• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJUANGAN HIDUP TOKOH UTAMA DALAM NOVEL JANGAN BUANG IBU, NAK KARYA WAHYU DERAPRIYANGGA SEBUAH TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB II LANJUTKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERJUANGAN HIDUP TOKOH UTAMA DALAM NOVEL JANGAN BUANG IBU, NAK KARYA WAHYU DERAPRIYANGGA SEBUAH TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB II LANJUTKAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Kedua, Nurliah Eka Armi mahasiswi jurusan Sastra Indonesia Universitas

Diponegoro “Kepribadian Tokoh Utama Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin Karya Tere Liye Sebuah Kajian Psikologi Sastra” (2014) pada

penelitian ini Eka mengungkapkan tentang kepribadian tokoh utama, Tania. Struktur

kepribadian yang terdiri dari id, ego dan superego menurut Sigmund Freud yang

terungkap pada tokoh Tania. Selain itu, Eka juga menganalisis emosi tokoh Tania

dengan menggunakan teori Sigmund Freud. Klasifikasi emosi menurut Sigmund

Freud pada tokoh Tania dibedakan menjadi empat, yaitu konsep rasa bersalah, rasa

bersalah yang dipendam, kesedihan, dan cinta.

Ketiga, Arma, Atussolehah Agusyanti mahasiswi jurusan Sastra Indonesia,

Universitas Diponegoro “Kepribadian Tokoh Utama Novel Surat Kecil Untuk Tuhan

Karya Agnes Davonar Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra” (2015) dalam penelitian ini

Arma mengungkapkan tentang analisis tokoh utama, Keke. Berdasarkan hasil analisis

konflik batin lawan jenis mendekat-mendekat yang dialami Keke, bahwa Keke

mengalami dua konflik batin yaitu: 1) konflik antara rasa bahagia dengan rasa

bersyukur, 2) konflik antara senang dengan terharu. Berdasarkan konflik batin jenis

mendekat-menjauh yang dialami Keke, ia mengalami empat konflik berdasarkan tipe

konflik ini yaitu: 1) konflik antara senang dan malu, 2) konflik antara senang dan

kecewa, 3) konflik antara cinta dan perpisahan, 4) konflik antara perjuangan dengan

(2)

yaitu: 1) konflik antara percaya dengan tidak percaya, 2) konflik antara sedih dengan

pasrah.

Keempat, Mawardi, Sarifudin. S mahasiswa juruan Sastra Indonesia

Universitas Diponegoro “Perjuangan Hidup Tokoh Utama Dalam Novel waktu Aku

Sama Mika Karya Indi Kajian Psikologi Sastra” (2016) dalam analisis ini Mawardi

mengungkapkan tentang perjuangan tokoh Aku. Hasil peneliltian ini, memperlihatkan

sebuah gambaran perjuangan hidup tokoh Aku dihadapkan dengan berbagai peristiwa

dan keadaan. Sebagian peristiwa dalam perjuangan hidup yang tercermin dalam novel

WASM itu adalah (1) perjuangan tokoh Aku melawan penyakit schoilosis (2)

perjuangan Aku untuk percaya diri, yang digambarkan dengan rasa malu dan tidak

percaya diri terhadap lingkungan sekitar atas penyakit schoilosis yang dideritanya.

Mawardi menggunakan teori psikologi kepribadian Alwisol, yaitu Persona, Anima

dan Animus, Shadow dan Self. Keempat kategori tersebut masuk ke dalam analisis

perjuangan tokoh Aku, namun dapat disimpulkan bahwa teori Alwisol pada novel

WASM lebih kuat pada sikap Persona. Toko Aku tidak sering menunjukkan sikap

yang sebenarnya ketika berhadapan dengan publik, karena ia merasa iri dan rendah

diri terhadap teman-temannya.

Kelima, Faizal Muzaqi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas

Diponegoro “Perjuangan Hidup Tokoh Utama Dalam Novel 9 Summers 10 Autumn

Karya Iwan Setyawan Kajian Psikologi Kepribadian” (2015) dalam analisis ini Faizal

mengungkapkan perjuangan hidup tokoh aku (Iwan) dengan menggunakan teori C.G.

(3)

menyembunyikan sifat yang sebenarnya ketika ia merasa malu, iri dan rendah diri di

depan teman-temannya yang mampu membayar uang sekolah dengan mudah dan

mempunyai segalanya seperti rumah keramik, sepeda BMX, boneka, dan lain-lain.

Anima dan Animus tidak peneliti temukan pada tokoh Aku. Sikap Shadow pada tokoh

Aku ketika ia memiliki insting untuk mendapatkan pekerjaan. Sikap Self pada tokoh

Aku ketika ia iri kepada teman-temanya yang memiliki barang-barang bagus.

Keenam, T.A Yuliastingingsih mahasiswi jurusan Sastra Indonesia Universitas

Indonesia “Sikap dan Tingkah Laku Tokoh Utama Novel Bukan Rumahku” (1991)

dalam penelitian ini Yulia mengungkapkan sikap dan tingkah laku Martini selaku

tokoh utama dengan menggunakan teori psikologi sosial Max Weber. Psikologi sosial

menurut Max Weber terbagi menjadi empat klasifikasi yaitu Kelakuan yang

diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan, kelakuan yang berorientasi

kepada nilai, kelakuan yang menerima orientasi dari perasaan atau emosi atau afektif,

dan kelakuan Tradisional bisa dikatakan sebagai Tindakan yang tidak

memperhitungkan pertimbangan Rasional. Keempat klasifikasi tersebut masuk ke

dalam kategori sikap dan tingkah laku Martini.

B. Landasan Teori Teori Sekuen

Menurut Zaimar (1990: 32) uraian teks atas satuan isi cerita mempunyai

bermacam-macam kriteria, salah satunya adalah makna, Di dalam teks rangkaian semantik dapat

(4)

ujaran yang terbentuk oleh satuan-satuan makna, Lebih jauh Zaimar menjelaskan

sebagai berikut:

Bentuk sekuen cerita tidak sama dengan satuan linguistik. Sekuen dapat

dinyatakan dengan kalimat, dapat juga dengan satuan yang lebih tinggi. Satuan

sekuen mengandung beberapa sekuen yang lebih kecil lagi. Begitulah seterusnya

sampai pada satuan terkecil yang merupakan satuan minimal cerita. Akan tetapi, yang

menjadi dasar tetap makna. Sekuen naratif (makro sekuen) dapat berupa serangkaian

peristiwa yang mewujudkan suatu tahap dalam perkembangan tindakan. Analisis

struktur dibatasi pada analisis sintagmatik, sebuah tujuan pokoknya adalah untuk

menemukan tokoh utama, bukan untuk menelusuri makna. Zaimar menerangkan

bahwa analisis sintagmatik mengemukakan kembali teks dengan memaparkan urutan

saatuan isi cerita. Satuan isi cerita menunjukkan dua fungsi, fungsi utama dan

katalisator. Satuan-satuan yang mempunyai fungsi utama mengarahkan jalan cerita

sedangkan katalisator menghubungkan fungsi utama. Dalam hal ini, penulis akan

menentukan satuan isi cerita terlebih dahulu dengan menggunakan analisis sekuen,

dengan tujuan memperoleh satuan makna yang jelas dari setiap peristiwa.

1. Teori Struktural

Struktural merupakan analisis yang mengaitkan karya sastra sebagai pendeskripsian

dan tanggapan terhadap unsur-unsur karya sastra itu sendiri, dalam analisis ini

diharapkan dapat melengkapi dan memudahkan penulis untuk mendalami penelitian

ini. Suwardi Endraswara menjelaskan bahwa penelitian struktural dipandang lebih

(5)

tangan unsur lain, karya sastra tersebut akan dilihat sebagaimana cipta estetis

(Endraswara, 2013:51).

Struktur kaya sastra juga menyarankan pada pengertian hubungan antar unsur

intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menguntungkan dan saling mempengaruhi

secara bersamaan membentuk satu kesatuan yang utuh. Pada dasarnya analisis

struktural bertujuan memaparkan sedetail mungkin fungsi dan keterkaitan berbagai

unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keutuhan yang

menyeluruh. Analisis struktural tidak cukup hanya sekedar menadata unsur sebuah

karya fiksi, tetapi lebih menunjukkan korelasi, tujuan dan makna yang didapat

(Nurgiyantoro, 2010: 37).

Salah satu unsur pembangun sebuah karya sastra adalah unsur intrinsik. Unsur

intrinsik adalah sebuah unsur yang membangun sebuah karya sastra itu sendiri,

berupa tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, Point Of View,

serta tema dan amanat. Perpaduan unsur-unsur tersebut membuat novel atau karya

sastra menjadi berwujud karena unsur intrinsik secara langsung ikut serta

membangun cerita. Analisis struktural dalam hal ini dapat dilakukan dengan mengkaji

dan mendeskripsikan fungsi antar unsur yang bersangkutan. Penulis akan

mengidentifikasi dan mendeskripsikan antar unsur intrinsik yang berkaitan satu sama

lain yaitu alur dan pengaluran serta tokoh-penokohan.

a. Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita (karakter), menurut Abrams merupakan orang-orang yang

(6)

oleh kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam

ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan, sedangkan penokohan menurut Jones

merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang digambarkan

dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:165). Boulton mengungkapkan bahwa cara

pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam

(Aminuddin, 1991: 79).

Tokoh menempati peranan yang sangat penting dalam sebuah karya sastra.

Melalui tokoh, pengarang mencoba menyampaikan pesan dan amanat yang terdapat

pada karyanya kepada pembaca. Adapun pembeda peranan tokoh tersebut, yaitu:

a. Tokoh utama, adalah tokoh yang paling banyak diceritakan sebagai pelaku kejadian

maupun dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan yang kemunculannya di dalam

cerita lebih sedikit dan tidak terlalu dipentingkan.

b. Tokoh protagonis dan antagonis, dalam tokoh protagonis yang berwatak digemari

oleh para penikmatnya, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang berwatak jahat,

tidak membawa dampak positif dan tidak membawa nilai-nilai yang ada.

c. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki kualitas pribadi tertentu, satu

sifat watak tertentu yang bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan berbagai

kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya.

d. Tokoh statis adalah tokoh yang secara esensial tidka mengalami perubahan atau

perkembangan perwatakan, tokoh yang sederhana, datar, karena ia tidak diungkap

(7)

mengalami perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan

perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan dan cenderung menjadi tokoh yang

kompleks (Nurgiyantoro, 2010: 176-190).

Analisis struktur novel JBIN adalah langkah awal untuk menganalisis

perjuangan hidup tokoh utama. analisis tersebut terbatas pada unsur struktur yang

dapat dijadikan dasar untuk mengetahui lebih lanjut untuk mengetahui perjuangan

hidup tokoh utama. Tokoh dalam sebuah cerita tidak hanya manusia tetapi bisa

berupa hewan atau tumbuhan, sedangkan penokohan menurut Jones adalah pelukisan

gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh

utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian

maupun yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan kemunculannya di dalam

cerita lebih sedikit dan tidak terlalu dipentingkan (Nurgiyantoro, 1995: 176-178).

Albertime Minderop dalam mengartikan penokohan sebagai karakterisasi

yang berarti metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya

fiksi. Teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra, di antaranya pelukisan sifat,

sikap, watak, tingkah laku dan berbagai hal lain yang berhubugan dengan jati diri

tokoh-tokoh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. teknik ekspositoris, dan

(8)

1. Teknik Ekspositaris

Teknik ekspositaris sering disebut dengan teknik analitis, yaitu teknik

pelukisan tokoh dengan cara memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara

langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca

dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi

kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, tingkah laku atau bahkan juga ciri

fisiknya. Bahkan sering dijumpai dalam suatu cerita fiksi, belum lagi kita pembaca

akrab berkenalan dengan tokoh – tokoh cerita itu, informasi kedirian tokoh tersebut

justru telah lebih dulu kita terima dengan lengkap.

2. Teknik Dramatik

Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh cerita yang pengarangnya

tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.

Sifatnya lebih sesuai dengan sisi kehidupan nyata. Di dalam teks fiksi yang baik,

kata-kata, tingkah laku dan kejadian-kejadian yang diceritakan tidak sekedar

menunjukkan perkembangan plot saja, melainkan juga sekaligus menunjukkan sifat

kedirian masing-masing tokoh pelakunya.

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan lewat sejumlah teknik.

Pengarang menggunakan cerita fiksi dengan berbagai teknik secara bergantian dan

saling mengisi meskipun ada perbedaan frekuensi penggunaan masing-masing teknik.

Ada beberapa cara yang digunakan oleh peneliti. Berbagai teknik yang dimaksud

(9)

a. Teknik Cakapan

b. Teknik Tingkah Laku

c. Teknik Pikiran dan Perasaan

d. Teknik Arus Kesadaran

e. Teknik Reaksi Tokoh

Pada analisis ini, peneliti tertarik untuk menganalisis lebih jauh tokoh utama

dalam novel JBIN karena menurut peneliti tokoh utama disini memiliki karakter yang

kuat dan bisa berpengaruh positif bagi pembaca. Nilai-nilai perjuangan hidup serta

nilai sosial sangat ditonjolkan tokoh utama dalam novel karya Wahyu Derapriyangga

ini.

b. Alur dan Pengaluran

Sebuah cerita memiliki tahap awal yang dapat diidentifikasi dan

dideskripsikan, sebagai tahap perkenalan pengarang mulai melukis suatu keadaan

pada awal cerita. Pengarang menceritakan susunan cerita pada urutan peristiwa yang

disebut alur. Alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan

peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam

suatu cerita (Aminudin, 2009: 83). Pada umumnya sebuah alur mempunyai bagian;

awal, tikaian, gawatan, puncak, leraian dan akhir. Pada awal cerita diperkenalkan

para tokoh-tokohnya, kemudian terrjadilah tikaian. Tikaian itu disebabkan konflik

antara manusia dengan manusia yang lain, manusia dengan masyarakat, manusia

(10)

dengan alam. Akibat tikaian tersebut terjadilah gawatan yaitu peristiwa terjadi gawat

atau rumit. Ketika gawatan itu mencapai titik tertinggi, disebutlah puncak. Sedangkan

leraian adalah peristiwa seakan mereda, arah perkembangan alur menjadi

samar-samar atau mulai terungkap. Untuk kemudian tiba pada bagian akhir.

Pengaluran yaitu urutan teks atau teknik atau cara-cara menampilkan alur.

Pengaluran dalam cerita rekaan ada berbagai versi diantaranya pengaluran maju

(kronologis), pengaluran mundur (flashback) dan pengaluran campuran (maju

mundur). Dalam kaedah pengaluran, peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga

unsur yang sangat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi plot

itu sendiri sangat ditentukan ketiga unsur tersebut. Demikian pula halnya dengan

masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita sebuah cerita fiksi. c. Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar

terkadang juga dapat berpengaruh pada karakter-karakter pada cerita (Stanton, 2007:

35). Setiap peristiwa dalam kehidupan pada dasarnya selalu berlangsung di

tempat-tempat tertentu dan waktu tertentu pula. Leo Hamalian dan Frederick R. Karel

(melalui Aminudin, 1991:68) menjelaskan bahwa latar dalam karya fiksi bukan hanya

berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan

tertentu, melainkan juga berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan

pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi masalah

tertentu. Latar dalam bentuk tersebut termasuk ke dalam latar yang bersifat psikologi. Nurgiyantoro juga menjelaskan tentang unsur latar yang terdapat dalam cerita.

(11)

a) Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam

sebuah cerita. Latar tempat erat kaitannya dengan latar sosial, karena setiap tempat

atau daerah pasti memiliki kebiasaan, kebudayaan, norma serta adat istiadat yang

berbeda satu sama lain. Latar tempat akan berpengaruh terhadap pengaluran dan

penokohan, sehingga menjadi saling berhubungan (Nurgiyantoro, 2012: 227).

b) Latar Waktu

Setiap cerira pasti terdapat latar waktu, kapan peristiwa dalam novel terjadi. Latar

waktu dalam cerita fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara

teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah, namun hal tersebut juga

membawa sebuah akibat yaitu sesuatu yang diceritakan harus sesuai perkembangan

sejarah. Jika terjadi ketidaksamaan waktu peristiwa antara yang terjadi di dunia nyata

dengan yang terjadi di dalam fiksi, hal tersebut akan menyebabkan cerita tak wajar,

pembaca akan merasa dibohongi (Nurgiyantoro, 2010: 230).

c) Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhububngan dengan perilaku kehidupan

sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara

kehidupan sosial masyarakat meliputi berbagai masalah seperti: kebiasaan hidup, adat

(12)

lain-lain termasuk latar yang bersifat kejiwaan seperti disebutkan sebelumnya. Latar sosial

juga berhubungan dengan status sosial tokoh (Nurgiyantoro, 2012: 233-234).

2. Teori Psikologi Sastra

Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mind (pikiran), namun

dalam perkembangannya, kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku),

sehingga psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku

manusia (Mussen & Rosenzwieg, 1975, dalam Sobur, 2009). Psikologi sastra adalah

cabang ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi (Noor, 2007: 92).

Psikologi sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan yang

diterapkan ke dalam teks dan dilengkapi dengan aspek kejiwaannya. Psikologi sastra

pada dasarnya bertujuan memahami aspek-aspek kejiwaan yang menguraikan

gambaran watak, pergolakan jiwa dan gejala-gejala kejiwaan yang muncul lewat

perilaku tokoh yang terkandung dalam suatu karya sastra. Meskipun demikian, bukan

berarti analisis psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat

(Ratna, 2013: 342).

3. Teori Kepribadian

Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia

menjadi satu kesatuan, tidak terpecah belah dalam fungsi-fungsi. Memahami

(13)

(Alwisol, 2010:2). Suryabrata dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Kepribadian”

dapat disimpulkan bahwa psikologi kepribadian adalah psikologi yang mempelajari

kepribadian manusia dengan objek penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkah laku manusia. Psikologi kepribadian mempelajari kaitan antara ingatan atau

pengamatan dengan perkembangan dan kaitan antara pengamatan dengan

penyesuaian diri pada individu. Sasaran utama psikologi kepribadian ialah

memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia, misalnya melalui karya

sastra, sejarah, agama dan lain-lain (Suryabrata, 1986: 1-14).

Untuk mengetahui struktur kepribadian tokoh utama, banyak teori yang

dikemukakan oleh para psikolog, namun dalam penelitian ini penulis menggunakan

teori kepribadian menurut Maslow dalam Alwisol (2009). Selanjutnya teori

kepribadian Maslow dibagi menjadi lima aspek yaitu

a. Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis (phsycological needs)

Kebutuhan yang paling mendasar, yang paling kuat dan paling jelas di antara

segala kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara

fisik, yaitu kebutuhan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen

Maslow berpendapat, keyakinan kaum Behavioris bahwa kebutuhan-kebutuhan

fisiologis memiliki pengaruh yang besar pada tingkah laku manusia hanya dapat

dibenarkan sejauh kebutuhan-kebutuhan itu tidak terpuaskan. Bagi banyak orang

yang hidup di tengah masyarakat yang beradab, jenis-jenis kebutuhan dasar ini telah

(14)

b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)

Pada dasarnya, kebutuhan rasa aman ini mengarah pada dua bentuk, yakni

kebutuhan keamanan jiwa dan kebutuhan keamanan harta. Kebutuhan rasa aman

muncul sebagai kebutuhan yang paling penting kalau kebutuhan psikologis telah

terpenuhi. Ini meliputi kebutuhan perlindungan, keamanan, hukum, kebebasan dari

rasa takut dan kecemasan. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan rasa aman sudah

dirasakan individu sejak kecil ketika ia mengeksplorasi lingkungannya.

c. Kebutuhan cinta dan memiliki-dimiliki (belongingness and love needs)

Kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, muncul ketika kebutuhan

sebelumnya telah dipenuhi secara rutin. Orang butuh dicintai dan pada gilirannya

butuh menyatakan cintanya. Cinta di sini berarti rasa sayang dan rasa terikat. Rasa

saling menyayangi dan rasa diri terikat antara orang yang satu dan lainnya,

lebih-lebih dalam keluarga sendiri, adalah penting bagi seseorang. Di luar keluarga,

misalnya teman sekerja, teman sekelas dan lainnya. Maslow mengatakan bahwa kita

semua membutuhkan rasa diingini dan diterima oleh orang lain. Ada yang

memuaskan kebutuhan ini melalui berteman, berkeluarga atau berorganisasi.

d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs)

Pemenuhan kebutuhan penghargaan menjurus pada kepercayaan terhadap diri

sendiri dan perasaan diri berharga. Maslow membagi kebutuhan penghargaan ini

dalam dua jenis. Pertama, penghargaan yang didasarkan atas respek terhadap

(15)

berdasarkan atas penilaian orang lain. Penghargaan yang terakhir ini dapat dilihat

dengan baik dalam usaha untuk mengapresiasikan diri dan mempertahankan status.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualizanon needs)

Kebutuhan aktualisasi diri timbul pada seseorang jika kebutuhan-kebutuhan

lainnya telah terpenuhi karena kebutuhan aktualisasi diri, sebagaimana kebutuhan

lainnya, menjadi semakin penting, jenis kebutuhan tersebut menjadi aspek yang

sangat penting dalam perilaku manusia. Maslow melukiskan kebutuhan aktualisasi ini

sebagai hasrat untuk menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja

menurut kemampuannya. Ia mendasarkan teori aktualisasi diri dengan asumsi bahwa

setiap manusia memiliki hakikat intrinsik yang baik, dan itu memungkinkan untuk

mewujudkan perkembangan. Perkembangan yang sehat terjadi bila manusia

mengaktualisasikan diri dan mewujudkan segenap potensinya.

Berdasarkan kepribadian bu Ana yang tampak di dalam kesehariannya, mulai dari

mengurus kebutuhan ketiga anaknya, menyelesaikan masalah Sulung, hingga

berpindah-pindah tempat tinggal untuk keberlangsungan hidup dapat ditarik

kesimpulan bahwa semua kepribadian bu Ana cocok dengan teori yang digunakan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada model regresi II yaitu pengaruh DR, DER terhadap ROE dapat diketahui bahwa variabel bebas DR dan DER

Pada era globalisasi ini masyarakat lambat laun berkembang, namun kemajuan teknologi tidak selalu berdampak positif, tetapi juga dapat berdampak negatif.

Pada pembelajaran perbaikan siklus I dengan menggunakan lembar observasi diperoleh data bahwa: (1) Penjelasan materi sangat cepat sehingga kurang dimengerti siswa,

Penerapan data mining dengan teknik klasifikasi menggunakan algoritma C4.5 yang dilakukan menghasilkan sebuah informasi dalam memprediksi masa studi tepat waktu mahasiswa di

memiliki keragaman yang tinggi baik intra lokasi maupun antar lokasi. Rata-rata populasi kutu kebul, inang kutu kebul dan hasil analisis keragaman dengan teknik RAPD

Dari analisis statik yang telah dilakukan terhadap rangka conveyor pada bagian bawah, tengah, dan atas dengan memberikan beban yang terpusat. Hasil analisis statik tersebut

setiap periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadis, baik dari segi nama gurunya (tempat menerima hadis), dan nama muridnya (orang yang menerima hadis dari

rata-rata perolehan skor hasil pretes sebesar 25,0 dengan skor terendah 8 dan tertinggi 58. Rata-rata perolehan skor hasil postes sebesar 34,9 dengan skor terendah