• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jempol yang Gatal. Oleh: Jehan Amelia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jempol yang Gatal. Oleh: Jehan Amelia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jempol yang Gatal

Oleh: Jehan Amelia (@Jehanamelia)

"Erin, kan udah ibu bilang, kalau hujan jemurannya di angkat!" teriak Ibuku dari pintu belakang rumah.

Aku mendelik ke arah pintu kamarku, “astaga” gumamku dalam hati. Aku membuka pintu kamarku dan menghampiri ibu yang tengah sibuk memasukkan jemuran ke dalam rumah, terlihat pakaian seluruh anggota keluarga termasuk aku basah kuyup karena terguyur hujan.

"Aduh, maaf, Bu. Erin lupa" kataku sambil membantu ibu memasukkan jemuran yang lain ke dalam rumah.

"Letakkan dulu handphone-mu!" Aku langsung menuruti perintah ibuku dan segera memasukkan handphone ke dalam saku celana, "jadi dari ibu pergi sampai ibu pulang begini kamu masih sibuk dengan handphone-mu?"

"Maaf, Bu" hanya itu yang bisa kukatakan, karena aku yakin sepandai apapun aku beralasan, ibu akan tetap marah padaku karena pakaian yang mestinya sudah kering malah masih basah.

"Yasudahlah, letakkan disini aja, mungkin aja nanti kering".

Aku kembali ke kamarku dan kembali melakukan aktifitas yang membuatku mengabaikan perintah ibu, yakni Twitter-an. Ara, teman sebangkuku mengirim banyak link

koleksi aksesoris untuk handphone yang dijual oleh ibunya di sebuah website toko online, kebetulan aku sangat suka Hello Kitty, jadi aku sangat penasaran untuk itu.

Besok aku berniat untuk berkunjung ke toko ibunya Ara tersebut, mungkin saja ada barang yang bisa kubeli disana.

(2)

Gara-gara kecerobohanku kemarin, pakaian yang mestinya dipakai hari ini ternyata masih basah, akhirnya aku terpaksa memakai pakaian tanpa saku, bagaimana jika jempol ini terasa gatal untuk memeriksa akun-akun ku?

Waktu menunjukkan pukul 10:13 kami bertemu di halte bus dan harus menggunakan angkutan umum metromini untuk bisa ke toko ibunya Ara.

"Ra, silikon atau sarung handphone-nya nggak ada yang buat handphone gue ya?" kataku sambil menunjukkan handphone-ku. Tapi Ara malah tertawa sendirian dan terus tertuju pada layar handphone-nya tanpa mempedulikan apa yang kukatakan.

"Ha? kenapa?" kata Ara sambil menoleh ke arahku sedikit lalu meneruskan ketikannya.

"Gini nih kalo orang udah ketemu handphone, berasa di dunia cuma ada dia sama

handphone, yang lain di masa-bodohin, huh, ngapain sih emangnya?" aku mendekat dan mencoba melihat ke arah layar handphone yang sedang dipegang Ara, penasaran dengan apa yang dilakukannya.

"Ih kepo banget sih" kata Ara menarik handphone-nya ke sisi tubuhnya yang lain, "hmm, biasanya ada buat handphone qwerty, Rin. Lagian sih jaman sekarang tuh jamannya ngetik pake dua jempol, masih jaman ya pake satu jempol aja? jempol sekarang tuh pinter!"

"Ih, jangan begitu dong, ibu gue bilang kalo gue mau handphone baru, gue mesti beli sendiri, lagian gue orangnya ceroboh, baru bentar aja udah rusak. Lagian yang penting kan

handphone gue masih bisa SMS-an dan telepon-an, ya paling banter internetan lah" jawabku membela.

"Kalo lu pake Blackberry, lu bisa liat sendiri aksesorisnya di grup Blackberry Messenger, jadi gue gak usah kirimin link ke Twitter lu" Ara menjelaskan.

"Tapi baterai nya cepet abis kan? Mending handphone gue juga tahan lama,

handphone canggih butuh pulsa banyak, Ra, nggak deh" padahal dalam hati aku ingin.

Tiba-tiba sebuah metromini menghampiri kami berdua, kami segera menaikinya dan menuju ke arah Blok M.

(3)

"Rin, kalo aja lu ngerti gadget-gadget masa kini, lu bisa kali ngedeketin Zidane" tiba-tiba Ara menyebut namanya, aku diam saja, Ara tau aku menyukai Zidane sejak lama, tapi aku diam saja, "dia geek gadget gitu kan, Rin?"

"Yaa gitu" aku jadi salah tingkah. Aku mengerti maksud Ara tentang geek, Ara pernah memberitahuku, kata Ara, geek itu seseorang yang memiliki ketertarikan dengan sesuatu yang mendalam, seperti Zidane contohnya, pengetahuannya luas sekali tentang gadget, bahkan ia mengoleksinya!

"Oiya, semalem Zidane minta nomor lu sama gue loh... Katanya dia mau SMS lu" "Ha? Serius?"

"Iya beneraaan! Coba cek, mungkin aja dia SMS nya sekarang" kata Ara, aku diam saja.

Tapi ketika Ara sibuk dengan handphone-nya lagi, aku langsung mengambil

handphone yang kutaruh dalam tas-ku karena tak ada saku pada pakaianku dan memeriksa apa ada SMS darinya, tapi sayang, hanya tertera wallpaper Boo dalam film Monster Inc tanpa icon 'new message'.

Ara diam. Aku juga diam. Sama-sama sibuk memperhatikan jalan. Tiba-tiba aku kepikiran Zidane karena perkataan Ara tadi. Benar kata Ara, andai aku mengerti gadget

seperti Zidane mungkin banyak yang bisa aku ceritakan. Jika aku memberanikan diri membahas sesuatu yang memang disukai seorang geek dengan pengetahuan yang minim ini, habislah aku.

Entah berapa lama aku dan Ara berada didalam metromini ini akhirnya kami sampai di sebuah toko kecil milik ibunya Ara. Aku melihat berbagai macam aksesoris dijual disini mulai dari peralatan handphone sampai baju-baju juga ada.

Tiba-tiba seorang wanita memperhatikanku, penampilannya sangat trendi dengan dibalut sebuah baju berbahan paris yang biasa dipakai ‘ibu-ibu repot’, menurutku. Lalu ia menghampiriku, jangan-jangan itu ibunya Ara.

"Ini Erin ya? Ara semalem cerita nih kamu mau dateng ke toko tante" sapa nya. Benar saja dugaanku.

(4)

"Udah di like belum page toko tante di facebook? Toko tante juga ada twitternya loh,

follow ya, blog nya juga ada, kamu pilih-pilih aja disana nanti uangnya di transfer aja.” kata ibunya Ara mempromosikan tokonya.

“Eh, iya tante, udah aku like kok facebook-nya, follow twitter-nya juga udah kok. Tapi aku nggak punya blog tante, aku nggak ngerti caranya gimana”

“Yah si eneng, masa kalah sama tante, tapi nggak apa-apa blog toko tante bisa diliat siapa aja kok. Oiya, kamu pake Blackberry atau Android? Bisa di invite Blackberry Messenger atau catfiz nya?"

"Aku gak pake Blackberry tante, apalagi Android” kataku malu-malu.

“Yang bener? setau tante anak seumuran kamu pada pake handphone-handphone

canggih, tuh si Ara sampe minta beliin papanya tuh gara-gara temennya pada nanyain pin melulu, tante juga jadi latahan deh” mamanya Ara terus bercerita, aku jadi heran, sebenarnya yang anak muda itu siapa?

Tiba-tiba datanglah beberapa pelanggan menyapa ibunya Ara, ia pun menghampiri mereka dan aku merasa lega karena terbebas dengan percakapan dengannya yang tidak kumengerti.

Perkembangan teknologi memang sudah sangat canggih pada masa kini, yang tadinya hanya bisa berkomunikasi dengan telepon rumah sekarang semakin berkembang pesat dengan adanya handphone, belum lagi internet sudah bisa digunakan pada handphone, semakin mendekatkan sekitar saja. Tapi sering juga aku melihat orang-orang berkumpul dalam satu meja yang sama, tapi mereka sibuk dengan handphone atau laptop mereka masing-masing. Menjauhkan yang dekat.

Dari toko itu, aku membeli sebuah sarung handphone. Walaupun tidak seperti yang kuharapkan karena handphone seperti ini tidak tersedia. Setidaknya, aku bisa menaruh

handphone-ku disana karena aku sangat ceroboh.

Setelah puas membeli, aku segera pulang. Kali ini aku pulang sendiri. Ara bilang aku hanya harus naik metromini ke arah permata hijau, kuturuti perintahnya.

Di perjalanan cuaca sangat terik dan macet, aku malas melihat keluar jendela karena di sekeliling metromini hanya ada mobil dan motor memadati jalan, di dalam metromini pun

(5)

orang berdesak-desakan, beruntung aku bisa duduk di pojok dekat jendela walaupun percuma, udara yang masuk sangat panas karena polusi.

Aku mengeluarkan handphone-ku dari dalam tasku, lagi-lagi kuperiksa layar

handphone-ku, mungkin saja ada SMS dari Zidane seperti apa yang dikatakan Ara tadi, setelah kuperiksa ada satu pesan masuk, dari... Ibuku.

From: Ibu :) [+6281000239876] "Erin, pulang jam berapa? kamu naik metromini, hati2 ya nak".

Aku agak kecewa, eh, seharusnya aku tidak boleh begitu. Tapi, aku kan mengharapkan SMS dari Zidane.

Aku mulai membuka akun-akunku, barang kali ada notifikasi atau mention atau apapun yang masuk yang perlu dibalas, tak perlu pun pasti kubalas. Sambil menunggu SMS dari Zidane, fikirku.

Setelah aku selesai membalas semua notifikasi atau mention pada akun-akun yang kupunya, aku beralih ke website-website yang berisi banyak pengetahuan atau cerita yang seru, entah itu cerita seram atau cerita tentang remaja. Tapi hanya beberapa web yang sudah menambahkan posting-an baru, aku jadi malas membacanya, akhirnya kumasukkan kembali handphone-ku itu kedalam tas.

Aku beralih memperhatikan jalan, kumasukkan handphone kedalam tas. Beberapa pengamen banyak yang masuk, ada yang benar-benar meminta uang, ada juga yang hanya sekedar menghibur para penumpang. Sudah beberapa kali orang duduk disampingku, tapi aku belum juga turun dari metromini ini.

Akhirnya aku sampai di sebuah halte yang kunaiki saat bersama Ara tadi dan segera turun disana. Sambil menunggu angkutan umum lain yang menuju arah rumahku, aku mengeluarkan handphone-ku lagi. Tapi, tidak ada. Aku berusaha mencarinya di sudut-sudut tasku, tapi tidak kutemukan. Aku hampir menangis, bagaimana ini. Bagaimana kalau ibu tau? Dimana handphone-ku? Tertinggalkah didalam metromini itu? Atau ada seseorang yang merogoh tasku untuk mencurinya? Berbagai pertanyaan dan prasangka ada difikiranku. Kacau.

(6)

Aku diam di halte itu. Mungkin handphone-ku berada dibangku metromini itu, atau mungkin handphone-ku telah beralih ke tangan lain. Sedikit rasa sesal karena mengabaikan pesan ibuku, "kamu naik metromini? hati2 nak" kata-kata ibu terngiang-ngiang. Cerobohnya aku.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Fenomena tersebut secara implisit menyatakan bahwa diversifikasi pendapatan ke sektor nonpertanian tidak berkembang baik sehingga sebagian besar pendapatan rumah

1. Siswa menggunakan cerita pada awal pembelajaran. Siswa menemukan strategi dari permasalahan yang diberikan. Siswa menggunakan tangram dalam menyelesaikan LAS dengan benar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan cara penerapan teknik pencegahan kecelakaan kerja dengan metode program observasi terhadap penerapan

Tujuan: untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan.. Metode: Penelitian

Untuk sulit-untuk-defibrillate pasien (mereka yang memiliki impedansi transthoracic lebih besar dari 90 ohm), shock 120-joule kotak adalah 100% efektif pada percobaan pertama,

Sebagai langkah pertama dari perancangan adalah penetapan suatu kecepatan rencana yang sesuai, yang selanjutnya memberikan pedoman akan tingkat keseragaman dalam pemakaian jalan

Pada umumnya alat ukur yang digunakan un- tuk menentukan kelayakan suatu usaha dari aspek keuangan/finansial atau berdasarkan kriteria inves tasi dapat dilakukan melalui pendekatan