KAJIAN
FISKAL
REGIONAL
TRIWULAN I
2018
Penanggung Jawab : Muhdi Ketua Tim : Edwin Asrul
Penyusun : Feri Pramusetiyo | Ri Setia Hutama | Kurniawan Cahyo Utomo | Enjun Fajar Sadida | Leonardo Rajagukguk | Musmulyadi
i
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Triwulan I Tahun 2018. Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Treasury Regional Office)
ini, setidaknya melibatkan Development Economics sebagai
field study yang digunakan dalam merekonstruksi metodologi sebagai pendekatan akademik dalam melakukan kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu region. Pengembangan budaya akademik dalam memahami fenomena pembangunan, dengan meletakkan basis research-based policy, pada dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja organisasi modern. Dengan melakukan pendalaman permasalahan melalui riset, diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang seimbang, objective dan komprehensif dalam pengambilan putusan. Perkembangan pembangunan dan industrialisasi pada negara-negara maju (developed countries) mempengaruhi kajian akademik yang direpresentasikan dengan kurikulum universitas yang mengarah tema-tema research spesifik, semisal urban economics, environment economics, industrial economics, transportation economics, logistic economics, regional economics, dll. Kajian development economics
kurang menjadi fokus utama , karena era tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari sejarah panjang dialektika pembangunan (development dialectics) negara-negara maju.
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis) ini merupakan studi perkembangan ekonomi pembangunan dari sudut pandang kebijakan fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat. Variabel utama yang digunakan untuk
melakukan analisis pembangunan adalah dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif atas data penerimaan dan pengeluaran negara. Dalam studi ini
outlooks pembangunan dalam satu tahun dengan memperhatikan indikator-indikator pertumbuhan ekonomi (consumption, investment, government expenditure, net export) dan dampak yang timbul, seperti indeks pembangunan manusia (human development index), pemerataan pendapatan (income equality), penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation), pengurangan pengangguran (unemployment reduction) dan lain-lain.
Dengan keterbatasan yang ada, kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhirnya, kami berharap semoga kajian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak serta dapat menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca semuanya.
Manokwari, 8 Mei 2018
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Muhdi, SE, SIP, MIS, PhD
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional 1
Produk Domestik Regional Bruto 1
Inflasi 2
Indikator Kesejahteraan 3
Bab II Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN 8
Pendapatan Negara 8
Belanja Negara 9
Prognosis Realisasi APBN s.d. Akhir Tahun 2018 12
Bab III Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD 13
Pendapatan Daerah 14
Belanja Daerah 16
Prognosis Realisasi APBD s.d Akhir Tahun 2018 16
Bab IV Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian 18
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian 18
Pendapatan Konsolidasian 18
Belanja Konsolidasian 20
Analisis Kontribusi Belanja Pemerintah terhadap PDRB 20
Bab V Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa 22
Daftar Pustaka iii
1
A.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic
Product) merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian selama periode waktu tertentu. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja perekonomian (Mankiw, 2013). Terdapat tiga cara untuk menghitung PDB. Pertama, dengan menjumlahkan nilai akhir produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Kedua, dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat, yaitu
jumlah dari pengeluaran konsumen,
pengeluaran investasi, pembelian pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor dikurangi
impor (net export). Ketiga, dengan
menjumlahkan seluruh pendapatan faktor produksi yang diterima rumah tangga dari perusahaan (Krugman & Wells, 2011).
Untuk mengukur PDB, dapat dihitung
berdasarkan harga berlaku (PDB Nominal) dan
harga konstan (PDB Riil). Pengukuran PDB harga berlaku digunakan untuk melihat struktur perekonomian, sementara itu PDB harga konstan digunakan untuk mengukur kinerja atau
pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Selanjutnya PDB pada suatu region/ wilayah tertentu disebut dengan Produk Domestik
Regional Bruto (Gross Domestic Regional Bruto).
A.1 Nilai PDRB
PDRB Nominal Provinsi Papua Barat pada Triwulan I 2018 mencapai Rp18,87 triliun. Dari nilai tersebut, postur perekonomian Provinsi Papua Barat didominasi oleh dua sektor
lapangan usaha utama, yaitu industri
pengolahan dengan kontribusi sebesar 27,24% dan pertambangan/ penggalian sebesar 18,66
yang mengandalkan raw material resource
berupa pengeboran dan pengilangan gas alam. Provinsi Papua Barat memiliki cadangan gas
alam terbesar yang diekspor sebagai raw
material ke berbagai negara.
Bab I
Perkembangan
Ekonomi Regional
Dari sisi pengeluaran, kontribusi terbesar PDRB Provinsi Papua Barat Triwulan I 2018 berasal dari
Ekspor Luar Negeri sebesar 32,97%,
pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 29,05% dan pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 21,45%.
A.2 Pertumbuhan PDRB
Di saat perekonomian nasional tumbuh stagnan pada angka 5,06%, perekonomian Papua Barat pada triwulan I 2018 tumbuh cukup siginifikan. Jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Papua Barat triwulan I 2018 mencapai 5,69% dimana seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengadaan listrik dan gas
sebesar 10,83% dan jasa perusahaan sebesar 9,82%.
B. Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum (Mankiw, 2013). Jika kenaikan harga barang hanya berasal dari satu atau dua barang saja, maka tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan itu meluas dan menyebabkan kenaikan harga barang lainnya. Secara umum, inflasi digolongkan ke dalam tiga jenis yaitu: inflasi inti (core inflation), inflasi makanan yang
bergejolak (volatile food inflation) dan inflasi
harga yang diatur (administered price inflation).
Pada bulan Januari 2018 di Provinsi Papua Barat
terjadi inflasi sebesar 0,60% dengan
penyumbang terbesar terjadi pada kelompok
volatile food. Inflasi pada bulan ini disebabkan adanya kenaikan harga telur, susu dan hasil-hasilnya. Selanjutnya, sama seperti bulan sebelumnya, pada bulan Februari 2017 di Provinsi Papua Barat juga terjadi inflasi yaitu sebesar 0,14% dengan penyumbang terbesar terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Kemudian pada bulan Maret 2017 di Provinsi Papua Barat kembali mengalami inflasi yaitu sebesar 0,3% dengan penyumbang terbesar yaitu kenaikan harga pada kelompok sandang dan
Jan Feb Mar
Umum 0.60 0.14 0.31
1 Bahan Makanan 1.20 0.21 0.13
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0.60 1.44 1.01 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 0.05 0.40 0.17
4 Sandang -0.18 0.77 1.76
5 Kesehatan 0.15 0.26 0.14
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0.00 1.93 0.77 7 Transpor dan Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.67 -2.23 -0.36 Inflasi Provinsi Papua Barat Triwulan I 2018 Menurut Kelompok Pengeluaran
No Kelompok Pengeluaran Triwulan I Pengeluaran Pemerintah; 21.45% Pengeluaran RT + LNPRT; 29.05% PMTB (dikurangi inventori); 16.53% Net Ekspor ; 32.97%
Komposisi PDRB Provinsi Papua Barat Triwulan I 2018 Berdasarkan Pengeluaran
Sumber: BPS RI dan Provinsi Papua Barat (data diolah)
3.68 2.01 3.48 6.32 5.69 5.01 5.01 5.06 5.19 5.06 0 2 4 6 8
Triw I 17 Triw II 17 Triw III 17 Triw IV 17 Triw I 18 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
dan Provinsi Papua Barat (% yoy)
Pabar Nasional Sumber: BPS RI dan Provinsi Papua Barat (data diolah)
3
makanan jadi. Sehingga secara tahun kalender, laju inflasi Papua Barat pada triwulan I 2018 mencapai 1,05%.
C.Indikator Kesejahteraan
Indikator pembangunan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat diantaranya: Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), Tingkat Kemiskinan, Tingkat
Ketimpangan (Gini Ratio), Tingkat
Pengangguran dan Indeks Kebahagiaan.
C.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan infrastruktur menjadi lebih produktif jika memiliki sumber daya manusia
(human resources) yang berkualitas. Jika SDM berkualitas jumlahnya tidak memadai, maka pembangunan infrastruktur akan menjadi kurang efisien dan efektif, dimana proses produksi membutuhkan input dengan biaya ekonomi lebih tinggi dan kualitas output yang dihasilkan rendah. Oleh karena itu, para ekonom berpendapat bahwa rendahnya investasi pada
modal manusia (human capital resources)
merupakan penyebab lambatnya pertumbuhan. Investasi yang rendah pada sektor pendidikan, pengetahuan dan keterampilan menyebabkan produktivitas modal fisik menurun (Jhingan, 1983).
Pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Papua Barat menunjukan adanya peningkatan,
ditandai dengan pencapaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) mengalami
kenaikan tiap tahun. Namun demikian
pencapaian tersebut masih jauh di bawah pencapaian nasional. Pada tahun 2010 IPM
Provinsi Papua Barat mencapai nilai 59,60 (masuk dalam kategori rendah) jauh di bawah IPM nasional sebesar 66,53. Sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik kelas menjadi kategori sedang, yaitu 60,3. Kemudian pada tahun 2017, IPM Provinsi Papua Barat mencapai 62,99.
C.2 Tingkat Kemiskinan
Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan antara tingkat pendapatan dan kebutuhan seseorang. Jika pendapatan tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum, maka
seseorang dapat dikatakan miskin. Ravallion (1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan
diantaranya kelaparan, ketidakberdayaan,
terpinggirkan, tidak mempunyai tempat tinggal, dan apabila sakit tidak memiliki dana untuk berobat. Orang miskin pada umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki pekerjaan. Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah, Provinsi Papua Barat dihadapkan pada masalah
kemiskinan yang cukup pelik. Tingkat
kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi,
66.53 67.09 67.7 68.31 68.9 69.55 70.18 70.81 59.6 59.9 60.3 60.91 61.28 61.73 62.21 62.99 52 56 60 64 68 72 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Perkembangan IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2010-2017
Pabar Nasional Sumber: BPS RI dan Provinsi Papua Barat (data diolah)
dimana menduduki peringkat kedua secara nasional setelah Provinsi Papua.
Pada tahun 2015 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat mencapai 25,82%, jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional sebesar 11,22%. Kemudian pada tahun 2017, tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat turun menjadi 25,10%. tingkat kemiskinan sesuai target yang diharapkan masih jauh untuk dicapai. Ditambah lagi, selama periode tiga
tahun ke belakang penurunan tingkat
kemiskinan di Provinsi Papua Barat belum
begitu signifikan. Pembangunan yang
berlangsung selama ini di Papua Barat tampaknya belum berhasil meningkatkan taraf hidup penduduk keluar dari kemiskinan.
C.3 Tingkat Ketimpangan
Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan mengharuskan adanya tingkat pendapatan yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan. Namun demikian, tingkat pendapatan yang tinggi perlu didukung oleh indikator utama lainnya yaitu pemerataan distribusi pendapatan. Jika peningkatan pendapatan tersebut hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya, maka penanggulangan kemiskinan akan bergerak melambat dan ketimpangan semakin tinggi. Salah satu cara untuk mengukur tingkat distribusi pendapatan dengan menggunakan Rasio Gini (Gini Ratio). Rasio tersebut
menggambarkan derajat ketimpangan
distribusi pendapatan dalam suatu daerah yang
nilainya terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) dan 1 (ketidakmerataan sempurna). Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua Barat dari tahun 2010-2015 semakin timpang, ditandai dengan nilai gini ratio yang semakin
tinggi. Selama kurun waktu tersebut,
ketidakmerataan pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk dalam kategori sedang. Kemudian pada tahun 2016, gini ratio Provinsi Papua Barat turun menjadi 0,373 yang menunjukan distribusi pendapatan di Papua Barat semakin baik. Bahkan pada tahun tersebut gini ratio Provinsi Papua Barat lebih baik daripada nasional. Namun pada 2017, gini ratio Provinsi Papua
11.96 11.37 11.25 11.22 10.86 10.64 28.2 26.67 27.13 25.82 25.43 25.1 0 10 20 30 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2012-2017 (%)
Nasional Papua Barat
Sumber: BPS RI dan Provinsi Papua Barat (data diolah)
0.381 0.416 0.425 0.431 0.439 0.44 0.373 0.390 0.378 0.410 0.410 0.413 0.406 0.408 0.397 0.393 0.3 0.35 0.4 0.45 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional Tahun 2010 - 2017
Papua Barat Nasional
5
Barat kembali naik menjadi 0,390, meskipun masih di bawah gini ratio nasional.
C.4 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis, pengangguran memiliki
hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi, hal tersebut mencerminkan penambahan output yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi kapasitas produksi. Arthur
Okun (Okun’s Law) melalui studinya
menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat
pertumbuhan ekonomi maka tingkat
pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard, 2006).
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran nasional mengalami kenaikan,
jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran Provinsi Papua Barat justru bergerak turun. Pada Februari 2017 jumlah pengangguran Papua Barat sejumlah 33.214 orang dengan tingkat pengangguran sebesar 7,52 %. Kemudian pada Februari 2018, jumlah pengangguran Provinsi Papua Barat berkurang
menjadi 26.219 orang dengan tingkat
pengangguran juga berkurang menjadi 5,67%.
Tampaknya progam pemerintah dalam
perluasan dan penciptaan lapangan pekerjaan
mampu menekan jumlah dan tingkat
pengangguran di Papua Barat. Untuk
mengurangi TPT, pemerintah daerah dapat
menciptakan kesempatan kerja melalui
peningkatan keahlian, sertifikasi, pendirian tempat latihan ketrampilan, magang serta meningkatkan inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja lokal.
C.5 Indeks Kebahagiaan
Indeks kebahagiaan merupakan indeks
komposit yang dihitung secara tertimbang dengan skala 0-100 dan menggunakan tiga
dimensi, yaitu kepuasan hidup (life satisfaction),
perasaan (affect), dan makna hidup
(eudaimonia). Nilai indeks yang semakin tinggi menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia. Sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka tingkat kehidupan penduduk semakin tidak bahagia.
Indikator dari dimensi kepuasan hidup (life
satisfaction) terdiri dari pendidikan/ ketrampilan, pekerjaan/ usaha, pendapatan, kesehatan, keharmonisan keluarga, waktu
68.68 71.5 70.05 70.2 67.47 70.99 8.08 5.73 7.46 7.52 6.49 5.67 0 2 4 6 8 10
Agt'15 Feb'16 Agt'16 Feb'17 Agt'17 Feb'18 64
66 68 70 72
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2018
TPAK TPT
luang, hubungan sosial, keadaan lingkungan, kondisi keamanan dan rumah/ fasilitas. Adapun
indikator dari dimensi perasaan (affect) terdiri
dari perasaan tidak tertekan, perasaan tidak khawatir/ cemas, dan perasaan senang/ riang. Sementara itu indikator dari makna hidup
(eudaimonia) terdiri dari kemandirian, penguasaan lingkungan, pengembangan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup dan penerimaan diri.
Pada tahun 2017, indeks kebahagiaan Provinsi Papua Barat sebesar 71,73 dengan penyusun masing-masing dimensi yaitu indeks kepuasan
hidup (life satisfaction) sebesar 72,44, indeks
perasaan (affect) sebesar 67,95 dan indikator
makna hidup (eudaimonia) sebesar 74,46. Dari
nilai tersebut, indeks tertinggi dicapai oleh subdimensi keharmonisan keluarga sebesar 79,56 sedangkan terendah diperoleh subdimensi pendidikan/ ketrampilan sebesar 62,84.
7
nggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) menggambarkan
kondisi keuangan pemerintah yang berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi belanja pemerintah untuk satu periode tahun anggaran yang ditetapkan dalam
Undang-Undang. Sebagai gambaran
implementasi APBN tahun 2018 sampai dengan
triwulan I di Provinsi Papua Barat, dapat dijelaskan dengan membandingkan antara pagu dan realisasi APBN triwulan I tahun 2017 dengan triwulan I tahun 2018.
Target pendapatan negara tahun 2018 di Papua Barat mengalami penurunan sebesar 6,58% dibandingkan target tahun 2017, yaitu dari angka Rp3.437,37 miliar
menjadi Rp3.065,08
miliar. Penurunan target
tersebut didasarkan
pada asumsi bahwa
kondisi perekonomian pada tahun 2018 masih dalam tahap pemulihan
(economic recovery).
Tantangan dan
dinamika yang cukup berat pada rendahnya
harga komoditas
internasional seperti
A
Bab II
Perkembangan
dan Analisis APBN
minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target penerimaan pajak di wilayah Papua Barat. Sementara itu, dari aspek belanja APBN terdapat penurunan pagu tahun 2018 sebesar 4,34% dibandingkan pagu tahun 2017, yaitu dari Rp23.104,95 miliar menjadi Rp22.101,05 miliar. Pagu APBN 2018 yang turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya disebabkan oleh kondisi penerimaan negara secara umum belum dapat menopang kebutuhan anggaran di daerah. Kebutuhan anggaran di daerah dalam hal ini digunakan untuk membiayai program
kerja satuan kerja Kementerian
Negara/Lembaga dan belanja daerah melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Selain itu, terdapat penurunan yang signifikan pada pagu belanja modal disebabkan proyek-proyek infrastruktur strategis di Provinsi Papua Barat telah memasuki tahap akhir penyelesaian,
sehingga alokasi pagu belanja secara
keseluruhan mengalami penurunan.
Dengan membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja Provinsi Papua Barat sampai dengan triwulan I 2018, dapat disimpulkan bahwa terdapat defisit anggaran sebesar Rp3.571,11 miliar. Hal ini
disebabkan target penerimaan yang belum tercapai pada periode awal tahun anggaran. Sampai dengan Triwulan I 2018, penerimaan APBN menunjukkan realisasi yang masih rendah, yaitu sebesar 11,03%. Realisasi penerimaan tersebut pada dasarnya relatif sama dengan penerimaan periode yang sama tahun 2017.
A. PENDAPATAN NEGARA
A.1 Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan di Provinsi Papua Barat hanya berasal dari penerimaan pajak dalam negeri yang terdiri atas penerimaan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya.
Penerimaan perpajakan di Prov. Papua Barat sampai dengan triwulan I 2018 berjumlah Rp267,70 miliar. Berdasarkan tren realisasi penerimaan pajak dari Januari sampai dengan Maret 2018, Kota Sorong dan Kabupaten Teluk
Bintuni memiliki kontribusi terbesar.
Penerimaan pajak perbulan masing-masing mencapai rata-rata Rp42,25 miliar dan Rp17,60 miliar. Dua daerah tersebut termasuk daerah
yang paling maju di Papua Barat sehingga
banyak potensi penerimaan pajak. Kota Sorong merupakan pusat perekonomian yang memiliki potensi penerimaan pajak lebih besar,
sedangkan Kabupaten Teluk Bintuni
merupakan kabupaten penghasil sumber daya alam gas di Papua Barat.
9
Sementara itu, kabupaten lainnya
menyumbangkan penerimaan pajak yang relatif kecil. Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa penerimaan pajak
terendah terdapat pada Kabupaten
Pegunungan Arfak dan Kabupaten Maybrat, masing-masing sebesar Rp0 juta dan Rp860
juta. Hal ini dikarenakan Kabupaten
Pegunungan Arfak merupakan daerah
pemekaran baru dari Kabupaten Manokwari yang dibentuk sejak tanggal 25 Oktober 2012 dan Kabupaten Maybrat belum mempunyai sumber pajak potensial di daerahnya. Kedua daerah tersebut merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, sehingga memerlukan perhatian pemerintah pusat dan
daerah untuk meningkatkan potensi
ekonominya.
Bila dilihat dari realisasi pendapatan pajak sampai dengan triwulan I 2018, jenis pajak yang memberikan kontribusi terbesar adalah PPh sebesar Rp159,44 miliar diikuti oleh PPN dan PPnBM sebesar Rp100,57 miliar. Jenis PPh yang memberikan kontribusi terbesar terhadap realisasi pendapatan pajak di Papua Barat adalah PPh pasal 21.
A.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
PNBP merupakan seluruh penerimaan
pemerintah pusat yang bukan berasal dari penerimaan perpajakan. Realisasi PNBP sampai dengan triwulan I 2018 di Provinsi Papua Barat sebesar Rp70,43 miliar dengan pendapatan terbesar berasal dari pendapatan jasa kepelabuhan sebesar Rp13,91 miliar, serta pendapatan penelitian, pengembangan, dan pengabdian masyarakat sebesar Rp5,42 miliar. Bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017, terjadi kenaikan realisasi sebesar 56,93%.
B. BELANJA NEGARA
Sebagai upaya untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah
(government expenditure) dapat dijadikan
sebagai alat ungkit (leverage) dalam bentuk timulus fiskal. Kebijakan penganggaran pada K/L untuk wilayah Papua Barat diprioritaskan dengan mengakselerasi belanja modal untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur.
B.1 Belanja Pemerintah Pusat
Alokasi belanja APBN 2018 di Provinsi Papua Barat untuk belanja modal sebesar Rp2.198,62 miliar atau 37,24% dari total alokasi belanja pemerintah pusat (K/L). Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan tahun 2017
sebesar Rp2.979,33 miliar, terjadi
penurunan. Sampai dengan triwulan I 2018, realisasi belanja terbesar adalah belanja barang sebesar Rp286,27 miliar (12,9% dari total belanja). Realisasi belanja modal sendiri baru mencapai Rp225,08 miliar atau 10,2% dari pagu belanja modal.
1,377.40 1,322.11 132.85 21.88 159.44 100.57 2.89 4.81 11.58% 7.61% 2.17% 21.97% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 0 400 800 1,200 1,600
Pajak Penghasilan PPN dan PPnBM PBB dan BPHTB Pajak Lainnya
M ili ar R upi ah
Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong
Target dan Realisasi Pajak Prov Papua Barat Triw I 2018
Sedangkan realisasi terendah adalah belanja lain-lain yang hanya mencapai 0,3% dari pagu belanja lain-lain.
B.2 Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Alokasi transfer ke daerah dan dana desa di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar 2,95%, yaitu dari Rp16.689,50 miliar pada tahun 2017, menjadi Rp16.197,61 pada tahun 2018. Alokasi anggaran terbesar terdapat pada Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp8.024,77 miliar. Sampai dengan triwulan I 2018, realisasi TKDD di Provinsi Papua Barat
telah mencapai
Rp3.115,52 miliar (19,23% dari pagu). Realisasi transfer tertinggi yaitu Dana
Alokasi Umum
(DAU) mencapai
33,1% dari pagu DAU. Untuk realisasi
penyaluran dana
desa telah mencapai Rp139,19 miliar atau
10,46% dari alokasi pagu dana desa sebesar Rp1.329,72 miliar.
B.3 Manajemen Investasi Pusat
Menurut data SIKP, sampai dengan 31 Maret 2018 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat sebesar Rp946,49 miliar yang diberikan kepada 29.874
debitur. Daerah dengan jumlah
penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp312,49 milar dengan
jumlah debitur sebanyak 9.527
nasabah. Selanjutnya, daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu Kab.
Manokwari sebesar Rp264,27 miliar yang
diberikan kepada 8.296 debitur. Kemudian penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab. Sorong sebesar Rp109,15 miliar dan jumlah debitur sebanyak 3.548 nasabah. Hal ini mengindikasikan bahwa persebaran penerima KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah
yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju.
1,454.67 2,221.38 2,198.62 14.78 13.98 280.24 286.27 225.08 2.07 0.05 19.3% 12.9% 10.2% 14.0% 0.3% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial Belanja Lain-lain Mi lia r R up ia h
Sumber: SPAN (data diolah)
Pagu 2018 dan Realisasi s.d. Trw I 2018 APBN di Papua Barat
Pagu Realisasi Tr I % Real
8,024.77 1,323.48 1,510.70 1,329.72 2,658.38 247.36 70.59 139.19 33.1% 18.7% 4.7% 10.5% 0% 10% 20% 30% 40% 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000
Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Khusus Dana Desa
Mi lia r R up ia h
Sumber: SPAN (data diolah)
Pagu dan Realisasi Transfer ke Daerah Lingkup Provinsi Papua Barat s.d. Triwulan I 2018
11
Jika dilihat dari bank penyalur, terdapat empat bank penyalur KUR di Papua Barat yaitu BRI, Mandiri, BNI, BRI Syariah, BPD Papua dan Bank Artha Graha. BRI merupakan bank penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan.
Sampai dengan 31 Maret 2018, dana KUR yang telah disalurkan di Provinsi Papua Barat oleh BRI sebesar Rp740,21 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 26.397 orang. Sementara itu, dana KUR yang telah disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp116,91 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 2.950 orang. Adapun BNI telah menyalurkan KUR sebesar Rp88,18 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 479 orang.
Jika dilihat per skema, sampai dengan 31 Maret 2018 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Prov Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp575,97 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 27.523 nasabah. Sementara itu untuk penyaluran KUR Ritel sebesar Rp370,18 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 2.321 nasabah. Adapun penyaluran KUR TKI sebesar 75 juta dengan jumlah debitur sebanyak 1 (satu) orang nasabah.
Jika dilihat per sektor, perdagangan merupakan sektor yang memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar. Sampai dengan 31 Maret 2018, penyalurannya sebesar Rp671,09 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 21.106 nasabah. Kemudian diikuti sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp58,58 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 2.259 nasabah. Melihat kondisi terserbut, perlu perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang lebih produktif seperti sektor perikanan dan industri pengolahan. Hal ini dikarenakan perluasan kepada sektor
312.50 264.27 109.15 76.68 64.01 30.87 29.41 22.96 15.53 13.71 7.41 -50 50 150 250 350
Jumlah Penyaluran KUR per Kab/ Kota di Prov. Papua Barat s.d 31 Maret 2018 (miliar Rupiah)
produktif lebih menggerakkan roda perekonomian di Provinsi Papua Barat.
C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI DENGAN AKHIR TAHUN 2018
Sampai dengan akhir tahun 2018, diperkirakan terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi pencapaian realisasi APBN di Provinsi Papua Barat, yaitu:
Kapasitas SDM relatif kurang memadai sehingga perencanaan anggaran tidak dapat dilaksanakan secara optimal;
Mutasi/ pergantian pejabat
perbendaharaan;
Mindset satuan kerja yang biasa
mencairkan anggaran di akhir tahun. Berdasarkan trend realisasi APBN Papua Barat pada dua tahun terakhir (2016-2017), maka dapat diperkirakan realisasi APBN 2018 sebagai berikut:
Berdasarkan tabel prognosis realisasi APBN tersebut, dapat dijelaskan bahwa melihat
beberapa tantangan
perekonomian Provinsi Papua Barat di atas, diperkirakan sulit bagi Provinsi Papua Barat untuk mengembangkan penerimaan pajak. Oleh karena itu, sampai dengan akhir tahun 2018, penerimaan daerah di Provinsi Papua Barat diperkirakan hanya dapat mencapai 85,50%.
Melihat tren tahun 2016 dan 2017 dimana realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat berkisar diangka 98%, maka perkiraan realisasi sampai akhir tahun 2018 dapat mencapai angka 98,25%. Hal ini disebakan beberapa paket pekerjaan yang masih menunggu lelang di semester II 2018 telah berjalan dan diharapkan telah selesai diakhir tahun anggaran.
13
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan
pendanaan yang bersumber dari penerimaan daerah. Sumber penerimaan daerah untuk saat ini lebih didominasi oleh penerimaan dana transfer dari pemerintah pusat, sehingga ke depan secara bertahap
diharapkan terjadi peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semua pengeluaran untuk pembangunan daerah dan sumber dana yang diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sebagai sebuah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah, APBD
merupakan instrumen kebijakan fiskal dalam meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Dalam
merencanakan sumber pendapatan dan alokasi belanja, pemerintah daerah harus melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan potensi daerah dengan berorientasi pada kepentingan/
D
Bab III
Perkembangan
dan Analisis APBD
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
PENDAPATAN 20.051 8.51 20.091 3.329
PAD 886 260 976 121
Pajak Daerah 403 119 438 61
Retribusi Daerah 63 18 102 8
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 53 16 92 32
Lain-Lain PAD yang Sah 368 107 343 20
Pendapatan Transfer 18.638 8.052 18.229 3.13
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 14.758 6.946 11.72 2.975
Dana Bagi Hasil Pajak 1.934 786 933 0
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 1.582 644 884 247
Dana Alokasi Umum 7.879 4.587 7.438 2.658
Dana Alokasi Khusus 3.363 930 1.935 70
Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 3.546 1.014 6.26 139
Dana Otonomi Khusus 3.21 909 5.794 0
Dana Penyesuaian 337 105 219 0
Dana Desa 0 0 247 139
Transfer Pemerintah Provinsi 199 57 249 16
Pendapatan Bagi Hasil Pajak 199 57 127 16
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 0 0 121 0
Transfer Bantuan Keuangan 135 35 0 0
Bantuan Keuangan dari Pemerintah Prov./Kabupaten/Kota Lainnya135 35 0 0
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 526 198 887 78
Pendapatan Hibah 8 2 90 0
Pendapatan Dana Darurat 0 0 148 0
Pendapatan Lainnya 519 196 649 78 JUMLAH PENDAPATAN 20.051 8.511 20.091 2.803 BELANJA 19.215 6.012 19.155 1.222 Belanja Pegawai 4.669 1.423 4.709 593 Belanja Barang 4.843 1.515 5.465 219 Belanja Bunga 6 2 19 2 Belanja Subsidi 13 4 25 6 Belanja Hibah 884 267 979 116
Belanja Bantuan Sosial 356 119 444 51
Belanja Bantuan Keuangan 3.097 982 1.392 66
Belanja Modal 5.317 1.687 6.094 168
Belanja Tidak Terduga 29 12 29 1
TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 920 287 3.425 47
Transfer/Bagi Hasil ke Desa 920 287 704 8
Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 736 230 704 8
Transfer Bagi Hasil Pendapatan Lainnya 184 57 0 0
Transfer Bantuan Keuangan 0 0 2.721 39
Transfer Bantuan Keuangan ke Desa 0 0 616 28
Transfer Dana Otonomi Khusus 0 0 1.926 0
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 0 0 4 0
JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER 20.135 6.299 22.58 1.269 SURPLUS/DEFISIT -85 2.211 -2.064 1.388
Tabel Realisasi APBD Lingkup Provinsi Papua Barat s.d. Akhir Triwulan I Tahun 2018 dan Tahun 2017 (miliar Rupiah)
Uraian Tahun 2017 Tahun 2018
0 0 174 11
skala prioritas pembangunan. Selain itu, APBD
merupakan salah satu pendorong (key leverage)
bagi pertumbuhan ekonomi daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, mandiri, dan berkeadilan.
A. PENDAPATAN DAERAH
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.
A.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Besaran PAD dalam postur APBD merupakan indikator kemandirian daerah. Komponen PAD Provinsi Papua Barat terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Target PAD seluruh pemerintah daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2018 ditetapkan sebesar Rp976 miliar
atau meningkat 10% dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah Rp886 miliar. Dari target tersebut, realisasi PAD Provinsi Papua Barat sampai dengan Triwulan I 2018 sebesar 12,4% atau mencapai Rp121 miliar.
Sampai dengan Triwulan I 2018, total realisasi penerimaan pajak daerah di Prov. Papua Barat sebesar Rp61 miliar atau 13,9% dari target yang ditetapkan. Pemerintah daerah yang memiliki realisasi penerimaan pajak daerah terbesar yaitu Provinsi Papua Barat sebesar Rp45,9 miliar (75,3%). Penerimaan pajak daerah Provinsi
Papua Barat tersebut disumbang oleh
penerimaan pajak kendaraan bermotor, yang mana secara kuantitas kendaraan bermotor meningkat. Sementara itu, sampai dengan triwulan I TA 2018, total realisasi penerimaan retribusi daerah seluruh pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat mencapai Rp8 miliar atau 7,4% dari target yang ditetapkan. Daerah yang memiliki realisasi penerimaan retribusi daerah
886 976 260 121 2 0 1 7 T R I W U L A N I 2 0 1 8 P e r b a n d i n g a n T o t a l P A D S e l u r u h P e m d a P r o v i n s i P a p u a B a r a t T a h u n 2 0 1 7 d a n T r i w u l a n I 2 0 1 8 ( M i l i a r R u p i a h ) Target Realisasi
15
terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp3,4 miliar (45,7%).
Adapun penerimaan Lain-lain PAD yang sah sampai dengan triwulan I TA 2018 telah terealisasi sebesar Rp52,0 miliar atau 12,0% dari target yang ditetapkan. Daerah yang memiliki realisasi tertinggi penerimaan lain-lain PAD yang sah yaitu Kab. Teluk Bintuni sebesar Rp32,4 miliar (2,024%).
Sementara itu, jika dilihat rasio PAD terhadap total pendapatan daerah, hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat s.d.
triwulan I 2018
mempunyai rasio yang kecil yaitu di bawah
2%, dengan rasio
tertinggi yaitu
Pemerintah Provinsi
Papua Barat dan
Kabupaten Manokwari
Selatan,
masing-masing sebesar 10,10% dan 36,56%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketergantungan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat terhadap dana transfer dari Pemerintah Pusat masih sangat tinggi.
A.2 Pendapatan Transfer
Target pendapatan transfer Provinsi Papua Barat Tahun 2018 sebesar Rp18,2 triliun atau turun 2,1% dibandingkan dengan tahun 2017 yang berjumlah Rp18,6 triliun. Dari seluruh komponen pendapatan transfer, porsi terbesar yaitu DAU sebesar
Rp7,43 triliun (40,8%) dan dana Otsus sebesar Rp5,79 triliun (31,78%). Sampai dengan triwulan I 2018, tiga daerah dengan realisasi 438 102 432 61 8 51 P a j a k D a e r a h R e t r i b u s i D a e r a h L a i n - L a i n P A D Y a n g S a h R e a l i s a s i P A D S e l u r u h P e m d a P r o v i n s i P a p u a B a r a t s . d . T r i w u l a n I 2 0 1 8 ( M i l i a r R u p i a h ) Target Realisasi
Sumber: BPKAD Seluruh Pemda Prov Papua Barat (data diolah)
10 % 1% 3% 0% 0% 1% 1% 0% 0% 1% 37% 3% 2% 6% 0% 10% 20% 30% 40%
Prov. Papua Barat Kab. Manokwari Kab. Fakfak Kab. Sorong Selatan Kab. Raja Ampat Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Wondama Kab. Tambrauw Kab. Maybrat Kab. Pegunungan Arfak Kab. Manokwari Selatan Kab. Sorong Kab. Kaimana Kota Sorong
Rasio Kemandirian Provinsi Papua Barat Triwulan I 2018 (%)
Sumber: BPKAD Seluruh Pemda Prov Papua Barat (data diolah)
6 .8 9 0 .9 0 1. 15 0 .8 3 1.0 4 1. 17 0 .6 8 0 .9 6 0 .6 9 0 .5 8 0 .58 1.0 5 0 .9 5 0 .7 5 0 .48 0 .1 3 0 .2 3 0 .1 6 - 0.1 5 0 .1 5 0 .2 1 0 .1 5 0 .1 6 0 .0 9 0 .2 3 0 .2 5 0 .2 1 0 2 4 6 8
Target dan Realisasi Pendapatan Transfer Pemda di Provinsi Papua Barat s.d Triwulan I 2018 (Triliun Rupiah)
Target 2018 Realisasi s.d. Tri I 2018 Sumber: BPKAD Seluruh Pemda Prov Papua Barat (data diolah)
pendapatan transfer terbesar di Papua Barat berturut-turut adalah Pemerintah Provinsi Papua Barat Rp 6,89 triliun (37,80%), Kabupaten Teluk Bintuni Rp1,16 triliun (6,30%), dan Kabupaten Fakfak Rp1,14 triliun (6,41%).
A.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Total realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah seluruh pemerintah daerah Provinsi Papua Barat s.d. triwulan I 2018 adalah Rp52,12 miliar atau 11,96%. Daerah yang memiliki realisasi terbesar adalah Kabupaten Manokwari Selatan sebesar Rp32,39 miliar (62,1%).
B. BELANJA DAERAH
Berdasarkan jenis dan alokasi/pagu belanja di Provinsi Papua Barat tahun 2018, terdiri dari belanja barang sebesar Rp5.465 miliar (28,53%), belanja pegawai sebesar Rp4.708 Miliar (24,58%), belanja modal sebesar Rp6.093 Miliar (31,81%), dan belanja bantuan sosial sebesar
Rp443 miliar (2,32%). Sampai dengan triwulan I 2018, realisasi penyerapan belanja terbesar yaitu belanja pegawai sebesar 3,10%, sedangkan realisasi penyerapan belanja terkecil yaitu belanja bantuan sosial sebesar 0,27% dan belanja modal sebesar 0,88%. Diantara penyebab lambatnya penyerapan belanja modal yaitu masih banyaknya kegiatan yang belum dikontrakkan atau masih menunggu proses lelang.
C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI DENGAN AKHIR TAHUN 2018
Sampai dengan akhir tahun 2018, diperkirakan
terdapat beberapa faktor utama yang
mempengaruhi pencapaian realisasi
pendapatan dan belanja daerah di Provinsi Papua Barat, yaitu:
Tidak tercapainya target PAD karena tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
sumber daya alam (raw material), yang mana
pasar komoditi internasional masih dalam
kondisi pemulihan (economic recovery).
142.87 9 .7 8 5 5 .6 5 1 2 .8 1 32.4 6 2 4 .9 1 1 1 .9 0 2 .0 8 1 .6 7 2 .8 2 1 .6 0 6 8 .2 0 2 0 .6 9 4 8 .0 6 1 .6 8 0 .0 9 5 .4 4 0 .1 3 - 0.7 3 0 .8 1 0 .3 3 0 .6 0 1 .1 3 3 2 .3 9 3 .8 4 4 .6 3 0 .3 3 0 40 80 120 160
Target dan Realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Pemda di Provinsi Papua Barat s.d Triwulan I 2018 (Miliar Rupiah)
Target 2018 Realisasi s.d. Tri I 2018
Sumber: BPKAD Seluruh Pemda Prov Papua Barat (data diolah)
4,709 5,465 444 6,094 593 219 51 168 3.10% 1.15% 0.27% 0.88% 0% 1% 2% 3% 4% 2,000 4,000 6,000 8,000
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Bantuan Sosial
Belanja Modal
Pagu dan Realisasi Belanja Berdasarkan Jenis Lingkup Rovinsi Papua Barat S.D. Triwulan I 2018 (Miliar Rupiah)
Pagu Realisasi %
17
Kapasitas SDM relatif kurang memadai sehingga pelaksanaan anggaran tidak berjalan optimal.
Keterlambatan penetapan SK penunjukan/ penggantian pejabat perbendaharaan. Keterlambatan SK panitia lelang.
Keterbatasan jumlah SDM yang berminat menjadi panitia pengadaan barang dan jasa karena takut berurusan dengan pihak berwajib.
Keterbatasan pejabat pengadaan yang bersertifikat.
SDM pelaksana pengadaan terlalu hari-hati atau kurang kompeten.
Sering terjadi mutasi / pergantian pejabat terkait dengan pengelolaan keuangan di SKPD.
Keterlambatan usulan pengadaan dari SKPD ke ULP (Unit Layanan Pengadaan).
Masih banyak daerah rawan konflik dan masalah pembebasan tanah.
Proses pengadaan yang terlalu panjang/ lama.
Berdasarkan trend realisasi APBD Papua Barat pada dua tahun terakhir (2016-2017), maka diperkirakan realisasi APBD 2018 sebagai berikut:
Berdasarkan tabel prognosis realisasi APBD tersebut, dapat dijelaskan bahwa dengan melihat tren realisasi pendapatan pada tahun 2016 dan 2017 yang berkisar antara 100 – 105%, maka perkiraan realisasi pendapatan daerah Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir tahun 2018 mencapai Rp20.392 triliun atau 101,50%. Sementara itu, dengan melihat tren realisasi belanja tahun 2016 dan 2017 yang berkisar antara 89-92%, maka perkiraan realisasi belanja daerah sampai akhir tahun 2018 mencapai Rp17.268 triliun atau 90,15%. Sehingga pada tahun 2018, realisasi APBD lingkup Provinsi Papua Barat diperkirakan terjadi surplus anggaran sebesar Rp3.124 triliun.
Pendapatan Daerah 20.091 3.329 16,56 20.392 101,50
Belanja Daerah 19.155 1.222 6,37 17.268 90,15
Surplus/ Defisit 936 2.107 10,19 3.124 11,35
Tabel Prognosis Realisasi APBD Lingkup Provinsi Papua Barat sampai dengan Triwulan IV Tahun 2018
Uraian Pagu
Realisasi s.d. Triwulan I Perkiraan Realisasi s.d. Triwulan IV % Realisasi
Terhadap Pagu Rp (miliar)
% Perkiraan Realisasi Terhadap Pagu Rp (miliar)
A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dalam periode waktu tertentu. Sampai dengan triwulan I 2018, pendapatan konsolidasian di Papua Barat sebesar Rp552,59 miliar atau naik 0,83% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu untuk realisasi belanja konsolidasian sampai dengan triwulan I 2018 mengalami penurunan sebesar 19,74 %
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh pendapatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah suatu wilayah dalam satu periode pelaporan yang sama, dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi).
B.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Sampai dengan realisasi triwulan I 2018, proporsi pendapatan konsolidasian terbesar yaitu pendapatan transfer sebesar 85,37% dari total pendapatan konsolidasian. Sementara itu proporsi pendapatan perpajakan konsolidasian dan PNBP konsolidasian masing-masing sebesar 8,96% dan 5,67% dari total pendapatan konsolidasian. Bila dibandingkan triwulan I 2017, terjadi penurunan realisasi pendapatan
Bab IV
PERKEMBANGAN DAN
ANALISIS PELAKSANAAN
ANGGARAN KONSOLIDASIAN
(APBN DAN APBD)
19
perpajakan konsolidasian triwulan I 2018 dari Rp425,36 miliar menjadi Rp328,60 miliar disebabkan terjadi penurunan yang signifikan pada pendapatan PPN Dalam Negeri seiring menurunnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat. Sebaliknya, pada triwulan I 2018 terjadi kenaikan realisasi PNBP konsolidasian dari Rp108,35 miliar menjadi Rp208,11 miliar disebabkan terjadi kenaikan yang signifkan pada pendapatan jasa pelayanan kepelabuhan dan pendapatan lain-lain PAD yang sah.
B.2 Analisis Perubahan
Target pendapatan perpajakan konsolidasian tahun 2018 Provinsi Papua Barat sebesar Rp3.292,33 miliar atau turun sebesar 5,20% dari
tahun sebelumnya disebabkan target
penerimaan perpajakan pemerintah pusat mengalami penurunan. Realisasi pendapatan perpajakan konsolidasian Provinsi Papua Barat sampai dengan triwulan I 2018 pun mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh
realisasi pendapatan pajak pemerintah daerah Provinsi Papua Barat yang mengalami penurunan.
B.3 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap Realisasi Pendapatan Perpajakan
Pada periode triwulan I tahun 2018, PDRB Riil Provinsi Papua Barat sebesar
Rp14,705 triliun dengan pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,69% (yoy).
Sementara itu pada periode yang sama,
realisasi pendapatan perpajakan
konsolidasian sebesar Rp328,60 miliar
atau turun 22,74%. Berdasarkan
perbedaan yang sangat tinggi antara angka pertumbuhan ekonomi dan
penurunan pendapatan perpajakan
yaitu sebesar 28,43% [ 22,74 – 5,69) ], mengindikasikan bahwa masih banyak potensi
penerimaan perpajakan yang belum
dioptimalkan sebagai akibat dari pencapaian
pertumbuhan ekonomi. Seharusnya
pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Provinsi Papua Barat berpengaruh positif terhadap
kenaikan pendapatan. Namun pada
kenyataannya, pendapatan perpajakan
konsolidasian mengalami penurunan.
81,47% 33,84% 9% 18,53% 66,16% 100% 91% 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
Pendapatan Perpajakan Pendapatan Bukan Pajak Transfer Pendapatan
Grafik Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi Papua Barat s.d. Triwulan I Tahun 2018
C. BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja Pemerintahan Umum (General
Government Spending) atau Belanja
Konsolidasian Tingkat Wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh belanja
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah suatu wilayah dalam satu periode pelaporan yang sama, dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi).
Sampai dengan triwulan I 2018, realisasi belanja konsolidasian didominasi oleh belanja pegawai diikuti belanja belanja barang, belanja modal, dan belanja lain-lain. Realisasi untuk belanja modal sampai dengan triwulan I 2018 terlihat belum optimal dibandingkan dengan belanja yang lain, sehingga diperlukan akselerasi untuk merealisasikan belanja modal pada triwulan berikutnya.
D. ANALISIS KONTRIBUSI PEMERINTAH
TERHADAP PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB)
Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian
(Keynesian Cross Theory), salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap pencapaian output (Y) yaitu belanja pemerintah (government
spending). Kenaikan belanja pemerintah akan
mendorong output menjadi lebih besar dimana ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan
output meningkat dari Y1 ke Y2 (Mankiw, 2013). Nilai output dihitung dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran konsumen, pengeluaran investasi, pembelian pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor dikurangi impor (net export) yang ditunjukan dengan persamaan sebagai berikut:
Y = C + I + G + (X – M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam bentuk PDRB. Kontribusi pemerintah terhadap PDRB dilihat dari sisi belanja, dihitung dengan
cara membandingkan nilai pengeluaran
pemerintah terhadap PDRB. Sedangkan jika dilihat dari sisi investasi, kontribusi pemerintah
terhadap PDRB dihitung dengan cara
membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB.
67,91%; 280.2 43,34%; 286.3 42,76%; 225.1 96,12%; 2.1 99,97%; 0.0 60,61%; 793.7 32,09%; 593 56,66%; 219.0 57,24%; 168.1 3,88%; 51.3 0,03%; 189.8 39,39%; 1221.3 Belanja Pegawai
Belanja Barang Belanja Modal Belanja Sosial Belanja Lainnya Belanja
Perbandingan Realisasi Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat
Triw I 2018 (miliar Rupiah)
Pempus Pemda Sumber: SPAN dan BPKAD Seluruh Pemda Prov Papua Barat (data diolah)
21
Sampai dengan triwulan I 2018, kontribusi belanja pemerintah konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.063,10 miliar / Rp14.705,82 miliar = 14,03%. Adapun kontribusi investasi pemerintah terhadap PDRB sebesar Rp3.764,46 miliar / Rp14.705,82 miliar = 25,59%.
Uraian Realisasi
Belanja Konsolidasian (miliar Rupiah) 2.063,10
PMTB (miliar Rupiah) 3.764,46
PDRB Riil (miliar Rupiah) 14.705,82
Kontribusi Belanja Konsolidasian terhadap PDRB (%) 14,03
Kontribusi PMTB terhadap PDRB (%) 25,59
Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat s.d. Triwulan I 2018
ndang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, menjadi tonggak bersejarah
pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Pembangunan di daerah sebagian besar menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan hanya sebagian kecil menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Namun demikian,
Pemerintah Pusat wajib mendukung melalui pendanaan transfer ke daerah yang diwujudkan dalam bentuk dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Sebagai bentuk penguatan desentralisasi fiskal, dana yang diberikan kepada Provinsi Papua Barat dalam bentuk TKDD semakin meningkat tiap tahun. Pada tahun 2015 total TKDD seluruh pemerintah daerah di Provinsi Barat sebesar Rp15,6 triliun. Kemudian pada tahun 2018 nilainya mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp16,9 triliun atau naik sebesar 8,33%.
U
Bab V
Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa
15.6 19.0 16.7 16.9 0 5 10 15 20 2015 2016 2017 2018
Perkembangan Total TKDD Seluruh Pemda Papua Barat Tahun 2015–2018 (triliun Rupiah)
Sumber: Simtrada DJPK dan OM SPAN (data diolah)
DBH 7.79% DAU 47.23% DAK 13.20% Otsus + DID 23.95% Dana Desa 7.83%
Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2018
23
Berdasarkan komposisinya, komponen terbesar TKDD Provinsi Papua Barat yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 47,23% kemudian diikuti Dana Otonomi Khusus dan Dana Insentif Daerah (Otsus + DID) sebesar 23,95%, Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 7,79%, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 13,2%, dan Dana Desa sebesar 7,83%.
A.
Penyaluran DAK Fisik
Salah satu jenis dana transfer yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK merupakan salah satu mekanisme transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional. Berbeda dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang
bersifat block grant, DAK bersifat conditional
grant, artinya terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan DAK. Dalam penggunaannya, daerah harus mengacu kepada petunjuk teknis yang telah ditetapkan. Selain itu
DAK juga bersifat close-end grant, artinya dana
yang diterima untuk satu tahun anggaran sudah
ditentukan dari
awal tahun
anggaran. Apabila sampai akhir tahun anggaran daerah
tidak dapat
menggunakannya
sesuai dengan
petunjuk teknis,
maka sisanya tidak dapat disalurkan.
DAK yang ditransfer kepada Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 2015, DAK yang diterima Provinsi Papua
Barat sebesar Rp1,78triliun. Kemudian nilainya mengalami peningkatan pada tahun 2018 menjadi sebesar Rp2,24 triliun atau naik sebesar 25,8%.
TKDD yang diterima Pemerintah Daerah ditransfer secara terpusat melalui KPPN Jakarta II ke seluruh Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Namun mulai tahun 2017, dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada Pemerintah Daerah, khusus penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dilakukan oleh seluruh KPPN yang berada di daerah. DAK Fisik disalurkan melalui KPPN di daerah dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke RKUD. Sementara itu, mekanisme penyaluran Dana
Desa dilakukan dari
1.78 3.36 1.81 2.24 0 2 4 2015 2016 2017 2018
Perkembangan Total DAK Seluruh Pemda di Provinsi Papua Barat Tahun 2015 - 2018 (triliun Rupiah)
Sumber: Simtrada DJPK dan OM SPAN (data diolah)
175.01 161.25 147.26 134.27 123.79 117.43 116.02 104.93 102.98 80.99 65.73 64.44 62.62 53.96 0 40 80 120 160 200
Alokasi DAK Fisik per-Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 (miliar Rupiah)
RKUN ke RKUD untuk selanjutnya disalurkan ke Rekening Kas Desa (RKD). Pada tahun 2018, total DAK Fisik yang dialokasikan kepada seluruh Pemda di Provinsi Papua Barat sebesar Rp1,51 triliun. Alokasi tertinggi diberikan kepada Pemda Provinsi Papua Barat sebesar Rp175,01 miliar, sedangkan terendah diberikan kepada Pemda Kab. Kaimana sebesar Rp53,96 miliar. Sampai dengan triwulan I (31 Maret 2018),
semua KPPN lingkup Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Papua Barat belum menyalurkan DAK Fisik Tahun 2018. Hal ini disebabkan seluruh Pemda yang ada belum memenuhi persyaratan pencairan.
B.
Penyaluran Dana Desa
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sejak tahun 2015 pemerintah pusat mengalokasikan dana yang diperuntukkan untuk tiap-tiap desa di Indonesia. Dana tersebut merupakan dana dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang diperuntukkan bagi desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Seperti halnya dengan DAK, secara
konseptual Dana
Desa bersifat
conditional grant, artinya penggunaan Dana Desa dibatasi
oleh persyaratan
tertentu.
Penggunaan Dana Desa dilakukan sesuai prioritas penggunaan yang ditetapkan oleh Menteri Desa PDTT dan pedoman teknis yang ditetapkan oleh bupati/ walikota.
Jumlah dana desa yang diterima seluruh Pemda di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2015 dana desa yang disalurkan ke Provinsi Papua Barat sebesar Rp450 miliar. Kemudian pada tahun 2018 nilainya mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat menjadi sebesar Rp1,33 triliun (naik 196%).
Jumlah desa dan rata-rata dana desa yang diterima setiap desa di Provinsi Papua Barat juga mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2015 jumlah desa yang memperoleh dana desa sejumlah 1.628 desa, dimana rata-rata tiap desa mendapatkan Rp275.999.362. Pada tahun 2016 jumlah desa yang menerima dana desa meningkat menjadi 1.744 desa, dimana rata-rata tiap desa memperoleh Rp616.221.467. Kemudian pada tahun 2017 desa yang
menerima dana desa
sejumlah 1.783 desa,
dimana rata-rata tiap desa menerima kenaikan dana
desa menjadi sebesar
Rp765.234.097. Hal ini 0.45 1.07 1.36 1.33 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2015 2016 2017 2018
Total Dana Desa Pemda se-Provinsi Papua Barat 2015 - 2017 (triliun Rupiah)
25
menunjukan adanya komitmen pemerintah pusat yang semakin kuat untuk mencapai salah satu program nawacita, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Berdasarkan PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana telah diubah PMK Nomor 112/PMK.07/2017, penyaluran dana desa dilakukan dalam 3 (tiga) tahap. Pada tahap I, sebesar 20%. Selanjutnya pada tahap II dan tahap III masing-masing sebesar 40%. Sampai dengan triwulan I (31 Maret 2018), total dana desa yang telah disalurkan KPPN kepada seluruh pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat sebesar Rp139,19 miliar. Dari jumlah tersebut, dana desa disalurkan tertinggi kepada Kab. Sorong dan Kab. Tambrauw masing-masing sebesar Rp33,83 miliar dan Rp31,39 miliar disebabkan kedua daerah tersebut memiliki jumlah desa terbesar di Provinsi Papua Barat.
C.
Permasalahan Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa
Secara umum masalah-masalah yang
ditemukan dalam penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa pada triwula I 2018 adalah sebagai berikut:
Masih banyak pemerintah daerah yang belum memenuhi dokumen persyaratan DAK Fisik dan Dana Desa sebagaimana yang telah dipersyaratkan;
Kendala teknologi informasi yang
menghambat penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa; Sebagai contoh, jaringan internet yang lambat di beberapa daerah; Kondisi geografis daerah yang sulit dan
menantang menyebabkan koordinasi
dengan pemerintah daerah menjadi kurang optimal;
D.
Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan perkembangan penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sampai dengan triwulan I (31 Maret 2018), berikut rekomendasi dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat, yaitu:
Diperlukan sosialisasi yang lebih intensif kepada pemerintah daerah (kepala daerah)
terutama mengenai mekanisme dan
persyaratan penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa;
Diperlukan bimbingan teknis yang lebih intensif kepada petugas teknis pemerintah daerah;
Diperlukan Focus Group Disscussion (FGD)
dan wawancara (In Depth Interview) kepada
pemerintah daerah dalam menghadapi permasalahan penyerapan DAK Fisik dan Dana Desa;
Diperlukan survei dan wawancara (In Depth
Interview) langsung ke perangkat desa dalam penggunaan dana desa;
Diperlukan tenaga pendamping baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk
membantu perangkat desa dalam
Blanchard,Oliver. (2006). Macroeconomics –
forth edition. New Jersey: Prentice Hall.
Mankiw, Gregory N. (2013).
Macroeconomi-eight edition. London: Worth Publisher.
Krugman, P., & Wells R. (2011).
Economics-Second Edition. London: Worth Publishers.
Jhingan, M.L. (1983). The Economics of
Development and Planning. New Delhi: Vicas Publishing.
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Perdirjen Nomor 4/PB/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan
UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Jalan Merdeka Nomor 97 C, Manokwari Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124
e-mail: kanwildjpbn.papuabarat@gmail.com website: djpbn.kemenkeu.go.id/kanwil/papuabarat