BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Uraian Teoritis
2.1.1 Karakteristik Pemerintah Daerah
Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011) mendefinisikankarakteristik
pemerintah daerah merupakan ciri-ciri khusus yang melekatpada pemerintah
daerah, menandai sebuah daerah, dan membedakannyadengan daerah lain.
Karakteristik pemerintah daerah merupakan ciri-cirikhusus yang melekat pada
daerah, menandai sebuah daerah danmembedakannya dengan daerah lain.
Mustikarini dan Fitriasasi (2012) meneliti tentang karakteristik
pemerintahdaerah dengan menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah
yangdiproksikan dengan total aset, tingkat kekayaan daerah yang
diproksikandengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tingkat ketergantungan
kepadapemerintah pusat yang diproksikan dengan Dana Alokasi Umum
(DAU),belanja daerah. Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011) menggunakan
size,jumlah SKPD, dan status daerah sebagai proksi dari karakteristikpemerintah
daerah.
1. Tingkat Kekayaan Daerah
Kekayaan Pemda menggambarkan tingkat kemakmuran daerah
tersebut (Sinaga 2011). Kekayaan Pemda diproksikan dengan
pendapatan asli daerah (PAD). PAD sebagai salah satu penerimaan
yang utama adalah pajak dan retribusi daerah yang berasal dari
masyarakat masing-masing daerah. Dengan demikian, semakin besar
PAD maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar
pajak dan retribusi daerah, sehingga Pemda akan terdorong untuk
melakukan pengungkapan secara lengkap pada laporan keuangannya
agar transparan dan akuntabel. Mustikarini dan Fitriasasi (2012)
menggunakan PAD dibandingkan dengan total pendapatan sebagai
proksi pengukuran tingkat kekayaan daerah. Menurut UU No. 33
Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Maka pada penelitian ini variabel
tingkat kekayaan diukur dengan rumus :
�� = � ℎ �
2. Tingkat Ketergantungan pada Pusat
Pada penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012), tingkat
ketergantungan dengan pusat diukur dengan besarnya Dana Alokasi
Umum (DAU) dibandingkan dengan total pendapatan.Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. DAU diberikan pemerintah pusat untuk
membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan
PAD-nya. DAU ini bersifat Block Grant yang artinya penggunaan
DAU diserahan kepada pemerintah daerah sesuai dengan prioritas,
kepentingan, dan kebutuhan daerah masing-masing yang bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan publik dalam rangka melaksanakan
otonomi daerah. Pemerintah pusat akan memantau pelaksanaan alokasi
DAU sehingga dapat memacu pemerintah daerah agar meningkatkan
kinerjanya. Hal ini sejalan dengan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Indararti (2011) yang mengungkapkan bahwa terdapat
korelasi antara DAU dengan kinerja keuangan daerah. Begitu juga
dengan penelitian Virgasari (2009) yang menyimpulkan bahwa DAU
memiliki korelasi yang signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah. Maka variabel tingkat ketergantungan pada pusat
diukur dengan rumus :
� =� �
3. Belanja Modal (X4)
Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 belanja modal adalah total
belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
dan aset tetap lainnya. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran
untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu
sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait
dengan pengadaan /pembangunan aset sampai aset tersebut siap
digunakan.Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian
belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris
yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk
di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang
sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Kementrian Keuangan
Republik Indonesia melalui Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan
(2012) menyatakan rasio belanja modal terhadap total belanja daerah
mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk
membiayai belanja modal. Dimana realisasi belanja modal akan
memiliki multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian
daerah. Maka pada penelitian ini variabel belanja modal diukur dengan
rumus :
2.1.2 Hasil Pemeriksaan Audit BPK
Audit adalah proses pemeriksaan yang dilakukan secara sistematik untuk
mengetahui bagaimana sesungguhnya pelaksanaan ditetapkan (Pramono,2008).
Keyakinan publik pada keandalan laporan keuangan yang dihasilkan secara
internal bergantung secara langsung pada validasi oleh auditor ahli yang
independen. Audit dilakukan oleh auditor internal dan auditor eksternal. Audit
eksternal juga disebut sebagi audit independen karena dilakukan oleh kantor
akuntan publik yang independen dari manajemen perusahaan kliennya.
Undang-Undang No.15 tahun 2004 (UU No.15/2004) tentang
PemeriksaanPengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan
bahwaPemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasiyang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional
berdasarkanstandar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas,dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawabkeuangan negara.
Pemeriksaan keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan(BPK) dan terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja
danpemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil dari pemeriksaan yang
dilakukanBPK tersebut berupa opini, temuan, kesimpulan atau dalam
bentukrekomendasi. Pada penelitian ini hasil pemeriksaan audit yang digunakan
sebagai variabel yakni :
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK
terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan
suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian yang
dilakukan oleh Bernstein (2000), menyimpulkan adanya hubungan
antara pengukuran kinerja pemerintah daerah dan sistem pengawasan,
termasuk audit kinerja dan evaluasi program. Semakin banyak
pelanggaran yang dilakukan pemerintah daerah menggambarkan
semakin buruknya/semakin tidak efisien kinerja pemerintah daerah
tersebut.Pada penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012), temuan
audit BPK diukur dengan temuan audit (dalam rupiah) dibandingkan
dengan total anggaran belanja. Konsisten dengan penelitian yang
dilakukan Mustikarini dan Fitriasasi (2012), variabel temuan audit
BPK penelitian ini menggunakan rumus :
= ℎ
2. Opini Audit
Opini merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan
pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan. Opini BPK dapat menjadi tolak ukur
(indikator) untuk menilai akuntabilitas sebuah entitas pemerintah.
Opini ini dapat menaikkan ataupun menurunkan tingkat kepercayaan
diaudit, dalam hal ini entitas pemerintah daerah. Dengan kata lain,
Jika sebuah daerahmendapatkan opini audit yang positif maka akan
meningkatkan tingkatkepercayaan pemangku kepentingan atas
pelaporan keuangan. Sebaliknyajika opini audit yang didapatkan
negatif maka akan menurunkankepercayaan pemangku kepentingan
atas pelaporan keuangan.
Pada penelitian ini opini audit yang mendapatkan WTP dan WDP
akan diberi nilai 1 dan yang mendapatkan nilai selain WTP dan WDP
akan diberi nilai 0
2.1.3 Kinerja Pemerintah Daerah
Kinerja pemerintah daerah adalah realisasi pengeluran (output) terhadap
realisasi penerimaan. Penggunaan rasio efisiensi yang digunakan dalam mengukur
kinerja keuangan pemerintah daerah dalam penelitian ini didasarkan pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Sumarjo, 2010). Kinerja keuangan
dikatakan efisien apabila rasio yang dihasilkan semakin kecil, sedangkan kinerja
dikatakan tidak efisien apabila rasio yang dihasilkan semakin besar.
Pengukuran kinerja organisasi merupakan komponen penting yang
memberikan motivasi dan arah serta umpan balik terhadap efektivitas perencanaan
dan pelaksanaan proses perubahan dalam suatu organisasi. Mardiasmo (2006),
sektor publik tidak bisa lepas dari kepentingan umum sehingga pengukuran
kinerja mutlak diperlukan untuk mengetahui seberapa berhasil misi sektor publik
Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud,
yakni :
1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk
dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program
unit kerja.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber
daya dan pembuatan keputusan
3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan (Ulum, 2009).
Dalam pengukuran kinerja Pemda, digunakan istilah Indikator Kinerja
Kunci (IKK) untuk operasionalisasi evaluasi atas aspek-aspek umum yang
disepakati oleh para pengambil kebijakan. IKK menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 73 Tahun 2009 adalah indikator kinerja utama yang mencerminkan
keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
2.2Penelitian Terdahulu
Mustikarini dan Fitriasari (2012) melakukan peneitian dengan judul
“Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2007”.
Daerah, Tingkat Ketergantungan pada Pusat, Belanja modal dan Temuan audit.
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ukuran, tingkat kekayaan dan tingkat kertergantungan pada
pusat berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah, sedangkan belanja modal
dan temuan audit berpengaruh negatif terhap kinerja pemerintah daerah.
Santosa dan Rahayu (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Dalam
Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kediri”. Variabel
independennya adalah pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB. Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda.
Hasil dari penelitian ini adalah variabel Pengeluaran Pembangunan, Penduduk,
PDRB memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap PAD. Adapun yang
mempunyai pengaruh paling besar yaitu variabel penduduk sebesar 8,049.
Sinaga dan Prabowo (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaporan Keuangan Di Internet Secara
Sukarela Oleh Pemerintah Daerah”. Variabel independennya adalah kompetisi
politik, ukuran pemerintahan daerah, leverage, kekayaan pemerintahan daerah,
dan tipe pemerintahan daerah. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis regresi logistik (Logistic Regression). Hasil dari penelitian ini
adalah jenis pemerintah Kabupaten signifikan berpengaruh negatif terhadap
pelaporan keuangan internet secara sukarela oleh pemerintah daerahdan faktor
pelaporan keuangan internet secara sukarela oleh pemerintah daerah secara
signifikan.
Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011) melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kepatuhan
Pengungkapan Wajib Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”. Variabel
Independennya adalah Ukuran Daerah (Size), Jumlah SKPD dan Status
Daerah.Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi berganda. Hasil peneltian menunjukkan bahwa jumlah anggotaparlemen
sebagaivariabel kontrolmerupakan prediktorsignifikanuntuk
tingkatkepatuhanpengungkapanwajibterhadapSAP,
sementaraukuran,jumlahSKPD, dan jenispemerintah daerah tidak
mempengaruhikepatuhanpengungkapanwajiblaporan keuangan
Sumardjo (2010) melaukan penelitian dengan judul “Pengaruh
karakteristik pemerintah daerah terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah
(Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia)”. Variabel
independennya adalah Ukuran Pemerintah Daerah, Kemakmuran Pemerintah
Daerah, Ukuran Legislatif , leverage, intergovernmental revenue. Teknik analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil dari
penelitian ini adalah ukuran (size) pemerintah daerah, leverage, dan
intergovermental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tahun Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
2005 Purbayu
daerah (pad) dan
faktor-faktor
penelitian ini
adalah variabel
Pengeluaran
Pembangunan,
Penduduk,
PDRB memiliki
pengaruh yang
sangat kuat
terhadap PAD.
Adapun yang
mempunyai
pengaruh paling
besar yaitu
daerah terhadap
Variabel
independen :
Ukuran
Pemerintah
Hasil penelitian
ini ukuran (size)
pemerintah
Kinerja keuangan
pemerintah
daerah
(Studi Empiris
pada Pemerintah
Daerah
terhadap kinerja
keuangan
daerah, dan tipe
daerah
Dan faktor lain,
sepertikompetisi
politik , ukuran,
leverage,
kekayaan , tidak
Kinerja
2007 (Simposium
Nasional
dan temuan audit
berpengaruh
Daerah Otonomi
Baru di Indonesia
Variabel
pusat, opini audit
dan temuan audit
Variabel
dependen :
kinerja
pemerintah
daerah
kepada
pemerintah pusat
berpengaruh
signifikan
terhadap kinerja
pemerintah
daerah.
Sedangkan opini
audit dan temuan
audit juga
berpengaruh
signifikan
terhadap kinerja
pemerintah
daerah otonomi
baru.
2.3Kerangka Konseptual
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik pemerintah
daerah dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Mustikarini dan Fitriasasi
(2012). Karakteristik pemerintah daerah terdiri dari ukuran, tingkat kekayaan,
Skor Kinerja Pemerintah
Daerah
Hasil Pemeriksaan Audit
Opini Audit TemuanAudit Karakteristik Pemerintah
Tingkat Kekayaan Daerah
Tingkat Ketergantungan pada Pusat
Belanja Modal
audit merupakan variabel tambahan. Berikut ini adalah kerangka pemikiran yang
menggambarkan model penelitian dan hubungan antar variabel yang digunakan
dalam penelitian.
H1
H2
H3
H4
H5
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab rumusan masalah, yaitu
menguji Apakah karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit
BPK berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah. Karakteristik Pemerintah
daerah terdiri dari Tingkat Kekayaan Daerah, Tingkat Ketergantungan pada Pusat
dan Belanja Daerah, sedangkan Hasil pemeriksaan audit BPK terdiri dari Temuan
1. Pengaruh tingkat kekayaan daerah terhadap skor kinerja pemerintah daerah
Tingkat kekayaan daerah dicerminkan dengan peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Penelitian Saragih (2003) dalam Sumarjo (2010) menyatakan
bahwa peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan yang positif akan mendorong investasi yang juga
mendorong peningkatan perbaikan infrastruktur daerah. Peningkatan
infrastruktur daerah diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan publik
yang mencerminkan kinerja pemerintah daerah. Penelitian tentang PAD
pernah dilakukan oleh Indrarti (2011) dan Virgasari (2009) yang
mengungkapkan bahwa terdapat korelasi positif antara PAD dengan kinerja
keuangan daerah. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar
total PAD maka dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Dari uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H1: Tingkat kekayaan daerah
memiliki pengaruh positif terhadap skor kinerja pemerintah daerah
2. Pengaruh tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat terhadap skor kinerja pemerintahan daerah
Tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dapat dilihat dari penerimaan
Dana Alokasi Umum (DAU).DAU diberikan pemerintah pusat untuk
membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan
PAD-nya. DAU ini bersifat Block Grant yang artinya penggunaan DAU diserahan
kebutuhan daerah masing-masing yang bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan publik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. Pemerintah
pusat akan memantau pelaksanaan alokasi DAU sehingga dapat memacu
pemerintah daerah agar meningkatkan kinerjanya.Hal ini sejalan dengan hasil
dari penelitian Virgasari (2009) yang menyimpulkan bahwa DAU memiliki
korelasi yang signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.Dari
uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H2: Tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat memiliki pengaruh
positif terhadap skor kinerja pemerintah daerah.
3. Pengaruh belanja modal terhadap skor kinerja pemerintah daerah
Menurut Nugroho dan Rohman (2012) pemerintah akan melakukan
pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana yang diperlukan oleh
negara, yang tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan oleh
pemerintah. Belanja modal sangat erat kaitanya dengan investasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah.Belanja modal yang besar merupakan
cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Sehingga
semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat sehingga kinerja daerah akan lebih baik. Maka dari itu,
hipotesis pada penelitian ini adalah:
H3 : Belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja pemerintah
4. Pengaruh Temuan audit BPK terhadap skor kinerja pemerintah daerah
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap
laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah
terhadapketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyak pelanggaran yang
dilakukan oleh Pemda menggambarkan semakin buruknya kinerja Pemda
tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi angka temuan audit, maka
menunjukkan semakin rendahnya kinerja suatu Pemda. Hal ini dipertegas
oleh hasil penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) sendiri yang hasil dari
penelitian ini membuktikan bahwa temuan audit berpengaruh negatif terhadap
skor kinerja Pemda kabupaten/kota. Maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
H4 : Temuan audit berpengaruh negatif terhadap skor kinerja pemerintah
daerah
5. Pengaruh opini audit BPK terhadap skor kinerja pemerintah daerah
Opini audit BPK digunakan menjadi indikator untuk menilai akuntabilitas
sebuah entitas pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Opini ini dapat
menaikkan ataupun menurunkan tingkat kepercayaan pemangku kepentingan
atas pelaporan yang disajikan oleh pihak yang diaudit, dalam hal ini entitas
pemerintah daerah. Dengan kata lain, semakin wajar opini audit BPK maka
seharusnya menunjukkan semakin tingginya kinerja suatu pemerintah daerah.
hubungan antara opini audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah. Dari uraian diatas maka hipotesis terakhir pada penelitian ini adalah :
H5 : Opini Audit memiliki pengaruh positif terhadap skor kinerja pemerintah