• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2016"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam

Nota Keuangan 2016

Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara

Pendahuluan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam pelaksanaannya dihadapkan pada berbagai macam tantangan perubahan kondisi ekonomi global maupun domestik, yang mempengaruhi besaran asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi dasar penyusunan APBN. Pengalaman menunjukkan bahwa gejolak ekonomi global akan mempengaruhi pengelolaan APBN. Krisis keuangan global dan kenaikan harga minyak mentah dunia hingga menembus USD140 per barel pada tahun 2008 berdampak sangat besar terhadap APBN. Dampak yang sangat terasa adalah membengkaknya subsidi BBM yang ditanggung oleh APBN. Tanpa adanya pengelolaan risiko yang baik, tentu kejadian-kejadian semacam itu bisa menjadi ancaman bagi APBN dan kesinambungan fiskal pada umumnya. Saat ini, risiko ekonomi global yang perlu diperhatikan antara lain antisipasi normalisasi fed fund, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan penurunan harga komoditas global. Sedangkan risiko yang bersumber dari dalam negeri dan berpotensi memicu tekanan terhadap APBN yaitu kemungkinan terealisasinya jaminan yang diberikan oleh Pemerintah, keberlanjutan program jaminan sosial, kemungkinan Pemerintah kalah dalam perkara gugatan oleh pihak ketiga, dan terjadinya bencana alam yang mewajibkan Pemerintah menyediakan dana untuk tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

Sumber Risiko Fiskal

Risiko fiskal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang di masa mendatang dapat menimbulkan tekanan fiskal terhadap APBN. Sebelumnya risiko fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali Pemerintah. Perubahan definisi ini didasari atas kondisi bahwa risiko terhadap APBN tidak hanya berupa tambahan defisit yang hanya terkait dengan pendapatan dan belanja negara, tetapi juga berupa adanya tekanan di sisi pembiayaan.

Pengungkapan risiko fiskal ditujukan untuk:

1. Meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengelolaan kebijakan fiskal

2. Meningkatkan keterbukaan (transparency) fiskal 3. Meningkatkan tanggung jawab (accountability) fiskal 4. Menciptakan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability)

Kesadaran akan adanya risiko fiskal yang dapat membebani APBN dan pencapaian tujuan kebijakan fiskal diharapkan dipahami oleh seluruh elemen bangsa sehingga APBN yang sehat dan berkesinambungan dapat terjaga kedepannya. Pada tahun 2016, sumber risiko fiskal dapat diidentifikasi ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Risiko deviasi anggaran pendapatan dan belanja negara 2. Risiko kewajiban kontinjen Pemerintah Pusat;

(2)

Risiko Deviasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN disusun berdasarkan beberapa variabel sebagai berikut:

1. Indikator-indikator ekonomi makro yang mendasari penetapan asumsi dasar ekonomi makro 2. Peraturan dan regulasi serta keputusan hukum yang berlaku

3. Berbagai langkah antisipasi dan mitigasi terhadap ketidakpastian ekonomi, kondisi darurat dan bencana alam

4. Langkah-langkah kebijakan atau policy measures (administrative measures) yang ditempuh baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran

Variabel-variabel tersebut akan memengaruhi besaran target pendapatan negara, alokasi belanja negara, dan pembiayaan anggaran. Perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel tersebut dan deviasi dari target pendapatan negara atau belanja negara akan berdampak pada realisasi APBN dan menimbulkan risiko fiskal.

A. RISIKO ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO

Asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan APBN meliputi pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP), lifting minyak, dan lifting gas.

1. Sensitivitas APBN Tahun 2016 Terhadap Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Risiko fiskal atas perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap APBN 2016 dihitung dengan mempertimbangkan probabilitas/kemungkinan terjadinya deviasi asumsi dasar ekonomi makro, besaran deviasinya, dan dampak perubahannya pada postur APBN 2016. Deviasi asumsi dasar ekonomi makro mengakibatkan terjadinya perbedaan antara target defisit APBN dengan realisasinya yaitu pada pendapatan negara, belanja negara dan pembiayaan anggaran. Apabila realisasi defisit melebihi target defisit yang ditetapkan dalam APBN, maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang harus dicarikan sumber pembiayaannya.

A. Pendapatan Negara 1.1 - 1.5 7.6 - 10.3 - - 3.7 - 4.9 3.4 - 3.9 1.6 - 3.0

a. Penerimaan Perpajakan 1.1 - 1.5 7 .6 - 10.3 - - 2.0 - 2.4 0.8 - 0.8 0.2 - 0.4

b. PNBP - - - - - - - - 1.7 - 2.5 2.7 - 3.1 1.4 - 2.6

B. Belanja Negara 0.1 - 0.5 2.5 - 3.9 1.4 - 1.7 2.2 - 3.4 2.6 - 3.8 0.5 - 1.0

a. Belanja Pemerintah Pusat 0.0 - 0.1 0.7 - 1.3 1.4 - 1.7 1.4 - 2.2 1.8 - 2.6 0.1 - 0.3

b. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 0.1 - 0.4 1.8 - 2.6 - - - 0.8 - 1.2 0.7 - 1.2 0.4 - 0.8

C. Surplus/(Defisit) Anggaran 1.0 - 1.0 5.1 - 6.4 (1.7) - (1.4) 1.5 - 1.5 0.1 0.9 1.1 - 2.0

D. Pembiayaan - - - (0.5) - 0.3 -

Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 1.0 - 1.0 5.1 - 6.4 (1.7) - (1.4) 0.9 - 1.8 0.1 - 0.9 1.1 - 2.0

Sumber: Kementerian Keuangan

+10rb

SENSITIVITAS APBN 2016 TERHADAP PERUBAHAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO (triliun rupiah)

URAIAN Pertumbuhan Ekonomi ↑ Inflasi ↑ SPN ↑

Nilai T ukar

Rupiah ↑ ICP ↑ Lifting ↑ +0,1% +1% +1% +Rp100/USD +USD1

(3)

2. Sensitivitas Risiko Fiskal BUMN terhadap Perubahan Variabel Ekonomi Makro

Risiko fiskal yang berasal dari kinerja BUMN timbul jika terdapat penyimpangan target penerimaan negara dari BUMN, alokasi pengeluaran negara kepada BUMN, dan alokasi kewajiban kontijensi negara kepada BUMN. Eksposur penerimaan negara dari BUMN berasal dari penerimaan pajak, dividen, privatisasi, atau pendapatan Pemerintah atas bunga pengembalian pokok atas utang BUMN. Sedangkan eksposur pengeluaran negara kepada BUMN dapat melalui subsidi, penyertaan modal negara (PMN), maupun pinjaman kepada BUMN.

B. RISIKO DEVIASI PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Risiko deviasi pendapatan dan belanja Negara diungkapkan untuk memberikan informasi atas berbagai kemungkinan terjadinya deviasi pada penerimaan dan belanja Negara. Deviasi pendapatan dan belanja Negara diukur dari selisih antara target penerimaan dan pagu belanja Negara dengan realisasinya. Hal ini dilakukan guna merumuskan langkah langkah kebijakan (policy measures) yang akan ditempuh oleh Pemerintah dalam mengamankan APBN.

1. Risiko Pelaksanaan Pemungutan Pajak

Pada tahun 2016 penerimaan perpajakan ditargetkan meningkat sekitar 5,1 persen dari APBN-P tahun 2015 atau 14,5 persen dari perkiraan realisasi tahun 2015. Dalam pelaksanaannya, terdapat risiko bahwa upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah dalam rangka pencapaian penerimaan target perpajakan tidak terlaksana secara optimal sehingga belum mendukung pemenuhan target penerimaan perpajakan seperti yang diharapkan. Dampak dari tidak tercapainya target penerimaan pajak karena risiko tersebut di atas akan berpengaruh pada meningkatnya defisit sehingga perlu dicarikan sumber pembiayaannya. 2. Pengeluaran Negara yang Diwajibkan (Mandatory Spending)

Pengeluaran negara yang diwajibkan (mandatory spending) adalah pengeluaran negara pada program-program tertentu yang dimandatkan atau diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundangan yang berlaku yaitu kewajiban penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD, kewajiban penyediaan dana perimbangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU) sekurang-kurangnya sebesar 26 persen dari penerimaan dalam negeri neto, Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), penyediaan dana otonomi khusus masing-masing sebesar 2 (dua) persen dari DAU Nasional untuk Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat, alokasi dana kesehatan sekurang-kurangnya sebesar 5 (lima) persen dari APBN di luar gaji, dan alokasi Dana Desa sekurang-kurangnya sebesar 10 (sepuluh) persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Pengeluaran yang diwajibkan ini mengakibatkan ruang gerak fiskal (fiscal space) menjadi terbatas, sehingga ketika target penerimaan tidak tercapai, maka deficit anggaran akan membesar. Hal tersebut dapat membuat Pemerintah harus menambah pembiayaan atau memotong belanja K/L.

3. Kualitas Belanja Negara

Belanja negara dapat dikatakan berkualitas apabila efisien dari sisi alokasi, teknis maupun ekonomi. Efisiensi alokasi terkait dengan alokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan, tepat sasaran pada sektor-sektor kunci dan mendukung fungsi-fungsi pokok. Efisiensi teknis merefleksikan bahwa belanja dilaksanakan dalam mekanisme dan proses bisnis yang sederhana oleh birokrasi yang efisien sehingga dapat mempercepat penyerapan. Efisiensi ekonomi berkaitan dengan peran belanja dapat menjaga stabilitas makro ekonomi, mendukung pembangunan infrastruktur yang memadai untuk mendukung daya saing.

(4)

Dalam hal peningkatan kualitas belanja, Pemerintah berhadapan dengan berbagai tantangan. Tantangan yang pertama adalah ruang gerak fiskal (fiscal space) yang terbatas. Tantangan kedua terkait dengan daya serap yang belum optimal dan adanya penumpukan belanja pada kuartal terakhir.

C. RISIKO UTANG PEMERINTAH

Risiko utang Pemerintah diungkapkan untuk memberikan informasi atas berbagai variable yang mempengaruhi besaran utang seperti pembayaran bunga utang, cicilan pokok dan surat utang jatuh tempo. Pengelolaan risiko utang Pemerintah yang baik akan memberi persepsi positif kepada pasar atas instrument utang yang diterbitkan oleh Pemerintah.

1. Risiko Tingkat Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Pembiayaan Kembali Risiko Tingkat Bunga, Nilai

Tukar Rupiah dan Pembiayaan Kembali

Risiko tingkat bunga (interest rate risk) adalah potensi tambahan beban pembayaran bunga

utang akibat peningkatan suku bunga. Perkembangan risiko tingkat bunga dalam kurun waktu 2011 s.d Mei 2015 menunjukan tren yang relatif menurun sebagaimana terlihat pada rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) dan refixing rate yang mengalami penurunan.

Risiko nilai tukar (exchange rate risk) adalah potensi tambahan beban pembayaran

kewajiban utang valas (bunga dan pokok utang) akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Perkembangan risiko nilai tukar dalam kurun waktu 2011 s.d Mei 2015 menunjukan indikasi yang semakin membaik seiring dengan semakin berkurangnya porsi utang dalam valuta asing terhadap total utang dan terhadap PDB.

Risiko pembiayaan kembali (refinancing risk) adalah potensi ketidakmampuan Pemerintah

membiayai utang jatuh tempo melalui penerbitan /pengadaan utang baru dengan biaya dan risiko yang wajar. Perkembangan risiko pembiayaan kembali (refinancing risk) selama kurun 2011 s.d. Mei 2015 relatif stabil. Hal ini terutama disebabkan oleh kebijakan pengelolaan utang yang bertujuan untuk meminimalkan biaya utang dalam tingkat risiko yang terkendali.

2. Potensi Kekurangan (Shortage) Pembiayaan Melalui Utang

 Pembiayaan melalui utang berperan penting untuk menutup defisit anggaran, membiayai

kewajiban utang yang jatuh tempo (refinancing) serta kebutuhan investasi Pemerintah, misalnya untuk PMN. Mengingat peran penting pembiayaan utang, terdapat risiko dimana Pemerintah dalam kondisi tertentu tidak dapat mengadakan/menerbitkan utang baru untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan. Risiko shortage utang dan penerbitan utang baru ini berkaitan erat dengan kondisi perekonomian dan pasar keuangan. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi antara lain Asset Liability Management (ALM), bond stabilization framework dan Crisis Management Protocol. Risiko Kewajiban Kontinjen Pemerintah Pusat

Kewajiban kontinjensi merupakan kewajiban potensial bagi Pemerintah yang timbul akibat adanya peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa di masa depan, yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali Pemerintah. Terealisasinya kewajiban kontinjensi merupakan risiko fiskal bagi Pemerintah karena mengakibatkan terjadinya tambahan pengeluaran.

(5)

A. DUKUNGAN DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH PADA PROYEK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KPS & NON-KPS

Risiko fiskal yang terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur berasal dari dukungan dan/atau jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap beberapa proyek, yaitu Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW (Fast Track Program/FTP) I dimana Pemerintah memberikan jaminan penuh Pemerintah (full credit guarantee), Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW (Fast Track Program/FTP) II dimana Pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk penjaminan kelayakan usaha PT PLN (Persero), Program Percepatan Penyediaan Air Minum dimana Pemerintah memberikan jaminan dan subsidi bunga, Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur serta Penugasan Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera dimana Pemerintah memberikan Jaminan terhadap kewajiban pembayaran PT Hutama Karya (Persero) atas pendanaan berupa penerbitan obligasi dan pinjaman dari lembaga keuangan.

B. RISIKO PROGRAM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN JAMINAN PNS

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mulai 1 Januari 2014 Indonesia menjalankan sistem jaminan sosial yang baru. Program SJSN diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan, perlindungan atas kebutuhan dasar hidup yang layak, bahkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah berpandangan bahwa program ini merupakan investasi besar bagi masa depan bangsa. Meski demikian, Pemerintah menyadari bahwa apabila tidak didisain dan dikelola dengan baik, program SJSN berpotensi menjadi salah satu sumber risiko fiskal. Untuk tahun 2016, potensi risiko fiskal dari implementasi program SJSN berasal dari program JKN yaitu kondisi kesehatan keuangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Sedangkan risiko fiskal dari Progam Tabungan Hari Tua PNS dan TNI/Polri berasal dari unfunded past service liability (UPSL) yang menjadi kewajiban Pemerintah seiring dengan kebijakan meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan menaikkan gaji pokok PNS dan TNI/Polri.

C. RISIKO PENUGASAN KHUSUS EKSPOR

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) didirikan oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang bertujuan untuk menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional dengan menyediakan fasilitas pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa konsultasi bagi eksportir.

Sumber risiko penugasan khusus terjadi dalam hal terjadinya kejadian gagal bayar atas penugasan khusus, dan program ekspor yang dijadikan penugasan tidak memberikan manfaat secara perekonomian sehingga tidak menghasilkan devisa bagi negara.

D. RISIKO FISKAL DARI LEMBAGA KEUANGAN TERTENTU (MENJAGA KESEHATAN KEUANGAN BI, LPS DAN LPEI)

Sumber risiko dari lembaga keuangan tertentu berdasarkan amanat dari peraturan perundang-undangan yang mengatur modal minimal BI, LPS dan LPEI. Dalam hal modal minimal BI, LPS dan LPEI tidak memenuhi persyaratan peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah dengan persetujuan DPR menutup kekurangan tersebut. Potensi risiko fiskal yang berasal dari pemenuhan modal minimal BI, LPS dan LPEI di tahun 2016 relatif tidak ada mengingat 3 lembaga keuangan tersebut.

E. RISIKO FISKAL TERTENTU

Selain risiko deviasi APBN dan risiko kewajiban kontinjensi Pemerintah Pusat, terdapat sumber risiko fiscal tertentu yang berasal dari risiko bencana, stabilisasi harga pangan, tuntutan hukum

(6)

Mitigasi Risiko Fiskal

Setelah mengidentifikasi sumber risiko fiscal, Pemerintah mengambil serangkaian kebijakan guna melakukan mitigasi risiko fiscal. Mitigasi risiko fiscal meliputi mitigasi risiko deviasi APBN, mitigasi risiko kewajiban kontinjensi Pemerintah Pusat dan mitigasi risiko fiscal tertentu.

A. Mitigasi Risiko Deviasi APBN

Mitigasi risiko deviasi APBN meliputi serangkaian tindakan Pemerintah dalam melakukan mitigasi risiko asumsi dasar ekonomi makro, mitigasi risiko deviasi pendapatan dan belanja Negara, serta mitigasi risiko utang Pemerintah Pusat.

1. Untuk mengantisipasi terjadinya tambahan defisit akibat deviasi asumsi dasar ekonomi makro dengan realisasinya, Pemerintah mengalokasikan dana cadangan risiko asumsi dasar ekonomi makro. Dana cadangan ini berfungsi sebagai bantalan (cushion) untuk mengurangi besaran defisit APBN.

2. Untuk mengantisipasi risiko deviasi pendapatan dan belanja Negara, khususnya terkait pelaksanaan pemungutan pajak, Pemerintah mengawasi dengan cermat proses transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak yang diharapkan dapat lebih memastikan perbaikan proses bisnis pemungutan pajak, penguatan unit pemungut pajak dan pengembangan kapasitas dan kompetensi pegawai pemungut pajak.

3. Untuk mengantisipasi risiko penurunan kualitas belanja, Pemerintah berusaha untuk melaksanakan kebijakan mengalihkan program kurang produktif ke program yang lebih produktif antara lain mengurangi alokasi untuk kegiatan konsumtif seperti perjalanan dinas dan konsinyering. Pemerintah juga telah mengambil kebijakan pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja sehingga pengalokasian anggaran diharapkan dapat sesuai kebutuhan dan pencapaian target guna meminimalisir revisi.

4. Dari sisi penyerapan, Pemerintah juga telah berusaha menyederhanakan proses realisasi dengan menyempurnakan regulasi mengenai mekanisme pengadaan barang dan jasa, mekanisme revisi DIPA, serta penyederhanaan mekanisme pencairan anggaran.

5. Mitigasi risiko pengelolaan utang pemerintah pusat dilakukan dengan:

a) mengoptimalkan sumber pendanaan utang dari dalam negeri dengan mengutamakan utang baru dalam mata uang rupiah dan membatasi porsi penerbitan SBN valas; b) memaksimalkan utang baru dengan tenor menengah – panjang dan tingat bunga tetap; c) melakukan liability management melalui mekanisme buyback dan/atau debt switch; d) memanfaatkan intrumen lindungi nilai.

6. Mitigasi risiko pemenuhan target pembiayaan utang dilakukan melalui diversifikasi intrumen utang dan basis investor, pendalaman pasar SBN domestik, pengadaan pinjaman siaga sebagai sumber pendanaan utang pada saat kondisi pasar keuangan memburuk (second line of defense), dan pemanfaatan fleksibilitas pembiayaan uang tunai.

7. Dalam kerangka yang lebih luas, Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi risiko shortage utang dan penerbitan baru antara lain:

a) pengelolaan utang dalam kerangka Asset Liabilities Management (ALM), yang berperan dalam memberikan alternatif kebijakan secara dini atas adanya risiko ketidakpastian di pasar keuangan global dan domestik;

b) mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilization Framework dan Crisis Management Protocol dalam hal mengantisipasi dampak krisis terhadap pasar SBN.

(7)

B. Mitigasi Risiko Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Pusat

Dalam mengelola risiko fiskal yang muncul dari kewajiban kontinjensi, telah disediakan beberapa langkah mitigasi diantaranya adalah memantau mitigasi risiko yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait (seperti PT PLN, PDAM yang mendapat jaminan dari Pemerintah, dan pihak terkait lainnya), mengelola dan memantau risiko residual yang tidak dapat dimitigasi oleh pihak-pihak dimaksud dan mengelola kewajiban kontinjensi Pemerintah.

Sebagai salah satu bentuk mitigasi atas risiko fiskal yang timbul dari sisi penjaminan proyek infrastruktur dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), Pemerintah mendirikan sebuah badan usaha untuk menjamin proyek-proyek infrastruktur yang menggunakan skema KPBU yakni Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dhi. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT. PII (Persero)). PT PII (Persero) akan melakukan upaya-upaya mitigasi risiko infrastruktur berdasarkan prinsip alokasi risiko sehingga kemungkinan keterjadian atas risiko infrastruktur menjadi berkurang.

C. Mitigasi Risiko Fiskal Tertentu

Mitigasi risiko fiskal tertentu mencakup serangkaian tindakan yang dilakukan Pemerintah, antara lain:

a) Mitigasi Bencana alam dilakukan dengan diversifikasi pembiayaan risiko bencana, baik dari segi sumber maupun pola pengalokasiannya.

b) Mitigasi risiko fiskal yang bersumber dari fluktuasi harga pangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan harga serta kebijakan perijinan dan pengendalian dalam rangka menjaga stabilisasi harga pangan, seperti beras/gabah ketersediaan pasokan bahan pokok terjamin. c) Mitigasi dalam rangka mengurangi dampak risiko gugatan hukum kepada Pemerintah dapat

dilakukan melalui pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan kebijakan dan upaya semaksimal mungkin oleh masing-masing K/L untuk meminimalisir jumlah kewajiban bagi Pemerintah.

d) Mitigasi risiko untuk mencegah defisit neraca berjalan dilakukan dengan upaya peningkatan ekspor. Secara umum, strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengembangan investasi pada industri dan pendukung industri, pengembangan metode pembiayaan ekspor dan perbaikan mekanisme biaya di pelabuhan.

e) Mitigasi risiko penerimaan negara yang berasal dari perjanjian FTA dan perjanjian lain yang sejenis, maka Pemerintah mulai melakukan perubahan terhadap Tarif Bea Masuk MFN (Most Favourable Nations).

f) Mitigasi risiko fiskal dari program pembiayaan perumahan MBR, Pemerintah memberikan penugasan kepada Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Perumahan untuk menyalurkan FLPP bagi MBR, dukungan pembiayaan sekunder perumahan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), dan perluasan manfaat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk menyediakan pilihan manfaat Jaminan Hari Tua sebagai alternatif pembiayaan perumahan serta rencana pemanfaatan dana Bapertarum PNS dan PT Taspen (Persero).

Agar program pembiayaan tepat sasaran, salah satu langkah mitigasi risiko adalah menetapkan kritera-kritera debitur yang dapat memanfaatkan KPR-FLPP. Lebih lanjut, BLU Pusat Pembiayaan Perumahan akan memeriksa apakah pemohon KPR-FLPP sesuai dengan kategori debitur MBR yang dapat memanfaatkan KPR dengan bunga 5 persen. Kegiatan ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya salah sasaran penyaluran kredit KPR-FLPP.

Referensi

Dokumen terkait

Ewasemono, panliten sastra kanthi objek novel Sirah anggitane A.Y Suharyono mung nengenake semedi minangka carane manungsa kanggo nggayuh klenik.. Laku semedi katon

FUNGSI DAN PERANAN SEKRETARIS DALAM MEMBANTU PIMPINAN PADA PT BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL (BTPN),TBK.. CABANG PUTRI

You need to answer all 40 questions on the Extended (Core and Supplement) syllabus content.. Each question will have four options to

Gambar 5: Petunjuk kursi untuk orang hamil, lansia, cacat dan orang cedera. Gambar 6 : Antrian di luar, untuk mau masuk restoran sekitar

Saat siswa mulai tertarik pada perbedaan reaksi tersebut, siswa akan disuruh untuk membuat rumusan masalah,.. mempelajari masalah, menganalisis beberapa peran yang

Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari stimulus

Ahirnya dengan penjelasan dari buku manual (manual book) ini diharapkan dapat memberikan pejelasan secara lebih rinci tentang pemanfaatan dan penggunaan situs bidang

VALIDITAS PREDIKTIF SKOR TES KETAHANAN DAN KETENANGAN BERPIKIR (TKKB) DAN SKOR INTELLIGENZ STRUCTURE TEST (IST) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA. Universitas Pendidikan Indonesia