• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

HASIL ANALISA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

JUDUL : PERKEMBANGAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN

ANGGARAN

SUMBER DATA : 1. NOTA KEUANGAN DAN RUU TENTANG

PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG APBN TAHUN ANGGARAN 2006 2. RUU TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS

PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

3. LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005

4. BADAN PUSAT STATISTIK 5. ARTIKEL

(2)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

EXECUTIVE SUMMARY

MAKIN MENURUNNYA RASIO DEFISIT TERHADAP PDB BUKAN BERARTI PEMERINTAH TELAH MENCAPAI SUATU PRESTASI YANG BAIK. HARUS DITELAAH BAGAIMANA DEFISIT TERSEBUT DICIPTAKAN. HAL TERSEBUT DAPAT DILIHAT DARI PROPORSI BELANJA PEMERINTAH PUSAT. DARI TAHUN 2000 – 2006 SEBAGIAN BESAR BELANJA PEMERINTAH PUSAT DIGUNAKAN UNTUK PEMBAYARAN BUNGA UTANG BAIK DALAM NEGERI MAUPUN LUAR NEGERI. ARTINYA, DEFISIT TERJADI KARENA SEBAGIAN BESAR PENERIMAAN PEMERINTAH DIGUNAKAN UNTUK MEMBAYAR BUNGA HUTANG, BUKAN UNTUK BELANJA MODAL YANG DAPAT MENGGERAKKAN RODA PEREKONOMIAN/ MENCIPTAKAN STIMULUS FISKAL.

PEMBIAYAAN DALAM NEGERI KHUSUSNYA MELALUI PENERBITAN SURAT UTANG NEGARA SEMAKIN MENUNJUKKAN PERANANNYA DALAM PEMBIAYAAN DEFISIT APBN. HAL INI MENUNJUKKAN KOMITMEN PEMERINTAH UNTUK TIDAK MENGGANTUNGKAN DIRI PADA PINJAMAN LUAR NEGERI. NAMUN JANGAN SAMPAI PENERBITAN SUN TERSEBUT DIJADIKAN TUMPUAN UTAMA OLEH PEMERINTAH MENGINGAT IMPLIKASINYA LEBIH BANYAK KE SEKTOR KEUANGAN DARIPADA SEKTIR RILL.

PEMERINTAH HARUS LEBIH KREATIF MENCIPTAKAN PEMBIAYAAN DALAM MENUTUP DEFISIT, JANGAN SAMPAI TUJUAN JANGKA PENDEK (MENUTUP

DEFISIT) MENGORBANKAN KEPENTINGAN JANGKA PANJANG YAITU

(3)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

LATAR BELAKANG MASALAH

UNTUK MEMULIHKAN PEREKONOMIAN INDONESIA AKIBAT KRISIS, PEMERINTAH MENERAPKAN KEBIJAKAN EKSPANSI DENGAN MENERAPKAN DEFISIT ANGGARAN YANG DITUJUKAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN NASIONAL.

SEBAGAI KOMPONEN APBN YANG DALAM KONSEP GFS DISEBUT DENGAN BELOW THE LINE, PEMBIAYAAN ANGGARAN MERUPAKAN PELENGKAP YANG DIPERLUKAN DALAM MEMBIAYAI DEFISIT APBN BILAMANA TERJADI DEFISIT, ATAU SEBALIKNYA MENYALURKAN SURPLUS APBN. UNTUK ITU, INFORMASI YANG MENYELURUH MENGENAI PERKEMBANGAN DARI KOMPONEN PEMBIAYAAN ANGGARAN SANGAT DIPERLUKAN.

TULISAN INI MEMAPARKAN MENGENAI PERKEMBANGAN DEFISIT APBN BESERTA PEMBIAYAANNYA .

PEMIKIRAN DAN TEORI

MENURUT GFS, KLASIFIKASI TRANSAKSI PEMBIAYAAN DIRANCANG UNTUK MENUNJUKKAN SUMBER DANA YANG DIPEROLEH UNTUK MENUTUP DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH ATAU UNTUK MENUNJUKKAN PENGGUNAAN DANA YANG DIPEROLEH DARI SURPLUS ANGGARAN PEMERINTAH, SEHINGGA BERPERAN SEBAGAI ALAT UNTUK MEMPERKIRAKAN DAMPAK OPERASI KEUANGAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN. DALAM KONSEP INI, PEMBIAYAAN (FINANCING) MENUNJUKKAN PERUBAHAN DI DALAM KEWAJIBAN PEMERINTAH, BAIK YANG BERKAITAN DENGAN PEMBAYARAN KEMBALI SEGALA KEWAJIBAN PEMERINTAH (REPAYMENT) DI MASA YANG AKAN DATANG, MAUPUN PERUBAHAN LIKUIDITAS YANG DIMILIKI PEMERINTAH (LIQUIDITY HOLDING). PERUBAHAN TERSEBUT DIPERLUKAN UNTUK MENUTUP SELISIH ANTARA SELURUH TRANSAKSI PENGELUARAN DAN PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH KEPADA PIHAK LAIN (EXPENDITURE AND LENDING) DENGAN PENDAPATAN YANG BERASAL DARI PENDAPATAN DAN HIBAH (REVENUE AND GRANTS).

SESUAI DENGAN PRINSIP ANGGARAN BERIMBANG DAN DINAMIS YANG TELAH DILAKSANAKAN SEJAK TAHUN ANGGARAN 1969/1970, SECARA TEKNIS AKUNTANSI APBN HARUS DISUSUN DALAM BESARAN YANG SAMA ANTARA JUMLAH PENDAPATAN DAN JUMLAH BELANJA NEGARA. PRINSIP TERSEBUT JUGA MENSYARATKAN BAHWA APABILA DALAM PELAKSANAANNYA

(4)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

TERDAPAT KECENDERUNGAN PENDAPATAN NEGARA KURANG ATAU LEBIH RENDAH DARI SASARAN YANG DITETAPKAN, MAKA SEJAUH MUNGKIN HARUS DIUPAYAKAN UNTUK MELAKUKAN PENYESUAIAN PADA SISI BELANJA NEGARA. DEMIKIAN PULA, DALAM HAL TERDAPAT KECENDERUNGAN PENDAPATAN NEGARA YANG DIPERKIRAKAN MELAMPAUI SASARAN YANG DITETAPKAN, MAKA DAPAT DILAKUKAN PENYESUAIAN TERHADAP BELANJA NEGARA, KHUSUSNYA UNTUK PROGRAM-PROGRAM YANG MEMANG MENDESAK DAN LAYAK DIBIAYAI.

ANALISA PERKEMBANGAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN

BERIKUT ADALAH PERKEMBANGAN RASIO DEFISIT TERHADAP PDB DARI TAHUN 2000 – 2006.

RASIO DEFISIT APBN BESERTA PEMBIAYAANNYA TERHADAP PDB , 2000 - 2006 1.2 2.4 2.1 1.6 1.2 2.4 0.5 1.0 1.2 0.7 0.9 -0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Rasio Def isit - PDB Rasio Pembiayaan - PDB

DARI GRAFIK DI ATAS DAPAT TERLIHAT BAHWA TREN RASIO DEFISIT TERHADAP PDB CENDERUNG MENURUN. MAKIN MENURUNNYA RASIO DEFISIT TERHADAP PDB BUKAN BERARTI PEMERINTAH TELAH MENCAPAI SUATU PRESTASI YANG BAIK. HARUS DITELAAH BAGAIMANA DEFISIT TERSEBUT DICIPTAKAN. HAL TERSEBUT DAPAT DILIHAT DARI PROPORSI BELANJA PEMERINTAH PUSAT. DARI TAHUN 2000 – 2006 SEBAGIAN BESAR BELANJA PEMERINTAH PUSAT DIGUNAKAN UNTUK PEMBAYARAN BUNGA UTANG BAIK DALAM NEGERI MAUPUN LUAR NEGERI. ARTINYA, DEFISIT TERJADI KARENA SEBAGIAN BESAR PENERIMAAN PEMERINTAH DIGUNAKAN UNTUK MEMBAYAR BUNGA HUTANG, BUKAN UNTUK BELANJA MODAL YANG DAPAT MENGGERAKKAN RODA PEREKONOMIAN/ MENCIPTAKAN STIMULUS FISKAL.

(5)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

SELAIN ITU, PENURUNAN RASIO DEFISIT TEHADAP PDB TIDAK DIIKUTI DENGAN PENURUNAN TINGKAT KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN SERTA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN. PADA TAHUN 2004 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEBANYAK 36,1 JUTA JIWA ATAU 16,6% DARI TOTAL PENDUDUK INDONESIA. JUMLAH PENDUDUK MISKIN TAHUN 2005 DIPREDIKSI AKAN TERUS MEMBENGKAK SEIRING DENGAN KENAIKAN HARGA BBM. PERSENTASE ANGKA PENGANGGURAN PUN TERUS MENINGKAT DARI 9,06% PADA TAHUN 2002 MENJADI 9,86% TAHUN 2004.

DARI FAKTA TERSEBUT DAPAT DISIMPULKAN BAHWA WALAUPUN RASIO DEFISIT TERHADAP PDB CENDERUNG MENURUN TIDAK BERARTI BAHWA UPAYA PEMERINTAH DALAM PENYEHATAN APBN DAN PENCAPAIAN FISCAL SUSTAINABILITY BERHASIL.

PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

DALAM RANGKA MEMBIAYAI DEFISIT APBN PEMERINTAH TERUS BERUPAYA UNTUK MENGARAHKAN PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN DENGAN MENGOPTIMALKAN PEMANFAATAN SUMBER PEMBIAYAAN DALAM NEGERI. DARI TAHUN ANGGARAN 2001 HINGGA 2006 PROPORSI PERAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI DALAM PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN SELALU LEBIH TINGGI DARI PEMBIAYAAN LUAR NEGERI. BAHKAN PADA TIGA TAHUN TERAKHIR TERCATAT NEGATIF PADA PEMBIAYAAN LUAR NEGERI. HAL INI TERJADI MENGINGAT BAHWA PENARIKAN PINJAMAN BARU LEBIH KECIL DARI PEMBAYARAN CICILAN POKOK YANG MENUNJUKKAN KOMITMEN PEMERINTAH UNTUK TERUS MENGURANGI BEBAN PINJAMAN LUAR NEGERI KITA.

PEMBIAYAAN PERBANKAN

PEMBIAYAAN PERBANKAN DALAM NEGERI BERASAL DARI PENGGUNAAN SEBAGIAN SALDO REKENING PEMERINAH DI SEKTOR PERBANKAN SEPERTI REKENING DANA INVESTASI, REKENING PENJAMINAN, DANA CADANGAN ANGGARAN PEMBANGUNAN (CAP) SERTA DANA EKS MORATORIUM POKOK UTANG LUAR NEGERI. TERDAPAT SEJUMLAH DANA PEMERINTAH YANG DISIMPAN DI BERBAGAI ACCOUNT YANG JARANG DILAPORKAN KEPADA DPR DAN MASYARAKAT. BESARNYA SALDO REKENING PEMERINTAH PER 31 AGUSTUS 2005 ADALAH SEBESAR RP 65.143,47 MILIAR. SAYANGNYA, TIDAK ADA PERATURAN YANG MENGATUR MENGENAI PENGGUNAAN DAN

(6)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

PERTANGUNGJAWABAN DANA TERSEBUT PADAHAL JUMLAHNYA SANGAT BESAR. AKUMULASI DANA-DANA TERSEBUT PERLU DIMANFAATKAN UNTUK MEMPERBAIKI KONDISI CASH FLOW DAN MEMENUHI KEBUTUHAN JANGKA PENDEK SERTA MENGGERAKKAN RODA PEREKONOMIAN BUKAN HANYA SEKEKDAR MENUTUP DEFISIT APBN.

PEMBIAYAAN NON PERBANKAN PRIVATISASI BUMN

DENGAN PRIVATISASI BUMN DIHARAPKAN (1) MAMPU MENINGKATKAN KINERJA BUMN (2) MAMPU MENERAPKAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN BUMN (3) MAMPU MENINGKATKAN AKSES KE PASAR INTERNASIONAL (4) TERJADINYA TRANSFER ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI SERTA PERUBAHAN BUDAYA KERJA DAN (6) MENUTUP DEFISIT APBN.

DILIHAT DARI MANFAATNYA, JELAS PRIVATISASI AKAN MEMBAWA DAMPAK POSITIF BAGI PERUSAHAAN. NAMUN, MELAKUKAN PRIVATISASI DENGAN TUJUAN MENUTUP DEFISIT ANGGARAN BUKANLAH HAL YANG BIJAK. DALAM PRAKTEKNYA PROGRAM PENJUALAN ASSET-ASET NEGARA TERSEBUT DILAKUKAN DENGAN HARGA SANGAT MURAH (UNDER VALUED) SEHINGGA HANYA MAMPU MENUTUP SEBAGIAN KECIL DARI DEFISIT APBN. APALAGI JIKA DILAKUKAN TERHADAP BUMN-BUMN YANG STRATEGIS BAGI BANGSA. ALASAN PEMERINTAH ADALAH BUMN TERSEBUT TIDAK MENGHASILKAN

PROFIT DAN HANYA MENJADI BEBAN BAGI NEGARA SEHINGGA PERLU

DIPRIVATISASI. PADAHAL, PENILAIAN KINERJA PERUSAHAAN BUKANLAH DARI SEKTOR KEUANGAN SAJA, TETAPI ADA ASPEK LAIN YANG HARUS DINILAI. DALAM PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD, ADA ASPEK INTERNAL BISNIS, ASPEK PELANGGAN DAN ASPEK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN YANG PERLU DIJADIKAN INDIKATOR KINERJA BUMN.

PROSES PRIVATISASI BUMN HENDAKNYA DILAKUKAN SECARA CERMAT, DAN BERMANFAAT DENGAN MEMPERHATIKAN TIMING YANG TEPAT DENGAN KRITERIA YANG JELAS BUMN MANA SAJA BOLEH DIPRIVATISASI. DAN SESUNGGUHNYA PROSES PRIVATISASI YANG IDEAL APABILA DIMULAI DARI USULAN MANAJEMEN BUMN BUKAN BERDASARKAN INSTRUKSI DARI PEMERINTAH. PRIVATISASI YANG BERASAL DARI USULAN BUMN BIASANYA LEBIH LANCAR, DAN PEMERINTAH BERTINDAK SEBAGAI FASILITATOR,

(7)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

HANYA TINGAL MENENTUKAN BESARNYA SAHAM YANG AKAN DILEPAS, HARI-H NYA SERTA MODUS PRIVATISASINYA.

KARENA ITU, PRIVATISASI DENGAN TUJUAN HANYA UNTUK MENUTUP DEFISIT APBN PERLU DIPERTIMBANGKAN KEMBALI.

PENJUALAN ASET PROGRAM RESTRUKTURISASI

SEMENTARA ITU PEMBIAYAAN YANG BERSUMBER DARI HASIL PENJUALAN ASET PROGRAM RESTRUKTURISASI CENDERUNG MENGALAMI PENURUNAN SETIAP TAHUNNYA. HAL INI DISEBABKAN ANTARA LAIN OLEH SEMAKIN BERKURANGNYA JUMLAH DAN NILAI ASET YANG DIKELOLA OLEH PT PPA. DENGAN DEMIKIAN PEMBIAYAAN DEFISIT MELALUI PENJUALAN ASET PROGRAM RESTRUKTURISASI TIDAK DAPAT DIJADIKAN TUMPUAN DALAM JANGKA PANJANG.

PENERBITAN SURAT UTANG NEGARA / OBLIGASI

PEMBIAYAAN YANG BERASAL DARI PENERIMAAN PENERBITAN OBLIGASI SELALU CENDERUNG MENGALAMI KENAIKAN DALAM TIGA TAHUN TERAKHIR. RATA-RATA KENAIKAN PENERIMAAN ADALAH SEBESAR 143,3%. DENGAN DEMIKIAN, OBLIGASI MENJADI BAGIAN PENTING DALAM PEMBIAYAAN DEFISIT APBN. YANG MENJADI PERTANYAAN, SEJAUH MANA EFEKTIFITAS PEMBIAYAAN DEFISIT MELALUI PENERBITAN SUN?

DILIHAT DARI TUJUAN DAN MANFAAT PENERBITAN SUN, SUN LEBIH BERPENGARUH KEPADA SEKTOR KEUANGAN DARIPADA SEKTOR RILL. PENERBITAN SUN DILAKUKAN DALAM RANGKA MEMBAYAR HUTANG POKOK DAN BUNGA PINJAMAN LUAR NEGERI YANG TELAH JATUH TEMPO. PENERIMAAN DARI HASIL PENERBITAN SUN TIDAK DIGUNAKAN UNTUK INVESTASI SEKTOR RIIL. PASAL 4 UU NO 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA MEMBATASI TUJUAN PENERBITAN SUN. SEHINGGA PEMERINTAH TIDAK DAPAT MENERBITKAN SUN UNTUK MEMBIAYAI INVESTASI PADA SEKTOR RIL YANG PRODUKTIF. AKIBATNYA, PENERBITAN SUN TIDAK BERPENGARUH BANYAK PADA PERBAIKAN KONDISI PEREKONOMIAN TIDAK DAPAT MEMBERIKAN STIMULUS FISKAL. JIKA SAJA PEMERINTAH DAPAT LEBIH MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN DANA DARI OBLIGASI UNTUK MENDORONG KEGIATAN EKONOMI MAKA PEMANFAATAN

(8)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

OBLIGASI DALAM KEBIJAKSANAAN EKONOMI AKAN DAPAT LEBIH LUAS LAGI.

SUN MERUPAKAN SATU-SATUNYA INSTRUMEN INVESTASI YANG HAMPIR (BEBAS) RESIKO GAGAL PEMBAYARAN BUNGA DAN POKOKNYA KARENA DIJAMIN OLEH UNDANG-UNDANG SEHINGGA MENARIK MINAT INVESTOR. KEPEMILIKAN SUN PER AKHIR TAHUN 2005 MENUNJUKKAN PENINGKATAN PORSI INVESTASI SUN UNTUK SETIAP KELOMPOK INVESTOR KECUALI REKSADANA. SEBANYAK 72,45% DIKUASAI OLEH BANK, PERUSAHAAN ASURANSI 8,01% SEDANGKAN PIHAK ASING MENGUASAI 6,57%.

KELEMAHAN SUN DALAM PEMBIAYAAN DEFISIT APBN:

- RESIKO KESINAMBUNGAN FISKAL : NILAI UTANG NEGARA YANG BESAR BERPOTENSI MEMBAHAYAKAN KESINAMBUNGAN ANGGARAN PEMERINTAH SEBAB PEMBAYARAN BUNGA DAN POKOK SUN DIBEBANKAN PADA APBN.

- RESIKO NILA TUKAR. PENURUNAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP MATA UANG ASING DAPAT MENGAKIBATKAN TAMBAHAN BEBAN PEMBAYARAN POKOK DAN BUNGA. APALAHI PORSI KEPEMILIKAN SUN PIHAK ASING MAKIN MENINGKAT. PEMERINTAH TIDAK MEMILIKI KEBIJAKAN MEMBATASAI KEPEMIKILKAN ASING ATAS SUN SEBAGAI AKIBAT REZIM DEVISA BEBAA YANG DIANUT PEMERINTAH.

- RESIKO PERUBAHAN TINGKAT BUNGA. SEBAGIAN DARI TOTAL UTANG NEGARA MERUPAKAN UTANG DENGAN BUNGA MENGAMBANG YANG MENGAKIBATKAN KENAIKAN NILAI KEWAJIBAN PEMBAYARAN PEMERINTAH.

- RESIKO OPERASIONAL . RESIKO KEGAGALAN TERJADI JIKA PENGELOLAAN SUN TIDAK DILAKUKAN DENGAN BAIK BAIK DARI SISI SDMNYA MAUPUN DARI SISI KELEMBAGAANNYA.

- RESIKO POLITIS. INI TERJADI JIKA PEMERINTAH ‘NGEMPLANG” KARENA KETIDAKMAMPUAN PEMERINTAH UNTUK MEMBAYAR UTANGNYA.

PENYERTAAN MODAL NEGARA

DALAM TAHUN 2006, PENYERTAAN MODAL NEGARA DIPERKIRAKAN MENCAPAI RP3.250 MILIAR ATAU RP2.900,0 MILIAR LEBIH TINGGI DARI ALOKASI PMN YANG DIANGGARKAN DALAM APBN 2006 SEBESAR RP350,0 MILIAR. HAL TERSEBUT DISEBABKAN ADANYA KEBIJAKAN UNTUK

(9)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

MENYELAMATKAN BUMN YANG BERMASALAH SERTA PEMBERIAN DUKUNGAN BAGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM RANGKA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP.

PEMBIAYAAN DENGAN PENYERTAAN MODAL NEGARA DALAM JANGKA PENDEK MEMANG MENURANGI KAS PEMERINTAH NAMUN DALAM JANGKA PANJANG PEMERINTAH AKAN MENERIMA IMBAL HASIL DALAM BENTUK DEVIDEN YANG BERARTI PENINGKATAN PENERIMAAN.

PEMBIAYAAN LUAR NEGERI

PROGRAM DAN PROYEK YANG DIBIAYAI OLEH PINJAMAN DARI CGI SEKALIPUN DIUSULKAN OLEH PIHAK INDONESIA, NAMUN DISELEKSI KETAT OLEH LEMBAGA DAN NEGARA DONOR DISESUAIKAN DENGAN KEPENTINGAN MEREKA DI INDONESIA. ADA YANG KEPENTINGANNYA DALAM BIDANG INFRASTRUKTUR, PENDIDIKAN, KESEHATAN, LINGKUNGAN HIDUP, PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN LAIN-LAIN. PROGRAM DAN PROYEKNYA BEGITU BERAGAM, SEHINGGA SERINGKALI SANGAT SULIT UNTUK MENSINERGIKAN SATU DENGAN YANG LAIN.

PROSES ADMINISTRASINYA JUGA SANGAT RUMIT, SEHINGGA PERHATIAN LEMBAGA PEMERINTAH YANG MENANGANINYA BANYAK TERSITA WAKTU DAN PERHATIANNYA HANYA UNTUK MENGADMINISTRASIKAN PINJAMAN LUAR NEGERI. PIHAK KREDITOR JUGA MENETAPKAN PERSYARATAN KETAT, SEPERTI KONSULTAN DAN BARANG YANG DIPERGUNAKAN HARUS BERASAL DARI NEGARA KREDITOR ATAU PIHAK LAIN YANG DISETUJUI.

PIHAK INDONESIA JUGA HARUS MENYEDIAKAN DANA PENDAMPING RUPIAH. HARUS TERSEDIANYA DANA PENDAMPING RUPIAH DAN ADMINISTRASI YANG RUMIT DARI PINJAMAN LUAR NEGERI SERING KALI MENJADI PENYEBAB RENDAHNYA DAYA SERAP PINJAMAN LUAR NEGERI. PADAHAL, SEKALIPUN PINJAMAN YANG TELAH DISETUJUI TIDAK DIPAKAI, PIHAK INDONESIA TETAP HARUS MEMBAYAR COMMITMENT FEE.

TAMBAHAN LAGI, EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PINJAMAN LUAR NEGERI MERUPAKAN PERMASALAHAN SERIUS. BAPPENAS SENDIRI MENYATAKAN BAHWA KEBOCORAN PENGGUNAAN PINJAMAN LUAR NEGERI MENCAPAI SEKITAR 20 PERSEN. KEBOCORAN INI BERARTI PINJAMAN LUAR NEGERI

(10)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

TIDAK DIPERGUNAKAN SEBAGAIMANA MESTINYA, PADAHAL PIHAK INDONESIA HARUS MEMBAYARNYA DALAM MATA UANG KUAT, SEPERTI DOLAR, DM, DAN YEN, DITAMBAH DENGAN BUNGANYA.

SEKALIPUN KITA MENERIMA PINJAMAN LUAR NEGERI, NAMUN PEMBAYARAN POKOK DAN BUNGA LEBIH TINGGI DARIPADA JUMLAH UTANG YANG KITA TERIMA. DENGAN MENURUNNYA MODAL SWASTA YANG MASUK KE DALAM NEGERI, BAIK DALAM BENTUK PMA MAUPUN PORTOFOLIO, MAKA ALIRAN MODAL NETO KE LUAR NEGERI MEMBUAT NERACA PEMBAYARAN KITA MENJADI RELATIF LABIL. PINJAMAN LUAR NEGERI JUGA TIDAK DENGAN SENDIRINYA DIIKUTI OLEH MASUKNYA PMA, KARENA INVESTOR ASING MASIH MEMANDANG TINGGINYA KETIDAKPASTIAN DI INDONESIA.

UPAYA SERIUS UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN TERHADAP PINJAMAN LUAR NEGERI TIDAK DILAKUKAN KARENA ALASAN KITA BELUM MEMPUNYAI SUMBER DANA LAINNYA YANG LEBIH MURAH UNTUK MEMBIAYAI ANGGARAN PEMBANGUNAN. NAMUN, JIKA KITA PERTIMBANGKAN BAHWA ALIRAN MODAL NETO TERJADI KE LUAR INDONESIA DARI UTANG LUAR NEGERI INI, RENDAHNYA DAYA SERAP, RELATIF TINGGINYA KEBOCORAN DALAM PENGGUNAANNYA, DAN TIDAK ADA KORELASI POSITIF ANTARA PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PMA, MAKA KETERGANTUNGAN TERHADAP PINJAMAN LUAR NEGERI INI HARUS DIKURANGI. PENGURANGAN KETERGANTUNGAN PADA PINJAMAN LUAR NEGERI HARUS DILAKUKAN BERSAMAAN DENGAN PENGURANGAN PENGELUARAN RUTIN UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN BUNGA UTANG LUAR NEGERI.

KEKHAWATIRAN BAHWA JIKA KITA MENGURANGI PINJAMAN LUAR NEGERI AKAN MENYEBABKAN TIDAK CUKUPNYA ANGGARAN PEMBANGUNAN ADALAH BERLEBIHAN. LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN ADALAH MENYELEKSI SEKETAT MUNGKIN PROGRAM DAN PROYEK YANG AKAN DIBIAYAI OLEH PINJAMAN LUAR NEGERI YANG KITA BUAT SEMAKIN KECIL. DENGAN DEMIKIAN, MAKA DAYA SERAP MENJADI LEBIH BAIK DAN KEBOCORAN AKAN DAPAT DIKURANGI SECARA DRASTIS.

KARENA, PINJAMAN LUAR NEGERI RELATIF KECIL MAKA COMMITMENT FEE JUGA DAPAT DITEKAN. HANYA PROGRAM DAN PROYEK YANG PENTING SAJA YANG PERLU KITA BIAYAI DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI, SEPERTI

(11)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR. SEDANGKAN PROGRAM PENGHAPUSAN KEMISKINAN SEBAIKNYA KITA BIAYAI DARI SUMBER DALAM NEGERI. JIKA PIHAK LUAR NEGERI INGIN BERPARTISIPASI DALAM PROGRAM INI SEMESTINYA DALAM BENTUK HIBAH BUKAN UTANG.

DI SISI PENGELUARAN, UPAYA UNTUK MENEKAN JUMLAH PEMBAYARAN CICILAN DAN BUNGA UTANG LUAR NEGERI HARUS DILAKUKAN. JIKA KITA TIDAK LAGI MEMINJAM, KALAUPUN MENINJAM DALAM JUMLAH KECIL, MAKA PERHATIAN DAPAT DIFOKUSKAN PADA RESTRUKTURISASI PEMBAYARAN UTANG LUAR NEGERI. LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN ADALAH MEMPERBESAR PROGRAM PERTUKARAN UTANG DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN (DEBT SWAP). LANGKAH INI HARUS KITA LAKUKAN TIDAK SAJA DENGAN PENDEKATAN TEKNIS, TETAPI JUGA GEOPOLITIS. UTANG KITA USULKAN UNTUK DIKONVERSI MENJADI KEGIATAN PEMBANGUNAN TERMASUK PENGENTASAN KEMISKINAN, DAN KONSERVASI LINGKUNGAN.

ALTERNATIF PEMBIAYAAN DEFISIT

GUNA MENUTUP DEFISIT PEMERINTAH DAPAT MELAKUKAN HAL-HAL BERIKUT :

- NEGOSIASI DENGAN KREDITUR UTAMA PADA LEVEL STRATEGIS DAN PEMANFAATAN KOMITMEN DUKUNGAN FINANSIAL NEGARA SAHABAT.

- OPIMALISASAI PENERIMAAN DARI SUMBER DAYA ALAM MINYAK BUMI DAN GAS

- PENINGKATAN PENERIMAAN SEKTORAL

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANGGARAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH SEJAK TAHUN 1969/1970-1999/2000, WALAUPUN DIANGGAP SEBAGAI ANGGARAN BERIMBANG BERDASARKAN KONSEP T-ACCOUNT, NAMUN PADA KENYATAANNYA MENGACU PADA ANGGARAN DEFISIT MENGINGAT BAHWA PINJAMAN LUAR NEGERI DIANGGAP SEBAGAI PENERIMAAN LUAR NEGERI. BERDASARKAN STANDAR GFS, PINJAMAN LUAR NEGERI DIKATEGORIKAN KEDALAM KOMPONEN PEMBIAYAAN ANGGARAN.

(12)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

PERKEMBANGAN DEFISIT ANGGARAN YANG DILIHAT DARI PERKEMBANGAN RASIO DEFISIT TERHADAP GDP MEMPERLIHATKAN TREN YANG MENURUN, HAL INI BUKAN BERARTI MENGGAMBARKAN BAHWA UPAYA YANG TELAH DITEMPUH OLEH PEMERINTAH DALAM MENCAPAI FISCAL SUSTAINABILITY TELAH BERHASIL MENGINGAT MASIH TINGGINYA ANGKA KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN.

PEMBIAYAAN DALAM NEGERI KHUSUSNYA MELALUI PENERBITAN SURAT UTANG NEGARA SEMAKIN MENUNJUKKAN PERANANNYA DALAM PEMBIAYAAN DEFISIT APBN. HAL INI MENUNJUKKAN KOMITMEN PEMERINTAH UNTUK TIDAK MENGGANTUNGKAN DIRI PADA PINJAMAN LUAR NEGERI. NAMUN JANGAN SAMPAI PENERBITAN SUN TERSEBUT DIJADIKAN TUMPUAN UTAMA OLEH PEMERINTAH MENGINGAT IMPLIKASINYA LEBIH BANYAK KE SEKTOR KEUANGAN DARIPADA SEKTIR RILL. PEMERINTAH HARUS LEBIH KREATIF MENCIPTAKAN PEMBIAYAAN DALAM MENUTUP DEFISIT, JANGAN SAMPAI

TUJUAN JANGKA PENDEK (MENUTUP DEFISIT) MENGORBANKAN

(13)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA LAMPIRAN 2 : KOMPOSISI PEMBIAYAAN DALAM DAN LUAR NEGERI

LAMPIRAN 3 : HASIL PRIVATISASI BUMN TAHUN 1991 – 2004 LAMPIRAN 4 : KOMPOSISI KEPEMILIKAN OBLIGASI NEGARA

REFERENSI

- DEPARTEMEN KEUANGAN, 2006, NOTA KEUANGAN DAN RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG APBN TAHUN ANGGARAN 2006, JAKARTA.

- DEPARTEMEN KEUANGAN, 2005, RUU TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004, JAKARTA

- DEPARTEMEN KEUANGAN, 2006, LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005, JAKARTA

- BADAN PUSAT STATISTIK, BEBERAPA INDIKATOR PENTING INDONESIA, JUNI 2005

(14)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

(15)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.

Referensi

Dokumen terkait

Asbuton dapat digunakan sebagai bahan tambah aspal minyak atau campuran beraspal minyak karena Asbuton, terutama Asbuton Kabungka, memiliki bitumen yang relative lebih

usaramoensis dapat diberikan dalam ransum burung puyuh tanpa menurunkan energi metabolis, retensi nitrogen dan efisiensi ransum sehingga dapat digunakan sebagai

Desain jalur lalu lintas yang aman dengan pendekatan traffic calming untuk memenuhi kebutuhan tersebut yaitu penyediaan jalur sepeda (dalam hal ini berupa jalur lambat) yang

waktu tertentu. Waktu dihitung sejak awal staf memberikan suatu layanan pada pasien hingga tepat sebelum diberikan layanan yang sama diberikan kepada pasien

Permasalahan Yang Terjadi Pada Proses Cetak Koran, pada saat melakukan proses produksi cetak Koran, bagian produksi selalu dihadapkan dengan berbagai permasalahan

Asfiksia merupakan penyebab utama kematian bayi, indikator untuk diagnosis asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) dengan penilaian Apgar Score menit pertama kelahiran.

Berdasarkan uraian tersebut dan dengan mempertimbangkan aspek psikologis seseorang, baik untuk mengidentifikasi penyakit serta mengidentifikasi dan pengembangan potensi

Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan