• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Reportase Investigasi Trans Tv sebagai program yang paling getol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Reportase Investigasi Trans Tv sebagai program yang paling getol"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reportase Investigasi Trans Tv sebagai program yang paling getol menayangkan kecurangan-kecurangan oknum pedagang dalam proses produksi daganganya. Contohnya pada tayangan Reportase Investigasi episode Es Pisang Ijo Berbahaya. Tim Reportase Investigasi melihat adanya gerak-gerik oknum-oknum pedagang es pisang ijo yang memanfaatkan moment ramadhan untuk meraup keuntungan. Dalam penelusurannya, tim Reportase Investigasi menemukan adanya praktik penggunaan bahan pengawet seperti borak dan pewarna tekstil dalam proses pembuatan es pisang ijo. Penggunaan bahan pengawet seperti boraks sejatinya sudah menjadi rahasia umum. Boraks adalah suatu senyawa yang berbentuk kristal, warna putih, tidak berbau, larut dalam air dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Efeknya pada tubuh manusia bila dikonsumsi adalah dapat menyebabkan mual, muntah darah, gangguan pada ginjal dan lambung. Dalam praktiknya di lapangan, dengan menggunakan boraks, adonan yang digunakan untuk melapis pisang pada es pisang ijo, akan tahan lama. Sedangkan untuk campuran pewarna tekstil, para oknum biasa menggunakannya untuk menekan biaya produksi dengan menggunakan pewarna tekstil pada adonan pelapis pisang sebagai pengganti pewarna makanan. Tim Reportase Investigasi lalu berusaha melanjutkan penelusurannya, dengan mengikuti aktivitas dan

(2)

berinteraksi langsung dengan oknum penjual es pisang ijo tersebut. Dengan menyamarkan sosok dan suara oknum, tim berusaha menguak bagaimana proses produksi berjalan. Lalu setelah mendapatkan hasilnya, tim Reportase Investigasi menampilkan solusi dengan menampilkan seorang chef restoran yang akan menjelaskan bagaimana memilih antara es pisang ijo yang baik dan es pisang ijo yang mengandung bahan pengawet berbahaya.

Sebenarnya masalah penggunaan bahan pengawet berbahaya seperti boraks pada jajanan pasar tradisional sudah sangat sering ditayangkan di Reportase Investigasi Trans Tv. Pada tanggal 31 Desember 2005 dan 1 Januari 2006 silam, Reportase Sore menayangkan sebuah berita tentang Kasus Bakso Tikus. Dilanjutkan dengan penayangan secara ekslusif dan lebih mendalam melalui program Reportase Investigasi. Berita yang ditayangkan di acara ini mengungkapkan fakta bahwa ternyata selama ini terdapat praktik penjualan bakso yang terbuat dari daging tikus. Daging tikus tersebut dicampur dengan daging sapi, sehingga modal awal yang harus dikeluarkan untuk membuat bakso tidak banyak, dan keuntungan yang didapat dari hasil penjualan bakso tersebut lebih besar. Banyak pihak yang mengecam atas tayangan tersebut, di antaranya para pedagang bakso. Terlebih lagi, tayangan bakso tikus tersebut waktunya berdekatan dengan isu bakso yang menggunakan bahan pengawet seperti boraks dan formalin. Mereka merasa dirugikan, karena setelah penayangan acara tersebut, banyak orang yang merasa enggan untuk makan bakso karena takut bakso yang mereka makan merupakan bakso yang menggunakan campuran

(3)

daging tikus. Para pedagang yang tidak menggunakan daging tikus pun terkena dampaknya, yaitu dagangan mereka menjadi tidak laku. Selain itu, banyak pihak pula yang meragukan bahwa tayangan bakso tikus merupakan kejadian yang nyata. Tayangan itu memperlihatkan adegan si penjual bakso tikus menangkap, memotong-motong dan kemudian meraciknya untuk kemudian disantap.

Ada hal menarik dari rentetan setiap tayangan Reportase Investigasi Trans TV, khususnya pada pemberitaan makanan yang berbahan pengawet berbahaya. Tayangan Reportase Investigasi di Trans Tv dinilai sering merugikan pedagan kaki lima serta bisnis usaha kecil. Hal itu dikarenakan, tayangan ini selalu menyorot kecurangan pedagang-pedagang kecil, mulai dari tukang siomay yang memakai ikan dari selokan, tukang bakso yang menggunakan daging kucing dan pengawet boraks, sampai pada kecurangan pedagang dalam hal timbangan. Tapi Trans TV sangat jarang menyorot kecurangan bisnis berskala menengah ke atas, seperti restoran dan supermarket ( TribunNews.com).

Dalam keseharian nya, berita bukanlah peristiwa yang atau fakta yang riil. Berita merupakan produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam menyiarkan sebuah berita, media massa tentunya akan menyaring berita tersebut terlebih dahulu. Secara selektif, gatekeepers seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan (Rakhmat, 1985:229).

Eriyanto (2009:122) menyebutkan Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan

(4)

cara tertentu kepada khalayak. Namun banyak fenomena yang sesungguhnya penting dan seharusnya diketahui oleh masyarakat diembargo oleh kekuasaan dan sebaliknya, banyak fakta kecil yang tidak penting justru di blow up oleh media massa, dan direproduksi secara berlebihan dalam arti melampaui apa yang dibutuhkan khalayak. Maka terjadilah ketimpangan antara realitas yang sebenarnya terjadi dengan pemberitaan di media.

Karena proses penyaringan dan reproduksi tersebutlah, media bukanlah sekadar saluran yang bebas. Media merupakan subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukkan pendapat sumber berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan (Eriyanto, 2009:23).

Konstruksi sebuah realitas yang dilakukan oleh media didasari oleh pandangan konstruktivis bahwa realitas yang ada di dunia ini sebenarnya bersifat plural. Hal ini disebabkan bahwa dalam menafsirkan suatu hal, setiap orang selalu menafsirkannya dengan cara yang berbeda, tergantung dari pengalaman, preferensi pendidikan, atau lingkungan sosial yang telah dialami oleh masing-masing individu.

Bingkai (frame) adalah strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak media

(5)

massa. Framing merupakan metode analisis teks yang melihat bagaimana berita tersebut dikonstruksikan oleh media. Robert N. Entman melihat framing ke dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penojolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu tertentu (Eriyanto, 2002:186).

Seleksi isu disini berkaitan dengan pemilihan fakta. Aspek memilih fakta tidak dapat dilepaskan dari bagaimana fakta itu dipahami oleh media. Ketika melihat suatu peristiwa, wartawan mau tidak mau memakai kerangka konsep dan abstraksi dalam menggambarkan realitas. Sedangkan penonjolan aspek tertentu dari suatu isu berkaitan dengan proses penulisan fakta, yakni pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas untuk dibaca oleh khalayak. Bahasa yang digunakan dalam penulisan berita dapat menciptakan realitas tertentu kepada khalayak, atau dengan kata lain bahasa tersebut dapat membatasi perspektif seseorang dalam melihat perspektif lain dan mengarahkan bagaimana khalayak harus memahami suatu peristiwa.

Asumsi awal penulis ialah realitas yang dibangun Reportase Investigasi Trans Tv sebagai sebuah media massa dalam pemberitaan kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional yang terkesan menampilkan citra buruk pedagang-pedagang kecil pasar tradisional. Di tengah mewabahnya food court, supermarket, Reportase Investigasi seolah membangun realitas sosial bahwa lapakan cepat saji seperti food court dan supermarket adalah solusi terbaik untuk menghindari para pedagang kecil yang “nakal”. Di food court dan supermarket, konsumen tidak lagi harus dikhawatirkan oleh masalah

(6)

kebersihan makanan yang dijual dan kebersihan tempat dia membeli. Penulis melihat konstruksi realitas di atas bisa jadi dipicu oleh adanya kepentingan besar yang sedang bermain.

Asumsi kedua yakni dengan berdalih mencerdaskan masyarakat sebagai konsumen, Reportase Investigasi hadir sebagai sebuah produk jurnalisme investigasi yang mengandalkan penelusuran langsung mulai dari pra produksi sampai pasca produksi yang dilakukan oleh oknum yang mengaku pedagang. Senjata andalan Reportase Investigasi yang cukup dikenal masyarakat adalah investigasi langsung dan hasil uji laboratorium. Senjata andalan inilah yang seringkali mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Senjata ini pula yang kerap kali menjadi titik tolak opini yang akan berkembang masyarakat. Bayangkan apabila semua masyarakat merespon positif tayangan ini hanya dari kedua senjata tersebut, bukan tidak mungkin asumsi penulis mengenai konstruksi realitas Reportase Investigasi akan sangat merugikan pedagang-pedagang kecil, khususnya pasar tradisional.

Dengan metode Analisis Framing dari Entman dan Gamson, penulis berusaha mengerti dan menafsirkan konstruksi realitas Reportase Investigasi dalam kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional dengan jalan menguraikan bagaiamana Trans Tv dalam membingkai kasus tersebut, dan juga berusaha melihat bagaimana ideologi media ini mengkonstruksi tayangan nya, apakah memang ada upaya media ini yang berusaha melakukan pembusukan karakter pasar tradisional dengan menampilkan

(7)

oknum pedagang yang melakukan kecurangan di tiap jajanan yang dijual, yang merugikan bahkan membahayakan konsumen, ataukah media ini hanya semata-mata menyajikan tayangan yang menghebohkan masyarakat, guna menarik semata-mata masyarakat untuk menontonnya dan menaikkan rating tayangan tersebut.

Dengan mengacu pada penjelasan di atas, penulis ingin mengangkat sebuah skripsi dengan judul :

Analisis Framing Pemberitaan Penggunaan Bahan Pengawet Berbahaya Pada Jajanan Pasar Tradisional

Dalam Program Reportase Investigasi Trans Tv

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Reportase Investigasi Trans Tv membingkai pemberitaan jajanan pasar tradisional berbahan pengawet berbahaya ?

2. Bagaimana kecendrungan Reportase Investigasi Trans Tv dalam memberitakan kasus jajanan pasar tradisional berbahan pengawet berbahaya?

C. Tujuan dan Kegunaan Peneletian 1. Tujuan penelitian

(8)

a) Pembingkaian Reportase Investigasi Trans Tv terhadap pemberitaan jajanan pasar tradisional berbahan pengawet berbahaya

b) Kecendrungan Reportase Investigasi Trans Tv dalam pemberitaan kasus jajanan pasar tradisional berbahan pengawet berbahaya 2. Kegunaan Penelitian

a) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sekaligus menambah referensi pengembangan ilmu komunikasi studi analisis media dalam hal ini framing tentang penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional.

b) Kegunaan Praktis

Penelitian ini adalah diharapkan mempunyai manfaat bagi mahasiswa, juga bagi jurusan ilmu komunikasi, serta dari pihak Reportase Investigasi Trans TV itu sendiri. Lebih jelasnya dapat diperinci sebagai berikut :

1. Memberi acuan kepada penulis dan yang ingin mengetahui program Reportase Investigasi Trans TV dalam mengkonstruksi isu penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional.

(9)

2. Untuk pembuatan skripsi guna memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

3. Menunjukkan framing (bingkai) pemberitaan yang dilakukan oleh Reportase Investigasi Trans TV sehingga bisa menjadi masukan bagi pekerja media serta menggiring masyarakat menjadi penonton yang cerdas.

D. Kerangka Konseptual

Media massa pada dasarnya melakukan konstruksi terhadap realitas yang ada. Upaya media massa ialah melakukan perekayasaan sehingga terbentuk realitas yang baru dari realita yang ada dan nyata. Dalam pandangan konstruksionis, media massa tidak akan pernah bisa lepas dari pemaknaan realitas. Dalam pandangan konstruksionisme, berita bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang rill atau sebenarnya.

Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik dalam maupun luar realitas tersebut. Realitas sosial itu mempunyai makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan diberi makna secara subjektif oleh individu. Jadi individu mengonstruksi realitas sosial dan merekonstruksikannya dalam dunia nyata serta memantapkan realitas itu berdasarkan pandangan subjektif individu. Konstruksi juga sangat erat dengan kepentingan, masyarakat selalu berupaya mengenalkan diri mereka melalui hal-hal yang mereka miliki. Menurut Berger dan Luckmann (dalam Bungin, 2010: 7), realitas sosial adalah

(10)

pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial.

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Dalam hal ini, realitas dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dalam bentukan tertentu. Hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita media atas berita.

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep mengenai kontruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger, bersama Thomas Luckman (Eriyanto, 2009:13). Ia banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil

(11)

atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap berada dalam masyarakatnya.

Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan. Berger dalam Eriyanto (2009:14) menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahapan peristiwa. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat di mana ia berada.

Kedua, objektivitas, yakni hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan ekstrenalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektifitas ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebedayaan non-materiil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia.

Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada di luar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berada dengan kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang.

(12)

Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.

Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. (Eriyanto, 2002:41)

Media massa sampai saat ini berpotensi menciptakan hipperrealitas (hiperreality), yakni suatu upaya media dalam melakukan perekayasaan terhadap

(13)

makna sehingga memungkinkan terjadinya realitas semu di balik sejumlah pemberitaan yang ada.

Oleh karena itu, persoalan yang terdapat dalam media tidak dapat bersifat netral. Antonio Gramsci dalam Sobur (2009:30) melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di sisi lain, media dapat menjadi alat penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas isu publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat perlawanan terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi sarana perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.

Wacana media dalam banyak kasus, terutama pemberitaan media yang berhubungan dengan peristiwa yang melibatkan pihak dominan akan selalu disertai dengan penggambaran buruk bagi yang kurang dominan. (Sobur, 2009:36). John Hartley dalam Eriyanto (2002: 131) menjelaskan bahwa narasi berita hampir mirip dengan sebuah novel atau fiksi, dimana di dalamnya ada pahlawan dan ada pula penjahat. Demikian juga dalam cerita fiksi, pahlawan baru ada kalau ada penjahat, begitupula sebaliknya, penjahat ada pahlawan akan menghentikannya.

Untuk melihat bagaimana pemberitaan Reportase Investigasi Trans TV terhadap kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional, salah satu cara yang bisa digunakan untuk menangkap cara media membangun realitas beritanya ialah dengan menggunakan analisis framing.

(14)

Analisis framing adalah sebuah alat atau metode yang dapat digunakan untuk melihat cara media dalam menampilkan sebuah berita untuk khalayak dan sangat tepat untuk melihat keberpihakan, atau kecenderungan sikap politik sebuah media dalam pemberitaannya.

Pada dasarnya analisis framing dipahami dan banyak digunakan dalam penelitian sebagai salah satu teknik analisis isi. Tetapi dalam perkembangannya, analisis framing telah berubah menjadi seperangkat teori yang mana sejumlah pakar komunikasi memahaminya sebagai salah satu pendekatan untuk bagaimana penguasa dibalik teks media membentuk pesan.

Secara metodologi, analisis framing memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan analisis isi (content analysis). Analisis isi dalam studi komunikasi lebih menitikberatkan pada metode penguraian fakta secara kuantitatif dengan mengkategorisasikan isi pesan teks media. Pada analisis isi, pertanyaan yang selalu muncul; seperti, apa saja yang diberitakan oleh media dalam sebuah peristiwa? Tetapi, dalam analisis framing yang ditekankan adalah bagimana peristiwa itu dibingkai (Eriyanto 2009:3).

Oleh karena itu, dalam menganalisa pemberitaan Reportase Investigasi Trans TV mengenai penggunaan bahan pengawet pada jajanan pasar tradisional, penulis melihat analisis framing adalah metode yang tepat dalam melakukan penelitian.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati

(15)

strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna. Selain itu, metode ini juga dipakai untuk menganalisis isi media agar lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Entmant, dalam Eriyanto (2009: 163) melihat framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini dapat mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya dan dibuangnya.

Menurut William Gamson dalam Eriyanto (2002: 217), dalam pandangannya wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atas suatu isu dan perstiwa. Pendapat umum tdiak cukup kalau hanya didasarkan pada data survai khalayak. Data-data itu perlu dihubungkan dan diperbandingkan dengan bagaimana media mengemas dan menyajikan suatu isu. Sebab, bagaimana media menyajikan suatu isu menentukan bagaimana khalayak memahami dan mengerti suatu isu.

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika memilah isu dan menyajikan nya. Cara pandang itulah pada akhirnya menentukan fakta yang akan diambil, bagian mana yang ditayangkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut. Gamson dan Mondigliani menyebut cara pandang tersebut sebagai kemasan (package).

(16)

Skema Kerangka Konseptual

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Konseptual

E. Definisi Operasional

1. Analisis Framing ialah salah satu cara menganalisis teks media untuk atau mengetahui cara Trans TV khususnya dalam program Reportase Investigasi dalam mengangkat isu penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional dan aspek apa yang ingin ditonjolkan dari peristiwa/isu tersebut. Analisis framing yang digunakan adalah analisis dari Robert Entman dan William A. Gamson. Konsep Entman digunakan untuk mengidentifikasi masalah, melihat penyebab masalah tersebut, dan

Pemberitaan Reportase Investigasi Trans TV tentang jajanan pasar tradisional berbahan

pengawet berbahaya

Analisis Framing Model Robert N. Entman: -Define Problems

-Diagnose Causes -Make moral judgement -Treatment Recomendation

William A.Gamson: Visual Image

Hasil Frame

Pemberitaan Jajanan Pasar Tradisional berbahan pengawet

(17)

argumentasi yang diusung media dalam menyikapi masalah tersebut. Sedangkan konsep William A. Gamson digunakan sebagai metode analisis pendukung, dengan melihat makna-makna visual seperti gambar dan ilustrasi yang mendukung pemaknaan wacana yang diangkat oleh media. 2. Pemberitaan Penggunaan Bahan Pengawet Berbahaya pada Jajanan

Pasar Tradisional merupakan laporan tentang adanya penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional yang telah mengalami proses penyuntingan dari redaksi dan ditayangkan ke publik melalui Trans TV melalui program Reportase Investigasi

3. Reportase Investigasi Trans TV merupakan salah satu program berita Trans TV yang mengangkat isu-isu yang berkembang di masyarakat seperti kasus penggunan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional dan pemberitaan nya disajikan melalui proses penelusuran secara mendalam.

F. Metode Penelitian

1. Obyek dan waktu penelitian

Objek penelitian ini adalah Tayangan Reportase Investigasi mengenai pemberitaan kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya pada makanan selama bulan Oktober hingga Desember 2012. Adapun tayangan-tayangan yang akan diteliti sebagai berikut :

(18)

2. Jajanan pasar pengundang kanker (10 November 2012) 3. Hati-hati cuanki berbakteri (8 Desember 2012)

4. Bahaya dibalik warna (9 Desember 2012)

5. Waspada daging bakso babi (16 Desember 2012)

Waktu penelitian selama bulan Oktober 2012 sampai dengan Maret 2013

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Bogdan & Taylor dalam Moeloeng (2002: 3). Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata/gambar dan bukan angka-angka. Hal ini dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu (Moeloeng, 2002: 6).

Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik

(19)

realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. (Bungin, 2010: 68).

3. Metode Analisis

Metode analisis framing pemberitaan Trans Tv dalam program Reportase Investigasi tentang jajanan pasar tradisional berbahan pengawet berbahaya, sesuai dengan keempat struktur dalam perangkat framing model Robert Entman yaitu :

Problem Identification atau difine problems. Langkah pertama dalam menganalisa suatu teks atau agenda pemberitaan yang dibentuk oleh media pada awalnya mengidentifikasi dan memahami masalah sehingga pada akhirnya memutuskan untuk mengangkat persoalan tersebut ke depan khalayak. Singkatnya, bagaimana suatu peristiwa dilihat?, sebagai apa?, atau sebagai masalah apa?.

Casual Interpretation atau Diagnosa causes, yaitu membingkai siapa aktor penyebab masalah. Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa?, apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? • Setelah dua tahapan di atas, Entman juga mengurai Moral

Evaluation dibalik berita, yaitu proses telaah yang dilakukan untuk merumuskan landasan pembenaran atau argumentasi secara moral demi menguatkan struktur gagasan yang telah dibangun. Gagasan

(20)

tersebut menurut Entman harus berhubungan secra emosional dengan khalayak.

Kemudian terakhir, Treatment Reccomendation, yaitu tahapan merumuskan kehendak akhir dari seorang jurnalis atau media untuk menuntaskan sebuag peristiwa.

Dilengkapi dengan analisis dari William A. Gamson dengan mengambil salah satu dari beberapa perangkat framingnya yaitu Visual Image, yang analisisnya lebih mengutamakan berupa gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang disampaikan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah diperoleh melalui pengamatan terhadap tayangan Reportase Investigasi yakni data audio visual (video) dari pemberitaan Trans TV mengenai kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional.

Untuk melengkapi data primer penelitian, maka ditunjang dengan berbagai referensi atau sumber dokumentasi seperti buku-buku jurnal, laporan penelitian dokumen-dokumen, makalah dan surat kabar serta berbagai informasi dari media online / internet.

(21)

5. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah analisis framing berdasarkan model Robert Entman dengan keempat elemen analisisnya dan sebagai pendukung analisis media TV yaitu salah satu elemen dari model William A. Gamson yakni Visual Image. Analisis framing merupakan salah satu cara menganalisis media untuk mengetahui realitas yang dikonstruksi atau dibingkai oleh media. Dalam kaitan dengan permasalahan penelitian ini, analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana Reportase Investigasi Trans TV membingkai pemberitaan kasus jajanan pasar tradisional berbahan pengawet berbahaya . Melalui analisis ini ingin diketahui seperti apa realitas yang dikonstruksi oleh Reportase Investigasi Trans TV dalam menyajikan pemberitaannya mengenai kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya pada jajanan pasar tradisional.

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak.

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga berita yang dikeluar (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari

(22)

isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.

Penonjolan aspek tertentu dari isu

Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Sumber : Eriyanto, 2009:187

Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.

Define Problems

(pendefinisian masalah)

Bagaimana suatu peristiwa /isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose causes

(Memperkirakan masalah atau sumber masalah)

Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?

Make moral judgement (membuat keputusan moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan? Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?

Sumber: Eriyanto, 2002: 188

Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame / bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan.

(23)

Diagone causes (memperkirakan penyebab masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa.

Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Contoh gerakan mahasiswa, kalau wartawan memaknai demonstrasi mahasiswa sebagai upaya pertahanan diri, dalam teks berita bisa dijumpai serangakaian pilihan moral yang diajukan. Misalnya disebut dalam teks, “mahasiswa adalah kelompok yang tidak mempunyai kepentingan, dan berjuang di garis moral”.

Element framing lain adalah Treatment recommendation (menekankan penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.

Analisis framing dari Entman dalam kasus pemberitaan jajanan pasar tradisional berbahan pengawet berbahaya dalam program Reportase Investigasi Trans TV diperkuat dengan menggunakan salah

(24)

satu perangkat analisis framing dari Gamson yakni Visual image. Karena membahas bentuk gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan bahkan bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan, sehingga lebih mendekati terhadap objek penelitian.

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

yang dilakukan di Kelas X A MAN Semarang yang menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Teams Games Tournament ) dapat menumbuhkan semangat peserta didik

Jenis-jenis ini memiliki kegunaan yang paling disukai atau juga bagi jenis-jenis yang mempunyai nilai guna tidak tergantikan oleh jenis lain. 2 Meliputi jenis-jenis tumbuhan

Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon dan Pasangan Calon Perseorangan melaporkan hanya 1 (satu) Nomor Rekening Khusus Dana

Pengolahan jawaban responden terhadap pernyataan P10 kuesioner menunjukkan bahwa sebanyak 9 responden (30%) berpendapat bahwa mereka sangat setuju dan sebanyak 20 responden

Hal ini menunjukan bahwa di lokasi yang dekat dengan aliran Sub DAS Keduang, antara variabel terikat yang berupa jumlah benih, luas lahan, jumlah tenaga kerja,

Kesimpulannya bahwa aparat penegak hukum dalam hal menangani kasus terkait pembuktian dengan alat bukti teknologi informasi tidak secara sepenuhnya menggunakan peraturan secara

Larutan polistiren hasil sintesis dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian larutan polistiren tersebut diteteskan kedalam gelas kimia yang telah berisi metanol dengan