• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kebijakan Publik Penelitian Implem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Kebijakan Publik Penelitian Implem"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK

IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN

DI DESA BAGAN DALAM

KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Muhammad Fahruza Logika Ginting Fredick Broven Ekayanta

Arya Pranata Ade Beby Yuliana

Ronny Ryelar Ricca Sophia

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK

IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN DI DESA BAGAN DALAM

KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA

Disusun Oleh: Kelompok 4

Nama NIM

Muhammad Fahruza 120906010

Logika Ginting 120906015

Fredick Broven Ekayanta 120906037

Arya Pranata 120906055

Ade Beby Yuliana 120906059

Ronny Ryelar 120906061

Ricca Sophia 120906066

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Mata Kuliah Pada tanggal: Januari 2014

Mengetahui Dosen Mata Kuliah

Zulkifli Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M.Si

Kepala Desa NIP: 197512222008121002

(3)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas rahmat dan berkatnya laporan akhir ini kami selesaikan.

Laporan akhir berjudul “Implementasi Penyaluran Program Raskin” ini diselesaikan guna memenuhi tugas akademik untuk mata kuliah Studi Kebijakan Publik. Laporan ini disusun berdasarkan penelitian dan pengamatan langsung melalui kuliah lapangan di Desa Bagan Dalam, pada 4-7 November 2013 lalu. Kemudian hasilnya dipadukan dengan konsep-konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan kebijakan publik dan implementasi kebijakan.

Rasa terima kasih kami ucapkan sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membimbing kami, Bapak Faisal Andri Mahrawa dan Yurial Arief Lubis, selanjutnya kepada pemerintah dan warga Desa Bagan Dalam yang telah menerima kami dengan hangat dan memberikan data-data yang kami butuhkan. Dan juga ucapan terima kasih kami kepada rekan-rekan seperjuangan di jurusan Ilmu Politik stambuk 2012.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca, khususnya penyusun guna mendapat bekal dan pengetahuan yang cukup di masa mendatang sebagai lulusan di bidang politik. Kepada Pemerintah Desa Bagan Dalam, sekiranya laporan ini dapat membantu mengevaluasi pelaksanaan penyaluran Raskin guna pengimplementasian yang semakin baik lagi kedepannya. Dan semoga laporan ini dapat menambah khazanah dan wawasan serta menambah literatur dan referensi bagi penelitian serupa di masa selanjutnya.

Medan, Januari 2014

(4)
(5)
(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Beras sebagai sumber karbohidrat menjadi bahan pangan pokok bagi 95% penduduk Indonesia dan menyumbang konsumsi energi dan protein lebih dari 55%. Konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia terus meningkat. Dari tahun 1971 hingga 2004 konsumsi tersebut meningkat dari 105 menjadi 128 kg/kapita/tahun.1

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan kemampuan atau sumber daya terhadap pemenuhan hal-hal pokok yang biasa dimiliki seperti pangan, papan, dan sandang. Kebutuhan pokok tersebut yang menentukan baik tidaknya kualitas hidup dalam masyarakat. Kemiskinan juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Terjadi fluktuatif data terhadap angka kemiskinan di Indonesia. Pada 2005 jumlah penduduk miskin di Indonesia 34,10 juta jiwa atau sekitar 15,97%. Sementara di 2006 meningkat menjadi 39,30 juta jiwa (17,75%). Angka tersebut kembali turun pada 2007 dan 2008 menjadi 16,58% dan 15,42%. Sehingga dibutuhkan program-program yang tepat sasaran dan tepat guna untuk terus menekan angka tersebut.

Salah satu fokus utama yang telah dipusatkan pemerintah Indonesia adalah masalah pangan. Salah satu tugas pemerintah adalah harus mampu menjaga ketahanan pangan bagi rakyat Indonesia. Krisis pangan sempat terjadi pada tahun 1998, ketika inflasi terjadi dan daya beli masyarakat turun. Ketika itu pula mencanagkan program

(7)

Operasi Pasar Khusus (OPK), cikal bakal program Raskin (beras untuk rumah tangga miskin).

Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal dari pelaksanaan Raskin yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasai Pasar Khusus (OPK). Kemudian diubah menjadi Raskin mulai tahun 2002. Raskin diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. 2

Raskin adalah bagian dari program penanggulangan kemiskinan yang berada pada kluster I, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi mayarakat kurang mampu. Raskin mempunyai multi fungsi, yaitu memperkuat ketahanan pangan keluarga miskin, sebagai pendukung bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendukung usaha tani padi dan sektor lainnya dan peningkatan pemberdayaan ekonomi daerah. Disamping itu Raskin berdampak langsung pada stabilisasi harga beras, yang akhirnya juga berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.3

Dalam rangka pelaksanaan program ini dibentuk tim koordinasi mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa/kelurahan. Desa Bagan Dalam di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara termasuk desa yang mendapat bantuan program Raskin setiap bulan. Pemerintahan desa mulai dari kepala desa hingga kepala dusun menjadi pelaksana teknis yang menerima Raskin dari Bulog dan menyalurkan kepada setiap keluarga.

2 http://www.bulog.co.id/sekilasraskin_v2.php

(8)

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana proses implementasi kebijakan program Raskin?

2. Apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi dalam proses implementasi ini? 3. Apakah proses penyaluran Raskin telah optimal bagi masyarakat?

1.3 Batasan Masalah

Sesuai dengan pembagian wilayah penelitian yang ditetapkan oleh dosen pembimbing dan untuk mempermudah penelitian agar hasil yang diperoleh lebih efektif dan akurat, lokasi penelitian untuk menjawab perumusan masalah diatas adalah Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Metodologi

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta, situasi, atau kejadian. Hasil penelitian yang ditekankan adalah memberikan gambaran atau penjelasan secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. (Nawawi, 1991:31).

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Sementara objek penelitian adalah perangkat-perangkat desa yang berkaitan langsung dengan proses penyaluran Raskin serta masyarakat sebagai penerima Raskin.

3. Teknik Pengumpulan Data

(9)

pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam penyaluran Raskin, serta masyarakat sebagai penerima bantuan tersebut. Teknik kepustakaan dilakukan dengan mencari data-data terkait dari literatur-literatur yang ada sebagai referensi untuk mendukung hasil penelitian. 4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Data yang telah didapatkan dari hasil penelitian di lapangan kemudian dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis dengan menggambarkan, menjelaskan, dan memberikan komentar dikaitkan dengan teori-teori pendukung mengenai kebijakan publik.

1.5 Sistematika Penyusunan

Sistematika penyusunan laporan akhir ini terdiri dari: 1. Bab I: Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, metodologi, dan sistematika penyusunan.

2. Bab II: Dasar Teori

Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori kebijakan publik yang terkait dan sesuai dengan penelitian tentang penyaluran Raskin.

3. Bab III: Tinjauan Umum

Bab ini berisi tentang sejarah dan gambaran umum mengenai Desa Bagan Dalam, selanjutnya gambaran mengenai implementasi program penyaluran Raskin. 4. Bab IV: Penutup

(10)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Teori-Teori Kebijakan Publik

Carl Friedrich mengatakan kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Dan Anderson berpendapat kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Mariyam Musawa, 2009:36).

Miftah Thoha berpendapat bahwa dalam arti yang luas, kebijakan mempunyai dua aspek pokok, yaitu:

a. Kebijakan merupakan praktik sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian suatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat.

b. Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan, baik untuk mendamaikan klaim dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan insentif terhadap tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menciptakan tujuan, akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha bersama tersebut.

Dari kedua aspek diatas dapat disimpulkan bahwa pada satu pihak, kebijakan dapat berbentuk suatu usaha yang kompleks dari masyarakat untuk kepentingan masyarakat, dilain pihak kebijakan merupakan suatu teknik atau cara untuk mengatasi konflik yang menimbulkan insentif. (Mariyam Musawa, 2009:37).

(11)

memberi perhatian terhadap sifat eksperimen dan cara mengukur kebijakan. Ia berhasil menggambarkan bagaimana rencana-rencana tindakan harus dipilih dari berbagai alternatif dan bagaimana mengamati berbagai akibat yang dapat digunakan sebagai uji coba yang tepat. Hasil buah pemikiran John Dewey tersebut kemudian digunakan oleh Harold Lasswell seorang eksperimentalis ilmupolitik yang pertama kali mempertajam ide ilmu kebijakan sebagai disiplin yang tidak terpisahkan dari disiplin ilmu-ilmu lain. Lasswell mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan proyek-proyek tertentu. Menurut pandangannya, kebijakan merupakan studi tentang proses pembuatan keputusan atau proses memilih dan mengevaluasi informasi yang tersedia, kemudian memecahkan masalah-masalah tertentu.

Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat. Akan tetapi, hanya pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut. (Mariyam Musawa, 2009:39).

2.2 Teori-Teori Implementasi Kebijakan

(12)

implementasi mulai marak, terutama karena fakta menunjukkan berbagai intervensi pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah sosial terbukti tidak efektif.

Hargrove menyatakan menyatakan selama ini studi tentang kebijakan publik hanya menitik beratkan pada studi tentang proses pembuatan kebijakan dan studi – studi tentang evaluasi, tapi mengabaikan permasalahan-permasalahan pengimplementasian. Proses administrasi antara formulasi kebijakan dan hasil kebijakan dianggap sebagai kotak hitam yang tidak berhubungan dengan kebijakan (terutama karena budaya administrasi di negara Inggris yang bersifat relatif tertutup). Sampai akhir tahun 1960-an anggapan umum adalah bahwa mandat politik dalam kebijakan sudah sangat jelas dan orang-orang administrasi akan melaksanakannya sesuai dengan yang diinginkan oleh “bos” mereka.

Dua perspektif awal dalam studi implementasi didasarkan pada pertanyaan sejauh mana implementasi terpisah dari formulasi kebijakan, yakni apakah suatu kebijakan dibuat oleh pusat dan diimplementasikan oleh daerah (top-down) atau kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang akan menjadi para pelaksananya (bottom-up). Padahal persoalan ini hanya merupakan bagian dari permasalahan yang lebih luas, yakni bagaimana mengidentifikasikan gambaran-gambaran dari suatu proses yang sangat kompleks, dari berbagai ruang dan waktu, serta beragam aktor yang terlibat di dalamnya.

(13)

kontrol dan komando yang mirip dengan top down approach) dan the market approach (pendekatan pasar yang mirip dengan bottom up approach).

Penjelasan tentang pendekatan top down awalnya adalah pendekatan yang paling banyak digunakan oleh pembuat kebijakan publik, walaupun dikemudian hari terdapat pula kelemahan-kelemahan dalam pendekatan ini sehingga menimbulkan perdebatan-perdebatan yang menghasilkan pendekatan baru bernama bottom up approach. Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan dilakukan secara

tersentralisasi dan dimulai dari aktor di tingkat pusat, serta keputusannya pun dilakukan pada tingkat pusat. Pendekatan ini bertitik tolak pula dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan publik) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat pada level dibawahnya. Inti pendekatan ini secara sederhana dapat dimengerti sebagai sejauh mana tindakan para pelaksana (admnistrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat pusat. Maka untuk memahami pendekatan yang kedua yaitu bottom up, pada intinya bertitik tolak pada asumsi-asumsi yang sama dan memahaminya adalah secara terbalik dari apa yang kita pahami pada pendekatan top down.

(14)

waktu, hampir mustahil dicapai, karena yang dikembangkan tak lebih hanya akan menjadi teori “tindakan” atau teori “melaksanakan” bukan teori Implementasi Kebijakan.

Secara umum yang membuat perbedaan pendekatan dalam teori implementasi ini berkaitan dengan :

1. Keragaman isu-isu kebijakan, atau jenis kebijakan. Isu atau jenis kebijakan yang berbeda menghendaki perbedaan pendekatan pula, karena ada jenis kebijakan yang sejak awal diformulasikan sudah rumit karena melibatkan banyak faktor dan banyak aktor, dan ada pula yang relatif mudah. Kebijakan yang cakupannya luas dan menghendaki perubahan yang relatif besar tentu cara implementasi dan tingkat kesulitannya akan berbeda dengan kebijakan yang lebih sederhana.

2. Keragaman konteks kelembagaan, yang bisa meluas menyangkut pertanyaan sejauh mana generalisasi dapat diterapkan pada sistem politik dan konteks negara yang berbeda. Kebijakan yang sama dapat diimplementasikan dengan cara yang berbeda bergantung pada sistem politik serta kemampuan sistem administrasi negara yang bersangkutan.

Dalam sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan pelaksanaan kebijakan tersebut hari demi hari sehingga menuju kinerja kebijakan. Implementasi tersebut dapat melibatkan banyak aktor kebijakan sehingga sebuah kebijakan bisa menjadi rumit. Kerumitan dalam tahap implementasi kebijakan bukan hanya ditunjukkan dari banyaknya aktor kebijakan yang terlibat, namun juga variabel-variabel yang terkait di dalamnya.

(15)

1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

3. Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

(16)
(17)

BAB III

TINJAUAN UMUM DESA BAGAN DALAM

3.1 Profil Desa

Desa Bagan Dalam berada pada wilayah administratif Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. (berdasarkan Peraturan Daerah Batu Bara Nomor 2 Tahun 2011 tentang pemekaran desa).

Sejak 2011 Desa Bagan Dalam terbagi menjadi Desa Bagan Dalam dan Desa Suka Jaya. Desa Bagan Dalam berdiri sejak tahun 1960, “Bagan” artinya tempat persinggahan, “Dalam” maksudnya adalah lokasi desa ini terletak agak jauh dan kedalam.

Sebelum tahun 2011, Desa Bagan Dalam ini memiliki luas sekitar 250 Ha. Sebelum pemekaran, jumlah penduduknya sekitar 9.500 jiwa.

Letak geografis Desa Bagan Dalam sebelum pemekaran adalah :

• Utara berbatasan dengan Sungai Batubara kiri.

• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.

• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.

• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.

(18)

penduduk Desa Bagan Dalam setelah pemekaran sekitar 4.126, terdiri dari 2.200 laki-laki, 1.894 perempuan, dan berjumlah 1.270 Kepala Keluarga (data per September 2013). Letak geografis Desa Bagan Dalam setelah pemekaran adalah :

• Utara berbatasan dengan Desa Suka Jaya.

• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.

• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.

• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.

Berikut adalah susunan Pemerintah Desa Bagan Dalam:

• Kepala Desa : Zulkifli

• Sekertaris Desa : Fahrul Rozi

• Kaur Pemerintahan : Effendi

• Kaur Umum : Mulia

• Kaur Kesra, Ekonomi : Nuraisyah Tanjung, Nazmi

• Operator Komp : Tiwani

Desa Bagan Dalam juga terdiri dari 10 Dusun,berikut adalah Nama Kepala Dusun didesa Bagan Dalam.

• Dusun 1 : Bakrie Ay

• Dusun 2 : Saharudin

(19)

• Dusun 4 : Saharawati

• Dusun 5 : Faridawati

• Dusun 6 : Ramlan

• Dusun 7 : Yus Ardiansah

• Dusun 8 : Khodijah

• Dusun 9 : Aina Sabar

• Dusun 10 : Khairun

Sementara BPD di desa Bagan dalam berjumlah 7 orang , 1 orang sebagai Ketua, 1 orang sebagai wakil Ketua, 1 orang sebagai Bendahara,1 orang lagi menjadi Sekretaris dan 3 orang lagi menjadi anggota. Pemilihan anggota BPD secara musyawarah di Balai desa, anggota BPD berjumlah 7 orang setelah dilakukan pemekaran, sebelum pemekaran ada 13 orang yang menjadi anggota. Yang memilih BPD yaitu tokoh pemuda, tokoh agama, organisasi masyarakat, dan masyarakat.

Tugas BPD mengawasi kinerja kepala desa, tiap akhir tahun atau di akhir masa jabatan BPD menerima laporan kinerja kepala desa dan meminta pertanggungjawaban dari kepala Desa. BPD kita perkotaan seperti di kota Medan sangat penting dalam menyelesaikan tugasnya, berbeda dengan di desa yang kerjanya hanya transparan.

(20)

Kebijakan pengadaan raskin merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam menjaga ketahanan pangan (PP No 68 Tahun 2002) bagi rakyat Indonesia, terutama untuk keluarga miskin. Dasar hukum kebijakan ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) No 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, dilanjutkan dengan Instruksi Presiden (Inpres) No 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Adapun penyalur utama kebijakan ini adalah Perum Bulog (sesuai PP No 61 Tahun 2003).

Desa Bagan Dalam menjadi salah satu penerima program/kebijakan ini, seperti desa-desa lainnya. Ketentuan pelaksanaan kebijakan ini telah ditetapkan oleh pusat. Namun, dengan alasan pemerataan, Pemerintah Desa Bagan Dalam sepakat dengan warganya bahwa aturan teknis pendistribusian Raskin ini dilaksanakan sesuai mufakat yang disetujui di Desa Bagan Dalam. Implementasi pendistribusian/penyaluran Raskin kepada masyarakat Desa Bagan Dalam dilaksanakan berdasarkan Keputusan Kepala Desa Bagan Dalam Nomor: 11/SK/BD/2013.

Penyaluran Raskin ini kemudian dilaksanakan oleh panitia yang terdiri dari kepal desa sebagai ketua, sekretaris desa sebagai sekretaris, kaur kesra sebagai anggota.

Berikut adalah tugas pelaksana distribusi Raskin sesuai dengan yang tercantum dalam Keputusa Kepala Desa diatas:

a. Memeriksa dan menerima/menolak raskin dari Satuan Kerja Raskin di titik distribusi;

(21)

c. Menerima hasil penjualan beras (HPB) raskin dari RTS-PM secara tunai dan menyetorkan ke BRI Unit Tanjung Tiram atau langsung kepada Satker Raskin;

d. Menyelesaikan administrasi penyaluran Raskin yaitu Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Daftar Realisasi Penjualan Beras sesuai model DPM-2 serta melaporkan ke Tim Koordinasi Raskin Kecamatan;

e. Memfasilitasi pelaksanaan Musyawarah Desa (Mudes) guna menetapkan data RTS-PM

Sementara teknis pelaksanaan penyaluran Raskin ini disampaikan oleh Kepala Desa Zulkifli seperti berikut:

“Raskin datang dari Bulog ke dalam desa, BPD datang ke kepala-kepala dusun untuk mengecek berapa jumlah kepala keluarga dan berapa goni beras yang akan dibagikan. Setelah pembagian, anggota BPD mengecek ke dusun-dusunn siapa yang belum mendapatkan raskin tersebut. Kadang ada warga yang tidak mendapatkan raskin dikarenakan pada waktu kepala dusun mendata warga sedang tidak ada di tempat. Bagi warga yang belum mendapatkan raskin dapat melapor kepada BPD dan kemudian BPD akan melapor ke kepala desa. Raskin yang diantar dari Bulog ke desa kemudian diambil oleh Kepala Desa serta BPD yang mengawasinya.”

Mengenai pembiayaan ia menjelaskan seperti berikut:

(22)

Alasan Desa Bagan Dalam memutuskan setiap kepala keluarga mendapatkan Raskin dijelaskan seperti berikut:

“Di Desa Bagan Dalam raskin belum tepat sasaran. Raskin dapat dibagikan dengan syarat harus mendapat BLT terlebih dahulu. Namun sebagian besar warga tidak mendapatkan BLT. Kemudian diratakan kepada warga dan dibagikan 7,5 kilogram per KK, di Desa Bagan Dalam orang kaya juga mendapatkan beras miskin. Bahkan orang yang mampu yang mendapatkan BLT dan bisa mendapatkan raskin. Akhirnya di lakukan musyawarah agar semua masyarakat desa Bagan Dalam mendapatkan raskin dengan meratakan semua jumlah beras yang sebesar 7,5 kilogram. Dalam musyarawah kebijakan tersebut disetujui oleh tokoh agama, tokoh pemuda, dan masyarakat organisasi.”

Berikut ini juga penjelasan dari Kepala Dusun X Khairun terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan kebijakan raskin di Desa Bagan Dalam.

“Tugas saya sebagai Kadus dalam pembagian raskin adalah sebagai penyalur. Biaya raskin kepada Bulog biasanya didahulukan oleh Kadus, biaya yang ditetapkan pemerintah Rp 1.600/kg sedangkan biaya yang dikutip kepada warga adalah Rp 2.000/kg, dengan rincian 1.600/kg diberikan kepada Bulog, Rp 200,- untuk transportasi di pedesaan, dan Rp 200,- untuk biaya pengelola, jadi setiap bulannya masyarakat desa dikutip Rp 15.000/ 7,5kg beras untuk masing-masing KK. Kebijakan ini didiskusikan oleh masyarakat dan perangkat desa, sehingga tidak ada masyarakat yang merasa keberatan dengan biaya tambahan ini. Tapi, ada juga warga yang terlambat mengambil raskin dengan alasan tidak memiliki uang.

(23)

3.3 Kajian Teori terhadap Pelaksanaan Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam

Sesuai dengan pendapat Miftah Thoha, Pemerintah Republik Indonesia melihat kesulitan yang dialami oleh masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok yakni beras. Kesulitan tersebut akibat kurangnya daya beli yang dimiliki oleh masyarakat. Di lain sisi, tugas pemerintah lah untuk meringankan beban dan membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut. Artinya kebijakan penyaluran Raskin adalah suatu respon dari pemerintah terhadap kejadian yang terjadi di masyarakat, dan respon tersebut ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.

Dalam kebijakan ini, pemerintah pusat telah menetapkan rambu-rambu yang harus diikuti oleh pelaksana-pelaksana terkait. Ini dibutuhkan karena program ini bersifat nasional dan meyeluruh untuk seluruh wilayah di Indonesia. Megingat luasnya wilayah Indonesia, Perum Bulog ditunjuk menjadi pelaksana pengimplementasian program ini. Perum Bulog pun disusun berjenjang mulai dari pusat hingga sub divisi regional. Berdasarkan pengumpulan data, diketahui Pemerintah Desa Bagan Dalam menerima pasokan raskin setiap bulannya dari Bulog Asahan. Mengingat Kabupaten Batubara belum memiliki Bulog sendiri, dan sebelumnya wilayah Kabupaten Batubara merupakan bagian dari Kabupaten Asahan. Selanjutnya pengelolaan penyaluran kepada setiap kepala keluarga menjadi wewenang dan hak desa. Bagan Dalam sendiri telah menyepakati setiap kepala keluarga mendapat jatah. Kesepakatan tersebut berdasarkan musyawarah desa yang dirembugkan sebelumnya.

(24)

(desa) pun memiliki hak untuk menentukan aturan penyaluran kepada objek atau sasaran, yaitu masyarakat. Hak desa ini terlihat terbitkan Peraturan Kepala Desa mengenai implementasi program ini. Disebut dengan pendekatan top down karena proses formulasi kebijakan ini ditentukan oleh pusat.

Proses implementasi terhadap sebuah kebijakan atau program tak selamanya terlaksana sesuai dengan rencana saat proses formulasi. Sesuai dengan pandangan Van Meter dan Van Horn, kita dapat menilai apakah implementasi tersebut akan berhasil sesuai dengan hal-hal yang mempengaruhinya.

1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar program penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam cukup jelas. Aturan tertulis dan teknis pelaksanaan secara rinci telah dipaparkan diatas. Sementara sasaran kebijakan adalah keselurah kepala keluarga di desa tersebut. Dengan disepakatinya seluruh masyarakat desa memperoleh bantuan ini maka tidak akan ada istilah salah sasaran dalam proses pengimplementasiannya.

2. Sumber daya. Karena dilaksanakan oleh satuan pemerintahan terkecil, wilayah menjadi lebih kecil dan mudah untuk menjangkau keseluruhan. Hal ini tak membuat Pemerintah Desa Bagan Dalam kesulitan dalam hal sumber daya, baik sumber daya manusia maupun modal.

(25)

4. Karakteristik agen pelaksana. Pengimplementasian progam Raskin ini bukan sesuatu hal yang sulit. Rincian pelaksanaan teknis jelas sehingga memudahkan agen-agen pelaksana. Yang sulit hanya dalam bagian administrasi, teutama keakuratan data.

5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Musyawarah desa menghasilkan kesepakatan semua kepala keluarga mendapat bantuan. Ini karena kondisi ekonomi masyarakat Desa Bagan Dalam seluruhnya kurang mampu dan membutuhkannya. Kondisi demikian adalah kondisi yang tepat dan memang seharusnya menjadi sasaran bagi program ini.

(26)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah:

1. Program penyaluran Raskin adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Namun sebagai pelaksana teknis (pembagian langsung kepada masyarakat) dilaksanakan oleh pemerintahan di tingkat paling rendah, yaitu kelurahan atau desa.

2. Implementasi kebijakan ini cukup jelas, baik dasar hukum dan aturan teknis pelaksanaannya. Demikian juga dampaknya kepada masyarakat. Implementasi sebuah kebijakan harusnya benar, logis, dan punya manfaat kepada masyarakat. Fakta di lapangan menunjukkan masyarakat merasa terbantu atau setidaknya meringankan beban terhadap pemenuhan kebutuhan beras. Satu-satunya masalah adalah data yang belum akurat, dimana masih banyak masyarakat kurang mampu yang belum masuk di data pemerintah.

3. Raskin awalnya dijatah oleh Bulog sebesar 15 kg per kepala keluarga. Namun, dengan alasan masih banyak masyarakat Desa Bagan Dalam yang kurang mampu tapi tidak terdata sehingga tak memperoleh bantuan, disepakati setiap masyarakat mendapat dengan menyiasati pembagian merata kepada seluruh masyarakat dengan nominal 7,5 kg per kepala keluarga. Dana yang dikutip oleh panitia penyalur sebesar Rp 2.000.

(27)

Masih ditemukan beberapa kekurangan dalam program penyaluran Raskin ini. Yang pertama adalah data. Desa Bagan Dalam memutuskan seluruh kepala keluarga mendapatkan bagian dikarenakan seluruh masyarakat dikategorikan sebagai masyarakat yang kurang mampu dan berhak untuk mendapat bantuan. Sementara Bulog hanya menyalurkan Raskin sesuai data penerima program BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) sebelumnya. Data tersebut kurang lengkap karena banyak masyarakat Desa Bagan Dalam yang tidak terdata sebagai masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah Desa Bagan Dalam sebaiknya mencermati ini dan melaporkan ke tingkat yang lebih atas agar dilakukan pendataan ulang. Sehingga seluruh masyarakat dapat menerima bantuan yang lebih merata, karena itu juga merupakan hak setiap masyarakat. Ini juga menjadi pekerjaan rumah pemerintah pusat yang harus dibereskan, mengenai data dan administrasi. Sudah terlalu sering permasalahan ini terjadi terhadap beberapa program-program pemerintah, terutama program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alimoeso, Sutarto, 2012, Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012.

2. Dwi Kususmawhardani, Astrida, Skripsi: Studi Implementasi Kebijakan Beras untuk Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Barusari Semarang. Semarang, 2008.

3. Munthe, Hikmah, Skripsi: Evaluasi Program Beras Miskin di Lingkungan X Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota. Medan, 2009.

4. Musawa, Mariyam, Tesis: Studi Implementasi Program Beras Miskin di Wilayah Kelurahan Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Semarang, 2009.

5. Setiana, Adang, 2012, Bahan Presentasi TNP2K. Jakarta, Juli 2012.

6. www.bulog.co.id

(29)

LEMBAR PENILAIAN KULIAH LAPANGAN

Berdasarkan kuliah lapangan yang dilakukan oleh:

 Nama Mahasiswa :...

 NIM :...

 Lokasi : Desa Bagan Dalam, Kec Tanjung Tiram, Kab Batubara

 Kisaran Penilaian : 100 ≥ A ≥ 80 , 80 ≥ B ≥ 60 , C < 60 Kriteria Penilaian

I. Inovasi dan Kreativitas :... II. Kerjasama :... III. Disiplin :... IV. Presentasi :... V. Penulisan Laporan :...

Jumlah ...

Rata-Rata ...

(...) Catatan:... ...

Medan, Januari 2014 Dosen Mata Kuliah

Referensi

Dokumen terkait

Eventually, this report is to fulfill the requirement of final report subject at State Polytechnic of Sriwijaya, which is entitled “Designing Bejajan Pagi Morning

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris dan memastikan pengaruh signifikansi antara pengetahuan kewirausahaan dan menganalisis minat berwirausaha

Psikologi mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor- faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam kelompok atau golongan karena psikologi

Disamping itu, berbagai fungsi khusus pada mesin Milling, seperti fungsi koordinasi untuk perubahan bidang interpolasi, fungsi copying yang berperan penting dalam pembuatan

Hasil : Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan pengujian hipotesis Wlicoxon, yaitu hasil analisa pada variabel sikap dan tingkat pengetahuan

(Amir, 2017). Banyaknya materi yang harus dipelajari membuat siswa rendah akan mengingat apa saja materi yang sudah dipelajari. Hal ini menyebabkan daya ingat

Berdasarkan hasil pengujian serta analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini membuktikan bahwa pengalaman merek dan citra merek secara simultan berpengaruh

[r]