Hepatitis neonatal

Uji serologi TORCH, Alfa fetoprotein,

alfa1antitripsin,

Kolesistografi, Uji Rose-Bengal

(36)

3.8 PENATALAKSANAAN 3.8.1 Foto terapi

Dilakukan pada penderita dengan kadar bilirubin indirek > 10 mg/dL dan pada bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran.

Mekanisme pad foto terapi ini akan menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urine (urobilinogen) dan feses (sterkobilin). Foto terpi terdiri dari 8-10 buah lampu yang tersusun pararel 160-200 watt, menggunakan cahaya Fluorescent (biru atau putih)

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.

2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.

4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.

5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

3.8.2 Fenobarbital

Diberikan untuk mempercepat proses konjugasi dengan meningkatkan ekskresi bilirubin dalam hati.

(37)

Tujuan transfuse tukar adalah untuk menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang terhemolisis. Indikasi tranfusi tukar adalah pada keadaan kadar bilirubin indirek >20 mg/dL atau bila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk positif.

3.8.4 Antibiotik, diberikan bila terkait dengan adanya infeksi [ CITATION Ari99 \l 1033 ]

3.9 KOMPLIKASI

Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.

Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

3.10 PENGARUH SINAR FOTOTERAPI TERHADAP BILIRUBIN

(38)

ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.

(39)

Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda.

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal.

(40)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.

3.10.2 Jarak Sinar Fototerapi

Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada bayi.

Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan sinar halogen. Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi.

3.10.3 Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi

Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30 mg/dL [513 μmol/L]) dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin akan mengalami penurunan sekitar 10 mg/dL (171 μmol/L) dapat terjadi dalam beberapa jam.

(41)
(42)

BAB IV

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN

Pada kasus bayi Ny.S umur 9 hari dengan riwayat hiperbilirubinemia. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan bayi dalam keadaan normal, kecuali warna kulit yang masih sedikit kuning. bayi Ny.S sudah mendapatkan therapy sinar. Tanggal 12 Juli 2014, kadar total bilirubin 9,43 mg/dl dan blue light therapy dapat dihentikan. Setelah pemantauan lanjutan, tanggal 15 Juli 2014, bayi sudah diperbolehkan pulang karena kondisi sudah stabil (tanda-tanda vital dalam batas normal), warna kulit sudah kemerahan, bayi sudah mau menyusu, refleks hisap kuat, bayi tidak demam, dan tidak mengalami infeksi.

Perubahan warna menjadi kuning pada kulit, membran mukosa, dan sklera yang disebabkan karena peningkatan bilirubin didalam darah (hyperbilirubiemia). Keadaan ini menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin dari tubuh yang tidak efektif. Faktor yang menyebabkan peningkatan kadar billirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir adalah karena hemolisis, fungsi hepar yang belum sempurna, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.

(43)

respiratorik/asidosis metabolik. Keadaan ini dapat mengganggu metabolism dan tentunya akan memperberat kerja hati yang masih imatur.

Faktor lain yang berhubungan dengan munculnya ikterus antara lain inkomtabilitas ABO, rendahnya asupan ASI, kurangnya terpapar sinar matahari dan gangguan hepar.

Ikterus neonatorum terbagi atas ikterus patologis dan fisiologis. Batasan ikterus patologis dari pemeriksaan laboratorium yaitu didapatkannya kadar bilirubin total > 10 mg/dl pada bayi prematur, >12,5 mg/dl pada bayi aterm, kadar bilirubin direk > 1 mg/dl. Dalam kasus ini, By. Ny.S termasuk ke dalam ikterus patologis karena berdasarkan hasil pemeriksaan, bayi tampak kuning pada seluruh tubuh (pada derajat kremer termasuk kedalam derajat IV dengan kadar bilirubin total = 15, 84 mg/ dl).

Fototerapi efektif untuk menurunkan kadar bilirubin serum. Prinsip sinar terapi adalah oleh pengaruh fotoisomerisasi dan fotooksidasi dari cahaya terhadap bilirubin. Disini bilirubin dipecah menjadi fotoisomer dan dipyrol yang tidak toksik dan segera dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan urin. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal.

(44)

punggung masih terlihat kuning, dokter menganjurkan untuk melanjutkan fototerapi pada daerah punggung.

Pada tanggal 12/6/2014 dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin total, di dapatkan hasil 9, 43 mg/ dl. Hal ini menunjukan hasil yang bagus, terlihat adanya penurunan kadar bilirubin setelah dilakukan therapy sinar (nilai normal kadar bilirubin total pada bayi premature adalah <10mg/ dl).

Setelah dilakukan pemantauan terhadap bayi, terlihat perkembangan bahwa bayi tidak mengalami ikterus, warna kulit sudah kemerahan, reflex bayi sudah bagus, dan bayi kuat menyusu, oleh karena itu bayi sudah diperbolehkan pulang dengan pengawasan yang ketat. Sebelum bayi pulang, petugas kesehatan sudah memotivasi ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dan kapan bayi menginginkan.

(45)

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan analisis asuhan pada bayi dengan riwayat hiperbilirubinemia, dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan asuhan nyang diberikan telah optimal, hal ini terlihat adanya perkembangan yang positif setelah pemberian therapy sinar, kulit bayi sudah kemerahan, refleks bayi sudah mulai baik dan bayi sudah kuat menyusu, tanda-tanda vital dalam batas normal, bayi tidak demam dan tidak mengalamai infeksi.

Faktor yang menyebabkan peningkatan kadar billirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir adalah karena hemolisis, fungsi hepar yang belum sempurna, asfiksia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.

Pada kasus bayi Ny. S, hiperbillirubin derajat IV yang dialaminya ini disebabkan karena usia gestasi yang masih tergolong pada preterm, oleh karena itu fungsi hati yang belum sempurna sehingga akan mengganggu jalannya metabolisme. Keadaan ini diperberat oleh asfiksia yang dialami bayi saat lahir (A/S: 4/5), yang mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik sehingga dapat mengganggu metabolisme dan tentunya akan memperberat kerja hati yang masih imatur.

5.2 SARAN

(46)

cara pemberian ASI, menjemur bayi dibawah sinar matahari pagi, sehigga asupan ASI dan optimal dan mencegah terjadinya hiperbilirubin. Bayi prematur, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya di hari ke-14 oleh karena itu, setelah pulang dari rumah sakit atau rumah bersalin, umumnya bayi disarankan menjalani pemeriksaan ulang pada hari ke-3 sampai ke-5 setelah kepulangan si bayi. Tujuannya adalah untuk memantau kadar bilirubin.

(47)

Cloherty, J. P. (2008). Neonatal Hyperbilirubinemia in Manual of Neonatal Care. Philadelphia: Lippincort Williams and Wilkins.

Depkes, R. (2003). Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: IDAI.

Etika.R, H. I. (2006). Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU dr.Soetomo. Surabaya: FK Unair.

Hassan, R. (2005). Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Kliegman. (2007). Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: WB Saunders.

Lawrence RA, 2005, Lawrence RM. Hyperbilirubinemia and jaundice. Dalam: Breastfeeding: a guide for the medical profession. Edisi ke-6. St.Louis: Mosby

Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi II Jilid 1. Jakarta: Media Aeculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Murray, R. e. (2009). Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper . Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Binda Pustaka Saharwono Prawirohardjo.

Riskesdas. (2012). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Rudolph, ann Alpers, 2006. Buku Ajar Pediatrik. Jakarta: EGC.

Sacher, R. A. (2004). Tinjaun Klinis Hasil Pemeriksaan Laborotorium. Jakarta: EGC. SDKI. (2012). Laporan Pendahuluan SDKI 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Indonesia.

Sukadi, A. (2008). Hiperbilirubinemia dalam Buku ajar neonatologi Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,.

Winknjosastro. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Referensi

Dokumen terkait

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses

Sebagaimana telah diungkapkan dalam pendahuluan, bahwa penentuan naskah yang berisi teks Jaka Pangasih sebagai sumber data dalam penelitian ini didasarkan pada lima hal

Saat pengguna lampu dalam ruangan menjalankan sistem atau menyalakan lampu dengan gerak, maka sensor gerak mengirim sinyal input ke mikrokontroler yang selanjutnya

Keanekaragaman ikan ditemukan lebih tinggi pada padang lamun dengan kerapatan yang tinggi baik itu tersusun oleh satu spesies lamun (monospesifik) maupun oleh

51 susu D-Farm agar memenuhi persyaratan GMP yaitu membatasi ruangan dengan pintu dan tirai plastik, menjaga ruangan agar selalu tertutup rapat selama proses produksi, mencegah

Melihat pada karya Motzki, penulis sependapat dengan Kamaruddin Amin bahwa bahwa Motzki terlihat tidak sepenuhnya membantah pendapat aliran skeptis tentang common link, sebab,

“Prosedur pembelajaran yang baik adalah tahap pra pembelajaran, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian pembelajaran” Rukmana dan Suryana (2006, hlm. Pada tahap pra

Pelayanan Kedokteran Ditandai dengan cara pengorganisasian yang  bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk