• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN RUANG PENYIMPANAN ARSIP DI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN RUANG PENYIMPANAN ARSIP DI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN RUANG PENYIMPANAN ARSIP DI DIREKTORAT

JENDERAL BEA DAN CUKAI

 

Muhammad Fahri Maihesa dan Nina Mayesti

1. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424 2. Departemen Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424

E-mail: fahrimaihesa@gmail.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan ruang penyimpanan arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan kendala apa saja yang dialami oleh staf pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan studi pustaka. Informan dalam penelitian ini adalah staf Sub Bagian Tata Usaha dan Kearsipan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Teknik wawancara yang digunakan adalah unstructured interview. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengelolaan ruang penyimpanan arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum sesuai dengan pedoman atau standar yang berlaku. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman dan tidak lengkapnya peralatan yang sesuai dengan standar. Kendala yang terdapat di dalam kegiatan penyimpanan adalah lokasi pusat arsip inaktif, peralatan serta pemahaman staf kearsipan. Perlunya perbaikan terhadap bagaimana pengelolaan ruang penyimpanan arsip agar kendala dapat diatasi dan kegiatan penyimpanan menjadi lebih baik dan efektif.

Records Storage Management in Directorate of Customs and Excise

ABSTRACT

This study aims to determine how the management of records storage in the Directorate of Customs and Excise and any constraints experienced by archival’s staff of the Directorate of Customs and Excise. This study use a descriptive approach with qualitative methods. Data was collected by interview, observation, and literature. Informants in this study are staff of Sub Division of Administration and Archives Directorate of Customs and Excise. Interview techniques used are unstructured interviews. These results indicate the management of records storage in the Directorate of Customs and Excise is not accordance with the applicable guidelines or standards. This happens due to the complete lack of understanding and not according to the standard equipment. Constraints in the storage activity is the location of inactive records center, equipment and lack of understanding in archival’s staff. The management of recods storage improvement are needed, so that obstacles can be resolve and storage activities become more effective.

(2)

Pendahuluan

Pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berperan sebagai penunjang kegiatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Oleh karena itu, pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus dikelola dengan baik dan benar agar dapat menunjang segala kegiatan dalam rangka pemenuhan tugas dan fungsinya. Pada keadaan di lapangan, peneliti menemukan beberapa masalah yaitu sarana dan prasarana serta peralatan kearsipan yang tidak sesuai dengan standar keamanan. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengelolaan ruang penyimpanan arsip, apakah sudah sesuai dengan standar Pedoman Sementara Penyelenggaraan Kearsipan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apa saja kendala dalam pengelolaan ruang penyimpanan arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai? Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai pengelolaan ruang penyimpanan arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sesuai atau tidak dengan standar yang berlaku, dan mengidentifikasi kendala dalam pengelolaan ruang penyimpanan arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Tinjauan Teoritis

Pengelolaan Ruang Penyimpanan Arsip

Pengelolaan Ruang penyimpanan arsip berkaitan dengan pusat arsip inaktif dan merupakan komponen penting manajemen arsip dinamis dalam kegiatan penyimpanan arsip. Record storage menurut Read & Ginn, (2010) “penyimpanan merupakan penempatan yang sebenarnya untuk rekod, berdasarkan rencananya, ditempatkan di rak atau laci” (p. 160). Selain itu, penyimpanan dapat dilakukan secara elektronik ke dalam suatu media yang dapat dibaca oleh komputer. Istilah filing dapat digunakan untuk kegiatan penyimpanan, tetapi filing tidak hanya berhubungan dengan kertas saja. Dengan demikian, pengelolaan ruang penyimpanan arsip adalah kegiatan pengelolaan yang meliputi penataan ruang, media dan peralatan penyimpanan untuk arsip tercetak maupun elektronik sehingga dapat menunjang kegiatan penyimpanan arsip.

Kriteria Pusat Arsip Inaktif

(3)

harus dirancang sebaik mungkin. Menurut Sulistyo Basuki (2002) “umumnya instansi menyimpan arsip dinamisnya di bukan di ruangan primer, melainkan ruangan sekunder seperti basement, kolong atau ruang atas (p. 291). Perlunya perhatian khusus jika pusat arsip inaktif ditempatkan di basement seperti sistem pendingin udara, kapasitas ruangan, pencahayaan serta kelembapan.

Pusat arsip inaktif pada pernyataan di atas merujuk kepada pusat arsip inaktif. Pusat arsip inaktif yang dikatakan baik harus memenuhi berbagai aspek sesuai dengan pernyataan diatas sehingga pusat arsip inaktif tidak menjadi hambatan, melainkan menjadi penunjang instansi dalam mewujudkan visi dan misinya.

Tata Ruang

Tata ruang merupakan komponen penting dalam dalam suatu pusat arsip inaktif. Tata ruang merupakan hal penting agar pusat arsip inaktif tertata dengan baik. Tata ruang yang baik akan memberikan kemudahan bagi seluruh staf instansi tersebut sehingga kegiatan penyimpanan dan temu kembali arsip menjadi lebih efektif dan efisien (Read & Ginn,2010, p. 160). Berikut ini beberapa komponen tata ruang yang harus diperhatikan di dalam pusat arsip inaktif:

Penempatan rak harus dipertimbangkan secara efektif di dalam pusat arsip inaktif. Kegiatan penyimpanan dan temu kembali arsip harus mudah untuk diakses sehingga menghemat waktu dan tenaga. Shelving umumnya menggunakan rak terbuka dengan lebar 42inci dengan 30-32inci kedalamannya (Penn et al 1994, p. 23). Ukuran ini dapat menyimpan enam atau duabelas kotak arsip jika ditumpuk menjadi dua ”. Selain itu Forde (2007), menyatakan bahwa penempatan rak minimal 75mm dari dinding agar mendapatkan sirkulasi udara serta pada bagian bawah tidak boleh kurang dari 150mm di atas permukaan lantai untuk menghindari kerusakan akibat banjir (p. 100).

Dari pernyataan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa arsip yang berada di pusat arsip inaktif rasio jaraknya lebih besar dibandingkan dengan ruang penyimpanan sementara di unit kerja. Hal ini bertujuan agar menghindari penumpukan arsip di unit kerja.

Pemasangan kabel dan pipa merupakan kebutuhan pusat arsip inaktif dalam menjalankan kegiatan penyimpanan. Kabel berguna untuk menunjang aspek lain seperti keamanan, fasilitas

(4)

dan sebagainya yang membutuhkan aliran listrik, sedangkan pipa digunakan agar terpasangnya sistem saluran air (irigasi) di dalam pusat arsip. menurut dalam bukunya yang berjudul Records Management Handbook menyatakan bahwa pemasangan kabel dan pipa yang baik dalam pusat arsip adalah di sekitar lorong atau tempat lainnya yang jauh dibawah rak penyimpanan (Penn et., 1994). Pernyataan tersebut bertujuan agar menghindari bencana atau hal yang tidak terduga dalam pusat arsip. Contohnya adalah kebocoran pipa yang dapat mengakibatkan rusaknya arsip karena air. Selain itu, arsip mudah terbakar jika kabel listrik yang mengalami korsleting akan menimbulkan percikan api.

Pencahayaan ruangan merupakan hal penting dalam melakukan segala kegiatan di pusat arsip inaktif. Jarak antara lampu dengan arsip yang berada dibagian atas harus disesuaikan, hal ini agar meminimalisir bahaya kebakaran yang disebabkan material kertas yang rentan terhadap panas (Penn et al., 1994). Selain itu, meminimalisir cahaya yang terlalu terang dan bayangan yang disebakan jarak lampu dan arsip terlalu dekat. Pencahayaan pada pusat arsip harus disesuaikan dengan berbagai macam aspek tata ruang lainnya seperti ketinggian rak, jarak lorong dan sebagainya.

Kriteria Tipe Pemilihan Peralatan

Dalam kegiatan penyimpanan di pusat arsip inaktif, map adalah perlengkapan dalam menunjang kegiatan pengelolaan kearsipan khususnya dalam kegiatan penyimpanan. Menurut National Archives of Australia (2000) tentang pemilihan map menyatakan bahwa dalam kegiatan penyimpanan media kertas harus bertahan lebih dari 30 tahun dengan ditunjang sirkulasi udara (ventilasi) yang baik dalam pusat arsip inaktif serta temperatur tidak melebihi 27ºC (80ºF) dan kelembapan dibawah 60%. Dengan kata lain pusat arsip harus memilki sirkulasi udara yang baik serta memiliki alat yang dapat menunjang temperatur dan kelembapan agar tetap stabil.

Standar boks arsip dalam pusat rekod umumnya harus sesuai dengan ukuran rekod atau dokumen itu sendiri. Shepherd dan Yeo (2003) menyatakan bahwa umumnya kedalaman boks berukuran sekitar 375mm (15inches), lebar 300mm (12 inches) dan 250mm (10 inches) disertai tutup terpisah dan lubang untuk tangan (hand holes). Jika telah terisi penuh, beratnya sekitar 12 kg (26 lb) atau lebih. Boks untuk pusat arsip inaktif umumnya lebih kecil dan

(5)

mempunyai spesifikasi standar yang lebih tinggi Acid-free board dan staples berbahan kuningan(Shepherd & Yeo, 2003).

Pemilihan bahan atau material untuk rak atau lemari juga penting. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir bencana seperti kebakaran dan banjir. Berdasarkan pernyataan Forde (2007) “pemilihan material untuk rak atau lemari sebaiknya berbahan baja” (p. 100). Baja akan meleleh pada suhu diatas 500°C sedangkan kayu rentan terhadap kelembapan dan mudah terbakar (Helen Forde. 2007). Dapat dikatakan bahwa rak berbahan baja lebih baik dibandingkan kayu. Selain itu, perawatan rak berbahan kayu lebih intensif dan rentan terhadap api, air dan serangga bila tidak dilakukan kontrol secara berkala.

Menurut Kennedy & Schauder (1994) ketinggian troli minimal mencapai 32inci, untuk memudahkan dan meminimalisir cedera pada pinggang atau punggung dalam melakukan penyimpanan. Alat ini juga dapat digunakan sebagai tangga kecil untuk kegiatan temu kembali dan penyimpanan (Kennedy & Schauder, 1994). Troli dapat dikatakan sebagai alat yang multifungsi yang digunakan di dalam pusat arsip. Tidak hanya sebagai pembawa arsip dalam jumlah banyak, tetapi juga bisa digunakan sebagai tangga untuk menjangkau arsip yang rak bagian atas.

Tangga merupakan peralatan yang membantu kegiatan penyimpanan serta temu kembali arsip di pusat arsip. menurut Forde (2007) tentang standar kemanan tangga adalah terdapat pengaman di setiap sudut tangga yang berbahan baja serta karet di setiap bagian bawah dan bagian atas tangga. Hal ini agar alat tersebut tidak membahayakan pengguna. Penggunaan tangga juga mengurangi risiko kerusakan pada arsip. Tangga merupakan peralatan yang tidak hanya digunakan dalam kegiatan penyimpanan namun juga digunakan untuk kegiatan temu kembali arsip di pusat arsip inaktif.

Catwalks adalah peralatan arsip yang umumnya digunakan pada penyimpanan dalam skala besar. Alat ini dapat menjangkau arsip yang letaknya di bagian atas. Catwalks merupakan alat yang lebih praktis penggunaanya dibandingkan dengan tangga (Kennedy & Schauder, 1994). Catwalks terpasang pada setiap rak sehingga tidak perlu dipindahkan seperti tangga. Dapat dikatakan bahwa alat ini merupakan alternatif dari tangga yang penggunaannya lebih praktis dan menghemat ruangan pusat arsip inaktif.

(6)

Ancaman dan bahaya: meminimalisir bahaya

Pusat arsip inaktif berisiko terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh bencana, baik bencana alam atau yang disebabkan oleh kesalahan manusia. Umumnya dampak kerusakan pusat arsip yang inaktif disebabkan oleh bencana cukup besar. Keamanan terhadap bencana kebakaran adalah tersedianya alat pemadam kebakaran meliputi tabung pemadam, selang pemadam dan smoke & heat detector yang berdekatan dengan lokasi penempatan arsip serta pengecekan secara berkala (Penn, Pennix, & Coulson. 1994). Hal ini agar alat ini bekerja secara efektif dalam meminimalisir kerusakan arsip terhadap bencana.

Metode Peneltian

Pada penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan deskripsi data dan informasi pada pengelolaan ruang penyimpanan arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan untuk metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Studi Kasus. Penggunaan metode studi kasus karena masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Pengelolaan Ruang Penyimpanan Arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal yang diteliti adalah Pengelolaan Ruang Penyimpanan Arsip di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret – Mei 2014. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah kepala sub-bagian beserta staf kearsipan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Peneliti melakukan proses wawancara dengan mengajukan pertanyaan tentang arsip yang selanjutnya mengarah ke pengelolaan ruang penyimpanan.

Peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi, dan analisis dokumen sebagai teknik pengumpulan data. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan wawancara tak terstruktur. Hal ini dikemukakan oleh (Moleong, 2013, p. 190) bahwa wawancara tidak terstruktur pertannyaannya tidak disusun terlebih dahulu, malah disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari informan. Pelaksanaan tanya-jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari.  Peneliti melakukan proses wawancara dengan mengajukan pertanyaan tentang arsip yang selanjutnya mengarah ke pengelolaan ruang penyimpanan.

Pada tahap ini, peneliti melihat langsung keadaan di Pusat Arsip Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan mengamati kegiatan manajemen arsip dinamis khususnya pada pengelolaan ruang

(7)

penyimpanan di pusat arsip inaktif. Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah observasi partisipatif. Peneliti menggunakan jenis observasi partisipasi aktif. Menurut Susan Stainback (1988) partisipasi aktif ialah peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi tidak sepenuhnya. Lama penelitian yang dilakukan ialah tiga bulan sewaktu peneliti melakukuan praktek kerja lapangan ditambah 10 kali kunjungan ke lapangan.

Studi dokumen dilakukan dengan mencari sumber-sumber tertulis yang nanti akan dijadikan landasan teori agar memperkuat analisis data di dalam penelitian ini. Dokumen yg dikaji oleh peneliti untuk data primer, yaitu peraturan dan pedoman sementara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Data yang telah dikelompokkan sesuai dengan tema dan sub tema diatur secara sistematis meliputi data wawancara, observasi dan studi pustaka. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mudah untuk dipahami. Data yang telah dikelompokkan ditampilkan dalam bentuk narasi. Kemudian, data tersebut di analisis oleh peneliti berdasarkan literatur dan peraturan-peraturan yang mendukung penelitian. Setelah itu, peneliti melakukan interpretasi data terhadap deskripsi data yang ada.

Profil Kearsipan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jakarta Timur

Pusat arsip inaktif didirikan pada tahun 1960 dengan nama Pusat Arsip Jawatan Bea dan Cukai sebelum menjadi pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang organisasi dan Tata Kerja Kementrian Keuangan, unit kerja yang secara jelas disebutkan mengelola arsip (khusus arsip inaktif) adalah Sub Bagian Tata Usaha dan Kearsipan, Bagian Umum, Sekretariat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempunyai tugas untuk melakukan penyiapan bahan bimbingan kearsipan Direktorat Jendral, dan pelaksanaan surat menyurat, pengetikan, penggandaan, dan ekspedisi serta kearsipan Kantor Pusat.

Ketiga informan yang dipilih menurut peneliti karena memahami dan mengetahui manajemen kearsipan di pusat arsip inaktif. Selain itu, ketiga informan memiliki wewenang lebih dalam penyelenggaraan kegiatan di pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berikut ini tabel mengenai profil informan serta staf sub bagian tata usaha dan kearsipan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai :

(8)

No Nama Latar Belakang Pendidikan Jabatan

1 Bapak Suko D3 STAN Bea & Cukai Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kearsipan DJBC

2 Bapak Muksin S2 Hukum Staf Kearsipan DJBC

3 Bapak Sartono D1 STAN Bea & Cukai Staf Kearsipan DJBC

Peneliti menanyakan seputar pengertian dari pengelolaan ruang penyimpanan menurut pemahaman informan secara singkat. Peneliti mencoba menarik garis besar dari pernyataan ketiga informan tentang pengelolaan ruang peyimpanan arsip. Pernyataan tersebut secara garis besar adalah suatu kegiatan manajemen dalam mengelola ruang penyimpanan yang meliputi penataan ruang serta peralatan yang digunakan di dalam suatu pusat arsip. Informan menyatakan memiliki tiga pedoman yang digunakan dalam menjalakan kegiatan penyimpanan.pedoman yang digunakan saat ini ialah sebagai berikut:

“…kami mengacu kepada SE 01 Menteri Keuangan dan KKA ANRI Nomor 2 Tahun 2000..” (Suko)

Peneliti mencoba untuk menanyakan pedoman yang digunakan oleh informan 3. Hal ini agar memperkuat tentang pedoman yang digunakan saat ini. Berikut ini pernyataan yang diutarakan oleh informan:

“...SE 01 Kementrian, KKA ANRI Nomor 2 Tahun 2000 serta pedoman sementara penyelenggaraan kearsipan DJBC...” (Sartono)

Dari pernyataan yang diutarakan informan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tiga pedoman sebagai berikut:

1. Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Standar Minimal Gedung dan Ruang Penyimpanan Arsip Inaktif

2. Surat Edaran Nomor 1 Menteri Keuangan Tahun 2014 Tentang Tata Cata Pemusnahan Arsip di Lingkungan Kementrian Keuangan

3. Pedoman Sementara Penyelenggaraan Kearsipan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Dari pedoman-pedoman yang digunakan, Surat Edaran Nomor 1 Menteri Keuangan Tahun 2014 Tentang Tata Cata Pemusnahan Arsip di Lingkungan Kementrian Keuangan merupakan perwujudan dari peraturan KA ANRI No.3 Tentang Standar Minimal Gedung dan Ruang Penyimpanan Arsip Inaktif sehingga tidak dapat dilakukan revisi atau penambahan poin-poin

(9)

peraturan. Terlebih lagi, staf kearsipan hanya menggunakan Pedoman Sementara Penyelenggaraan Kearsipan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Staf kearsipan perlu membuat pedoman dalam kegiatan penyelenggaraan kearsipan khususnya tentang pengelolaan ruang penyimpanan arsip.

Kriteria Pusat Arsip

Pusat arsip Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tepatnya berlokasi di Jl. Ahmad Yani By Pass, Rawamangun, Jakarta Timur. Jauh dari lokasi pabrik dan pemukiman warga karena posisi gedung terletak di tengah dari seluruh kawasan DJBC. Lokasi ini terbilang sangat strategis karena berhadapan langsung dengan jalan raya sehingga akses dapat dijangkau dengan mudah.

Akses ke pusat arsip inaktif juga terbilang sangat dekat dengan gedung-gedung lain. Hal ini karena gedung A terletak di antara gedung lain dan tidak berjauhan. Akses yang terjangkau memungkinkan kegiatan penyimpanan dan temu kembali dilakukan dengan mudah serta tidak memakan waktu lama. Hal ini sesuai dengan ANRI (2006) tentang prinsip-prinsip pusat arsip bahwa pusat rekod harus bersifat accessible, yaitu mudah untuk diakses informasi rekodnya pada saat dibutuhkan.

Pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertempat di basement gedung A. Hal ini menimbulkan pernyataan dari peniliti seputar lokasi pusat arsip tersebut. Peneliti coba menanyakan tentang lokasi pusat arsip kepada salah satu staf kearsipan, Informan 2 menyatakan bahwa tidak ada pertimbangan sebelumnya tentang lokasi pusat arsip inaktif. Berikut pernyataan yang dikemukakan oleh informan:

“..tidak ada pertimbangan sebelumnya sih mas seputar pembangunan pusat arsip ini…” (Muksin)

Kekurangan pada pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah penempatan lokasi yang bertempat di basement gedung A. Basement yang terletak di dasar gedung mempunyai potensi yang besar terhadap bencana alam yaitu banjir.

Dasar atau pondasi gedung dibangun sesuai dengan kebutuhan spesifikasi gedung bertingkat tinggi. Lantai dibuat dengan cor menggunakan semen dan beton serta pengecekan keamanan gedung seperti pondasi, alarm, dan aliran listrik dilakukan pengecekan berkala dalam dua kali

(10)

dalam setahun. Hal ini sesuai dengan pedoman yang digunakan yaitu SE No. 1 Kementrian Keuangan yang menyatakan bahwa konstruksi gedung pusat arsip inaktif terbuat dari bahan yang tahan terhadap cuaca dan tidak mudah terbakar serta konstruksi lantai bangunan mampu menahan beban minimal 12.000kg. Peneliti tidak menemukan kerusakan pada pondasi serta tidak ada gangguan serangga dikarenakan bangunan berbahan beton.

Tata Ruang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada awalnya tidak mempunyai landasan atau pedoman tata kearsipan. Namun, sekarang ini mengadaptasi pada Surat Edaran 01 Menteri Keuangan 2014 dan KKA ANRI Nomor 3 Tahun 2000 serta pedoman sementara penyelenggaraan kearsipan DJBC. Berikut keterangan lebih lanjut tentang tata ruang di pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:

Penempatan rak harus disesuaikan sesuai dengan pedoman tata kearsipan. Tinggi rak terhadap permukaan lantai adalah 20cm. Jarak antar rak berbeda pada tiap ruangan penyimpanan arsip. Jarak rak dengan rak pada ruang penyimpanan sekitar 46cm, 71cm, dan 80cm. Forde (2007) menyatakan bahwa penempatan rak minimal 75mm dari dinding agar mendapatkan sirkulasi udara serta pada bagian bawah tidak boleh kurang dari 150mm di atas permukaan lantai untuk menghindari kerusakan akibat banjir (p. 100). Jarak rak terhadap dinding pada pusat arsip inaktif pada setiap ruang penyimpanan arsip sekitar 20-37cm dan jarak bagian bawah rak terhadap permukaan lantai sekitar 17-20cm. Jarak rak di pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tergolong baik. Hal ini karena jarak yang ada di pusat arsip inaktif telah melebihi standar minimal suatu pusat arsip inaktif.

Instalasi kabel telpon dan listrik di pusat arsip terletak jauh dari rak arsip tepatnya berada di sudut-sudut atas ruangan. Kabel listrik menggunakan kawat yang tebalnya 1mm sampai 1,5mm yang ditutupi oleh besi pengaman di setiap kabel. Instalasi kabel dan pipa pada pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tergolong baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Penn, Pennix & Coulson (1994) bahwa pemasangan kabel dan pipa yang baik dalam pusat arsip inaktif adalah di sekitar lorong atau tempat lainnya yang jauh dibawah rak penyimpanan.

(11)

Dalam menjaga kestabilan suhu dan kelembapan, pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki 4 Air Conditioner serta exhaust fan di setiap ruang penyimpanan arsip. Suhu di pusat arsip inaktif berkisar 29°C. Selain itu, pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum memiliki termometer dan hygrometer pada setiap ruangan penyimpanan. Menurut National Archives of Australia (2000) map di ruang penyimpanan media kertas harus bertahan lebih dari 30 tahun dengan ditunjang sirkulasi udara (ventilasi) yang baik dalam pusat rekod serta temperatur tidak melebihi 27ºC (80ºF) dan kelembapan dibawah 60%. Dapat dikatakan, pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum sesuai terkait dengan standar suhu dan kelembapan pusat arsip inaktif yang ideal. Hal ini juga tertera pada pedoman SE No.1 Kementerian Keuangan bahwa suhu udara pada pusat arsip tidak lebih dari 27°C dan kelembaban tidak lebih dari 60%.

Peralatan Penyimpanan Arsip

Berdasarkan pernyataan Forde (2007), “bahan map yang digunakan harus tahan terhadap debu” (p. 105). Plastik mempunyai ketahanan yang lebih lama dalam kegiatan penyimpanan dibandingkan dengan kertas karton. Map pada pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat dikatakan baik karena ditemukannya map yang berbahan kertas dalam kondisi rusak seperti lusuh dan robek. Selain itu, di beberapa boks arsip tidak adanya map yang melindungi arsip.

Arsip konvensional atau berbahan kertas di pusat arsip inaktif mempunyai kondisi baik pada umumnya. Namun, sebagian ditemukan peneliti mengalami kerusakan seperti seperti lusuh, robek atau menguning. Arsip yang rusak umumnya merupakan arsip sudah lebih masa simpannya seperti kepegawaian, ekspor impor pada tahun 1940-1960. Peneliti menanyakan hal tersebut kepada salah satu informan, berikut penuturan menurut informan:

“…beberapa arsip yang kondisinya rusak itu karena banjir mas...” (Suko)

Hal ini merupakan suatu masalah yang penting bagi seluruh staf kearsipan. Ini akan menjadi suatu masalah besar apabila arsip yang masih digunakan menderita kerusakan yang parah atau bahkan hilang nilai informasinya.

Boks arsip yang berisikan dokumen rahasia meliputi arsip keuangan, kerjasama dan lain-lain. Boks arsip yang berada di pusat arsip Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah memenuhi

(12)

Shepherd & Yeo (2003) tentang kriteria boks arsip bahwa boks untuk pusat arsip inaktif umumnya lebih kecil dan mempunyai spesifikasi standar yang lebih tinggi yaitu acid-free dan staples berbahan kuningan. Selain itu, boks arsip telah memenuhi syarat minimal sesuai dengan pernyataan Shepherd dan Yeo (2003) bahwa umumnya kedalaman boks berukuran sekitar 375mm (15inches), lebar 300mm (12 inches) dan 250mm (10 inches) disertai tutup terpisah dan lubang untuk tangan (hand holes).

Lemari yang ada di pusat arsip Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ialah roll o pact, lemari tegak dan lemari menyamping. Roll o pact di pusat arsip berjumlah lima belas buah dan sepuluh lemari bergerak. Lemari tegak sebanyak empat buahdan lemari menyamping berjumlah tiga puluh dua buah. Roll o pact memiliki kondisinya masih baik dalam sisi tampilan dan pengoperasiannya. Seluruh roll o pact terdiri dari roll o pact baru dan sebagian adalah hasil dari rekondisi atau pembaruan.

Kondisi lemari bergerak masih tergolong baik walaupun merupakan hasil rekondisi. Namun, peneliti menemukan beberapa lemari bergerak sulit untuk digerakkan. Hal ini disebabkan oleh rel di dasar lemari mengalami karat. Informan mengemukakan bagian yang berkarat disebabkan oleh banjir yang melanda pusat arsip Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Staf kearsipan perlu mengganti lemari tersebut dengan yang baru. Sementara spesifikasi roll o pact yang baru didatangkan telah sesuai dengan standar minimal. Forde (2007) mengemukakan “pemilihan material untuk rak atau lemari sebaiknya berbahan baja” (p. 101). Baja akan meleleh pada suhu diatas 500°C sedangkan kayu rentan terhadap kelembapan dan mudah terbakar (Forde, 2007, p. 100). Lemari arsip yang berbahan kayu tergolong sedikit yang hanya berada pada ruang pengelola dan loading area.

Troli berfungsi untuk mempermudah kegiatan penyimpanan arsip di pusat arsip inaktif. Ketinggian troli minimal mencapai 32inci, yaitu untuk memudahkan dan mencegah sakit pada pinggang dalam melakukan penyimpanan (Kennedy dan Schauder, 1994). Jumlah troli yang dimiliki di pusat arsip sebanyak dua buah. Troli di pusat arsip inaktif berbahan dasar besi yang permukaanya berbentuk persegi serta tidak ada pengaman karet pada tiap sisi troli. Troli yang digunakan pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum sesuai standar minimal seperti pernyataan diatas.

(13)

Tangga berfungsi sebagai alat untuk membantu kegiatan kearsipan khususnya dalam penyimpanan dan temu kembali. Tangga digunakan pada boks yang berada di atas yang tidak dapat dijangkau dengan mudah oleh kedua tangan. Jumlah tangga yang ada di pusat arsip DJBC sebanyak 2 buah. Kondisi tangga berbahan dasar kayu tanpa pengaman karet. Hal ini tidak sejalan dengan standar peralatan penyimpanan arsip sesuai yang dikemukakan Forde (2007) bahwa standar keamanan tangga adalah terdapat pengaman di setiap sudut tangga yang berbahan baja serta karet di setiap bagian bawah dan bagian atas tangga (p. 109). Hal ini agar tangga tidak mudah jatuh dan kaki-kaki tangga tetap menempel pada lantai saat digunakan.

Upaya Meminimalisir Bahaya di Pusat Arsip inaktif

Penempatan pusat arsip inaktif di basement memiliki resiko bencana terhadap banjir lebih besar potensinya. Informan mengatakan bahwa tidak cukup mencegah banjir dengan saluran drainase dan pompa drainase. Solusinya adalah melakukan pemindahkan pusat arsip inaktif ke gedung yang baru agar tidak terjadi bencana banjir.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan bapak Suko selaku kepala sub bagian tata usaha dan kearsipan mengatakan pernah terjadi banjir pada tahun 2007 dan 2009. Faktor utama peristiwa disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sehingga pompa air tidak mampu membuang air yang ada di basement.

“…untuk keamanan ini kami masih mengandalkan keamanan dari fasilitas gedung saja...” (Muksin)

Pusat arsip inaktif harus jauh dari material yang mudah terbakar dan area bebas rokok. Pengecekan dan penggantian pada rangkaian listrik yang sudah lama. Pemasangan pemadam kebakaran dan Smoke & heat detector pada pusat arsip inaktif. Pastikan alarm kebakaran, jalur evakuasi dan lampu darurat berfungsi dengan baik (Shepherd & Yeo, 2003, p.208). Berdasarkan hasil penelitian, fasilitas yang digunakan belum sesuai dengan standar minimal yang ditentukan. Hal ini diutarakan oleh informan bahwa fasilitas pusat arsip inaktif masih mengandalkan fasilitas gedung. Staf kearsipan perlu menambah alat-alat keamanan dalam meminimalisir kebakaran.

Pada saat curah hujan yang tinggi, beberapa kali listrik dipadamkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika listrik dipadamkan, alat penyedot air berfungsi 3-4 jam saja karena memerlukan aliran listrik yang cukup besar. Dapat dikatakan, sistem drainase yang di

(14)

pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum tergolong baik. Hal ini didukung dengan pernyataan Shepherd & Yeo (2003) pompa drainase otomatis diperlukan jika pusat arsip inaktif terletak di basement atau berada di iklim yang ekstrim (p. 238).

Staf kearsipan perlu memperhatikan masalah ini dengan mencari solusi atas permasalahan banjir yang kerap melanda pusat arsip inaktif. Untuk mengatasi bencana banjir, staf kearsipan perlu mempertimbangkan pemindahan pusat arsip inaktif ke tempat yang lebih ideal. Hal tersebut agar pusat arsip inaktif tidak mengalami bencana banjir yang menyebabkan rusaknya kondisi fisik arsip. Staf kearsipan harus segera mengatasi masalah tersebut dengan penambahan sarana dan prasana serta mempertimbangkan pemindahan pusat arsip inaktif ke tempat yang lebih baik dan ideal.

(15)

Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh, maka kesimpulan yang ditarik peneliti ialah sebagai berikut: a) Pengelolaan ruang penyimpanan arsip di pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai belum sesuai dengan pedoman yang berlaku.

b) Terdapat beberapa kendala dalam kegiatan pengelolaan ruang penyimpanan arsip, yaitu pedoman, kesadaran dan pemahaman SDM tentang kearsipan, tata ruang serta sarana dan prasarana, dan staf ahli di bidang kearsipan.

c) Lokasi pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai masih rentan terhadap bencana banjir terlebih pada saat musim hujan atau curah hujan yang tinggi.

d) Pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum sesuai dengan standar pusat arsip inaktif, hal ini karena sedikitnya peralatan yang disebabkan oleh kehilangan dan kerusakan. Selain itu minimnya spesifikasi peralatan dan perlengkapan yang digunakan di pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

e) Peran Pusat arsip inaktif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menunjang tugas dan fungsi lembaga dapat dikatakan belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor meliputi standar keamanan, peralatan dan perlengkapan penyimpanan serta bahaya terhadap bencana.

Saran

Berikut beberapa saran yang didapatkan oleh peneliti dari hasil penelitian pengelolaan ruang penyimpanan arsip, antara lain:

a) Perlunya pedoman yang lebih lengkap tentang penyelenggaraan kearsipan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai khususnya tentang pengelolaan ruang penyimpanan. Pedoman Sementara Pengelenggaraan Kearsipan DJBC hendaknya segera direvisi menjadi pedoman yg lebih lengkap dan mutakhir. b) Perlunya mengadakan pelatihan, seminar dan kursus terhadap staf kearsipan

dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kearsipan. c) Pemindahan pusat arsip inaktif dapat menjadi bahan pertimbangan, hal ini

bertujuan agar pusat arsip inaktif terhindar dari kerusakan arsip yang diakibatkan oleh bencana banjir.

d) Penambahan fasilitas, sarana dan prasarana serta peralatan yang sesuai dengan standar kearsipan dan juga sesuai dengan standar keamanan.

(16)

Daftar Pustaka

Abubakar, Hadi. (1985). Pola Kearsipan Modern Sistem Kartu Kendali.Jakarta: Penerbit Djambatan.

Arsip Nasional Republik Indonesia. (1996). Prinsip-prinsip pusat arsip. Indonesia: Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia. (2006). Prinsip-prinsip pusat arsip. Indonesia: Arsip Nasional Republik Indonesia

Bathos, Basir. (1990). Manajemen Kearsipan untuk Lembaga Negara, Swasta dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara

Helen Forde. (2007). Preserving Archives: principles and practice in records management and archives. London: Facet Publishing

Ira, A.P., Gail, B.P., & Jim, C. (1994). Records Management Handbook: 2nd edition. Vermont: Gower Publishing Limited

ISO 15489-1. (2001). Information and documentation-Records Management part 1:General Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Indonesia: Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.

Kennedy J., & Schauder C. (1994). Records Management: a guide for students and practicioners of Records Information Managements with exercise and case studies. Melbourne: Longman Chesire

Laksmi., Gani Fuad., & Budiantoro. (2007). Manajemen Perkantoran Modern. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Moleong. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Rosda Karya

Read, J., & Ginn, M.L. (2010). Records Management: 9th Edition. Ohio: South- Western Cengage Learning.

Shepherd, E., & Yeo, G. (2003). Managing records: a handbook of principle and practice. London: Facet Publishing

Sugiarto, A., & Wahyono T. (2005). Manajemen Kearsipan Modern : dari konvensional ke basis komputer. Jakarta: Penerbit Gava Media

Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta

(17)

Sulistyo-Basuki. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerja sama dengan FIB UI

Sumartini. (2008). Kebijakan Pembinaan Kearsipan Daerah. D.IJogjakarta: Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Propinsi D.I Jogjakarta  

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya konsep spiritualitas di tempat kerja telah menjiwai dan melekat dalam setiap pemikiran para informan dan dapat

Secara rinci kondisi proses pembelajaran dan aktivitas belajar siswa sebagai berikut (1) siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan tertib, tidak malu-malu lagi, (2) siswa

[r]

Sehubungan dengan akan dilakukan Pembuktian Kualifikasi untuk paket pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi Perencanaan (Kec.Palmatak) , kegiatan di lingkungan Dinas Pendidikan

19700314 200212 1 003 Berkenaan dengan Pengumuman Penyedia Pelaksana Jasa Konstruksi Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum T.A APBDP 2014 tanggal 10 Desember 2014, maka dengan

Princesa; Contigo; Tu nombre me sabe a yerba; Ruido; 19 Días y 500 noches; Penélope; Cantares; Pastillas para no soñar; Para la libertad; Pueblo blanco; Mediterráneo; Fiesta; Y nos

Nofeenamo seemie megaluno, “Noafa pedaghoo anagha?” Nobhalomo, “Rampahano kaparendeno kontu foliu-liuno kambaka nefumaaku, dotaburiane dagi moneu sedodo.” Noeremo

Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian