SIMULASI PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN
GTBE YANG BERBASIS GLISEROL UNTUK ADITIF
BIODIESEL
Cornelius Steven*, Budi Husodo Bisowarno
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141, Indonesia
*)
Penulis korespondensi : [email protected]
Abstract
The increase of the number of human population make the need of fuel rising. To replace fossil fuel, biodiesel become one of alternatives. However, biodiesel has higher cloud point and higher pour point than petrodiesel which is become its weakness. There is way to enhance biodiesel quality by adding Glycerol Tert Butyl Ether (GTBE) which is produced by reacting glycerol with isobutene This research is aimed to assess the effects of the various operating conditions against GTBE concentration. In this research, process development also performed so that the process becomes more efficient. Research started by literature studying and learning about the simulator software (Aspen Plus). Validation is done by comparing the result of model simulation with literature. Simulation is performed by changing the feed condition and the process condition so that the effects to GTBE concentration are known. Process Development is done by changing batch reactor to CSTR reactor. Getting the best reactor condition, the flowsheet is developed by adding separation and recycle system.
Keywords : biodiesel, Glycerol Tert Butyl Ether, GTBE, isobutene, Aspen Plus Pendahuluan
Bertambahnya jumlah populasi di dunia dan meningkatnya jenis kebutuhan manusia seiring dengan berkembangnya zaman, mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin meningkat sehingga persediaan energi (khususnya energi dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui) semakin menipis, bahkan semakin lama akan habis. Bahan bakar fosil mempunyai banyak kelemahan dalam banyak segi terutama harga yang cenderung naik (price escalation) sebagai akibat dari faktor-faktor seperti berkurangnya cadangan sementara permintaan terus meningkat serta dampak lingkungan yang ditimbulkan olehnya yang mana sangat berpengaruh terhadap pemanasan global (global warming). Untuk mengurangi ketergantungan pada sumber bahan bakar fosil (minyak/gas bumi dan batu bara) sebagai sumber energi yang tidak terbarukan dengan segala permasalahannya, Indonesia dan beberapa negara lain kini berusaha untuk mencari sumber-sumber energi lainnya sebagai bahan bakar alternatif. Alternatif ini harus mengoptimalkan potensi sumber daya lokal supaya harganya lebih murah dan terjangkau. (Fukuda et al.,2001).
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif untuk menggantikan petrodiesel. Bahan bakar alternatif ramah lingkungan, disintesis melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati atau hewani. Disamping memiliki keunggulan, ramah lingkungan dan biodegradable, biodiesel memiliki kelemahan yaitu memiliki titik awan dan titik tuang yang lebih tinggi jika dibanding dengan petrodiesel. Hal ini menimbulkan masalah bila digunakan di negara yang memiliki iklim dingin. Sifat fisik ini dipengaruhi oleh komposisi dan struktur molekul ester asam lemak penyusunnya. (Dwi Setyaningsih et al., 2007)
Kelemahan inilah yang perlu diperbaiki dari biodiesel. Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas biodiesel adalah dengan penambahan aditif. Jenis aditif yang ditambahkan dalam penelitian ini adalah GTBE yang berbasis gliserol. Gliserol merupakan produk samping dari pembuatan biodiesel sehingga dalam penambahannya, aditif ini lebih bersifat ekonomis dan juga praktis. (Behr and Obendorf, 2003)
Landasan Teori
Peningkatan produksi biodiesel, mengakibatkan peningkatan produk-produk hasil sampingnya seperti gliserol. Gliserol mempunyai karakteristik sebagai zat anti beku, tetapi gliserol tidak dapat ditambahkan langsung ke dalam biodiesel karena perbedaan polaritas, terdekomposisi dan terpolimerisasi selama pembakaran sehingga menyebabkan masalah pada mesin. Gliserol harus dimodifikasi agar dapat ditambahkan ke dalam bahan bakar. Modifikasi gliserol dapat dianalogikan dengan formulasi ulang gasoline. Gliserol dapat dieterifikasi dengan isobutilen sehingga terbentuk gliserol eter bercabang yang ditambahkan ke dalam biodiesel agar menghasilkan bahan bakar berviskositas rendah dan menurunkan titik awan. Penambahan GTBE ke dalam biodiesel dapat menurunkan titik kabut biodiesel sebesar 5°C. Nilai titik tuang dan titik kabut berkorelasi dengan ketidakjenuhan biodiesel. Biodiesel yang memiliki ikatan tidak jenuh semakin tinggi akan memiliki cold properties yang lebih baik. Eterifikasi gliserol akan menghasilkan formasi mono-, di-, dan tri-tert-butil eter gliserol yang ditunjukkan pada Gambar 1. Struktur gliserol eter sebagai bahan aditif dapat berupa 1,3 di-tert-butil eter gliserol atau perpaduan 2,3 di-tert-butil eter gliserol dengan 1,2 di-tert-butil eter gliserol dan 1,2,3 tri-tert-butil eter gliserol. Klepacova et al.(2005) menyebutkan bahwa proses eterifikasi pada gliserol cenderung terjadi pada gugus hidroksil primer (formasi 1-tert-butyl gliserol dan 1,3-di-tert-butil gliserol)
Gambar 1. Reaksi eterifikasi gliserol dengan
isobutene
Karena keberadaan senyawa polar dalam proses, model non-random two liquid (NRTL)
termodinamika dipilih untuk digunakan sebagai properti untuk simulasi. Interaksi parameter biner yang telah ditentukan oleh Bhern dan Obendorf (2003) digunakan untuk sistem isobutene-gliserol-gliserol eter. Namun karena beberapa parameter biner NRTL interaksi tidak tersedia, maka data tersebut diestimasi dengan menggunakan keseimbangan cair-cair UNIFAC. (Martino Di Serio, et al.,)
Metodologi
Program yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Aspen Plus. Dikarenakan penelitian kali ini mempelajari tentang pengaruh dari berbagai kondisi terhadap produksi gliserol, maka yang dipelajari kurang lebih adalah mengenai bagaimana mengkondisikan suatu reaktor
Penelitian diawali dengan tahap pemodelan yaitu studi literatur untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia semua bahan yang terlibat. Di samping itu dilakukan pula studi literatur simulator
software yang digunakan. Dalam pemilihan
komponen, diether dan triether tidak tersedia pada database, oleh karena itu komponen tersebut dibuat dengan mengestimasi dari struktur molekulnya.
Setelah melakukan pemodelan, Validasi model dilakukan dengan membandingkan hasil permodelan yang telah dibuat dengan literatur. Model yang dirancang untuk validasi ini merupakan suatu sistem batch yang beroperasi pada tekanan 2 MPa, katalis 2% berat, pengadukan 1000 rpm dan temperature 363 K. Rasio mol umpan (isobutene : gliserol) adalah 2:1. Untuk menyederhanakan reaksi yang kompleks, maka digunakan reaksi orde pertama (semua m = 1). Perancangan model reaktor batch yang digunakan untuk validasi ditunjukkan pada Gambar 2. Untuk
collision factor dan energi aktivasi pada Tabel 1 sedangkan gambar yang menunjukkan perbandingan hasil simulasi dan literatur ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4
Gambar 2. Model reaktor batch yang digunakan
Tabel 3.1 Collision factors dan energi aktivasi
Gambar 3. Profil konsentrasi setiap waktu dari
literatur (T=363K, P=2MPa)
Gambar 4. Profil konsentrasi setiap waktu hasil
simulasi (T=363K, P=2MPa)
Kedua gambar di atas memperlihatkan kecenderungan yang sama pada setiap komponennya. Konsentrasi isobutene meningkat dalam fase eksponensial sampai dengan waktu 1 jam, kemudian konsentrasinya konstan setelah 3 jam. Gliserol juga mengalami fase eksponensial sampai dengan waktu 1 jam, tetapi kemudian konstan dalam kurun waktu 2 jam. Untuk produk yang dihasilkan, konsetrasi monoether meningkat secara eksponensial sampai waktu 0,5 jam, kemudian konsentrasinya konstan setelah 1 jam. Sedangkan laju konsentrasi diether meningkat secara eksponensial sampai dengan waktu 1 jam dan konstan setelah 2 jam. Pertumbuhan konsentrasi triether secara eksponensial diakhri
sampai kurun waktu 2 jam dan kemudian konstan setelah 3,5 jam.
Konversi yang dihasilkan dari simulasi tidak berbeda jauh dengan konversi dari literatur. Konversi untuk isobutene dari literatur sebesar 76,92% dan hasil simulasi sebesar 81,45%. Sedangkan untuk gliserol, konversi dari literatur adalah sebesar 89,23% dan yang dihasilkan dari simulasi sebesar 91,21%. Kecenderungan profil laju konsentrasi dan hasil konversi hampir serupa pada hasil simulasi dan literatur menyatakan bahwa model reaktor batch yang dibuat telah valid. Dengan validnya model reaktor batch maka proses simulasi dapat dilakukan.
Hasil dan Pembahasan
Simulasi Reaktor Batch dengan Variasi Temperatur
Proses simulasi dengan reaktor batch diawali dengan memvariasikan temperatur pada tekanan 2 MPa. Simulasi dengan memvariasikan temperatur bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap konsentrasi keluaran dari reaktor. Gambar 5 menunjukkan profil konsentrasi ketika temperatur dinaikkan menjadi 383K sedangkan Gambar 6 menunjukkan profil konsentrasi ketika temperatur diturunkan menjadi 343K.
Gambar 5. Profil konsentrasi setiap waktu pada
P=2MPa dan T=383K
Jika dibandingkan dengan Gambar 4 (P=2MPa dan T=363K) seiring dengan naiknya temperatur pada tekanan yang sama, maka reaksi akan semakin cepat untuk mencapai kesetimbangan. Namun seiring dengan semakin cepatnya reaksi untuk mencapai kesetimbangan, konversi yang diperoleh juga semakin kecil.
Gambar 6. Profil konsentrasi setiap waktu pada P=2MPa dan T=343K
Bertolak belakang dengan naiknya temperatur, Gambar 6 menunjukkan seiring dengan makin turunnya temperatur maka reaksi akan berjalan semakin lambat. Konversi yang dihasilkan belum dapat dilihat karena reaksi berjalan terlalu lambat, terbukti setelah 6,5 jam pun kesetimbangan masih belum tercapai. Walaupun konversi ketika kesetimbangan tidak terlihat, konversi pada waktu 6.5 jam sangat besar. Hasil ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa reaksi pembentukkan merupakan reaksi eksotermik. Naiknya temperatur akan membuat kesetimbangan bergeser ke arah eksotermik. Reaksi antara isobutene dan gliserol, isobutene dan monoether, serta isobutene dan diether adalah reaksi pembentukkan (eksotermik), sehingga naiknya temperatur akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan dan mempercepat untuk tercapainya kesetimbangan namun mengurangi konversi yang dihasilkan karena ΔH nya yang bernilai negatif.
Simulasi Reaktor Batch dengan Variasi Temperatur
Setelah mengetahui pengaruh dari temperatur terhadap hasil reaktor, maka perlu diketahui pula pengaruh tekanan. Perbandingan fraksi massa keluaran reaktor tiap komponen pada tekanan yang berbeda – beda akan ditunjukkan pada Tabel 2
Tabel 2. Perbandingan fraksi massa pada temperatur
363 K dan tekanan yang berbeda – beda
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa komposisi massa tiap komponen di semua tekanan dari 0.5 MPa sampai dengan 4 MPa adalah sama. Hal ini terjadi karena reaksi fasa cair sehingga konstanta reaksi kinetik hanya merupakan fungsi temperatur . Maka dapat diambil kesimpulan bahwa tekanan tidak berpengaruh terhadap produk hasil reaksi. Walaupun demikian, tetap ada batasan tekanan agar reaksi tetap dapat berjalan. Dari proses simulasi didapati pada tekanan 0.1 MPa tidak terjadi reaksi. Hal ini dikarenakan pada temperatur 363K dan tekanan 0.1 MPa, sebagian reaktan telah berubah fasa menjadi uap. Maka dapat disimpulkan tekanan paling rendah untuk melangsungkan reaksi di temperatur 363K dengan reaktor batch adalah 0.5 MPa
Simulasi Reaktor Batch dengan Variasi Perbandingan Molar Umpan Reaktor
Tahap terakhir dari proses simulasi dengan menggunakan reaktor batch adalah dengan memvariasikan perbandingan molar dari reaktan yaitu isobutene : gliserol. Grafik perbandingan fraksi mol terhadap waktu berdasarkan perbandingan molar, dapat dilihat pada Gambar 7
Gambar 7. Perbandingan fraksi mol terhadap waktu
berdasarkan perbandingan molar reaktan Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa bila jumlah mol isobutene dikurangi menjadi 1:1 terhadap mol gliserol akan menyebabkan jumlah diether dan triether yang dihasilkan menjadi berkurang. Hal yang sama juga terjadi bila mol isobutene ditambahkan menjadi 3:1 terhadap mol gliserol. Penggunaan isobutene dengan rasio mol 3:1 merupakan suatu penghamburan, karena banyak isobutene yang tidak bereaksi. Pemilihan rasio mol 2:1 dikarenakan diether
lebih dikehendaki sebagai GTBE dibandingkan triether (pada triether ada kandungan tertinggi isobutena yang bukan merupakan biocomponent) sehingga dianggap stoikiometrisnya 2:1
Simulasi reaktor CSTR
Dalam dunia industri biodiesel seperti ini, reaktor batch jarang sekali digunakan. Hal ini dikarenakan reaktor batch itu kurang produktif karena membutuhkan waktu untuk pengisian, pemanasan zat pereaksi, pendinginan zat hasil, pembersihan reaktor dan sebagainya. Selain itu reaktor batch hanya bisa untuk kapasitas produksi yang kecil. Oleh karena itu dalam simulasi, reaktor batch diganti dengan reaktor CSTR. Pada reaktor CSTR juga dilakukan beberapa simulasi dengan tujuan untuk mengetahui kondisi operasi terbaik yang nantinya akan digunakan untuk process development. Selain itu, simulasi dengan reaktor CSTR juga dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan yang terjadi, apakah akan sama/berbeda dengan reaktor batch. Simulasi dengan reaktor CSTR dimulai dengan mencari waktu tinggal. Gambar model reaktor CSTR diperlihatkan oleh Gambar 8
Gambar 8. Model reaktor CSTR
Simulasi Reaktor CSTR dengan Variasi Waktu Tinggal
Pemilihan waktu tinggal reaktor CSTR yang dianggap efektif adalah di akhir masa eksponesial. Pemilihan ini bertujuan agar waktu tinggalnya sekecil mungkin (ukuran reaktor sekecil mungkin) tetapi tidak terlalu banyak reaktan yang direcycle. Pencarian waktu tinggal untuk reaktor CSTR ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10
Gambar 9. Perubahan konsentrasi dalam reaktor
setiap waktu
Gambar 10. Konversi gliserol dan isobutene setiap
waktu
Dari Gambar 9 dapat terlihat bahwa konsentrasi meningkat drastis ketika periode waktu 10 menit sampai dengan 40 menit (fasa ekponensial). Fasa eksponensial pada periode waktu 10 sampai dengan 40 menit dapat terlihat lebih jelas pada Gambar 10. Konversi gliserol dan isobutene menurun ketika sudah melewati waktu 50 menit. Dari simulasi ini, dapat disimpulkan bahwa waktu tinggal paling efektif dalam reaktor CSTR adalah 40 menit
Simulasi Reaktor CSTR dengan Variasi Temperatur Reaktor
Pemilihan temperatur yang dianggap paling efektif adalah ketika konversi gliserol dan isobutene paling banyak. Gambar hasil simulasi variasi temperatur diperlihatkan pada Gambar 11
Gambar 11. Konversi gliserol dan isobutene pada
temperatur yang berbeda - beda
Dari simulasi dengan menggunakan reaktor batch diketahui bahwa semakin besar temperatur, maka waktu untuk mencapai kesetimbangan semakin cepat. Hal yang sama berlaku pada reaktor CSTR. Seperti diperlihatkan pada Gambar 11, dengan tekanan dan waktu tinggal yang tetap yaitu 2 MPa dan 40 menit tingginya temperatur mempercepat tercapainya kesetimbangan. Karena semakin dekat pada kondisi kesetimbangan, maka konversi yang diperoleh juga semakin besar.
Walaupun demikian, temperatur reaktor yang digunakan tidak boleh terlalu besar. Pada Gambar terlihat bahwa pada temperatur 413 K, konversi isobutene dan gliserol mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada temperatur tersebut, sebagian isobutene telah berubah fasa menjadi gas. Untuk menghindari menguapnya isobutene, jadi temperatur reaktor yang akan digunakan untuk process development adalah 383K.
Simulasi Reaktor CSTR dengan Variasi Tekanan Reaktor
Pemilihan tekanan yang dianggap efektif adalah tekanan di atas minimum (tekanan agar reaksi tetap dapat berjalan) untuk menghindari pressure drop. Gambar hasil simulasi variasi tekanan diperlihatkan pada Gambar 12
Gambar 12. Konversi gliserol dan isobutene pada
tekanan yang berbeda – beda
Sama seperti pada reaktor batch, Gambar menunjukkan bahwa pada reaktor CSTR, tekanan tidak berpengaruh terhadap produk hasil reaksi. Walaupun demikian, tetap ada batasan tekanan agar fasa kedua reaktan tetap berupa cairan sehingga reaksi tetap dapat berlangsung. Oleh karena itu dengan memperhitungkan pressure drop yang mungkin dapat terjadi dan juga faktor ekonomi (tekanan besar membutuhkan peralatan misalnya dinding lebih tebal pula) maka tekanan yang dapat dipilih untuk process development adalah 2MPa
Process Development
Berdasarkan pengetahuan yang didapat dari beberapa proses simulasi yang telah dilakukan sebelumnya, maka proses simulasi dilanjutkan dengan melakukan process development. Dari simulasi sebelumnya dengan menggunakan reaktor CSTR, diketahui bahwa gliserol dan isobutene tidak habis bereaksi dalam waktu 40 menit. Oleh karena itu perlu dilakukan proses pemisahan untuk memisahkan gliserol dan isobutene dari produknya kemudian dilanjutkan dengan proses recycle. Di sisi lain
process development ini bertujuan untuk langsung menambahkan produk yang berupa diether dan triether (GTBE) kepada biodiesel (FAME). Gambar model process development ditunjukkan pada Gambar 13.
Proses development untuk produksi aditif biodiesel ini didasarkan pada adanya kolom ekstraksi (EXTRACT) dengan 6 tahap teoritis menggunakan biodiesel sebagai pelarutnya. Kolom esktraksi ini beroperasi pada tekanan 1 atm dan 25oC karena pada kondisi ini, biodiesel dan gliserol membentuk 2 fasa. Ester metil oleat digunakan sebagai senyawa perwakilan dari campuran FAME. Feed biodiesel yang digunakan dalam simulasi proses menghasilkan produk berupa campuran biodiesel-GTBE dengan konsentrasi GTBE yang diinginkan sebesar 7,5% berat. Kemudian gliserol yang keluar dari bagian bawah kolom ekstraksi akan dipompa (PUMP2) untuk bergabung dengan umpan gliserol di MIX2.
Aliran yang keluar dari MIX3 merupakan reaktan yang nantinya akan bereaksi dalam reaktor (CSTR). Komposisi molar reaktan adalah 2 : 1 (isobutene : gliserol). Reaktor tersebut bekerja dengan tekanan 2 MPa, temperatur 383 K, dan waktu tinggal selama 40 menit hasil dari simulasi sebelumnya untuk mendapatkan spec yang terbaik. Produk dari reaktor selanjutnya akan dimasukkan ke dalam kolom flash (SEP1) yang beroperasi pada temperatur 60oC dan tekanan 500 Pa. Kolom ini difungsikan untuk memisahkan senyawa hidrokarbon sebelum bereaksi dengan biodiesel. Produk bawah dari kolom flash ini selanjutnya akan dipompa (PUMP1) untuk mengubah tekanannya agar sesuai dengan tekanan ektraktor yaitu 1 atm.
Produk atas dari kolom flash (SEP1) yang berupa gas diumpankan ke kolom pemisah lain (SEP2) yang beroperasi pada tekanan 1 bar dan temperatur 10oC untuk memisahkan isobutene (gas) dengan hidrokarbon yang lain (cair). Produk cair keluaran dari kolom separator ini dapat digunakan sebagai komponen dalam kolam bensin. Produk atas dari kolom separator yang berupa gas isobutene kemudian dimasukkan ke dalam kolom penukar panas yang beroperasi pada tekanan 2MPa dan temperatur 363K untuk mengubah fasa isobutene gas menjadi bentuk cair yang selanjutnya akan bergabung dengan umpan isobutene di MIX1. Laju alir molar umpan produk ditunjukkan pada Tabel 3 dan komposisi FAME+GTBE ditunjukkan pada Tabel 4
Gambar 13. Model untuk proses development
Tabel 3. Laju alir molar dari umpan dan produk
Tabel 4. Komposisi FAME+GTBE
Kesimpulan
1. Model yang dibuat dengan reaktor batch telah tervalidasikan
2. Pada reaktor batch, semakin tinggi temperatur reaktor pada tekanan yang tetap, waktu untuk mencapai kesetimbangan semakin cepat, tetapi konversi menurun
3. Pada reaktor CSTR, semakin tinggi temperatur reaktor pada pada tekanan dan waktu tinggal yang tetap, konversi akan meningkat
4. Tekanan reaktor tidak berpengaruh terhadap produk keluaran kedua reaktor, tetapi tetap ada tekanan minimum agar reaksi dapat berlangsung 5. Tekanan, temperatur, dan waktu tinggal yang
terbaik untuk reaktor CSTR adalah 2MPa, 383K, dan 40 menit.
6. Komposisi terbaik GTBE dalam biodiesel adalah 7.5 % w/w
7. Model NRTL tidak mampu untuk mengestimasi gejala yang terjadi pada kolom pemisahan dengan komponen metil oleat
Saran
1. Penelitian ini perlu diteruskan untuk memisahkan komponen monoether dengan diether dan triether agar didapatkan campuran FAME + GTBE yang bersih dari monoether 2. Process development yang telah dibuat perlu
diverifikasi dengan data di lapangan (eksperimen).
Daftar Pustaka
Fukuda H, Kondo A, Noda H. 2001. Biodiesel Fuel Production by Transesterification of Oils. Journal of Bioscience and Enginering. 5:405-416
Dwi Setyaningsih, S.Y., Amri Solechan. 2007. Optimasi Proses Sintesis Gliserol Tert-butil Eter (gtbe) Sebagai Aditif Biodiesel. Teknik Industri Pertanian. 21: p. 9-15.
Behr, A. and L. Obendorf (2003). Development of a Process for the Acid-Catalyzed Etherification of Glycerine and Isobutene Forming Glycerine Tertiary Butyl Ethers. Eng. Life Sci., 2, 185-189
Martino Di Serio, L.C., Riccardo Tesser, Elio Santacesaria, New Process For The Production Of Glycerol Ter- Butyl Ethers.
Ion Agirre, V.L.B., María Belén Güemez,José Francisco Cambra and Pedro Luis Arias,
Acetals as Possible Diesel Additives, Chemical and Environmental Engineering Department, Engineering School of Bilbao Spain.