• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mewujudkan masyarakat gemar membaca, meningkatkan pengetahuan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. mewujudkan masyarakat gemar membaca, meningkatkan pengetahuan dan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perpustakaan Khusus

Perpustakaan sebagai salah satu tempat penyedia informasi, sarana belajar, mewujudkan masyarakat gemar membaca, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Sehingga perpustakaan merupakan sebuah lembaga yang melayani kebutuhan pengguna akan sumber-sumber pengetahuan dan informasi. Salah satunya adalah perpustakaan khusus, sebagai salah satu jenis perpustakaan yang dikembangkan bagi pengguna di lingkungan lembaga/ instansi yang bersangkutan yang mendukung kegiatan instansi/ lembaga tertentu sebagai pusat penelitian, pusat kajian dan sebagainya. Kedudukan perpustakaan berada dibawah wewenang sebuah instansi ataupun sebuah badan. Koleksi yang dimiliki perpustakaan khusus terbatas pada satu atau beberapa subjek saja, yang digunakan oleh pemakai yang berminat pada subjek tertentu saja.

Menurut Pedoman Umum Penyelenggaraaan Perpustakaan Khusus, Sukarman (1999:7) menyatakan bahwa perpustakaan khusus adalah :

Salah satu jenis perpustakaan yang dibentuk oleh lembaga (pemerintah/swasta) atau perusahaan asosiasi yang menangani atau mempunyai misi bidang tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dilingkungannya baik dalam hal pengelolaan maupun pelayanan informasi pustaka dalam rangka mendukung pengembangan dan peningkatan lembaga maupun kemampuan sumberdaya manusia.

(2)

Sedangkan menurut Sutarno NS (2000:39) Perpustakaan Khusus adalah “Tempat penelitian dan pengembangan, pusat kajian, serta penunjang pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia /pegawai”.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hasugian (2009:81) Perpustakaan Khusus adalah “Perpustakaan yang diselenggarakan oleh lembaga atau instansi negara, pemerintah, pemerintah daerah ataupun lembaga atau instansi swasta yang layanannya diperuntukkan bagi pengguna di lingkungan lembaga atau instansi yang bersangkutan”.

Selain itu Purwono (2013:21) menyatakan bahwa Perpustakaan Khusus adalah “Perpustakaan yang memiliki koleksi pada subjek-subjek khusus (tertentu)”. Beliau juga menjabarkan ciri-ciri perpustakaan khusus sebagai berikut:

a. Memberi informasi pada badan induknya, dimana perpustakaan itu berada (didirikan).

b. Tempatnya digedung-gedung pusat penelitian, asuransi, agen-agen serta badan usaha yang mengarah ke kegiatan bisnis.

c. Melayani pemakaian khusus pada organisasi induknya. d. Cakupan subjeknya terbatas (khusus).

e. Ukuran perpustakaannya relative kecil. f. Jumlah koleksinya relatif kecil.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 Tentang Perpustakaan Khusus disebutkan bahwa Perpustakaan Khusus adalah “Perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi Pemustaka di Lingkungan Lembaga Pemerintah, Lembaga Masyarakat, Lembaga Pendidikan Keagamaan, Rumah Ibadah, Atau Organisasi Lain”.

(3)

Berdasarkan pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang didirikan oleh instansi/ lembaga yang berada pada lembaga instansi itu sendiri, yang berguna mendukung pelaksanaan tugas instansi yang bersangkutan, memiliki peran dalam menyimpan, mengelola serta menyebarkan informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna di perpustakaan khusus tersebut.

2.1.1 Tujuan Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus dibangun untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam rangka mencapai misi dan tujuan suatu institusi/ lembaga yang mendirikannya.

Menurut Pedoman Perlengkapan Perpustakaan Khusus Hardjoparakoso (1991:3) Perpustakaan Khusus bertujuan sebagai berikut :

1) Tersedianya sarana dan prasarana perpustakaan serta koleksi dalam subyek tertentu untuk memenuhi kebutuhan anggota staf organisasi tertentu akan informasi meliputi ilmu pengetahuan, teknologi dan kehidupan.

2) Menciptakan kondisi dan mendorong masyarakat organisasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan jasa layanan perpustakaan organisasinya untuk kemajuan anggota dan organisasi itu sendiri.

Sehubungan dengan pengertian di atas Hermawan dan Zen (2006:40) mengemukakan bahwa tujuan utama perpustakaan khusus adalah “Untuk mendukung tujuan organisasi. Umumnya layanan bersifat tertutup dan hanya melayani anggota organisasi”.

Sedangkan menurut Hasugian (2009:82) Tujuan Perpustakaan Khusus yaitu “Perpustakaan hanya menyediakan koleksi khusus yang berkaitan dengan misi dan

(4)

tujuan dari organisasi atau lembaga yang memilikinya dan biasanya hanya memberikan pelayanan yang khusus hanya kepada staf organisasi atau lembaganya saja”.

Dari pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa tujuan dari perpustakaan khusus adalah sebagai pusat informasi yang mendukung kelangsungan kegiatan lembaga dan memberikan layanan bagi masyarakat dilingkungan lembaga/ instansi yang bersangkutan.

2.1.2 Fungsi Perpustakaan Khusus

Adanya perpustakaan khusus dijadikan sebagai penunjang kegiatan suatu institusi yang menaunginya karena fungsi perpustakaan tersebut diantaranya adalah menyimpan, mengolah, memelihara dan menyebarluaskannya sebagai informasi yang dihimpun kepada pengguna baik dalam bentuk tercetak maupun dalam bentuk non tercetak.

Menurut buku Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus Hardjoprakoso (1992:4) bahwa fungsi perpustakaan khusus adalah “Menyimpan dan menemukan kembali informasi serta menyebarkannya secara cepat”.

Sedangkan menurut Sutarno NS (2003:58) fungsi perpustakaan khusus adalah “Tempat penelitian dan pengembangan, pusat kajian, serta penunjang pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia/ pegawai”.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa fungsi perpustakaan khusus tidak jauh beda dengan perpustakaan lainnya, yaitu sebagai penyedia

(5)

informasi bagi pengguna, sebagai tempat pelestarian ilmu pengetahuan dan budaya, pusat dokumentasi dan rekreasi.

2.1.3 Tugas Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus didalam suatu institusi memiliki tugas yang tidak jauh berbeda dari perpustakaan pada umumnya yakni menyimpan dan menyebarluaskan informasi kepada pengguna yang terdapat didalam insitusi tersebut.

Menurut buku Pedoman Umum Penyelenggaraaan Perpustakaan Khusus Sukarman (1999:8) mengemukakan Tugas pokok perpustakaan khusus adalah :

Melakukan kegiatan pengumpulan/ pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan pendayagunaan bahan pustaka bidang ilmu pengetahuan tertentu untuk memenuhi misi lembaga yang harus diemban dalam rangka mendukung organisasi induknya dan masyarakat yang berminat mengkaji/mempelajari disiplin ilmu bidang yang menjadi misi perpustakaan.

Sedangkan menurut Sutarno NS (2005:61) yang dikutip Suwarno (2009:41) bahwa tugas perpustakaan secara garis besar ada tiga, yaitu :

a. Tugas menghimpun informasi, meliputi kegiatan mencari, menyeleksi, mengisi perpustakaan dengan sumber informasi yang memadai/lengkap baik dalam arti jumlah, jenis, maupun mutu yang disesuaikan dengan kebijakan organisasi, ketersediaan dana, dan keinginan pemakai secara mutakhir.

b. Tugas mengelola, meliputi proses pengolahan, penyusunan, penyimpanan, pengemasan agar tersusun rapi, mudah ditelusuri kembali (temu balik informasi) dan diakses oleh pemakai, dan merawat bahan pustaka. Pekerjaan pengolahan mencakup pemeliharaan atau perawatan agar seluruh koleksi perpustakaan tetap dalam kondisi bersih, utuh, dan baik. Sedangkan kegiatan mengelola dalam pengertian merawat adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka preservasi dan konservasi untuk menjaga nilai-nilai sejarah dan dokumentasi.

c. Tugas memberdayakan dan memberikan layanan secara optimal. Perpustakaan, sebagai pusat informasi yang menyimpan berbagai ilmu pengetahuan, memberikan layanan informasi yang ada untuk diberdayakan

(6)

kepada masyarakat pengguna, sehingga perpustakaan menjadi agen perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi teknologi dan budaya masyarakat. Termasuk dalam tugas ini adalah upaya promosi dan publikasi serta sosialisasi agar masyarakat pengguna mengetahui dengan jelas apa yang ada dan dapat dimanfaatkan dari perpustakaan.

Menurut Hermawan dan Zen (2006:40) Tugas pokok perpustakaan khusus adalah “Memberikan layanan informasi kepada anggota atau staf lembaga dimana perpustakaan bernaung”.

Dari berbagai defenisi di atas dapat dinyatakan bahwa tugas perpustakaan khusus adalah memberikan layanan informasi kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bahan informasi dalam rangka mendukung pengembangan dan peningkatan lembaga maupun kemampuan sumberdaya manusia.

2.2 Perpustakaan Digital

Perubahan yang terjadi dari zaman ke zaman semakin membuktikan berkembangnya teknologi informasi yang telah memasuki era digital. Dengan berkembangnya teknogi informasi, internet dan elektronik, perpustakaan semakin memperbaiki sistem pelayanannya dengan cara membentuk perpustakaan digital. Layanan ini digunakan dengan perangkat digital atau elektronik untuk mendukung pengguna dalam menemukan informasi dengan cepat.

Perpustakaan digital tidak harus berdiri sendiri secara fisik atau terpisah dari perpustakaan yang koleksinya berbasis cetak. Pepustakaan digital dapat merupakan bagian dari sistem pelayanan perpustakaan, hanya saja memakai prosedur kerja berbasis komputer dan sumberdaya digital. Perpustakaan digital menawarkan

(7)

kemudahan bagi pengguna untuk mengakses sumber-sumber elektronik pada waktu dan kesempatan yang terbatas. Konsep perpustakaan digital menekankan pada lingkungan suatu perpustakaan dimana berbagai dokumen tersimpan dalam format elektronik atau digital dan dapat diakses dan ditemukan kembali dalam format digital.

Menurut Widyawan (2005) “Perpustakaan digital itu tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sumber-sumber informasi lain dan pelayanan informasinya terbuka bagi pengguna di seluruh dunia”. Koleksi perpustakaan digital tidak terbatas pada dokumen elektronik pengganti bentuk tercetak saja, ruang lingkup koleksinya malah sampai pada artefak digital yang tidak bisa tergantikan oleh bentuk tercetak.

Sedangkan menurut Kusumah (2001) Digital Library belum didefinisikan secara jelas untuk dapat dijadikan standar atau acuan dalam dunia pendidikan. Namun demikian ia mengutip definisi yang dirangkum oleh Saffady sebagai berikut Digital Library adalah “Perpustakaan yang mengelola semua atau sebagian yang substansi dari koleksi-koleksinya dalam bentuk komputerisasi sabagai bentuk alternatif, suplemen atau pelengkap terhadap cetakan konvensional dalam bentuk mikro material yang saat ini didominasi koleksi perpustakaan”.

Salah satu definisi perpustakaan digital yang dapat dikutip dari Digital Library Federation mengatakan bahwa :

Perpustakaan digital berbagai organisasi yang menyediakan sumberdaya, termasuk pegawai yang terlatih khusus, untuk memilih, mengatur, menawarkan akses, memahami, menyebarkan, menjaga integritas, dan memastikan keutuhan karya digital, sedemikian rupa sehingga koleksi tersedia dan terjangkau secara ekonomis oleh sebuah atau sekumpulan komunitas yang membutuhkannya.

(8)

Defenisi yang sama mengenai perpustakaan digital dikemukakan oleh Subroto (2009) menyatakan bahwa perpustakaan digital adalah “Penerapan tehnologi informasi sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan, dan menyebarluaskan informasi ilmu pengetahuan dalam format digital”. Atau secara sederhana dapat dianalogikan sebagai tempat menyimpan koleksi perpustakaan yang sudah dalam bentuk digital.

Dari beberapapengertian di atas dapat dikemukakan bahwa perpustakaan digital sebagai perpustakaan yang memiliki, mengelola dan menyebarluaskan koleksinya dalam bentuk digital. Sehingga dalam mengakses informasinya melalui perangkat digital. Dalam kata lain, perpustakaan digital merupakan perpustakaan yang melayani pengguna dengan segala kemudahan.

2.3 Digitalisasi

Sebagian besar koleksi perpustakaan berupa buku atau bahan tercetak dengan bahan baku kertas. Koleksi tersebut membutuhkan pemeliharaan/ pelestarian dengan baik sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan fisik maupun nilai informasi dari koleksi tersebut. Kemajuan ilmu tehnologi informasi dan komunikasi mengharuskan perpustakaan memberikan layanan penyediaan informasi yang tepat kepada pengguna. Hal ini dapat dipenuhi dengan pemanfaatan fasilitas komputer, jaringan internet dan koleksi perpustakaan yang sudah dalam bentuk digital.

Teknologi komputer dan perkembangan jaringan informasi yang semakin canggih, mendukung perpustakaan digital menjadi solusi dalam proses pencarian

(9)

informasi oleh pengguna dengan cepat dan tepat. Bahan pustaka cetak dapat dibaca tanpa harus mengunjungi perpustakaan tempat bahan pustaka tersebut tersedia lagi, karena bahan pustaka tersebut sudah didigitalkan dan di upload ke internet, sehingga pengguna dapat langsung mengaksesnya dari mana saja. Agar bahan pustaka dapat di upload, maka bahan pustaka yang masih dalam bentuk tercetak harus dialih mediakan kedalam bentuk digital terlebih dahulu.

2.3.1 Pengertian Digitalisasi

Digitalisasi merupakan salah satu cara dalam melakukan pemeliharaan dan pelestarian naskah kuno, berkas yang dianggap penting dan berharga untuk digunakan dikemudian hari baik dalam bentuk foto, maupun tulisan.

Menurut Soemantri (2012:2), mengemukakan bahwa :

Alih media (digitalisasi) merupakan proses kegiatan merubah arsip tekstual menjadi arsip media baru (terbaca oleh komputer). Kegiatan Alih Media (Digitalisasi) Arsip menjadi pedoman baik unit pengolah maupun unit kearsipan di lingkungan perkantoran maupun perusahaan, dalam rangka menghemat ruangan, menghemat tenaga dan menghemat waktu untuk penyimpanan arsipnya.

Sedangkan menurut Kusumah (2001:15), menyatakan bahwa :

Digitalisasi ialah bagian dari pelestarian yang berupaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno dengan memanfaatkan teknologi digital seperti soft file,foto digital, microfon, serta mengupayakan baik naskah duplikasinya agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Dari beberapa defenisi di atas dapat dinyatakan bahwa digitalisasi merupakan kegiatan merubah bentuk bahan pustaka dari bentuk tercetak ke dalam bentuk digital

(10)

guna untuk menjaga nilai-nilai informasi yang terkandung dalam bahan pustaka dan mempermudah dalam penyebarluasan informasi kepada pengguna.

2.3.2 Proses Digitalisasi

Proses digitalisasi merupakan kegiatan yang tidak mudah dilaksanakan. Poses digitalisasi tidak hanya sekedar memindahkan informasi yang terdapat pada bahan pustaka tercetak ke dalam bentuk digital, tetapi juga memiliki serangkaian tahapan atau prosedur dalam pelaksanaan kegiatan digitalisasi.

Menurut Pendit (2007:241) Dalam dunia perpustakaan, proses digitalisasi adalah :

Sebuah proses yang mengubah dokumen tercetak menjadi dokumen digital. Digitalisasi merupakan sebuah terminology untuk menjelaskan proses alih media dari bentuk cetak, audio, maupun video menjadi bentuk digital. Digitalisasi dilakukan untuk membuat arsip dokumen bentuk digital, untuk fungsi fotokopi, dan untuk membuat koleksi perpustakaan digital. Tujuan Digitalisasi, tidak lain adalah untuk mendapatkan efisiensi dan optimalisasi dalam banyak hal antara lain efisiensi dan optimalisasi tempat penyimpanan, keamanan dari berbagai kerusakan koleksi bahan pustaka.

Sehubungan dengan penjelasan di atas,Pendit (2007:244-245) dalam bukunya yang berjudul Perpustakaan Digital : Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia, menjelaskan tentang proses digitalisasi yang dibedakan menjadi 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu :

1. Scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam bentuk

cetak dan mengubahnya kedalam betuk berkas digital.

2. Editing, adalah proses mengolah berkas PDF didalam komputer dengan

cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan sebagainya.

(11)

3. Uploading, proses pengisian (input) metadata dan meng-upload berkas dokumen tersebut ke digital library.

Proses pembuatan dokumen digital menurut Saleh (2010:13) secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Seleksi dan pengumpulan bahan yang akan dibuat koleksi digital. 2. Pembongkaran jilid koleksi agar bisa dibacaalat pemindai (scanner).

3. Pembacaaan halaman demi halaman dokumen menggunakan alat pemindai yang kemudian disimpan dalam format file PDF.

4. Pengeditan.

5. Pembuatan serta pengelolaan metadata (basis data) agar dokumen tersebut dapat diakses dengan cepat.

6. Melengkapi basis data dokumen dengan abstrak jika diperlukan.

7. Pemindahan atau penulisan dokumen PDF serta basis data ke CD-ROOM atau DVD.

8. Penjilidan kembali dokumen yang sudah dibongkar.

Tahapan kegiatan menuju alih media koleksi perpustakaan seperti yang dinyatakan oleh Syamsuddin (2007) dalam artikel yang berjudul “Pemanfaatan alih media untuk pengembangan perpustakaan digital” adalah:

a. Menyusun perencanaan perpustakaan digital (Grand desain). b. Persiapan SDM perpustakaan.

1) Memiliki kompetensi teknologi informasi dan komputer. 2) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan SDM yang berkesinambungan.

3) Penyediaan fasilitas bagi pengguna jasa layanan informasi digital.

c. Penyiapan infrastuktur perpustakaan digital.

1) Penyiapan ruangan : ruang server, ruang koleksi, ruang baca, ruang reproduksi, ruang foto copy, ruang administrasi, dll. 2) Penggelaran jaringan komunikasi, LAN, WAN, Wireless, internet.

3) Pemasangan server, komputer terminal, komputer untuk database koleksi, scanner, printer, fotocopy, dll.

4) Instalasi software komputer dan menyiapkan buku-buku petunjuk teknis yang dibutuhkan untuk kelengkapan perpustakaan digital.

(12)

d. Kegiatan alih media koleksi perpustakaan.

1) Pembuatan daftar dan pengelompokkan koleksi yang akan dilakukan alih media.

2) Pengambilan koleksi dari ruang koleksi.

3) Melakukan scan menggunakan scanner terhadap koleksi sesuai urutan dalam daftar dan kelompok koleksi.

4) Pengecekan dan pencocokan kelengkapan hasil scan dan koleksi yang di scan.

5) Pengembalian koleksi ke ruang koleksi.

6) Hasil scan koleksi disimpan ke dalam database dan server termasuk membuat back up data, pemberian nama khusus terhadapdokumen untuk memudahkan proses temu kembali. 7) Hasil scan koleksi disiapkan dalam bentuk CD atau DVD untuk disimpan dalam ruang koleksi atau untuk kebutuhan diseminasi informasi.

8) File-file hasil scan koleksi dihubungkan ke dalam website perpustakaan digital agar bisa diakses oleh pengguna melalui jaringanLAN/ WAN/ internet.

9) Membuat buku petunjuk bagi pengguna tentang caramelakukan temu kembali / akses informasi dan peraturan-peraturanterhadap hak kekayaan intelektual (HaKI) terhadap koleksi bentukdigital. e. Pengawasan, control, dan pengembangan perpustakaan digital ke depan. Proses Alih Media dokumen Digital/Digitalisasi juga diatur pada PP. Nomor 88 Tahun 1999, tidak semata mata melakukan proses scanning saja tetapi adanya suatu proses dan tahapan yang harus dilalui, yaitu :

1. Melakukan identifikasi terhadap dokumen yang akan dialih mediakan meliputi : kondisi dokumen, ukuran, jenis, jumlah, kerahasiaan dan faktor lainnya.

2. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara dua pihak pelaksana vendor alih media dengan user dalam menentukan SOP dan hasil yang ingin dicapai dalam proses alih media (penentuan nama, pola klasifikasi arsip, media penyimpanan kertas, securiy, format image yang digunakan, lokasi pekerjaan, termin waktu yang diinginkan dan sebagainya).

3. Proses cleaning dan sorting terhadap dokumen yang akan dilakukan proses scanning seperti pembersihan debu, pembukaan paper clip dan pemilahan dokumen yang tidak perlu serta dokumen ganda yang akan di scanning.

4. Quality control terhadap hasil dalam proses scanning untuk mendapatkan dan mencapai target hasil yang diinginkan.

(13)

5. Proses entry data kedalam pola klasifikasi yang telah ditentukan dalam suatu sistem yang telah ditetapkan dalam SOP bersama.

6. Proses Back data hasil scanning baik image maupun database yang telah dilakukan dalam proses alih media dokumen digital.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa proses digitalisasi dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan-tahapan atau prosedur dalam pelaksanaan kegiatan digitalisasi. Proses digitalisasi dapat mencakup kegiatan-kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan perpustakaan guna untuk memperoleh hasil dengan kualitas yang baik.

2.3.3 Tujuan Digitalisasi

Perpustakaan dalam melaksanakan kegiatan digitalisasi yaitu merubah bahan pustaka tercetak menjadi bahan pustaka digital memiliki tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan perpustakaan maupun pengguna perpustakaan. Dengan adanya kegiatan digitalisasi yang dilakukan perpustakaan terhadap bahan pustaka akan lebih mempermudah dalam akses terhadap koleksi.

Selain sebagai sarana untuk mempermudah penyebarluasan informasi, alih media juga berfungsi sebagai sarana preservasi terutama untuk dokumen-dokumen kuno atau yang sudah langka. Alih media dokumen kuno dan sudah langka menurut Hartinah (2009:16) dimaksudkan untuk :

1. Melestarikan nilai/ kandungan informasi.

2. Meningkatkan akses pada informasi dan pengetahuan yang tersembunyi. 3. Mempromosikan sumberdaya yang pernah ada (sejarah, budaya, Pengetahuan, dll).

(14)

Alih media sebagaimana diatur pada PP. Nomor 88 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke dalam Mikrofilm atau Media Lainnya adalah alih media ke micro film dan media lain yang bukan kertas dengan keamanan tinggi seperti misalnya CD Rom dan Worm. Dengan demikian alih media yang dimaksud adalah transfer informasi dari rekaman yang berbasis kertas kedalam media lain dengan tujuan efisiensi.

Alih Media dokumen adalah proses alih media dari data hardcopy ke softcopy (digital). Sehingga data atau dokumen dalam format digital diharapkan dapat meningkatkan kinerja di lingkungan instansi yang terlibat langsung dalam penggunaan dokumen, baik dalam pencarian data maupun untuk update data. Proses pekerjaan alih media dari hardcopy ke digital akan membutuhkan waktu kerja dan alur kerja yang terbagi atas tahapan-tahapan yang tercakup secara integratif.

Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kegiatan digitalisasi bertujuan untuk melestarikan nilai informasi,menghemat ruang penyimpanan, sebagai sarana preservasi, memudahkan dalam temu kembali informasi, serta memudahkan dalam menyebarkan informasi kepada pengguna.

2.3.4 Manfaat Digitalisasi

Perpustakaan memiliki alasan tersendri dalam melaksanakan kegiatan digitalisasi terhadap bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan. Kegiatan digitalisasi yang dilakukan perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan perpustakaan yang bersangkutan serta kemampuan dalam melaksanakannya.

(15)

Menurut Erika (2011) Digitalisasi manuskrip merupakan proses pengalihan manuskrip dari bentuk aslinya ke dalam bentuk digital atau menyalinnya dengan melakukan scanning (scanner) atau memfotonya dengan kamera digital. Digitalisasi naskah dilakukan agar isi kandungan dari naskah tetap terjaga jika sewaktu-waktu fisik naskah tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Digitalisasi memiliki manfaat antara lain:

a. Mengamankan isi naskah dari kepunahan agar generasi seterusnya tetap mendapatkan informasi dari ilmu-ilmu yang terkandung dari naskah tersebut.

b. Mudah digandakan berkali-kali untuk dijadikan cadangan (back up data). c. Mudah untuk digali informasinya oleh para peneliti jika di-upload ke

sebuah alamat web.

d. Dapat dijadikan sebagi obyek promosi terhadap kekayaan bangsa.

Manfaat digitalisasi yang dikemukakan oleh Chisenga (2003) sebagai berikut: a. Penambahan koleksi yang lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik.

b. Dapat mempecepat akses sehingga informasi yang dibutuhkan dapat sesegera mungkin di dimiliki dan di manfaatkan oleh para pengguna perpustakaan.

c. Tentunya dapat dikoneksikan lebih cepat apabila sistem digitalisasi digunakan di seluruh area kampus dengan jaringan,baik jaringan LAN maupun jaringan internet atau apapun itu yang berhubungan untuk mendapatkan koneksi sistem digitalisasi tersebut.

d. Pengguna dapat mengakses bukan hanya dalam bentuk format tercetak tetapi juga bisa mengakses dalam bentuk format suara , gambar , video dan masih banyak lagi lainnya .

Dari pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa manfaat digitalisasi adalah mengamankan isi bahan pustaka dari kepunahan, dapat dijadikan sebagai dokumen cadangan, dan mempermudah pengguna dalam akses informasi yang dibutuhkan.

(16)

2.3.5 Pendistribusian

Tahap akhir dari proses digitalisasi ini adalah tahap pendistribusian koleksi yang sudah didigitalisasikan. Pendistribusian merupakan salah satu tujuan dari digitalisasi karena informasi yang terkandung dalam koleksi yang didigitalisasi dapat digunakan kembali dengan baik oleh pengguna informasi.

Gardito (2002:19), mengemukakan bahwa:

Sistem pendistribusian informasi digital dapat dilakukan melalui situs web dari masing-masing perwakilan atau dari badan/asosiasi yang menjadi pusat pengelolaan kandungan informasi lokal. Informasi yang dilayankan dapat berupa teks dan gambar. Untuk karya yang berupa teks yang sudah dikategorikan wewenang publik (public domain) maka secara penuh/keseluruhan (fulltext) dapat dilayanankan kepada masyarakat, demikian pula halnya untuk karya lukisan maupun gambar. Lain halnya dengan apabila karya tersebut masih dilindungi hak cipta untuk mendistribusikannya secara luas dalam bentuk digital.

Dari pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa pendistribusian informasi harus dilakukan semaksimal mungkin dengan menggunakan media-media pendukung seperti situs web, CD ROOM, dll. Dengan tujuan informasi yang terkandung dalam koleksi yang didigitalisasi digunakan kembali dengan baik oleh pengguna informasi.

2.3.6 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas-aktivitas yang dimiliki oleh perpustakaan. Tanpa Sumber daya manusia, seluruh aktivitas atau roda kegiatan perpustakaan tidak akan berjalan dengan baik. Dalam proses digitalisasi, dibutuhkan keterampilan sumber daya manusia yang handal untuk menjalankan kegiatan digitalisasi.

(17)

Deegan & Tanner (2002:216) mengemukakan bahwa “hal yang membuat perpustakaan berarti adalah karena adanya pustakawan yang bekerja disana, mengumpulkan informasi-informasi dan sumbernya kepada komunitas yang berbeda-beda, baik minat ilmiah, publik, perusahaan, pemerintah, atau minat khusus”.

Semua aspek dari manajemen sumber daya manusia harus ditentukan pada saat tahap perencanaan dari aktivitas digitalisasi, khususnya bagi manajer senior atau direktur untuk mengerti dampak dari digitalisasi pada organisasi dan sumber daya manusia itu sendiri, Hughes(2004:96-97). Lebih lanjut, Hughes membagi dua ranah sumber daya yang harus diperhatikan pada saat perencanaan, yakni:

1. Sumber daya yang akan terlibat dalam kegiatan digitalisasi (siapa yang akan melakukan scaning, website desain, dan sebagainya). Untuk ranah ini diperlukan staf yang sesuai untuk masing-masing pekerjaan dan juga staf yang mengatur dan mengevaluasi pekerjaan mereka.

2. Sumber daya manusia yang akan melanjutkan pengaturan dari hasil-hasil pengerjaan proyek setelah proyek digitalisasi tersebut telah usai (sumber daya manusia yang kedua ini dimaksudkan sebagai staf pekerja untuk pengoperasian dan pemeliharaan hasil dari proyek digitalisasi yang sudah ada untuk jangka waktu yang lama atau seterusnya).

Jones (2001) memberikan pandangan bahwa “digitalisasi membutuhkan keahlian baru. Perencanaan proyek harus menyediakan kesempatan bagi staf tetap untuk belajar tehnologi baru tersebut”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa sumber daya manusia perpustakaan harus memiliki keahlian khusus dalam kegiatan digitalisasi pada perpustakaan. Sumber daya manusia yang handal merupakan penggerak roda perpustakaan dan keterampilan sumber daya manusia yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pada perpustakaan.

(18)

2.3.7 Kebijakan Digitalisasi

Perpustakaan hendaknya memiliki kebijakan dalam melakukan kegiatan digitalisasi. Setiap perpustakaan memiliki kebijakan masing-masing terhadap pemilihan koleksi bahan pustaka. Kebijakan digitalisasi diadakan melihat situasi dan kondisi serta yang menjadi kebutuhan yang paling prioritas dalam perpustakaan.

Standar Operasional Prosedur Perpustakaan PTA Makassar (2008:10) Untuk menjamin kelancaran operasional proses digitalisasi bahan perpustakaan diperlukan kebijakan atau aturan sbb:

1. Pernyataan dukungan terhadap inisiatif digitalisasi koleksi Perpustakaan; 2. Bahan perpustakaan yang akan didigitalisasi termasuk semua disertasi,

tesis, skripsi, dan karya lainnya merupakan teks lengkap, mulai dari halaman judul hingga lampiran;

3. Untuk melindungi karya tersebut, dipilih format PDF (Portable Document Format) sebagai jenis berkas digital karya. Melalui format ini, berkas tersebut bisa diatur ”hanya baca” atau read only dan diberikan

password sebagai pengamannya. Menentukan jenis proteksi yang akan

diterapkan pada koleksi digital ini, apakah boleh dicetak atau tidak, apakah perlu diberi password atau tidak, apakah bisa diedit atau tidak, dan lain-lain.

4. Menetapkan mekanisme layanan koleksi digital, misalnya apakah koleksi digital tersebut dapat diunduh, atau dikirim secara offline, dan sebagainya.

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa kebijakan dalam proses digitalisasi perlu diadakan sebaik mungkin untuk menjamin hasil dari proses digitalisasi seperti yang dilaksanakan oleh Perpustakaan PTA Makassar.

(19)

2.4 Koleksi Antiquariat

Buku merupakan salah satu koleksi cetak yang terdapat pada perpustakaan yang menjadi sumber informasi bagi penggunanya. Begitu juga dengan koleksi antiquariat yang merupakan sebuah koleksi cetak yang terdapat pada koleksi perpustakaan yang telah berusia lebih dari 50 tahun dan merupakan salah satu koleksi langka. Sehingga, koleksi antiquariat merupakan sebuah koleksi yang biasa disebut dengan koleksi langka.

Pengertian Antiquariatmenurut Merriam-Webster “relating to the collection and study of valuable old things (such as old books)”.

Sedangkan antiquariatmenurut Kernerman Webster College Dictionary dalam www.thefreedictionary.com “of value because of age or rarity: antiquarian books. dealing or interested in such objects”.

Menurut Arrasyid (2014) antiquarian books atau dapat disebut juga sebagai antiquariat/rare books adalah “ Koleksi buku yang bernilai dikarenakan langka dan usianya yang lebih dari 50 tahun”.

Forum Pustakawan Departemen Pertanian berpendapat Antiquariat atau rare books adalah “Koleksi yang dipertimbangkan sebagai koleksi yang sudah berumur lebih dari 50 tahun dan mempunyai nilai tertentu”.

Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Propinsi DIY mendefenisikan koleksi langka, pustaka langka atau disebut juga antique books adalah “Suatu jenis koleksi yang memiliki ciri-ciri : tidak diterbitkan lagi, sudah tidak beredar di pasaran, susah

(20)

untuk mendapatkannya, mempunyai kandungan informasi yang tetap, memiliki informasi kesejarahan”.

Susanto Zuhdi (2009) mengatakan "langka" berarti tinggal sedikit atau nyaris punah, sedangkan pengertian "tua" lebih mengarah pada usia. Pengertian langka dan tua lebih identik pada kondisi materi koleksi itu sendiri. Jadi koleksi langka dapat diartikan koleksi yang sudah tidak terbit lagi, sekalipun usianya belum begitu lama.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa koleksi antiquariat merupakan sebuah koleksi cetak yang langka dan bernilai tinggi karena memilki nilai informasi tertentu yang sudah tua karena usia koleksinya sudah mencapai lebih dari 50 tahun.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa digitalisasi merupakan kegiatan merubah bentuk bahan pustaka dari bentuk tercetak ke dalam bentuk digital guna untuk menjaga nilai-nilai informasi yang terkandung dalam bahan pustaka dan mempermudah dalam penyebarluasan informasi kepada pengguna dengan indikator : pelestarian koleksi antiquariat, proses digitalisasi (scanning, editing, dan uploading), alat alih media, inisiatif, dan kondisi koleksi antiquariat dalam proses digitalisasi koleksi antiquariat pada Perpustakaan Khusus Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Referensi

Dokumen terkait

Reputasi underwriter adalah skala kualitas underwriter dalam penawaran saham perusahaan. Untuk mengukur reputasi underwriter dengan menggunakan peringkat

“Kami merendahkan diri di hadapamMu ya Tuhan, dan mengaku, bahwa dalam hidup kami pada waktu yang lalu, kami tidak melakukan kehendakMu, dan kami telah melakukan

Material paduan Mg-5Al-1%Y yang memiliki koefisien termal yang rendah adalah ketika material tersebut telah dilakukan perlakuan panas dengan menggunakan variasi

Peraturan Menteri Sosial Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemberian Tugas Belajar dan Izin Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Sosial (Berita Negara

Hasil analisis n-gain pada nilai kompetensi keterampilan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai kompetensi keterampilan siswa dengan me- nerapkan model

Setelah data yang diperoleh, kemudian disajikan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu teknik analisis yang berupa mendiskripsikan atau

Dosen memperkenalkan media mendongeng botaoja (boneka tangan tokoh jogja).. Dosen juga memberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa dongeng memiliki peranan yang

Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai hubungan antara tipologi strategi kompetitif, kematangan teknologi