BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transparansi Informasi Keuangan
Transparansi merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban
pemerintahan atas penggunaan keuangan daerah kepada masyarakat. Oleh karena
itu, transparansi merupakan salah satu elemen penting demi terwujudnya good
governance yang menjamin kemudahan dan kebebasan akses bagi publik untuk
memperoleh berbagai macam informasi termasuk informasi keuangan berupa
laporan keuangan pemerintahan daerah.
Menurut Folscher (2000) dalam Medina (2012) mengungkapkan tentang
beberapa keuntungan dari adanya transparansi:
1. Transparansi dapat mengurangi ketidakpastian yang memberikan
kontribusi pada stabilitas fiskal dan makro ekonomi sehingga
penyesuaian-penyesuaian dikemudian hari dapat diminimalisir.
2. Meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Legislatif, media, dan
masyarakat dapat melaksanakan fungsi kontrol terhadap pemerintah lebih
baik jika mereka mempunyai informasi tentang kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, dan penerimaan atau pengeluaran pemerintah. Para pejabat
publik akan berlaku lebih bertanggung jawab jika keputusan yang
diambil dilakukan secara terbuka atau transparan untuk publik dan dapat
3. Transparansi dapat meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah dan
membangun hubungan sosial yang lebih erat, misalnya masyarakat dapat
memahami kebijakan pemerintah dan bahkan mendukung kebijakan
tersebut.
4. Meningkatkan iklim investasi. Pemahaman yang jelas terhadap
kebijakan dan tindakan pemerintah akan mengundang investor baik
dalam negeri maupun luar negeri untuk lebih berinvestasi.
Styles dan Tennyson (2007) mengatakan bahwa suatu cara yang paling
baik dan cost effective bagi pihak pemerintah untuk menyebarkan informasinya
pada masa kini adalah dengan melalui media internet yaitu dengan
mempublikasikan informasi laporan keuangannya melalui website resmi.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bagi pemerintahan daerah dalam
mengungkapkan informasi keuangannya pada website resmi adalah:
1. Media internet menawarkan biaya yang rendah bagi pengguna dan
penyedia informasi.
2. Internet dapat diakses dimana saja dan kapan saja sehingga cenderung
tidak memiliki batasan pagi pengguna dan penyedia informasi.
3. Informasi yang diungkapkan dapat disajikan dengan berbagai macam
bentuk sehingga memudahkan dalam penggunaannya.
2.2 E-Government
E-Government biasa dikenal dengan e-gov, pemerintah digital, online
mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan, penataan sistem manajemen,
dan proses kerja di lingkungan pemerintahan dengan mengoptimalkan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui penerapan
e-government, pemerintah dapat mempermudah akses informasi bagi masyarakat,
unit bisnis, pegawai, stakeholder, dan hal-hal lain yang berkenaan dengan
pemerintahan. Ada tiga model penyampaian E-Government, antara lain:
1. Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C)
Adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh
pemerintah ke masyarakat, memungkinkan pertukaran informasi dan
komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, contohnya G2C : Pajak
online, mencari pekerjaan, layanan jaminan sosial, dokumen pribadi
(kelahiran dan akte perkawinan, aplikasi paspor, lisensi pengarah),
layanan imigrasi, layanan kesehatan, beasiswa, penanggulangan bencana.
2. Government-to-Business (G2B)
Adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan
berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk
bertransaksi dengan pemerintah. Mengarah kepada pemasaran produk
dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintahan menjadi lebih
efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik.
Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem
e-procurement. Contoh : Pajak perseroan, peluang bisnis, pendaftaran
penjualan yang dilaksanakan oleh pemerintahan, hak paten merk dagang,
dan lain-lain.
3. Government-to-Government (G2G)
Adalah memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online
antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basis data
terintegrasi, contoh: konsultasi secara online,blogging untuk kalangan
legislatif, pendidikan secara online, pelayanan kepada masyarakat secara
terpadu.
Moon (2002) berpendapat bahwa secara umum E-Government
memiliki lima aspek utama: (1) interaksi antara lembaga pemerintahan, (2)
pelayanan berbasis web/internet, (3) e-commerce, (4) demokrasi secara digital
untuk pertanggungjawaban pemerintahan yang lebih transparan, (5) e-finance.
Salah satu fokus utama dari E-Government adalah legitimasi negara dan
hubunganya dengan masyarakat serta legitimasi hukum, bersama-sama
dengan adanya lingkup e-democrazy dan e-government (Brown, 2005).
2.3 Pemerintahan Daerah di Indonesia
Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
disebutkan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
provinsi. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah provinsi
itu dibagi lagi atas daerah kota dan daerah kabupaten. Setiap daerah provinsi,
daerah kota, dan daerah kabupaten mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta
perangkat daerah lainnya. Tiap pemerintahan daerah dipimpin oleh kepala daerah.
Sebutan kepala daerah untuk pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, dan
pemerintahan kabupaten, masing-masing ialah gubernur, walikota, dan bupati.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, kepala daerah berperan sebagai badan eksekutif, artinya kepala daerah
menyusun dan menyampaikan anggaran untuk mendapatkan persetujuan,
kemudian melaksanakannya sesuai ketentuan perundang-undangan setelah
mendapatkan persetujuan. Ditegaskan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor
56 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah kepala daerah yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan
keuangan daerah.
Untuk saat ini kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui
pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Prosedur dan mekanisme pemilihan
kepala daerah sekarang ini, yakni semenjak UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
demokrasi. Pilkada dilaksanakan secara langsung, terbuka kemungkinan bagi
calon independen/nonparpol untuk maju melalui partai politik (parpol)/gabungan
parpol, dan proses penyaringan bakal calon dilaksanakan secara terbuka dengan
mewajibkan tiap parpol/gabungan parpol mengumumkan proses dan hasil
penyaringan kepada masyarakat. Kewenangan politik yang dulu ada pada DPRD
untuk memilih kepala daerah telah diserahkan pada rakyat sehingga rakyat dapat
memilih kepala daerah secara langsung (Bastian, 2006).
Dengan diterapkannya prinsip desentralisasi dan otonomi daerah maka
setiap pemerintahan daerah diberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam
melaksanakan otonomi daerahnya, kecuali untuk urusan pemerintahan yang telah
diatur dalam undang-undang. Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah dilaksanakan secara adil dan selaras sesuai dengan undang-undang yang
berlaku saat ini.
2.4 Sistem Informasi Keuangan Daerah
Sistem informasi keuangan daerah atau yang biasa disebut dengan SIKD
adalah sebuah aplikasi terpadu yang digunakan oleh pemerintahan sebagai alat
bantu bagi pemerintah daerah yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas
implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang
didasari atas asas efisiensi, ekonomis, transparan, akuntabel, dan auditabel. Di
dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah pasal 103 dijelaskan bahwa
informasi yang dimuat didalam sistem informasi keuangan daerah adalah data
berarti bahwa pemerintahan daerah dituntut untuk memberikan akses yang luas
dan semudah-mudahnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi atas
laporan keuangan pemerintah daerah, misalnya dengan mempublikasian laporan
keuangan pemerintah daerah di internet melalui website resmi pemerintahan
daerah.
Pasal 101 menyatakan bahwa tujuan dari pemerintah daerah dalam hal
melaksanakan Sistem Informasi Keuangan Pemerintah Daerah secara nasional
adalah :
1. Merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal.
2. Menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional.
3. Merumuskan kebijakan keuangan daerah seperti, dana perimbangan,
pinjaman daerah, dan pengendalian atas defisit anggaran.
4. Melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi pendanaan
desentralisasi daerah dan defisit anggaran daerah.
Demi menindaklanjuti pelaksanaan atas Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 65 Tahun 2010 tentang pelaksanaan
Sistem Informasi Keuangan Daerah. PP tersebut menyatakan bahwa informasi
keuangan daerah adalah informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah yang
harus disampaikan oleh pemerintahan daerah dan harus memenuhi prinsip-prinsip
yang akurat, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi atas laporan
keuangan yang telah diolah dan didokumentasikan haruslah dapat disajikan
pengambilan keputusan oleh pemerintahan daerah terkait dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban laporan keuangan pemerintah daerah.
Dalam PP Nomor 65 Tahun 2010 Pasal 4 yang mengatur tentang
pelaksanaan pelaporan informasi keuangan oleh daerah kepada pemerintah
haruslah mencakup:
1. APBD dan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota.
2. Neraca daerah.
3. Laporan arus kas.
4. Catatan atas laporan keuangan daerah.
5. Dana dekosentrasi dan dana tugas pembantuan.
6. Laporan keuangan pemerintah daerah.
7. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal
daerah.
2.5 Pelaporan Keuangan Pemerintahan Daerah
Pelaporan keuangan merupakan suatu bentuk pengungkapan informasi
keuangan. Pengungkapan memiliki arti memberikan data yang bermanfaat kepada
pihak yang berkepentingan. Tujuan pelaporan keuangan diupayakan mempunyai
cakupan yang luas agar memenuhi berbagai kebutuhan para pemakai dan
melayani kepentingan umum dari berbagai pemakai yang potensial, bukan hanya
untuk kebutuhan khusus kelompok tertentu saja (Kieso, Weygandt, dan Warfield,
2007). Pelaporan keuangan adalah struktur dan proses akuntansi yang
menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan diungkapkan
Menurut PP Nomor 65 Tahun 2010, menyatakan bahwa unsur-unsur yang
ada dalam informasi keuangan daerah adalah APBD dan LKPD, adapun APBD
terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, di antaranya:
a. Pendapatan Asli Daerah, terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah,
dan penerimaan lain-lain.
b. Dana Perimbangan, terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum,
dan dana alokasi khusus.
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2. Anggaran belanja, diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja. Anggaran belanja ini digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah.
3. Pembiayaan, terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan.
Sedangkan LKPD terdiri atas :
1. Laporan realisasi anggaran.
2. Laporan Arus Kas.
3. Neraca.
4. Catatan atas laporan keuangan.
2.6 Teori Stakeholder
Ghozali dan Chariri (2007) berpendapat bahwa Stakeholder Theory
merupakan perusahaan, bukanlah suatu entitas yang hanya beroperasi untuk
stakeholder-nya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh
dukungan yang diberikan stakeholder kepada perusahaan tersebut. Gray, Kouhi,
dan Adams (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2007) berpendapat bahwa
kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan
dukungan itu harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah mencari dukungan
tersebut. Semakin powerful stakeholder, maka akan semakin besar usaha
perusahaan untuk beradaptasi.
Deegan (2000) berpendapat bahwa setiap stakeholder memiliki hak untuk
disediakan informasi mengenai pengaruh stakeholder terhadap organisasi,
sekalipun stakeholder memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut
ataupun stakeholder tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap
keberlangsungan organisasi. Dengan adanya ”hak atas informasi” itu, Gray,
Owen, dan Adams (1996) dalam Deegan (2000) membuat accountability model,
yang menganggap pelaporan (reporting) lebih sebagai wujud pertanggungjawaban
dibanding wujud pemenuhan tuntutan. Dengan kata lain, tiap pihak dalam
lingkungan organisasi memiliki hak untuk diinformasikan mengenai operasi
organisasi.
Hal ini juga berlaku pada pemerintahan daerah, dimana transparansi
informasi keuangan pemerintahan daerah di internet dapat memberikan dampak
yang positif bagi para stakeholder (masyarakat). Dengan adanya website resmi
pemerintahan daerah, maka transparansi informasi keuangan pemerintahan daerah
dapat dengan mudah dilakukan demi mendapatkan dukungan dari para
dan respon yang positif dari para stakeholder, maka aktivitas pemerintahan daerah
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
2.7 Penelitian Terdahulu
Styless dan tennyson (2007) menyatakan bahwa sudah banyak penelitian
mengenai transparansi informasi keuangan pada media internet (situs resmi) yang
telah dilakukan, namun pada umumnya di sektor swasta dan hanya sedikit pada
sektor pemerintahan. Penelitian yang dilakukan pada sektor pemerintahan
mengenai transparansi informasi keuangan pada media internet (situs resmi)
disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Variabel Independen
Variabel
Dependen Hasil
2. Sinaga
daerah, leverage, kekayaan internet secara sukarela oleh
4. Tipe pemerintah tidak politik, political engagement,
rata-kemandirian daerah
4. Trisnawat
daerah, leverage, kekayaan
pemerintah
daerah, tipe pemerintah
daerah, dan opini audit
1. Kompetisi politik berpengaruh internet oleh pemerintahan pemerintahan daerah. 2. Kompetisi politik berpengaruh terhadap Transparansi
2.8 Kerangka Konseptual dan Perumusan Hipotesi
Melaporkan informasi keuangan pemerintah daerah di internet dianggap
cara yang baik untuk mempertanggungjawabkan informasi keuangan tersebut
kepada stakeholder atau masyarakat luas dengan biaya yang murah. Namun,
belum semua pemerintahan daerah menyajikan informasi keuangannya berupa
laporan keuangan di internet untuk diperlihatkan kepada masyarakat. Masyarakat
mengharapkan adanya transparansi terhadap informasi keuangan daerah sehingga
masyarakat dapat mengetahui informasi yang terkait dengan laporan keuangan
yang ada. Untuk itulah dilakukan penelitian ini guna mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap transparansi informasi keuangan keuangan
pemerintahan daerah di website resminya. Adapun faktor-faktor yang akan diteliti
adalah tipe pemdan, opini BPK, dan jumlah penduduk.
Berdasarkan uraian di atas, maka model kerangka pemikiran digambarkan
sebagai berikut :
H1
H2 H4
H3 Tipe Pemda (X1)
Opini BPK (X2)
Jumlah Penduduk (X3)
Transparansi Informasi Keuangan di website resmi
Pemerintahan Daerah di Indonesia
2.8.1 Pengaruh Tipe Pemda terhadap Transparansi Informasi Keuangan di website resmi Pemerintahan Daerah di Indonesia
Daerah otonom di Indonesia dibedakan menjadi Daerah otonom tingkat I,
yaitu Pemerintah Provinsi, dan Daerah otonom tingkat II, yaitu Kabupaten dan
Kota. Kabupaten dan Kota memiliki perbedaan secara geografis dan demografis.
Daerah kabupaten umumnya terdiri dari daerah pedesaan dengan luas yang lebih
besar daripada kota. Kepadatan penduduknya lebih kecil dan penduduknya
umumnya bermatapencaharian dibidang pertanian. Sementara itu daerah kota
terdiri dari daerah metropolitan dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan
umumnya bekerja dibidang perdagangan dan jasa.
Perbedaan karakteristik Kabupaten dan Kota diprediksi akan memberikan
tingkat pengungkapan yang berbeda pada website Pemda. Daerah kota yang
memiliki tingkat sosial, ekonomi, dan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah kabupaten. Terkait dengan penggunaan internet, penduduk kota
cenderung menggunakan dan mengakses dalam jumlah yang lebih besar, sehingga
Pemda berbentuk Kota akan mengungkapan informasi yang lebih besar pada
website daripada Pemda berbentuk Kabupaten. Dari penjelasan terdahulu diatas
maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Tipe pemda berpengaruh terhadap transparansi informasi
2.8.2 Pengaruh Opini BPK terhadap Transparansi Informasi Keuangan di website resmi Pemerintahan Daerah di Indonesia
Opini audit merupakan salah satu indikator kualitas akuntabilitas keuangan
dilihat atas penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Opini audit
secara bertingkat terdiri dari : Tidak Wajar (TW), Tidak Memberikan Pendapat
(TMP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan yang terbaik adalah Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP). Pemda yang mendapat opini WTP akan cenderung
melakukan publikasi laporan keuangan melalui internet untuk menunjukkan sinyal
kualitas pengelolaan keuangan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebaliknya, opini audit selain WTP dapat menimbulkan konotasi atau persepsi
publik akan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga
pemerintah cenderung menutupi informasi keuangannya.
Penelitian Handayani (2010) menunjukkan bahwa tingkat penyimpangan
mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Semakin
tinggi tingkat penyimpangan, maka pemda cenderung untuk menutupi informasi
yang dimiliki, sehingga tingkat pengungkapan menjadi lebih rendah. Namun, hasil
berbeda ditunjukkan oleh penelitian Hilmi dan Martani (2012) yang menyatakan
bahwa tingkat penyimpangan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan.
Dari penjelasan dan penelitian terdahulu diatas maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H2 : Opini BPK berpengaruh terhadap transparansi informasi
2.8.3 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pengungkapan Informasi Non Keuangan di Internet oleh Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Indonesia
Sesuai dengan Stakeholder Theory, penduduk merupakan salah satu
stakeholder terpenting Pemerintah Daerah, oleh karena itu, semakin banyak
jumlah penduduk maka tekanan untuk meminta informasi juga semakin besar.
Riset pendahuluan tentang transparansi keuangan di pemerintah daerah di New
Jersey telah mengungkapkan hubungan positif antara jumlah penduduk dengan
pengungkapan informasi keuangan (Piotrowski &Bertelli, 2010). Sementara itu
dalam hubungannya dengan transparansi di bidang informasi sosial dan
lingkungan di website pemerintah daerah di Spanyol, jumlah penduduk juga
menunjukkan relasi yang sama (Garcia-Sanchez, 2013). Jadi menurut
penelitiPemda dengan jumlah penduduk yang lebih banyak memiliki tingkat
pengungkapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pemda dengan jumlah
penduduk lebih sedikit.
Dari penjelasan dan penelitian terdahulu diatas maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H3 : Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap transparansi informasi
2.8.4 Pengaruh Tipe Pemda, dan Opini BPK terhadap Transparansi Informasi Keuangan di website resmi Pemerintahan Daerah di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, variabel-variabel independen
tidak hanya berpengaruh secara sendiri-sendiri (parsial) terhadap variabel
dependennya, tetapi juga berpengaruh secara bersama-sama (simultan). Oleh
karena itu, dapat dimunculkan hipotesis sebagai berikut:
H4 : Tipe Pemda, Opini BPK, dan Jumlah Penduduk berpengaruh
terhadap transparansi informasi keuangan di website resmi