• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PANASBUMI:

KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

III.1. Komponen Sistem Panasbumi

Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari tiga komponen utama, yaitu adanya batua reservoar yang permeable, adanya air yang membawa panas, dan sumber panas itu sendiri. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan membentuk sistem yang mampu mengantarkan energi panas dari bawah permukaan hingga ke permukaan bumi. Sistem ini bekerja dengan mekanisme konduksi dan konveksi (Hochstein & Brown, 2000).

III.1.1. Sumber panas

Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh intrusi magma. Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal dari batuan beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan. Perbedaan sumber panas ini akan berimplikasi pada perbedaan suhu reservoar panasbumi secara umum, juga akan berimplikasi pada perbedaan sistem panasbumi.

(2)

Batuan reservoar adalah batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup baik. Keduanya sangat berpengaruh terhadap kecepatan sirkulasi fluida.

Batuan reservoar juga sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dari fluida hidrotermal. Sebab fluida hidrotermal akan mengalami reaksi dengan batuan reservoar yang akan mengubah kimiawi dari fluida tersebut. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat umumnya akan menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.

III.1.3. Fluida

Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida fluida panasbumi, yaitu: (1) air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga beberapa kilometer. (2) Air formasi atau connate water yang merupakan air meteorik yang terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu yang lama. Air

connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang menyebabkan air ini menjadi lebihsaline. (3) Air metamorfik yang berasal dari modifikasi khusus dari air

connateyang berasal dari rekristalisasi mineral hydrousmenjadi mineral yang kurang

hydrousselama proses metamorfisme batuan. (4) Air magmatik, Ellis & Mahon (1977) membagi fluida magmatik menjadi dua jenis, yaitu air magmatik yang berasal dari

(3)

magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan air juvenile yang belum pernah menjadi bagian dari meteorik.

III.2. Klasifikasi Sistem Panasbumi

Terdapat berbagai klasifikasi sistem panasbumi yang diajukan oleh berbagai peneliti. Umumnya pembagian klasifikasi sistem panasbumi didasarkan pada beberapa aspek seperti asal fluida, suhu fluida di reservoar dan jenis sumber panas. III.2.1. Asal fluida

Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon (1977). Mereka membagi sistem panasbumi menjadicyclic systemdanstorage system.

1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air meteorik yang mengalami infiltrasi dan masuk jauh ke bawah permukaan, kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida panas. Pada sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan infiltrasi, sehingga siklus sistem berjalan terus menerus.

2. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala waktu geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai fluida dalam formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral.Storage system

ini dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya fluida tersebut, menjadi: (1) Sedimentary basin system dimana fluida diperoleh saat sedimen terendapkan. Salinitas pada air yang dihasilkan oleh air formasi ini umumnya lebih tinggi dibanding salinitas pada air magmatik. Selain itu, air yang berasal dari air

(4)

laut ini juga akan mengakibatkan komponen ion klorida pada air formasi yang mengalami pemanasan akan meningkat. (2) Metamorphic system dimana air berasal dari pelepasan H2O saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut

berjalan (Whiteet al, 1973 dalam Ellis & Mahon, 1997). III.2.2. Suhu reservoar

Terdapat beberapa standar yang berbeda dalam menentukan klasifikasi berdasarkan suhu reservoar ini. Goff & Janik (2000) dan Nicholson (1993) mengklasifikasikan suhu reservoar <150˚C sebagai sistem bertemperatur rendah, sedangkan reservoar dengan suhu ≥150˚C diklasifikasikan sebagai sistem bersuhu rendah. Nicholson (1993) membagi lagi sistem bersuhu tinggi menjadi liquid dominated dan vapor dominated sistem berdasarkan fase fluida yang dominan pada batuan reservoar (lihat gambar III.1 dan III.2).

Gambar III.1.Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase cair atauliquid dominated system(Nicholson, 1993)

(5)

Gambar III.2.Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase gasvapor dominated system(Nicholson, 1993)

Sedangkan Hochstein & Browne (2000) membagi sistem panasbumi menjadi tiga yaitu suhu rendah, sedang (intermediate) dan tinggi. Sistem bersuhu rendah memiliki temperatur reservoar <125˚C, sistem bersuhu sedang memiliki rentang temperatur reservoar antara 125 - 225˚C, sedangkan sistem bersuhu tinggi memiliki suhu reservaor >225˚C.

III.2.3. Jenis sumber panas

Secara umum terdapat dua jenis heat source yang dikenal dalam sistem panasbumi seperti yang dipaparkan Nicholson (1993), yaitu volcanogenic dan

non-volcanogenic. Perbedaan penyebutan sistem yang merujuk pada sistem yang sama antara lain, Ellis & Mahon (1977) menyebutnya sebagai high-T system associated with recent volcanic danhigh-T system in tectonically active non-volcanic area. Serta Goff & Janik (2000) yang menyebutnya sebagai young volcanic modeldan

(6)

1. Volcanogenic System

Volcanogenic system adalah sistem hidrotermal yang sumber panasnya berasal dari aktivitas magma. Intrusi magma yang bersifat andesitik, umumnya membentuk geometri intrusi dengan diameter kecil namun secara vertikal dekat dengan permukaan. Sedangkan magma yang bersifat asam, umumnya memiliki tubuh yang berdiameter lebar, namun secara vertikal jauh di bawah permukaan.

Hochstein & Browne (2000) membagi sistem volcanogenic berrelief tinggi menjadi tiga sistem berdasarkan fase fluida di reservoar. Yaitu liquid dominated system (Gambar III.3), yang terbentuk jika permeabilitas batuan di reservoar tinggi, sedangkan permeabilitas batuan di recharge area sedang. Natural two-phase system

(Gambar III.5), terjadi jika permeabilitas di reservoar maupun di recharge area

sedang. Serta vapor dominated system apabila permeabilitas batuan reservoar tinggi, namun permeabilitas batuan sekitar rendah.

Gambar III.3.Model konseptual untuk sistem panasbumiliquid dominatedberrelief tinggi menurut Hochstein & Browne (2000)

(7)

Sistem volcanogenic berrelief rendah umumnya terbentuk pada magma yang bersifat asam, yang menghasilkan erupsi eksplosif sehingga membentuk kaldera yang luas (Gambar III.1). Selain itu, sistem volcanogenicjuga dapat dihasilkan oleh proses

rifting pada batas antar lempeng yang saling menjauh (Gambar III.6). Pada setting

tektonik ini, magma yang terbentuk umumnya bersifat basaltic, fluida hidrotermal berasal dari magma serta infiltrasi dari punggungan di sisirift.

Sistem volcanogenic tidak selamanya menghasilkan suhu yang tinggi, pada beberapa sistem seperti di Horohoro dan Atiamuri, Selandia Baru yang merupakan sistem vulkanik namun bersuhu sedang (Hochstein & Browne, 2000).

2. Non-volcanogenic system

Non-volcanogenic system ialah sistem hidrotermal yang sumber panasnya tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanisme. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa panas pada sistem ini dapat dihasilkan dari peristiwauplift basement rockyang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan, serta adanya panas residual pada batuan beku pluton. Sistem ini dapat menghasilkan fluida dengan temperatur tinggi hingga rendah.

(8)

Gambar III.4.Model konseptual yang sudah disederhanakan untuk sistem panasbumi yang memiliki dua fase fluida pada reservoarnya (natural two-phase system) menurut Hochstein & Browne (2000)

Gambar III.5.Model konseptual untuk sistem panasbumi yang fluidanya didominasi oleh fase gas (vapor dominated system) di komples gunungapi relief tinggi, dimana terdapat lapisan kondensat pada bagian atas dari reservoar menurut Hochstein & Browne (2000).

Sistem yang berkaitan dengan batuan beku intrusif umumnya berada pada

setting tektonik di batas antar lempeng. Hochstein dan Browne (2000) menjelaskan beberapa setting tektonik yang berkaitan dengan sistem panasbumi ini yaitu kolisi antar lempeng dan zonafracture. Padasettingtektonik kolisi, suhu yang terbentuk

(9)

Gambar III.6.Model konseptual untuk sistem panasbumi di daerahriftingkerak benua. Model dibuat berdasarkan pada sistem danau di Tanzania utara, Kenya dan Ethiopia (Hochstein & Browne, 2000)

pada reservoar bervariasi dari tinggi hingga rendah. Umumnya anomali panas dihasilkan dari batuan kerak yang panas akibat aktivitas kolisi tersebut. Sedangkan pada fracture zone system (Gambar III.8), fluida berasal dari air meteorik yang mengalami sirkulasi hingga ke bagian dalam dan berkontak dengan batuan intrusi seperti granit yang masih memiliki panas. Fluida tersebut kemudian bergerak naik melewati zona fracture yang memberikan permeabilitas tinggi sehingga air mempu bergerak naik ke permukaan.

Goff & Janik (2000) menjelaskan adanya tectonic model yang merupakan konseptual model dari sistem geotermal yang terletak di lingkungan tektonik ekstensi (Gambar III.9). Pada zona ekstensi, seperti pada zona rifting, terjadi penipisan kerak akibat adanya stretching pada kerak yang saling menjauh. Penipisan ini mengakibatkan batuan mantel menjadi lebih dekat ke permukaan yang menghasilkan gradien temperatur yang lebih besar serta adanya anomali aliran panas pada

(10)

zona-zona sesar turun. Adanya sirkulasi dalam yang menuju graben menjadi suplai fluida yang akan terpanaskan dan terakumulasi pada reservoar, kemudian bergerak ke permukaan melewati zona permeabel dari sesar-sesar tersebut.

Gambar III.7.Model konseptual untuk sistem panasbumi yang berkaitan dengan batuan beku intrusif pada zonafracturemenurut Hochstein & Browne (2000)

Gambar III.8.Model konseptual untuk sistem panasbumi akibatsettingtektonik menurut Hochstein & Browne (2000)

Nicholson (1993) memberikan contoh lain sistem panasbumi yang tidak berkaitan langsung dengan proses magmatisme yang disebutgeopressured system. Panas pada sistem ini dihasilkan oleh tekanan bebatuan itu sendiri. Sistem ini umumnya memiliki suhu yang rendah. Pada sistem ini air yang berkontribusi umumnya berupaconnate

(11)

wateryang terperangkap dalam batuan sedimen sehingga menghasilkan fluida yang bersifat klorida dan sangatsalineatau disebutbrine water.

Gambar

Gambar III.1. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase cair atau liquid
Gambar III.2. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase gas vapor
Gambar III.3. Model konseptual untuk sistem panasbumi liquid dominated berrelief tinggi menurut
Gambar III.4. Model konseptual yang sudah disederhanakan untuk sistem panasbumi yang memiliki
+3

Referensi

Dokumen terkait