TINJAUAN PUSTAKA
A.Karakteristik Tanah Gunung Sinabung
Tanah Gunung Sinabung yang berada di dataran tinggi karo Provinsi
Sumatera Utara merupakan tanah andisol yang berasal dari volkano sibayak dan
sinabung. Volkano sinabung sebelah utara mengahasilkan tanah Typic Fulfudand
dan Melaudand di Desa Kuta Rakyat Kecamatan Neman Teran. Andisol
merupakan tanah yang secara keseluruhan atau sebagian berasal dari ejekta
volkanik. Bahan induk beragam mulai dari debu volkan, sinder, pumice/ batu
apung, dan aliran lava, sebagian mengandung batu besar dan bahan letusan
volkanik lainnya, yang terdiri atas bahan-bahan piroklastis yang terbentuk di
daerah volkan. Iklim ditemukannya andisol beragam, mulai dari iklim humid
dingin hingga humid panas dan humid tropis. Andisol juga ditemukan didaerah
dengan resim kelembaban xeric dari iklim mediteran dan resim kelembaban ustik
iklim sub humid dan semi arid. Andisol ditemukan pada semua topografi pada
kisaran elevasi 0 hingga lebih dari 3000 m di atas permukaan laut, namun
cenderung terdapat pada pegunungan dan berbukit pada lereng volkanik. Kadar C
organik andisol berkisar antara 0 hingga 200 g/kg dan memiliki pH 5,2
(Mukhlis, 2011).
Tanah Andosol di Indonesia memiliki kisaran pH yang cukup lebar yaitu
antara 3,4 sampai 6,7 dengan rata-rata 5,4. Namun kisaran pH antara 4,5 sampai
5,5 merupakan kisaran pH yang paling banyak sedangkan yang kedua terbanyak
adalah pada kisaran pH antara 5,5 sampai 6,5. Tanah Andosol ini berasal dari
daerah yang mempunyai curah hujan tinggi dengan bahan induk yang bersifat
(pH < 4,5) menandakan bahwa terdapat tanah Andosol di Indonesia yang
didominasi oleh kompleks logam-humus dengan kejenuhan basa rendah dan
kandungan aluminium yang tinggi. Tanah Andosol yang bersifat masam berasal
dari daerah bercurah hujan tinggi dan mempunyai bahan induk bersifat liparitik,
yaitu dari dataran tinggi Toba di Sumatera Utara.. Kapasitas tukar kation (KTK)
dari tanah Andosol di Indonesia bervariasi dari 6,5-52,0 cmol(+) kg-1 atau
bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi dengan nilai rata-rata 23,8
cmol(+) kg-1. Kandungan C-organik tanah Andosol yang dijumpai di Indonesia
bervariasi dari 1,24% sampai 22,46% (Sukarman dan Dariah, 2014).
Nilai KTK pada Andosol termasuk rendah dengan nilai kejenuhan
basanya sangat rendah. Hal ini diduga karena tanah Andosol telah mengalami
pelapukan lanjut serta berada pada daerah curah hujan yang tinggi sehingga
lapisan yang kaya bahan organik cepat tererosi (Sanchez, 1992).
B.Karakteristik dan Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Barasa, et al (2013) debu
vulkanik Gunung Sinabung dengan kedalaman 0,5-15 mm, memiliki kandungan
logam tembaga sangat rendah dan kandungan logam timbal berada pada kisaran
ambang batas. Umumnya kandungan logam boron lebih tinggi pada kedalaman
tanah 0-15 cm daripada kedalaman tanah 0-5 cm. Lahan yang terkena dampak
debu vulkanik karena kadar Cu, Pb, dan B masih berada dalam ambang batas
yang tidak membahayakan.
Erupsi Gunung Sinabung mengeluarkan material berupa debu vulkanik.
Sifat kimia debu vulkanik yang dikeluarkan saat erupsi diteliti oleh Sitepu (2011)
Tabel 1. Hasil Analisis Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitepu (2011) debu vulkanik
Gunung Sinabung dapat meningkatkan kadar unsur hara makro di dalam tanah
karena tingginya kadar sulfur yang ada pada debu vulkanik. Debu vulkanik
meningkatkan kadar Ca dan Mg, namun memiliki Kalium tanah yang lebih
rendah, hal ini disebabkan karena rendahnya kadar kalium tanah yang ada di
dalam debu vulkanik. Debu vulkanik juga meningkatkan kadar P-tersedia tanah,
hal ini disebabkan tingginya kadar posfor tanah yang ada pada debu vulkanik,
namun debu vulkanik tidak mengandung unsur N-total tanah. Semakin tinggi
kadar debu vulkanik yang ada akan meningkatkan kadar unsur hara makro tanah.
Menurut Sudirja dan Supriatna (2000).Belerang selama ini banyak digunakan
untuk menurunkan pH tanah. Belerang di dalam tanah secara perlahan akan
diubah menjadi asam sulfit, dan secara bertahap akan menurunkan pH tanah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Andreita (2011), bahwa
pemberian debu vulkanik berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah,
basabasa tukar, meningkatkan kejenuhan basa dan meningkatkan S-tersedia tanah.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andhika (2011), aplikasi debu vulkanik
Gunung Sinabung pada tanah dapat meningkatkan nilai Bulk Density dan Partikel
Density tanah, namun menurunkan porositas tanah.
C. Mikroorganisme
Organisme (mikroorganisme) tanah penting dalam kesuburan tanah karena
berperan dalam siklus energi, berperan dalam siklus hara, berperan dalam
pembentukan agregat tanah, menentukan kesehatan tanah (suppressive / conducive
terhadap munculnya penyakit terutama penyakit tular tanah-soil borne pathogen).
Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya, melainkan
juga pada cirri alami mikroorganisme yang menghuninya. Mikroorganisme yang
menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, actinomysetes, fungi, alga,
dan protozoa (Rao, 1994).
Akar mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Pengaruh yang paling kuat
adalah dalam rhizosfer, yaitu tanah sekitar permukaan akar dimana kumpulan
makanan dari tanaman merangsang fungi dan bakteri untuk meningkatkan
kepadatan populasinya 10 hingga 100 kali dibanding bagian-bagian tanah yang
lain. Dengan kata lain pada rhizosfer ini jumlah organismenya jauh lebih banyak
daripada bagian-bagian lainnya di tanah. Akar juga tempat hidup bakteri, fungi
dan hewan-hewan kecil yang hidup korteks. Beberapa diantaranya berbahaya,
lainnya adalah parasitik dan adapula yang bersifat simbiotik dengan tanaman
membantu memperoleh nutrisi. Dengan demikian organisme yang terdapat di
sekitar daerah perakaran mempunyai peranan untuk menyediakan hara bagi
zat-zat/senyawa tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme tanah. Diatas
semuanya itu perakaran dan lingkungan rhizosfer membantu sangat banyak pada
total mikroorganisme tanah dengan aktivitas biokimianya (Yulipriyanto, 2010).
Bakteri merupakan mikroorganisme dalam tanah yang paling dominan.
Dalam tanah yang subur terdapat 10-100 juta bakteri di dalam setiap gram tanah
tergantung dari kandungan bahan organik suatu tanah. Bakteri terdapat dalam
segala jenis tipe tanah tapi populasinya menurun dengan bertambahnya
kedalaman tanah (Rao, 1994).
D.Pengaruh Faktor Lingkungan
1. Pengaruh pH Tanah Terhadap Mikroorganisme Tanah
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran
total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti liat berat,
gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Mukhlis, 2007).
Selain itu pH tanah juga mempengaruhi jenis dan jumlah mikroorganisme
yang ada dalam tanah misalnya bakteri dan aktinomisetes di tanah biasanya lebih
banyak daripada cendawan, sehingga mikroba ini memerlukan suatu medium
yang mempunyai pH masam (4 sampai 5) untuk menghambat pertumbuhan
mikroba lain (Hastuti dan Rohani, 2007). Jika pH masam maka aktivitas
mikroorganisme akan menurun. Aktivitas mikroorganisme yang menurun
diakibatkan semakin sedikitnya mikroorganisme yang mampu bertahan hidup
pada pH tanah yang masam (Syahputra, 2007).
Lazimnya mikroorganisme tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7.
ada juga yang tumbuh pada pH 2 dan pH 10. Kelompok fungi dapat tumbuh pada
kisaran pH yang luas dan dapat tumbuh pada pH masam (Lay, 1994).
Bakteri hidup pada pH 5,5 dan Fungi hidup pada segala tingkat
kemasaman tanah (Hardjowigeno, 2007). Jumlah fungi tidak sebanyak bakteri dan
aktinomisetes tetapi ukurannya lebih besar. Kebanyakan spesies fungi lebih
toleran terhadap kemasaman dibandingkan bakteri dan aktinomisetes sehingga
pada tanah-tanah masam populasi fungi lebih banyak (Hanafiah, et al., 2009).
Penurunan jumlah jamur atau fungi dapat dipengaruhi oleh pH tanah. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008), didapatkan hasil bahwa dengan
meningkatnya pH tanah maka jumlah jamur yang terdapat dalam tanah tersebut
akan menurun. Dimana jamur biasanya paling suka dengan pH yang masam, akan
tetapi pada penelitian ini dengan kadar pH yang semakin meningkat maka jumlah
jamurnya juga akan menurun.
2. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Mikroorganisme Tanah
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa mikroorganisme tanah (bakteri,
fungi, aktinomisetes) memainkan peranan yang sangat penting pada proses
humifikasi, mineralisasi bahan organik tanah, sehingga menjadi unsur-unsur hara
yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Sehingga mikroorganisme
digolongkan ke dalam perekayasa kimia (Chemical engineer), karena mereka
berperan menguraikan sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati menjadi unsur-unsur
hara yang siap diserap oleh tanaman (Widyati, 2013). Semakin banyaknya bahan
organik sebagai suplai makanan atau energi di dalam tanah menyebabkan semakin
meningkatnya pertumbuhan populasi mikroorganisme yang kemudian akan
Bahan organik berperan penting dalam menentukan kemampuan tanah
untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Peran bahan organik adalah
meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan
kemampuan tanah memegang air, meningkatkan pori-pori tanah, dan
memperbaiki media perkembangan mikroba tanah. Tanah berkadar bahan organik
rendah berarti kemampuan tanah mendukung produktivitas tanaman rendah. Hasil
dekomposisi bahan organik berupa hara makro (N, P, dan K), makro sekunder
(Ca, Mg, dan S) serta hara mikro yang dapat meningkatkan kesuburan tanaman.
Hasil dekomposisi juga dapat berupa asam organik yang dapat meningkatkan
ketersediaan hara bagi tanaman (Kasno, 2009).
Bahan organik dapat memperkecil kerapatan dan berat isi tanah. Presentasi
Bulk Density akan besar apabila bahan organik yang terdapat pada tanah tersebut
sedikit, dan begitu juga sebaliknya (Hardjowigeno, 2007). Bahan organik tanah
mempengaruhi warna tanah, struktur tanah, pH tanah, dan kapasitas tukar kation
tanah. Jumlah dan sifat bahan organik sangat menentukan kesuburan dan
pembentukan tanah (Mukhlis, 2007).
Mikroba perombak bahan organik adalah kelompok mikroba yang
berperan mempercepat proses perombakan (dekomposisi) bahan organik yang
umumnya terdiri atas senyawa selulosa dan lignin yang dikenal dengan nama
lignoselulosa. Dalam proses perombakan bahan organik, mikroba yang berperan
sebagai perombak dapat berasal dari kelompok bakteri, cendawan dan
aktinomisetes yang akan bekerja secara sinergis dalam menghasilkan produk akhir
berupa humus yang stabil (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain). Mikroba dari
bahan organik dibandingkan dengan kelompok bakteri dan aktinomisetes
(Rosminik dan Yunarti, 2007).
3. Pengaruh Kapasitas Tukar Kation (KTK) Terhadap Mikroorganisme Tanah
Kation-kation yang diikat atau diadsobsi oleh koloid tanah dapat
digantikan oleh kation-kation lain, proses ini disebut pertukaran kation. Jumlah
total kation yang dapat di dalam tanah yang dapat dipertukarkan disebut kapasitas
tukar kation (KTK), dapat didefinisikan bahwa KTK adalah kapasitas atau
kemampuan tanah menjerap dan melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total
kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam
miliequivalen disingkat dengan m.e [m.e / 100g atau m.e (%) atau dalam satuan
internasionalnya Cmolc/kg]. Tanah-tanah yang mempunyai kadar liat/koloid yang
lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi memiliki KTK lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran) dan
kadar bahan organik rendah (Winarso, 2005).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu
menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK
rendah. Tanah memiliki nilai KTK yang tinggi bila didominasi oleh kation Ca,
Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah. Tetapi
bila didominasi oleh kation asam Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat
mengurangi kesuburan tanah. Selain itu tanah-tanah dengan kandungan liat atau
bahan organik tinggi mempunyai nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan
Kapasitas tukar kation mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas mikroorganisme di dalam tanah tergantung pada tekstur, bahan organik,
dan pH tanah. Semakin tinggi nilai kapasitas tukar kation maka tanah akan
semakin subur dan membuat aktivitas mikroorganisme semakin meningkat
(Hardjowigeno, 2007). Pertumbuhan bakteri akan optimum apabila tanah
memiliki pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH
(Simanungkalit et al, 2006).
4. Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Mikroorganisme
Lahar dan awan panas dapat menyebabkan kerusakan ekosistem
miroorganisme tanah. Mikroorganisme tanah seperti ectomycorhiza dan
endomycorhiza dapat musnah saat lahan tertutup lava pijar yang sangat panas
(Idjudin et al, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan Suriadikarta, et al (2011) Kabupaten
Magelang dan Boyolali merupakan daerah yang lebih banyak terkena awan panas
sedangkan daerah Sleman lebih karena lahar panas. Dari keduanya terlihat bahwa
pH daerah yang terkena awan panas bervariasi antara 4,8-5,9, sedangkan daerah
yang terkena lahar panas berkisar antara 6,1-6,8. Pada lahan dengan ketebalan
materi vulkan > 5 cm (daerah Turi, Sleman; Dukun, Magelang) tidak ada
pengaruh material vulkan terhadap keaneka-ragaman dan populasi fauna tanah
maupun mikroba tanah. Pada lahan dengan ketebalan materi vulkanik 5 - 10 cm
(daerah Balerante, Klaten; Selo, Boyolali) terlihat ada pengaruh material vulkanik
terhadap populasi fauna tanah tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap keragaman
fauna, selain itu tidak berpengaruh terhadap keragaman dan populasi mikroba
(daerah Kopeng, Kepuh Harjo, Cangkringan) hasil analisis biologi
memperlihatkan terjadi penurunan keragaman dan populasi mikroba tanah
terutama pada tanah lapisan atas, sedangkan keragaman dan populasi mikroba
pada tanah lapisan bawah tidak terlalu terpengaruh. Pada lahan dengan ketebalan
materi vulkanik ≥ 5 cm (daerah Turi, Sleman; Dukun, Magelang) total bakteri
dalam abu vulkanik mencapai 7,2 x 107 - 1,4 x 109 dan total fungi 1,3 x 103– 7,4
x 107 cfu/g. Sedangkan pada lapisan tanah dibawahnya total bakteri adalah
1,2–1,3 x 109 total fungi adalah 2,3 x 104– 1,1 x 109 cfu/g.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maira, et al (2014) sebelum
tertutup abu vulkanik dari Gunung Talang, pada tanah tersebut telah terdapat
mikrobia alami tanah, akan tetapi dengan penambahan lapisan abu akan
menyebabkan terjadinya penurunan populasi bakteri seiring dengan penurunan pH
larutan tanah. Sedangkan pada lapisan abu saja tanpa adanya tanah,
perkembangan mikrobia justru baik. Hal ini dapat disebabkan karena mikrobia
menggunakan mineral dari abu vulkanik sebagai sumber karbonnya.
E.Jumlah dan Aktifitas Mikroorganisme Tanah
Tanah merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai jenis
mikroba dengan morfologi dan sifat fisiologi yang berbeda-beda. Jumlah tiap
kelompok mikroba sangat bervariasi, ada yang hanya terdiri atas beberapa
individu, ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan per g tanah. Banyaknya
mikroba berpengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah serta pertumbuhan
tanaman. Dengan mengetahui jumlah dan aktivitas mikroba di dalam suatu tanah
dapat diketahui apakah tanah tersebut termasuk subur atau tidak karena populasi
suhu yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi ekologi tanah yang
mendukung perkembangan mikroba. Contoh tanah yang digunakan untuk
membuat seri pengenceran harus dalam keadaan alami dan tidak boleh
dikeringkan. Penyimpanan contoh tanah dalam kondisi lembap pada suhu kamar
tidak boleh melebihi satu hari karena mikroba akan berkembang biak pada kondisi
demikian (Hastuti dan Ginting, 2007).
Istilah aktivitas mikroba ini mengacu pada semua reaksi biokimia yang
dilakukan mikroba dalam tanah. Beberapa reaksi metabolisme seperti respirasi
dan panas yang ditimbulkan merupakan hasil dari aktivitas semua jenis mikroba
tanah (termasuk fauna), sedangkan beberapa reaksi seperti yang terkait dengan
aktivitas nitrifikasi hanya dilakukan oleh mikroba tertentu yang jumlahnya
terbatas. Hasil pengukuran aktivitas metabolisme mikroba di laboratorium dari
contoh tanah yang bebas dari flora dan fauna diasumsikan semuanya berasal dari
aktivitas mikroba, sedangkan hasil dari pengukuran di lapangan pada tanah alami
merupakan gambaran aktivitas dari semua organisme yang mendiami tanah
tersebut (Widyati, 2013).
Aktivitas mikroorganisme yang tinggi berhubungan dengan banyaknya
populasi mikroorganisme dan bahan organik sebagai sumber energi
mikroorganisme untuk melakukan aktivitas (Hanafiah, et al., 2009). Metode ini
didasarkan pada pengukuran CO2 di dalam tanah pada periode waktu tertentu.
Larutan NaOH atau KOH yang digunakan berfungsi sebagai penangkap CO2 yang
kemudian dititrasi dengan HCl. Jumlah HCl yang diperlukan untuk titrasi setara
dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme, produksi CO2 yang tinggi berarti
aktivitas mikoorganisme tanah juga tinggi (Sumariasih, 2003).
Kesuburan tanah dapat diprediksi dari jumlah populasi mikroba yang
hidup di dalamnya. Tingginya jumlah mikroba merupakan pertanda tingginya
tingkat kesuburan tanah, karena mikroba berfungsi sebagai perombak senyawa
organik menjadi nutrien yang tersedia bagi tanaman dan di dalam tanah
terkandung cukup bahan organik dan senyawa lainnya untuk pertumbuhan
mikroba. Tanah yang dirajai tumbuhan memiliki kandungan bahan organik dan
unsur hara makro lebih tinggi dibandingkan tanah tanpa tumbuhan. Tanah yang
ada tumbuhan pohon mengandung bahan organik atau unsur C yang umumnya di
atas 2,5% sedangkan C pada tanah tidak ada tumbuhan pohon, tetapi didominasi
alang-alang adalah di bawah 0,7%. Hal ini disebabkan antara lain bahan organik
yang dihasilkan pohon lebih mudah mengalami perombakan, bahan organik ini
dihasilkan dalam jumlah banyak, sehingga cukup tersedia untuk pertumbuhan dan
perkembangan mikroba tanah. (Purwaningsih, 2005).
Teknik pengenceran bertingkat dalam enumerasi mikroba pada media
cawan agar (plate count) merupakan teknik enumerasi mikroba tertua yang
sampai saat ini masih digunakan. Penemuan agar (polisakarida dari ganggang
laut) sebagai media padat sangat bermanfaat dalam mempelajari mikroorganisme
karena sifat-sifatnya yang unik, yakni mencair pada suhu 100oC dan membeku
pada suhu sekitar 40oC serta tahan perombakan oleh kebanyakan mikroorganisme.
Selain teknik enumerasi dengan cawan agar, penghitungan populasi mikroba
dengan teknik MPN (most probable number), khususnya untuk mikroba yang
ini dengan berbagai variasi cara perhitungan sesuai dengan jenis mikroba yang
dianalisis (Saraswati dan Sumarno, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ardi, (2009) jumlah total
mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh kelerengan dan kedalaman tanah.
Semakin tinggi kelerengan tanah jumlah total mikroorganisme akan semakin
sedikit dan sebaliknya, serta semakin dalam kedalaman tanah maka jumlah total
mikroorganisme akan semakin sedikit begitu juga sebaliknya.
F. Keadaan Umum Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada areal yang terkena debu vulkanik di Desa
Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Desa Sukanalu berjarak 3 km
dari Puncak Gunung Sinabung. Erupsi pertama kali terjadi di Desa Sukanalu pada
23 November 2013 yang ditandai dengan jatuhan lapili (batu kecil seukuran
0,5-1 cm) (Saputra, 2013). Untuk areal yang tidak terkena debu dilaksanakan di
Desa Kutagugung Kecamatan Nemanteran Kebupaten Karo. Desa Kutagugung
berjarak 5 km dari puncak Gunung Sinabung. Tanah di daerah hutan di desa
Kutagugung tidak terkena debu vulkanik. (Daulay, 2014).
Menurut klasifiasi iklim Schmidt-Ferguson, bulan kering adalah bulan
yang memiliki tebal curah hujan kurang dari 60mm, bulan lembab adalah
bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan antara 60mm – 100mm dan bulan basah
adalah bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan lebih dari 100 mm. Data
curah hujan Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (Lampiran 1) dengan
perbandingan bulan kering dan bulan basahnya adalah 16,6% yang
diklasifikasikan ke dalam iklim basah yang memiliki nilai antara 14,33%-33,3%
Curah hujan yang tinggi mengakibatkan banyak hara yang hilang terbawa
aliran air ke lapisan bawah dan ke samping sehingga kemasaman tanah
meningkat, kemudian timbul masalah keracunan Al. Pada umumnya konsentrasi
Al di lapisan bawah lebih tinggi dari pada di lapisan tanah atas, sehingga akar
tanaman cenderung menghindari Al yang beracun tersebut dengan membentuk
perakaran yang hanya menyebar di lapisan atas. Akibat berikutnya, akar tanaman
semusim yang menderita keracunan Al tersebut tidak dapat menyerap unsur hara
secara optimal, juga tidak dapat menyerap unsur hara yang berada di lapisan